C Dengan
Halusinasi Pendengaran di Ruang Dolok Sanggul
VERDALIUS AMAZIHONO
verdaliusamz@gmail.com
BAB 1
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan, gangguan otak yang
di tandai dengan pikiran kacau, waham, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh atau
katatonik (Pardede, & Laia. 2020). Menurut WHO tahun 2019 masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang serius. WHO
memperkirakan sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan
jiwa, 135 juta orang diantaranya mengalami halusinasi (Widadyasih, 2019). Provinsi
Sumatera Selatan 8%, Provinsi Kalimantan Barat 7,9%. Sedangkan Provinsi Sumatera
Utara berada pada posisi ke 21 dengan privalensi 6,3% (Kemenkes, 2019). Masalah
yang sreing muncul pada pasien skizofrenia adalah Halusinasi (Pardede, 2019)
1
pendekatan dan manajemen yang baik untuk meminimalkan dampak dan
komplikasi halusinasi (Akbar & Rahayu, 2021).
Berdasarkan praktik stase keperawatan jiwa ruang dolok sanggul 1 didapatkan pasien
terdiagnosa skizofrenia ini jumlah pasien 18 orang dan ada beberapa pasien yang
mengalami halusinasi dan yang menjadi subjek dalam pemberian suahan keperawatan
jiwa ini adalah Tn. C dengan gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran.
Penyebab Tn. C dijadikan sebagai subjek dikarenakan pasien masih sering mendengar
suara-suara bisikan, tertawa sendiri, senyum sendiri dan bicara- bicara sendiri.
2
3
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Halusinasi merupakan suatu gejala ganguan jiwa dimana klien merasakan suatu
stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori
persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan,
perabaan, atau penciuman. Halusinasi merupakan salah satu dari sekian bentuk
psikopatologi yang paling parah dan membingungkan. Secara fenomenologis,
halusinasi adalah gangguan yang paling umum dan paling penting. Selain itu,
halusinasi dianggap sebagai karakteristik psikologis (Sutejo, 2018).
2.1.2 Etiologi
Penyebab munculnya halusinasi menurut Aldam (2019) ada dua yaitu faktor
predisposisi dan presipitasi.
A. Faktor predisposisi terdiri dari:
1. faktor biologis yang berhubungan dengan perkembangan sistem saraf yang
tidak normal. Secara biologis yang dimiliki oleh pasien yakni tante pasien
mengalami gangguan jiwa. Individu yang memiliki hubungan dengan
tingkat pertama (orang tuan, saudara atau keturunan) atau tingkat kedua
(kakek-nenek, bibi-paman, sepupu, cucu) dengan penderita akan lebih
rentan mengalami gangguan jiwa (Stuart, Keliat, dan Pasaribu, 2016).
2. Faktor psikologis seperti pola asuh orang tua, kondisi keluarga dan
lingkungan
3. Faktor sosial budaya seperti kondisi ekonomi, konflik sosial, serta
kehidupan yang terisolasi disertai stres.
4
B. Faktor presipitasi terdiri dari:
1. faktor biologi yang terkait dalam gangguan komunikasi dan putaran balik
otak yang mengatur proses informasi. Pasien dengan putus obat dapat
mengalami halusinasi kembali.
2. Faktor lingkungan yang mana terjadi tingkat stresor lingkungan di luar
batas toleransi individu
3. Koping yang dapat menentukan seseorang dalam mentoleransi stresor.
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,
respon adaftif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan. Persepsi
akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman
c. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
d. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertetangan dengan
kenyataan sosial
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
6
untuk melakukan sesuatau (kadangkadang hal yang berbahaya). Perilaku
yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau
tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-
kamit, dan adanya gerakan tangan.
2. Halusinasi penglihatan(visual) 20 % Karakteristik dengan adanya stimulus
penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar
kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan. Stimulus penglihatan dalam bentuk
pencaran cahaya, gambar, orang atau panorama yang luas dan kompleks,
biasanya menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang muncul adalah
tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk kearah tertentu, serta
ketakutan pada objek yang dilihat.
