Anda di halaman 1dari 5

EVIDENCE BASED NURSING

FISIOTERAPI PADA ENSEFALITIS

ANALISIS JURNAL

Disusun Oleh:

Candra Alif Novyanto 222310101198


Fitria Dewi 222310101200
Aliffia Nuriya Maulina 222310101201
Riska Agustiana 222310101203
Elshinta Dika Maharani 222310101204
Retri Adinda Kurnia I 222310101205
Sya’roni 222310101211

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2022
Penulis Dewi Suci Mahayati
Judul Fisioterapi pada pasien dengan Tetraparesis Ensefalitis
Nama Jurnal JITU (Journal Physical Therapy UNISA) Tahun 2021
dan Tahun
Latar Belakang Ensefalitis anti NMDAR (n-MethylD-Aspartate receptor) adalah
ensefalitis autoimun yang disebabkan oleh reaksi antibodi pada
antigen membran ekstraseluler yaitu sub unit NR1 yang merupakan
bagian dari NMDAR, jenis reseptor glutamat di sinapsis susunan
saraf pusat dengan manifestasi neuro-psikiatrik yang menonjol
pada fase awal dan bila berlanjut akan timbul kejang, letargi,
hipoventilasi dan penurunan kesadaran. Ensefalitis anti-NMDAR
harus dibedakan dengan ensefalitis yang disebabkan oleh etiologi
lain karena manifestasi klinis yang berbeda. Pada ensefalitis yang
positif terhadap anti reseptor NMDA didapatkan beberapa gejala
yang jarang didapatkan pada ensefalitis oleh virus seperti
halusinasi, psikosis, perubahan kepribadian dan iritabilitas. 75%
pasien yang terdiagnosis dapat sembuh total atau dengan gejala
ringan, 25% dengan gejala sangat berat, frekuensi relaps atau
kekambuhan mencapai 20–25% dengan jangka waktu relaps sekitar
2 tahun, gejala sisa yang berat 18% , angka kematian 4% bahkan
mencapai 7% dalam 24 bulan. Kasus ensefalitis NMDAR sangat
jarang dijumpai bahkan pada penelitian para ahli dikatakan bahwa
antibodi NMDAR teridentifikasi hanya pada 1% pasien dengan
usia 18-35 tahun yang dirawat di unit perawatan intensif.
Karakteristik klinis ensefalitis dapat berupa demam, nyeri kepala
dan penurunan kesadaran, disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme yaitu virus (69%), bakteri, parasite dan komplikasi
penyakit infeksi lain. Sejak taun 2007 diketahui bahwa ensefalitis
dapat disebabkan oleh proses non infeksi yaitu autoimun, yang
disebabkan oleh virus. Ensefalitis jenis ini adalah yang paling
umum dan sering muncul bersamaan dengan meningitis virus.
Virus menyerang pejamu di luar Sistem Saraf Pusat (SSP) dan
kemudian mencapai medulla spinalis dan otak secara hematogen
atau secara retrograde dari ujung saraf.
Sulitnya penegakan diagnose pada Ensefalitis anti-NMDAR dan
pengobatan medis multi disiplin menyebabkan masa penyembuhan
yang sangat Panjang sampai memakan waktu berbulanbulan.
Selama fase pengobatan ini diperlukan kolaborasi dari Tim
Rehabilitasi untuk segera mengembalikan fungsional dan
mengurangi disabilitas. Namun seringkali proses ini terhambat
akibat adanya gangguan psikosis dan iritabilitas yang menyebabkan
kurangnya dukungan internal dari dalam diri pasien untuk kembali
pulih dan sebaliknya akan menyebabkan komplikasi, berupa
decubitus, penurunan massa otot dan kekuatan otot, gangguan
mobilisasi, dan kontraktur akibat dari spastisitas. Fisioterapi
sebagai bagian dari program rehabilitasi dapat diberikan berupa
latihan core stability, mengurangi spastisitas, fasilitasi dan stimulasi
gerak upper dan lower ekstremitas, latihan keseimbangan dan
latihan mobilisasi
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
keberhasilan diet ketogenik pada pasien epilepsy
Metodologi Penelitian ini berbentuk literature review
Hasil Penelitian ini menunjukkan efektivitas dari diet ketogenik 26%
(5/19) partisipan bebas kejang dan 58% (11/19) partisipan
mengalami penurunan frekuensi bangkitan kejang lebih dari 50%
setelah pemberian diet ketogenik jenis 4:1selama 3 bulan.16
Sementara itu, Seo 2007 melaporkan sebanyak 55% (22/40) dari
partisipan mengalami bebas kejang dan sebanyak 85% (34/40)
partisipan mengalami penurunan kejang melebihi 50% pada
pemberian jenis diet ketogenik dan durasi pemberian yang
sama.17 Kelemahan utama diet ini adalah rendahnya tolerabilitas
dan tingginya angka dropout. Dropout terjadi terutama
akibat timbulnya berbagai efek samping gastrointestinal dan
kesulitan konsumsi diet dikarenakan citarasa yang kurang
menggugah selera.10 Efek samping gastrointestinal yang paling
sering
muncul berupa mual, muntah, konstipasi dan diare
Pembahasan Epilepsi merupakan kelainan otak yang ditandai dengan
predisposisi kronik untuk mengalami kejang epileptik dengan
berbagai konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
sosial yang menyertainya. Angka kesakitan akibat epilepsi di
dunia mencapai 50 juta jiwa, angka ini membuat epilepsi menjadi
salah satu penyakit neurologis yang paling umum. Penegakkan
diagnosis epilepsi dilakukan berdasarkan pengamatan riwayat
klinis pasien secara mendalam. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa EEG, pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan lab. Bangkitan kejang pada epilepsy dapat berupa
bangkitan parsial dimana sumber kelainan berasal dari satu
hemisfer otak maupun bangkitan umum dimana sumber kelainan
berasal dari kedua hemisfer otak. Terapi utama untuk epilepsi
adalahpemberian obat antiepilepsi dengan tujuan utama untuk
menurunkan frekuensi terjadinya kejang tanpa efek samping yang
signifikan. Pilihan obat yang digunakan bergantung pada tipe
bangkitan kejang serta faktor biaya, keamanan dan kemudahan
penggunaan dari obat itu sendiri. Selain dengan pemberian obat
antiepilepsi, terapi juga dapat dilakukan dengan tindakan operasi.
Terapi nonfarmakologis yang dapat diberikan pada epilepsi yang
tidak berespon terhadap pemberian obat adalah diet ketogenic
Implikasi dalam Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikaitkan dengan
Keperawatan implikasi dalam bidang keperawatan, khususnya perawat sebagai
edukator pada pasien maupun pada keluarga pasien seperti
halnya pentingnya mereka untuk pengobatan epilepsi yang
resisten terhadap obat. Kontribusi ini meninjau
penggunaan dan efek KD dan variannya untuk pengobatan orang
dewasa dan anak-anak dengan epilepsi yang tidak dapat
disembuhkan, karena epilepsi adalah penyakit metabolik
Aplikasi di Pada jurnal yang kami temukan tidak menyebutkan bahwa
Indonesia Indonesia belum atau sudah mengaplikasikan terapi diet
ketogenik pada pasien epilepsy, namun sayan banyak
menemukan penelitian tentang keberhasilan diet ketogenik pada
pasien epilepsi di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Wisnu, G. N. P. P., Berawi, K. N., & Wahyudo, R. (2017). Diet Ketogenik: Terapi
Nonfarmakologis yang Menjanjikan untuk Epilepsi. Jurnal Majority, 7(1), 118–
122. https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1756

Anda mungkin juga menyukai