Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN PSIKIATRI

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


HALUSINASI

oleh :
Melinda Nur P : 222310101202
Elshinta Dika M : 222310101200
Retri Dinda : 222310101201

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
SEPTEMBER, 2022
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Banyak ahli mendefinisikan mengenai halusinasi di antaranya menurut (Ns.


Nurhalima, S.Kep, 2016) yang mendefinisikan halusinasi sebagai suatu
tanggapan dari panca indera tanpa adanya ransangan ( stimulus ) eksternal.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mengekspresikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi. Ada lima jenis halusinasi yaitu pendengaran,
penglihatan, penghindu, pengecapan, dan perabaan. Halusinasi pendengaran
merupakan jenis halusinasi yang paling banyak di temukan. Halusinasi jenis ini
terjdi pada 70% pasien, kemudian halusiansi penglihatan 20%, dan sisanya 10%
adalah halusinasi penghindu, pengecapan dan perabaan.
Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Perilaku yang teramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi
pendengaran adalah pasien merasa mendengarkan suara padahal tidak ada
stimulus suara. Sedangkan pada halusinasi penglihatan pasein mengatakan melihat
bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan
tersebut. Pada halusinasi pasien mengatakan membaui bau-bauan tertentu padahal
orang lain tidak merasakan sensasi serupa. Sedangkan pada halusinasi
pengecapan, pasien mengatakan makan atau minum sesuatu yang menjijikkan.
Pada halusinasi perabaan pasien mengatakan serasa ada binatang atau sesuatu
yang merayap ditubuhnya atau di permukaan kulit.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2019 di seluruh dunia
masalah gangguan kesehatan jiwa sudah menjadi masalah yang darurat. Gangguan
kesehatan jiwa menurut WHO perkiraan kurang lebih 450 juta orang, 135 juta
orang diantaranya mengalami halusinasi (Aritonang, 2019) hasil dari catatan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari kementrian kesehatan republik Indonesia
pada tahun 2018, prevalensi gangguan jiwa berat, skizofrenia lebih meningkat dari
1,7% pada tahun 2013 meningkat sekitar 7% di tahun 2018. Jumlah tersebut
belum tercatat dengan keseluruhannya penduduk di Indonesia karena pada tahun
2018 tercatat 13 juta keluarga.
Solusi untuk menghindari sesuatu yang berisiko mencederai diri maupun
orang lain dengan cara berbicara kepada pasien dengan isi halusinasi waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadi halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi
muncul, dan bagaimana respon pasien halusinasi muncul, cara tersebut yaitu
dengan melakukan tindakan keperawatan agar pasien terbantu mengenali gejala
halusinasi. Intervensi tindakan keperawatan untuk menjelaskan mengenal
halusinasi pada pasien membantu mengontrol halusinasi, bercakap-cakap dengan
orang lain dan melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan
aktivitas yang terjadwal, mengajarkan pasien menghardik halusinasi, dan melatih
pasien mengkonsumsi obat (Rachmawati, 2019).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum

Menggambarkan Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien Halusinasi

1.2.2 Tujuan khusus


a. Menggambarkan konsep pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,
dan tindakan yang dilakukan dengan masalah asuhan keperawatan resiko
halusinasi, serta evaluasi masalah setelah dilakukan tindakan pemecahan
masalah
b. Menganalisis atau membahas hasil pengkajian, masalah keperawatan,
perencanaan, tindakan yang ditekankan pada prosedur-prosedur
keperawatan –SOP, dan evaluasi dari tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi halusinasi
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis

Hasil laporan asuhan keperawatan ini di gunakan untuk memperluas


wawasan dan keilmuan terutama perawatan pasien halusinasi dan merupakan
implementasi dari kuliah yang telah diajarkan selama proses pembelajaran
1.3.2 Bagi Institusi