3. Halusinasi penghirup (olfactory) Karakteristik ditandai dengan adanya bau
busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti: darah, urine atau feses.
Kadang – kadang terhirup bau harum.Biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia. Tercium bau busuk, amis, dan bau yang
menjijikan seperti :darah, urine atau feses, kadang-kadang terhidu bau
harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti
mencium, mengarahkan hidung pada tempat tertentun dan menutup hidung.
4. Halusinasi peraba (tactile) Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit
atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi
listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain. Mengalami rasa sakit
atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi
listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain, merasakan ada yang
menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan mahluk halus.
Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-
raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan
sesuatu rabaan.
5. Halusinasi pengecap(gustatory) Karakteristik ditandai dengan merasakan
sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti
rasa darah, urin atau feses. Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis, dan
menjijikkan, seperti rasa darah, urine, dan feses. Perilaku yang muncul
adalah seperti mengecap, mulut seperti gearakan mengunyah sesuatu sering
meludah, muntah.
7
perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang – kadang dapat
membahayakan.
8
terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung trus-menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunanlamunan awal tersebut sebagai
pemecah masalah (Syahdi & Pardede, 2022)
9
2.1.7 Penatalaksanaan Halusinasi
1. Psikofarmakologi Obat-obatan untuk halusinasi menurut Irwan (2021) yaitu:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi: Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian: Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau
suntikan intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali
pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa
belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 –
900 mg perhari.
Kontra indikasi: Sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan keadaan
koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine. Efek samping: Yang sering
terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering,
hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita, hiperpireksia atau
hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non
psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan
kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal,
agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita
psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi: Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku
yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian: Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi
menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -
5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan. Kontra
indikasi: Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit
parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping: Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih,
gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping:
nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan
otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi
hematologis. Intoksikasinya adalah bila pasien memakai dalam dosis
melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan,
tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
10
Indikasi: Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian: Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya
rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan,
dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon pasien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi: Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat,
hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap
phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan
efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari
menggunakan ephineprine ISO.
2. Terapi kejang listrik / Electro compulsive therapt (ECT) ECT adalah
pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan
melawan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik diberikan pada skizoprenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang
listrik 4-5 joule /detik (Sianturi, 2021).
11
1. Faktor perkembangan ; biasanya tugas perkembangan mengalami
hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan
mengalami stres dan kecemasan.
2. Faktor sosiokultural ; berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan
seseorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan
tempat klien dibesarkan.
3. Faktor biokimia ; adanya stres yang berlebihan dialami seseorang maka
di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neuro kimia.
4. Faktor psikologis; hubungan interpersonal yang tidak harmonis, adanya
peran ganda yang bertentangan dan tidak diterima oleh anak akan
mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan
gangguan orientasi realitas seperti halusinasi.
5. Faktor genetik; Apa yang berpengaruh dalam skizoprenia. Belum
diketahui, tetapi Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
d. Faktor presipitasi
Hasil pengukuran tanda vital (TD, nadi, suhu, pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien. Terjadi peningkatan denyut jantung
pernapasan dan tekanan darah.
f. Aspek psikososial Genogram yang menggambarkan tiga generasi.
g. Konsep diri
1. Gambaran diri
Tanyakan persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai,
reaksi pasien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian tubuh
yang disukai.
2. Identitas diri
Pasien dengan halusinasi tidak puas akan dirinya merasa bahwa pasien
tidak berguna.
3. Fungsi Peran
Pada pasien halusinasi bisa berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit, trauma akan masa lalu, menarik diri dari orang
lain, dan perilaku agresif.
