Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN PSIKIATRI

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


NAPZA

oleh :
Melinda Nur P : 222310101202
Elshinta Dika M : 222310101204
Retri Adinda K.I : 222310101205

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
SEPTEMBER, 2022
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
NAPZA merupakan akronim dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Penggunaan narkotika menyebabkan hilangnya kesadaraan akibat
pengaruhnya terhadap sistem susunan saraf pusat. Narkotika dikenal juga
sebagai obat-obatan anastesi. Akibat lain dari penggunaan narkotika yaitu
hilangnya kesadaran dan ketergantungan. Narkotika terbagi 3 golongan.
Golongan I merupakan narkotika menimbulkan ketergantungan yang sangat
tinggi dan tidak bisa digunakan dalam terapi sekalipun, sehingga hanya dapat
dipelajari untuk ilmu pengetahuan, salah satu contoh yaitu heroin. Golongan II
merupakan narkotika yang dapat menjadi opsi terakhir dalam pengobatan
alternatif, salah satu contohnya morfin.
Dampak dari penyalahgunaan NAPZA diantaranya adalah kerusakan fisik,
mental, emosional dan juga spiritual. Selain itu, NAPZA juga mempunyai
dampak negative yang sangat luas baik secara fisik, psikis, ekonomi, sosial
budaya, hankam serta berbagai unsur kehidupan lainnya. Banyaknya dampak
yang dialami oleh penyalahguna NAPZA sehingga diperlukanya program
pengobatan bagi yang sudah mengalami penyalahgunaan NAPZA serta
antisipasi bagi yang belum terjerat menggunakan NAPZA, terutama dari usia
remaja/pelajar.
Penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh sebagian besar remaja dari
informan utamanya disebabkan oleh keinginan mereka yang ingin diakui
tersebut. Namun salah satu faktor yang menyebabkan remaja
menyalahgunakan NAPZA adalah akibat pengaruh dan bujukan teman-
temannya yang disertai tekanan dan acaman apabila mereka tidak mau
mengkonsumsi NAPZA. Kami harus bisa paling tidak menyampaikan pesan-
pesan dan anjuran-anjuran pemahaman dari bahaya mengkonsumsi NAPZA
yang kami berikan dapat dimengerti dan tersampaikan dengan baik.Untuk itu
lewat penyuluhan kali ini kami mengajak segenap pihak untuk memerangi
NAPZA hal itu bertujuan agar tidak ada lagi kaum remaja yang
mengkonsumsi narkoba.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum

Menjelaskan dan menguraikan mengenai konsep Asuhan Keperawatan Jiwa pada


remaja dengan penyalahgunaan NAPZA

1.2.2 Tujuan khusus


a. Menjelaskan definisi dari remaja, NAPZA, serta perilaku
penyalahgunaan NAPZA
b. Menjelaskan Golongan NAPZA
c. Mahasiswa mampu menjelaskan rentang respon dari
penyalahgunaan NAPZA
d. Mahasiswa mampu menjelaskan zat adiktif yang disalahgunakan
e. Mahasiswa mampu menjelaskan efek dan cara penanganan pada
penyalahgunaan napza
f. Mahasiswa mampu menjelaskan proses terjadinya masalah pada
pengguna narkoba
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab terjerumusnya remaja
dalam penyalahgunaan narkoba
h. Mahasiswa mampu menjelaskan dampak dari penyalahgunaan
narkoba
i. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan yang dapat
diberikan pada pengguna NAPZA
j. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan dari penyalahgunaan
NAPZA
k. Mahasiswa mampu menjelaskan pohon masalah dari
penyalahgunaan NAPZA
l. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai masalah-masalah yang
sering timbul pada pengguna NAPZA.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis

Hasil laporan asuhan keperawatan ini di gunakan untuk memperluas


wawasan dan keilmuan terutama perawatan pasien halusinasi dan merupakan
implementasi dari kuliah yang telah diajarkan selama proses pembelajaran
1.3.2 Bagi Institusi

Hasil laporan asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai referensi


bagi mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Jember khususnya dalam
pengelolaan pasien halusinasi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Halusinasi menurut (Ns.Erita. S.Kep. dkk., 2019) mendefinisikan
halusinasi sebagai suatu tanggapan dari panca indera tanpa adanya ransangan
( stimulus ) eksternal. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mengekspresikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Ada lima jenis halusinasi
yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan perabaan.
Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak di
temukan. Halusinasi jenis ini terjdi pada 70% pasien, kemudian halusiansi
penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah halusinasi penciuman, pengecapan dan
perabaan.
2.1.2 Etiologi
Menurut (Ns.Erita. S.Kep. dkk., 2019) terjadinya halusinasi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
seseorang beresiko untuk berhalusinasi adalah sebagai berikut:
a. faktor Presipitasi
Adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur
otak adanya riwayat kekerasan dalam keluarga atau adanya kegagalan-kegagalan
dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tutntutan dikeluarga atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
b. faktor Predisposisi
1) faktor biologis
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (herediter),
atau penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA)
2) faktor psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku maupun
saksi dari perilaku kekersan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang
yang berarti bagi pasien serta perilaku orang tua yang overprotektif.