Hasil laporan asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai referensi


bagi mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Jember khususnya dalam
pengelolaan pasien halusinasi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Halusinasi menurut (Ns.Erita. S.Kep. dkk., 2019) mendefinisikan
halusinasi sebagai suatu tanggapan dari panca indera tanpa adanya ransangan
( stimulus ) eksternal. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mengekspresikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Ada lma jenis halusinasi
yaitu pendengaran, penglihatan, penghindu, pengecapan, dan perabaan. Halusinasi
pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak di temukan.
Halusinasi jenis ini terjdi pada 70% pasien, kemudian halusiansi penglihatan 20%,
dan sisanya 10% adalah halusinasi penghindu, pengecapan dan perabaan.
2.1.2 Etiologi
Menurut (Ns.Erita. S.Kep. dkk., 2019) terjadinya halusinasi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang dapat mebyebabkan
seseorang beresiko untuk bunuh diri adalah sebagai berikut:
a. faktor Presipitasi
Adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur
otak adanya riwayat kekerasan dalam keluarga atau adanya kegagalan-kegagalan
dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tutntutan dikeluarga atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
b. faktor Predisposisi
1) faktor biologis
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (herediter),
atau penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA)
2) faktor psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku maupun
saksi dari perilaku kekersan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang
yang berarti bagi pasien serta perilaku orang tua yang overprotektif.
3) Sosial Budaya dan Lingkungan
sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan atau dari
orang lain yang berarti pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi
seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernah mengalami
kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri) serta tidak
bekerja.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien.
a. Data Subyektif
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar bentuk geometris, melihat hantu atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin feses
b. Data obyektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu
4) Menutup telinga
5) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
6) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
7) Sering meludah
8) Menggaruk-garuk permukaan kulit
2.1.4 Jenis Halusinasi

2.1.5 Tahapan Halusinasi

a. Tahap I : Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat asientas pasien sedang.


Pada tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.

Perilaku yang teramati :


1) Menyerigai/ tertawa yang tidak sesuai

2) Menggerakkan bibirnya tampa menimbulkan suara

3) Respon verbal yang lambat

4) Diam dan dipenuhi oleh suatu yang mengasyikan.

b. Tahap II : Halusinasi bersifat menyalakan, pasien mengalami asietas tingkat


berat dan halusinasi bersifat menjijikan untuk pasien.

Perilaku yang teramati:

1) Peningkatan kerja susana sarap atonom yang menunjukan timbulnya ansietas


seperti peningkatan nadi, TD dan pernafasan
2) Kemampuan konsentral menyempit
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Tahap III : Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasin,
pasien berasda pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi
menguasai pasien.

Perilaku yang teramati:

1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan orang oleh halusinasinya


dari pada menolak.
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari ansietas
berat seperti : berkeringat,tremor, ketidakmampuan mengikuti petubjuk.
d. Tahap IV : Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tinggggkat
ansietas berada pada tingkat panik. Secara umun halusinasi menjadi lebih rumit
dan saling terkait dengan delusi.
Perilaku yang teramati :
1) Perilaku menyerang – teror seperti panik.
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
3) Amuk, agitasi dan menarik diri.
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek.
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

2.1.6 Rentan Respon

(Ns.Erita. S.Kep. dkk., 2019) menjelaskan tentang respon neurobiologis


pada pasien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif

1. Pikiran logis
1. Ilusi 1. Gangguan
2. Persepsi akurat
2. Proses pikir pikiran
3. Emosi konsisten
terganggu 2. Halusinasi
dengan
3. Reaksi emosi 3. Perilaku
pengalaman
tidak stabil disorganisasi
4. Berhubungan
4. Menarik diri 4. Isolasi sosial
sosial

Keterangan :

a. Respon Adaptif
Respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah tersebut
1) Pikiran logis merupakan pandangan yang mengarah pada kenyataan
yang dapat diterima akal
2) Persepsi akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang suatu
peristiwa secara cermat dan tepat
3) Emosi konsisten merupakan perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan
peristiwa yang pernah dialami
4) Berhubungan sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang
lain dalam pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan
b. Respon Psikososial
1) Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indra
2) Proses pikir terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam
mengabstrakan dan mengambil kesimpulan.
3) Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi
yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai
4) Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain baik dalam komunikasi maupun berhubungan sosial
dengan orang sekitar.
c. Respon Maladaptif
Merupakan respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma budaya dan lingkungan
1) Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini orang lain dan bertentangan
2) Halusinasi timbul karena gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan
3) Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku berupa
ketidakseleraan antara perilaku dan gerakan.