4. Ideal diri
12
Pada pasien yang mengalami halusinasi cenderung tidak peduli dengan
diri sendiri maupun sekitarnya. Mengungkapkan keputuasaan karena
penyakitnya dan mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
5. Harga diri
Pasien yang mengalami halusinasi cenderung menerima diri tanpa syarat
meskipun telah melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan ia tetap
merasa dirinya sangat berharga. Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa
bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri dan kurang percaya diri.
h. Status mental
i. Mekanisme koping
Terapi yang diterima klien bisa berupa terapi farmakologi psikomotor terapi
okupasional, TAK dan rehabilitas.
13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada pasien dengan
halusinasi Sianturi (2021) yaitu:
1. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
2. Risiko tinggi perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal).
3. Gangguan isolasi sosial: menarik diri
4. Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah
14
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Adapun
pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan Strategi
Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-masing masalah utama. Pada saat
akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien
dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta
klien yang diharapkan, dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan
serta respon klien.
15
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.4. Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
didapatkan hasil TD : 130/80 mmHg ; N : 86x/i ; S : 36,5oC ; RR : 20x/i. Klien
memiliki tinggi badan 165 cm dan berat badan 70 Kg.
3.5 Psikososial
a. Genogram
16
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
Penjelasan : Klien merupakan anak keenam dari enam bersaudara, klien telah menikah
dan memiliki 3 orang anak
b. Konsep diri
1. Gambaran diri : Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada yang cacat.
2. Identitas : Klien anak ke 6 dari 6 bersaudara.
3. Peran : Klien hanya lulusan SMA yang saat ini tidak memiliki
pekerjaan.
4. Ideal diri : Klien merasa merepotkan keluarga,klien ingin Cepat sembuh.
5. Harga diri : Klien merasa malu karena dia merasa hanya menyusahkan
keluarga.
Masalah keperawatan : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
c. Hubungan sosial
1. Orang yang berarti : Keluarga
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : Pasien mengatakan tidak
mengikuti kegiatan di masyarakat tetapi mengikuti kegiatan beribadah bersama
keluarganya.
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Pasien mengatakan susah
berinteraksi di luar lingkungan karena diawasi dengan pihak keluarga. Tetapi
untuk berinteraksi dengan keluarga pasien mengatakan tidak memiliki hambatan.
d. Spiritual
1. Nilai dan Keyakinan : Klien beragama islam dan yakin dengan agamanya.
2. Kegiatan Ibadah : sholat 5 waktu
e. Status Mental
1. Penampilan Penjelasan : Klien berpenampilan bersih dan rapi
2. Pembicaraan Penjelasan :Klien masih dapat menjawab pertanyaan perawat
dengan lambat namun dapat dipahami
17
3. Aktivitas Motorik Penjelasan : Klien tampak biasa saja dan santai
4. Suasana perasaan Penjelasan :Klien mengatakan sering merasa takut karena ada
mendengar bisikan dari telinga kiri dan kanan Masalah keperawatan : Halusinasi
Pendengaran
5. Afek Penjelasan :efek klien labil,suka diam Masalah keperawatan : Isolasi sosial
6. Interaksi selama wawancara Penjelasan :Klien kooperatif, ada kontak mata,tapi
pandangan terlihat kosong pada lawan bicara,dan klien terlihat tenang dan
mengikuti intruksi.
7. Persepsi Penjelasan :Klien mengatakan Sering mendengar suara – suara disiang
hari ketika sedang sendiri dan istirahat
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran
8. Proses Pikir Penjelasan : klien mampu menjawab apa yang ditanya dengan baik
9. Isi pikir Penjelasan : Klien dapat mengontrol isi pikirnya klien tidak mengalami
gangguan isi pikir dan tidak ada waham.
10. Memori Penjelasan :Klien tidak mampu mengingat kejadian dimasa lalu dan dia
tidak mampu mengulang pertemuan yang dilakukan therapy
11. Tingkat kesadaran Penjelasan : Klien tidak mengalami gangguan orientasi, klien
mengenali waktu,orang dan tempat
12. Tingkat konsentrasi berhitung : Penjelasan : klien mampu berkonsentrasi dalam
perhitungan sederhana tanpa bantuan orang lain.