3) Sosial Budaya dan Lingkungan


sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan atau dari
orang lain yang berarti pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi
seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernah mengalami
kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri) serta tidak
bekerja.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien.
a. Data Subyektif
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar bentuk geometris, melihat hantu atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin feses
b. Data obyektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu
4) Menutup telinga
5) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
6) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
7) Sering meludah
8) Menggaruk-garuk permukaan kulit
2.1.4 Jenis Halusinasi

Jenis Halusinasi Data Obyektif Data Subyektif


Halusinasi pendengaran - Bicara atau - Mengdengar
tertawa sendiri suara-suara atau
- Marah-marah kegaduhan
tanpa sebab - Mendengar suara
- Menyedengkan yang mengajak
telinga kearah bercakap-cakap
tertentu - Mendengar suara
- Menutup telinga menyuruh
melakukan
sesuatu yang
berbahaya
Halusinasi penglihatan - Menunjuk-nunjuk - Melihat
kearah tertentu bayangan, sinar,
- Ketakutan pada bentuk geometris,
sesuatu yang bentuk kartoon,
tidak jelas melihat hantu
atau monster
Halusinasi penciuman - Mengisap-isap - Membaui bau-
seperti sedang bauan seperti bau
membaui bau-bau darah, urin, feses,
tertentu kadang-kadang
- Menutup hidung bau itu
menyenangkan
Halusinasi pengecapan - Sering meludah - Merasakan rasa
- Muntah seperti darah, urin
atau feses
Halusinasi perabaan - Menggaruk-garuk - Mengatakan ada
permukaan kulit serangga di
permukaan kulit
- Merasa seperti
tersengat listrik

2.1.5 Tahapan Halusinasi

a. Tahap I : Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien sedang.


Pada tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Perilaku yang teramati :

1) Menyeringai/ tertawa yang tidak sesuai

2) Menggerakkan bibirnya tampa menimbulkan suara

3) Respon verbal yang lambat

4) Diam dan dipenuhi oleh suatu yang mengasyikkan.

b. Tahap II : Halusinasi bersifat menyalakan, pasien mengalami asietas tingkat


berat dan halusinasi bersifat menjijikan untuk pasien.

Perilaku yang teramati:

1) Peningkatan kerja susana sarap atonom yang menunjukan timbulnya ansietas


seperti peningkatan nadi, TD dan pernafasan
2) Kemampuan konsentral menyempit
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Tahap III : Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasin,
pasien berasda pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi
menguasai pasien.

Perilaku yang teramati:

1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan orang oleh halusinasinya


dari pada menolak.
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari ansietas
berat seperti : berkeringat,tremor, ketidakmampuan mengikuti petubjuk.
d. Tahap IV : Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tinggggkat
ansietas berada pada tingkat panik. Secara umun halusinasi menjadi lebih rumit
dan saling terkait dengan delusi.
Perilaku yang teramati :
1) Perilaku menyerang – teror seperti panik.
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
3) Amuk, agitasi dan menarik diri.
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek.
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

2.1.6 Rentan Respon

(Ns.Erita. S.Kep. dkk., 2019) menjelaskan tentang respon neurobiologis


pada pasien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif

1. Pikiran logis
1. Ilusi 1. Gangguan
2. Persepsi akurat
2. Proses pikir pikiran
3. Emosi konsisten
terganggu 2. Halusinasi
dengan
3. Reaksi emosi 3. Perilaku
pengalaman
tidak stabil disorganisasi
4. Berhubungan
4. Menarik diri 4. Isolasi sosial
sosial

Keterangan :

a. Respon Adaptif
Respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah tersebut
1) Pikiran logis merupakan pandangan yang mengarah pada kenyataan
yang dapat diterima akal
2) Persepsi akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang suatu
peristiwa secara cermat dan tepat
3) Emosi konsisten merupakan perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan
peristiwa yang pernah dialami
4) Berhubungan sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang
lain dalam pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan
b. Respon Psikososial
1) Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indra
2) Proses pikir terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam
mengabstrakan dan mengambil kesimpulan.
3) Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi
yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai
4) Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain baik dalam komunikasi maupun berhubungan sosial
dengan orang sekitar.
c. Respon Maladaptif
Merupakan respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma budaya dan lingkungan
1) Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini orang lain dan bertentangan
2) Halusinasi timbul karena gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan
3) Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku berupa
ketidakseleraan antara perilaku dan gerakan.