2.1.7 Pelaksanaan

Menurut (Rahayu, 2016) penatalaksanaan medis pada pasien halusinasi


diantaranya yaitu :

a. Terapi Farmakologi
1) Haloperidol
2) Clorpromazin
3) Trihexypenidil ( THP )
b. Terapi Non Farmakologi
1) Terapi Aktivitas Kelompok

2) Elektro Convulsif Therapy ( ECT )


Merupakan pengobatan secara fisik meggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun dapat
dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia
dan dapat permudahk kontak dengan orang lain.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

b. Diagnose Keperawatan

- Gangguan Persepsi Sensori

Risiko Perilaku
Kekerasan

Effect

Gangguan Persepsi
Sensori :Halusinasi

core problem

Isolasi Sosial
Causa
1) Definisi
Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang berlebihan atau terdistrosi.
2) Penyebab
a) Gangguan penglihatan
b) Gangguan pendengaran
c) Gangguan perabaan
d) Penyalahgunaan zat
3) Gejala tanda mayor
a) Subjektif
- Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
- Merasakan sesuatu melalui indra perabaan, penciuman,pengecapan
b) Objektif
- Distorsi sensori
- Respon tidak sesuai
- Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, mencium sesuatu
4) Gejala tanda minor
a) Subjektif
- Menyatakan kesal
b) Objektif
- Menyendiri
- Melamun
- Melihat ke satu arah
- Bicara sendiri
5) Kondisi klinis terkait
a) Glaucoma
b) Katarak
c) Trauma okuler
d) Trauma pada saraf kranialis II,III,IV dan VI akibat stroke, aneurisma
intracranial, trauma
c. Intervensi
a. Tindakan keperawatan untuk pasien gangguan persepsi sensori
halusinasi .
Tujuan : pasien mampu
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan
menghardik.
3) Mengontrol halusinasi dengan benar minum obat
4) Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
5) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari
BAB 3. STUDI KASUS / ANALISA KASUS
3.1 pengkajian

Identitas pasien I: Tn. N berusia 36 tahun, pendidikan SD, pekerjaan kuli


bangunan, alamat Cirebon. Keluhan utama: pasien mengatakan mendengar suara
bisikan seorang wanita yang mengatakan dirinya jelek. Riwayat penyakit sekarang
yaitu: pasien mengatakan mendengar suarasuara seorang wanita yang mengatakan
dilarang untuk istirahat dan menyuruhnya selalu untuk berjalan pasien
mengatakan suara muncul pada saat pasien ingin tidur atau beristirahat dan saat
ingin duduk santai pada malam hari siang hari dan dipagi hari, pasien mengatakan
menutup telinga dan diam karena merasakan ketakutan.

Daftar Pustaka
Aritonang. 2019. Efektifitas terapi aktifitas kelompok stimulasi terhadap
kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran. 248–257.
Ns. Nurhalima, S.Kep, M. K. S. K. . 2016. Keperawatan Jiwa. Edisi tim p2m2.
Ns.Erita. S.Kep., M. K., N. D. M. S.Kep, dan M. K. Adventus MRL.Batu, SKM.
2019. Buku materi pembelajaran manajemen gawat darurat dan bencana.
Universitas Kristen Indonesia. 202.
Rachmawati, P. . 2019. Modul Pratikum Keperawatan Jiwa Edisi 1. Lumajang:
KMH.
Rahayu, D. . 2016. Asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi
dengan pasien ny. s di ruang bima instalasi jiwa rumah sakit umum daerah
banyumas. universitas muahammadiyah
(Ns. Nurhalima, S.Kep, 2016)

Anda mungkin juga menyukai