13. Kemampuan penilaian Penjelasan : Klien dapat membedakan hal yang baik dan
yang buruk
14. Daya tilik diri Penjelasan: Klien menyadari sakitnya dan sering mendengar suara
– suara
18
1 DS: Gangguan Persepsi Sensori
- Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering : Halusinasi Pendengaran
berteriak – teriak di rumah
- Klien sering mendengarkan suara – suara yang
menyuruhnya untuk pergi
- Klien mengatakan suara –suara tersebut muncul
2 kali/ hari, muncul pada saat pagi setelah
bangun tidur dan malam sebelum tidur.
- Klien mengatkan suara itu muncul ketika
menyendiri dan kurang tidur malam
- Klien mengatakan ketika suara itu muncul dia
merasa gelisah
- Klien hanya menutup telinga ketika suara itu
muncul karena klien lupa cara untuk meghardik
DO:
- Klien sering marah – marah, mondar – mandir,
berbicara sendiri, berbicara ngawur, sering
senyum-senyum sendiri.
2 DS: Isolasi Sosial: Menarik Diri
- Klien mengatakan bahwa klien lebih senang
untuk menyendiri
- Klien mengatakan bahwa klien tidak diterima di
lingkungan sekitar nya
- Klien mengatakan tidak mampu untuk
berinteraksi dengan tetangganya.
DO:
- Tampak menyendiri dalam ruangan dan tidak
mampu berinteraksi dengan baik
- Klien tampak menarik diri dan susah untuk
berkomunikasi
- Klien tidak mampu untuk mengekpresikan
perasaan kesepian dan kontak mata tidak tetap
DO :
- Klien tampak murung
19
- Lebih banyak diam
20
3.13 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
SP2:
a. Menilai kemampuan yang dapat
digunakan
b. Menetapkan/memilki kegiatan sesuai
kemampuan
c. Melatih kempuan sesuai kemampuan
yang dipilih 1
21
3.14 Implementasi Dan Evaluasi
Hari/tanggal Implementasi Evaluasi
Jum’at, 11 1. Data : S:
Februari - Klien sering mondar – mandir, - klien tampak senang
2022 Jam berbicara sendiri, berbicara - klien tampak antusias
14.00 Wib ngawur, sering senyum-senyum
sendiri, sering mengarahkan O:
telinganya ke tempat – tempat - Klien mampu mengenali
tertentu. halusinasinya dengan
- Keluarga klien mengatakan mandiri
bahwa klien sering berbicara - Klien mampu menghardik
sendiri di rumah halusinasinya dengan
- Klien sering mendengarkan motivasi perawat.
suara – suara yang - Klien mampu minum obat
menyuruhnya untuk pergi dengan motivasi perawat.
- Klien mengatakan suara – suara
tersebut muncul 2 kali/ hari, A: Halusinasi pendengaran (+)
- Klien mengatakan suara itu
muncul pada pagi saat bangun P : Mengenal halusinasi 2x/hari
tidur dan malam Latihan cara menghardik
- Klien mengatakan suara itu halusinasi 2x/ hari. Minum obat
muncul saat dia melamun dan 2x/hari
menyendiri
- Klien merasa gelisah ketika
suara-suara itu muncul
- Klien hanya menutup telinga
nya saat suara itu muncul
2. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran
3. Tindakan Keperawatan :
SP 1 : Mengidentifikasi isi,
frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan dan respon
halusinasi, mengontrol halusinasi
dengan menghardik.
- Mengidentifikasi jenis
halusinasi
- Mengidentifikasi isi halusinasi
- Mengidentifikasi waktu
halusinasi Mengidentifikasi
situasi pencetus halusinasi
- Mengidentifikasi perasaan dan
respon halusinasi
- Melatih cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik
22
SP 2 : Mengontrol halusinasi dengan
minum obat secara teratur.