2.1.7 Pelaksanaan

Menurut (Rahayu, 2016) penatalaksanaan medis pada pasien halusinasi


diantaranya yaitu :
a. Terapi Farmakologi
1) Haloperidol
2) Clorpromazin
3) Trihexypenidil ( THP )
b. Terapi Non Farmakologi
1) Terapi Aktivitas Kelompok

2) Elektro Convulsif Therapy ( ECT )


Merupakan pengobatan secara fisik meggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun dapat
dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia
dan dapat permudahk kontak dengan orang lain.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

b. Diagnose Keperawatan

- Gangguan Persepsi Sensori

Risiko Perilaku
Kekerasan

Effect

Gangguan Persepsi
Sensori :Halusinasi

core problem

Isolasi Sosial
Causa
1) Definisi
Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang berlebihan atau terdistrosi.
2) Penyebab
a) Gangguan penglihatan
b) Gangguan pendengaran
c) Gangguan perabaan
d) Penyalahgunaan zat
3) Gejala tanda mayor
a) Subjektif
- Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
- Merasakan sesuatu melalui indra perabaan, penciuman,pengecapan
b) Objektif
- Distorsi sensori
- Respon tidak sesuai
- Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, mencium sesuatu
4) Gejala tanda minor
a) Subjektif
- Menyatakan kesal
b) Objektif
- Menyendiri
- Melamun
- Melihat ke satu arah
- Bicara sendiri
5) Kondisi klinis terkait
a) Glaucoma
b) Katarak
c) Trauma okuler
d) Trauma pada saraf kranialis II,III,IV dan VI akibat stroke, aneurisma
intracranial, trauma
c. Intervensi
a. Tindakan keperawatan untuk pasien gangguan persepsi sensori
halusinasi .
Tujuan : pasien mampu
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan
menghardik.
3) Mengontrol halusinasi dengan benar minum obat
4) Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
5) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari
BAB 3. STUDI KASUS / ANALISA KASUS
3.1 pengkajian

Identitas pasien I: Tn. N berusia 36 tahun, pendidikan SD, pekerjaan kuli


bangunan, alamat Cirebon. Keluhan utama: pasien mengatakan mendengar suara
bisikan seorang wanita yang mengatakan dirinya jelek. Riwayat penyakit sekarang
yaitu: pasien mengatakan mendengar suara-suara seorang wanita yang
mengatakan dilarang untuk istirahat dan menyuruhnya selalu untuk berjalan
pasien mengatakan suara muncul pada saat pasien ingin tidur atau beristirahat dan
saat ingin duduk santai pada malam hari siang hari dan dipagi hari, pasien
mengatakan menutup telinga dan diam karena merasakan ketakutan.

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mengekspresikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Ada lima jenis
halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan
perabaan. Halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor
presipitasi adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak adanya riwayat kekerasan dalam keluarga atau adanya
kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau
tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
pasien serta konflik antar masyarakat dan faktor predisposisi seperti faktor
biologis, faktor psikologis dan faktor sosial budaya. Terdapat respon
neurobiologis pada pasien halusinasi yaitu respon adaptif, respon
psikososial, dan respon maladaptif.

4.2 Saran
4.2.1 Penulis
Diharapkan penulis mampu meningkatkan pengetahuan serta
ketrampilan dalam merawat pasien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi di masa yang akan dating
4.2.2 Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan diharapkan mampu meningkatkan keilmuan dan
kajian dalam asuhan keperawatan jiwa

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang. 2019. Efektifitas terapi aktifitas kelompok stimulasi terhadap


kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran. 248–257.
Ns. Nurhalima, S.Kep, M. K. S. K. . 2016. Keperawatan Jiwa. Edisi tim p2m2.
Ns.Erita. S.Kep., M. K., N. D. M. S.Kep, dan M. K. Adventus MRL.Batu, SKM.
2019. Buku materi pembelajaran manajemen gawat darurat dan bencana.
Universitas Kristen Indonesia. 202.
Rachmawati, P. . 2019. Modul Pratikum Keperawatan Jiwa Edisi 1. Lumajang:
KMH.
Rahayu, D. . 2016. Asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi
dengan pasien ny. s di ruang bima instalasi jiwa rumah sakit umum daerah
banyumas. universitas muahammadiyah
(Ns. Nurhalima, S.Kep, 2016)

Anda mungkin juga menyukai