3. Tindakan Keperawatan P:
SP 1 : Mengidentifikasi isi, - Latihan menghardik
frekuensi, waktu terjadi, situasi halusinasi 3 kali sehari
pencetus, perasaan dan respon - Latihan minum obat 2 kali
halusinasi Mengontrol halusinasi sehari
dengan menghardik - Bercakap – cakap dengan
SP 2 : Mengontrol halusinasi dengan orang lain 3x/hari
minum obat secara teratur - Melakukan kegiatan
SP 3 : mengontrol halusinasi dengan terjadwal 3/hari
bercakap-cakap dengan orang lain
SP 4 : Mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan terjadwal
23
ruangan dan tidak mampu - Klien mambu berkenalan
berinteraksi dengan baik dengan 2 orang dengan
- Klien tampak menarik diri dan motivasi klien
susah untuk berkomunikasi
- Klien tidak mampu untuk A : Perubahan persepsi sensori :
mengekpresikan perasaan Isolasi Sosial : menarik diri (+)
kesepian dan kontak mata tidak
tetap. P:
- Latihan menjelaskan
2. Diagnosa Keperawatan Isolasi keuntungan dan kerugian
Sosial : Menarik Diri mempunyai teman 2x/hari
- Latihan berkenalan dengan 2
3. Tindaakan Keperawatan orang atau lebih 2x/ hari
SP 1 : Menjelaskan keuntngan dan
kerugian mempunyai teman
SP 2 : Melatih klien berkenalan
dengan 2 orang atau lebih
24
SP 4 Isolasi Sosial harian 3x/hari
- Latihan berbicara social:
meminta sesuatu, berbelanja
dan sebagainya 2x/hari
3. Tindakan keperawatan P:
Sp 1 : mengidentifikasi kemampuan - Latihan mengidentifikasi
dan aspek positif yang dimiliki kemampuan dan aspek
pasien postif yang dimiliki
sebanyak 3x/hari
4. Rencana Tindak lanjut - Latihan Menilai kemampuan
SP 2: yang dapat digunakan
a. Menilai kemampuan yang dapat 3x/hari
digunakan - LatihanMenetapkan/memilki
b. Menetapkan/memilki kegiatan kegiatan sesuai kemampuan
sesuai kemampuan 3x/hari
c. Melatih kempuan sesuai - Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 1 kemampuan yang dipilih 1
3x/hari
25
Jumat, 18 1. Data S: Klien senang dan antusias
Februari - Klien tampak murung
2022 Jam - Klien berbicara hanya ketika O:
14.00 Wib ditanya - Klien sudah mampu
- Nada bicara pelan melatih kegiatan sesuai
kemampuan
2. Diagnosa keperawatan : - klien mampu menetapkan
Gangguan konsep diri : Harga kegiatan sesuai dengan
Diri Rendah kemapuan
26
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan keperawatan dengan
pemberian terapi generalis pada klien halusinasi pendengaran. Pembahasan
menyangkut analisis hasil penerapan terapi generalis terhadap masalah keperawatan
halusinasi pendengaran. Tindakan keperawatan didasarkan pada pengkajian dan
diagnosis keperawatan yang terdiri dari tindakan generalis yang dijabarkan sebagai
berikut. Tahap pengkajian pada klien halusinasi dilakukan interaksi perawat-klien
melalui komunikasi terapeutik untuk mengumpulkan data dan informasi tentang status
kesehatan klien. Pada tahap ini terjadi proses interaksi manusia, komunikasi, transaksi
dengan peran yang ada pada perawat sebagaimana konsep tentang manusia yang bisa
dipengaruhi dengan adanya proses interpersonal.
Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu dari
pasien dan tenaga kesehatan di ruangan. Penulis mendapat sedikit kesulitan dalam
menyimpulkan data karena keluarga pasien jarang mengunjungi pasien di rumah sakit
jiwa. Maka penulis melakukan pendekatan kepada pasien melalui komunikasi
terapeutik yang lebih terbuka membantu pasien untuk memecahkan perasaannya dan
juga melakukan observasi kepada pasien. Adapun upaya tersebut yaitu:
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada klien agar
klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara
Dalam pengkajian ini, penulis menemukan kesenjangan karena ditemukan. Pada kasus
Tn. C klien mendengar suara-suara aneh, mondar-mandir, tampak tegang, putus asa,
sedih dan lain-lain. Gejala gejala yang muncul tersebut tidak semua mencakup dengan
yang ada di teori klinis dari halusnasi , akan tetapi terdapat faktor predisposisi maupun
presipitasi yang menyebabkan kekambuhan penyakit yang dialami oleh Tn. C.
Tindakan keperawatan terapi generalis yang dilakukan pada Tn. C adalah strategi
pertemuan pertama sampai pertemuan empat. Strategi pertemuan pertama meliputi
mengidentifikasi isi, frekuensi, jenis, dan respon klien terhadap halusinasi serta melatih
cara menghardik halusinasi. Strategi pertemuan kedua yang dilakukan pada Tn.C
meliputi melatih cara mengendalikan dengan bercakap-cakap kepada orang lain.
Strategi pertemuan yang ketiga adalah menyusun jadwal kegiatan bersama-sama
27
dengan klien. Strategi pertemuan keempat adalah mengajarkan dan melatih Tn. C cara
minum obat yang teratur.
4.3 Intervensi
Intervensi yang dilakukan padamasalah keperawatan gangguan sensori persepsi:
halusinasipada penelitian ini menggunakan intervensi strategi pelaksanaan (SP) dan
ditambah dengan intervensi inovasi terapipenerimaan dan komitment (acceptance and
commitment therapy).Strategi pelaksanaan(SP) pada intervensi masalah keperawatan
gangguan sensori persepsi: halusinasi dapat diimplementasikan secara keseluruhan
kepada Tn. C selama 4 hari, hal ini didukung oleh klien telah kooperatif dalam
menerima masukan/ intervensi yang diberikan oleh penulis. Begitu juga intervensi
inovasi terapipenerimaan dan komitment (acceptance and commitment therapy) dapat
diaplikasikan kepada klien salama 4 hari.
Intervensi inovasi dapat dilakukan sesuai SOP yang telah dibuat sedangkan untuk
intervensi keperawatan pada masalah keperawatan harga diri rendah kronik hanyadapat
diimplementasikan kepada klienselama 2 hari karena penulis harus terus menerus
mengulang tindakan keperawatan intervensi SP gangguan sensori persepsi: halusinasi
dan intervensi inovasi terapipenerimaan dan komitment (acceptance and commitment
therapy) agar klien lebih memahami dan lebih bisa mengaplikasikan intervensi tersebut
apabila klien mengalami halusinasi (Avidha,2018).
4.4. Implementasi
Implementasi atau disebut tindakan keperawatan merupakan rangkaian perilaku atau
aktivitas yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi,
terapeutik, edukasi dan kolaborasi (Fadhillah H, 2018). Pada tahap implementasi,
penulis hanya mengatasi 1 masalah keperawatan yakni: diagnosa keperawatan
halusinasi. Pada diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi dilakukan
strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, perasaan, respon
halusinasi. Kemudian strategi pertemuan yang dilakukan yaitu latihan mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik. Strategi pertemuan yang kedua yaitu anjurkan
minum obat secara teratur, strategi pertemuan yang ke tiga yaitu latihan dengan cara
28
bercakap-cakap pada saat aktivitas dan latihan strategi pertemuan ke empat yaitu
melatih klien melakukan semua jadwal kegiatan.
4.5 Evaluasi
Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Pasien mempercayai perawat
sebagai terapis, pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya, dapat
mengidentifikaasi halusinasi, dapat mengendalikan halusinasi melalui mengahrdik,
latihan bercakap -cakap, melakukan aktivitas serta menggunakan obat secara teratur
(Syahdi & Pardede, 2021). Pada tinjauan kasus evaluasi yang didapatkan adalah: Klien
mampu mengontrol dan mengidentifikasi halusinasi, Klien mampu melakukan latihan
bercakap-cakap dengan orang lain, Klien mampu melaksanakan jadwal yang telah
dibuat bersama, Klien mampu memahami penggunaan obat yang benar:. Selain itu,
dapat dilihat dari setiap evalusi yang dilakukan pada asuhan keperawatan, dimana
terjadi penurunan gejala yang dialami oleh Tn. C dari hari kehari selama proses
interaksi.
29
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan menjadikan
status klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung data-data pengkajian.
Selama proses pengkajian, perawat mengunakan komunikasi terapeutik serta
membina hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus Tn. C
diperoleh bahwa klien mengalami gejala-gejala halusinasi seperti mendengar
suara-suara, gelisah, sulit tidur, tampak tegang, mondar-mandir,tidak dapat
mempertahankan kontak mata, sedih, malu, putus asa, menarik diri, mudah marah
dan lain-lain. Faktor predisposisi pada Tn. C yaitu pernah mengalami gangguan
jiwa sebelumnya.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. C Halusinasi pendengaran,
isolasi sosial, koping individu inefektif, regimen teraupetik keluarga inefektif,
harga diri rendah serta keputusasaan. Tetapi pada pelaksanaannya, penulis fokus
pada masalah utama yaitu halusinasi pendengaran.
3. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi pertemuan
pada pasien halusinasi pendengaran dan isolasi sosial.
4. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan gejala
halusinasi pendengaran yang dialami.
5.2 Saran
1. Bagi Perawat Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam
pelaksanaan strategi pertemuan 1-4 pada klien dengan halusinasi sehingga dapat
mempercepat proses pemulihan klien.
2. Bagi Pasien Laporan ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Aldam, Satria Fajrullah Said, And Ice Yulia Wardani. "Efektifitas Penerapan Standar
Asuhan Keperawatan Jiwa Generalis Pada Pasien Skizofrenia Dalam Menurunkan Gejala
Halusinasi." Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia 7.2
(2019): 165-172.
2. Mislika, Mutia. "Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. N Dengan Halusinasi
Pendengaran." (2021).
3. Aprilla, Izza. Resiliensi Remaja yang Memiliki Orang Tua dengan Skizofrenia. Diss.
Universitas Airlangga, 2022.
4. Sianturi, Sriana Florentina. "Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. H Dengan
Masalah Halusinasi." (2021).
5. Sutejo. “Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa: Gangguan
Jiwa dan Psikososial.” Yogyakarta: Pustaka Baru Press (2018).
6. PPNI, Tim Pokja SIKI. "Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan." Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI (2018).
7. Minarningtyas, Asih, and Aty Nurillawaty. "Pengaruh Terapi Okupasi Aktivitas Waktu
Luang (Menyapu, Membersihkan Tempat Tidur, Menanam Tanaman dan Menggambar)
terhadap Gejala Halusinasi Pendengaran." Jurnal Gema Keperawatan 14.1 (2021): 40-
49.
8. Hulu, Febri, et al. "Penerapan Terapi Generalis SP 1-4 Dengan Masalah Risiko Perilaku
Kekerasan Pada Penderita Skizofrenia." (2022).
9. Syahdi, Doni, and Jek Amidos Pardede. "Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4
Dengan Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus." (2022).
10. Sutejo. “Keperawatan Kesehatan Jiwa Prinsip dan Praktik Asuhan Keperawatan.”
Yogyakarta: Pustaka Baru Press (2017).
11. Pardede, Jek Amidos. "Family Burden Related to Coping when Treating Hallucination
Patients." Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa 3.4 (2020): 453-460.
12. Harkomah, Isti. "Analisis Pengalaman Keluarga Merawat Pasien Skizofrenia dengan
Masalah Halusinasi Pendengaran Pasca Hospitalisasi." Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah
Problema Kesehatan 4.2 (2019): 282-292.
13. Manullang, Elis Melina, et al. "Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Pada
Pasien Halusinasi Di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera." (2021).
14. Pardede, Jek Amidos, and Bijaksana Laia. "Decreasing Symptoms of Risk of Violent
Behavior in Schizophrenia Patients Through Group Activity Therapy." Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa 3.3 (2020): 291-300.
15. Pardede, J. A., & Ramadia, A. (2021). The Ability to Interact with Schizophrenic
Patients through Socialization Group Activity Therapy. International Journal, 9(1), 7.
16. Pardede, Jek Amidos. "Family Burden Related to Coping when Treating Hallucination
Patients." Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa 3.4 (2020): 453-460.
17. Pardede, Jek Amidos, et al. "Edukasi Kepatuhan Minum Obat Untuk Mencegah
Kekambuhan Orang Dengan Skizofrenia." Jurnal Abdimas Mutiara 2.2 (2021): 1-5.
18. Pardede, Jek Amidos, Harjuliska Harjuliska, and Arya Ramadia. "Self-Efficacy dan
Peran Keluarga Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien
Skizofrenia." Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa 4.1 (2021): 57-66.
19. Pardede, Jek Amidos, Erwin Silitonga, and Gustavus Endowment H. Laia. "The Effects
of Cognitive Therapy on Changes in Symptoms of Hallucinations in Schizophrenic
Patients." Indian Journal of Public Health 11.10 (2020): 257.
31
20. Pardede, Jek Amidos. "Family Knowledge about Hallucination Related to Drinking
Medication Adherence on Schizophrenia Patient." Jurnal Penelitian Perawat
Profesional 2.4 (2020): 399-408.
21. Pardede, J. A. (2020). Beban Keluarga Berhubungan Dengan Koping Saat Merawat
Pasien Halusinasi. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(4), 445-452.
22. Prabhawidyaswari, Ni Made Cintia, et al. "Hubungan Karakteristik Keluarga terhadap
Frekuensi Kekambuhan pada Pasien dengan Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Bali." Jurnal Berita Ilmu Keperawatan 15.1 (2022): 15-26.
23. Sulahyuningsih, Evie, Arum Pratiwi, and Sahuri Teguh. Pengalaman Perawat Dalam
Mengimplementasikan Strategi Pelaksanaan (Sp) Tindakan Keperawatan Pada Pasien
Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2016.
24. Pardede, Jek Amidos. "Koping Keluarga Tidak Efektif Dengan Pendekatan Terapi
Spesialis Keperawatan Jiwa." (2022).
25. Pardede, Jek Amidos, Ariyo Ariyo, and Jenny Marlindawani Purba. "Self Efficacy
Related to Family Stress in Schizophrenia Patients." Jurnal Keperawatan 12.4 (2020):
831-838.
26. Pardede, J. A. (2020). Terapi Keluarga.Jurnal Ilmiah Kesehatan (2)1;
27. Pardede, J. A. "The Effects Acceptance and Aommitment Therapy and Health Education
Adherence to Symptoms, Ability to Accept and Commit to Treatment and Compliance in
Hallucinations Clients Mental Hospital of Medan, North Sumatra." J Psychol Psychiatry
Stud 1 (2019): 30-35.
28. Pardede, Jek Amidos, et al. "The Effect Of Cognitive Therapy On Changes In Self-
Esteem On Schizophrenia Patients." European Journal of Molecular & Clinical
Medicine 7.11: 2020.
29. Yuanita, Tiara. Asuhan Keperawatan Klien Skizofrenia Dengan Gangguan Persepsi
Halusinasi Pendengaran Di Rsjd Dr. Arif Zainudin Solo Surakarta. Diss. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo, 2019.
30. Silitonga, Jesika Serevin, et al. "Penerapan Terapi Generalis SP 1-4 Dengan Masalah
Harga Diri Rendah Kronis Pada Penderita Skizofrenia."
32