PENDAHULUAN
kelainan otak kronis dengan berbagai macam penyebab yang ditandai serangan
epilepsi berulang yang disebabkan oleh bangkitan neuron otak yang berlebihan.
Gangguan ini sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan
dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma
tingkah laku, perubahan kesadaran. Kondisi ini tergantung lokasi kelainan di otak
(Rahardjo, 2008).
Diduga terdapat sekitar 50 juta orang dengan epilepsi di dunia. WHO (2001)
penduduk, sedangkan di negara berkembang 100 per 100.000 ribu. Epilepsi dapat
menyerang pada laki-laki ataupun perempuan. Secara umum diperkirakan ada 2,4
juta kasus baru setiap tahun, dan 50% kasus terjadi pada masa kanak-kanak atau
menurun sampai umur 50 tahun, dan setelah itu meningkat lagi (Ikawati, 2011).
1
terapinya. Keuntungan terapi berkaitan dengan tingkat kualitas hidup penderita
dalam aspek psikis, kognitif, dan sosial. Efek samping dan biaya terapi
penanganan epilepsi yang kurang adekuat (Heaney dkk, 2002). Obat Anti Epilepsi
selanjutnya dengan efek samping yang minimal (Wibowo & Gofir, 2006). Terapi
usia, komorbiditas, status sosial ekonomi, ketersediaan dan biaya OAE (Glauser
dkk, 2006). OAE monoterapi menjadi pilihan dalam memulai pengobatan epilepsi,
karena sebagian besar pasien berhasil dikontrol dengan obat monoterapi pertama
interaksi obat dan efek toksik yang merugikan (Louis dkk, 2009). Sebagian besar
bebas kejang dengan percobaan OAE pertama dan 13% mencapai bebasan kejang
politerapi baru dapat dipertimbangkan ketika pasien gagal dua atau lebih dengan
2
monoterapi (WHO, 2009).
untuk melihat keefektifan terapi obat anti epilepsi secara monoterapi. Penelitian
standar terapi pengobatan epilepsi. Hal ini dimaksudkan agar target utama dari
dapat tercapai.
salah satu rumah sakit pendidikan tipe A yang membantu memberikan fasilitas
untuk melaksanakan kegiatan pendidikan profesi calon dokter dan dokter spesialis
serta menjadi lahan praktek dari Institusi Kesehatan dan Non Kesehatan baik di
wilayah Provinsi DIY maupun dari luar Provinsi DIY bahkan ada dari luar negeri.
Selain itu RS Dr. Sardjito merupakan rujukan tertinggi bagi pasien epilepsi untuk
daerah DIY dan Jawa Tengah bagian Selatan. Pasien epilepsi sekitar 70% dari
jumlah pasien yang datang ke Instalansi Kesehatan Anak Sub. Bagian Neurologi
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. RSUP Dr. Sardjito memiliki jumlah tempat tidur
untuk pasien sebanyak 750 buah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
3
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut :
epilepsi pediatrik rawat jalan di Instalasi Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
epilepsi pediatrik rawat jalan di Instalasi Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
terkait efek terapi OAE secara monoterapi pada pengobatan pasien epilepsi
4
pediatrik rawat jalan.
pediatrik secara tepat dan dapat memberikan umpan balik terkait dengan
E. Tinjauan Pustaka
1. Epilepsi
a. Definisi Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang
fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari
penyakit akut berlangsung, dan kejang tidak berkala misalnya kejang atau
b. Epidemiologi Epilepsi
5
(2001) menyebutkan bahwa kejadian epilepsi di negara maju berkisar
Prevalensi epilepsi di indonesia adalah 5-10 kasus per 1.000 orang dan
Secara umum diperkirakan ada 2,4 juta kasus baru setiap tahun, dan
sampai umur 50 tahun, dan setelah itu meningkat lagi (Ikawati, 2011).
cenderung meningkat.
kasus baru epilepsi, 65 diantaranya (34,2%) dimulai saat pada usia <14
banyak, hal ini juga akan menimbulkan dampak sosial masyarakat bagi
6
c. Etiologi Epilepsi
tahun.
7
Beberapa penyebab secara spesifik timbulnya serangan epilepsi
adalah:
2). Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen
epilepsi.
otak.
6). Radang atau infeksi. Radang selaput otak (meningitis) atau radang
berulang.
8
8). Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini
2005).
yang lainnya yaitu faktor makan dan minum, suara tertentu, membaca,
drug abuse, lupa atau enggan minum obat, faktor hiperventilasi dan suhu
d. Patofisiologi Epilepsi
9
listrik abnormal ini kemudian menstimulasi neuron-neuron sekitarnya
epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron
e. Klasifikasi Epilepsi
tepat, jenis serangan juga harus ditentukan. Menurut Gidal dkk (2005)
menjadi:
10
juga sianosis, ngompol, atau menggigit lidah. Serangan ini
c). Mioklonik
d). Atonik
yang berbatas di salah satu bagian otak. Kejang parsial ini terbagi
menjadi:
tingkah laku.
11
3). Kejang tak terklasifikasikan
didukung oleh data yang cukup atau lengkap. Jenis ini termasuk
f. Diagnosa Epilepsi
epilepsi akan meminum obat dalam jangka waktu yang lama yang
(Wibowo & Gofir, 2006). Konsekuensi psikologis dan sosial ini, dapat
disabilitas akibat gangguan otak itu sendiri. Oleh karena itu lebih baik
1). Anamnesis
12
faktor pencetus, usia, durasi, dan frekuensi bangkitan, interval
epilepsi.
OAE.
13
b). Pemeriksaan pencitraan otak
g. Prognosis Epilepsi
14
kekerapan kejang, ada atau tidaknya defisit neurologis atau mental, jenis
dan lamanya kejang (Taslim & Sofyan, 1999). Prognosis epilepsi cukup
minum obat-obat, sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat
onset yang relatif lambat sesudah usia 2 atau 3 tahun merupakan faktor
atau mental, terdapatnya beberapa jenis kejang tonik klonik umum yang
sering dan atau kejang tonik dan atonik (Taslim & Sofyan, 1999).
15
Prinsip pengobatan epilepsi adalah :
dalam setahun
5). Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap
kombinasi OAE
b. Pediatrik
16
menjadi 4 kelompok berdasarkan usia seperti berikut ini:
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai sejak masa bayi dan anak.
Gofir, 2006).
17
merugikan (Louis dkk, 2009). Sebagian besar pasien epilepsi merespon
18
1). Pasien dan orang tua diharapkan mengetahui permasalahan dan
terapi epilepsi
19
membran yang eksitabel dan efek melalui perubahan meurotransmitter.
2012).
20
b). Karbamazepin : Tegretol
c). Etosuksimid
Ikalep
21
epilepsi fotosensitif, sindrom lennox dan second-line pada
Gofir, 2006).
22
Okskarbamazepin digunakan sebagai monoterapi atau
2000).
(1). Felbamat
23
bermanfaat untuk sindrom lennox-gastaut yang tidak
(Shorvon, 2000).
24
emergensi pada status epileptikus seperti diazepam
2006).
25
intermittent, terapi one-off profilaktik, dan non-konvulsif
26
obat lain pada orang berusia 4 tahun ke atas. Keppra juga
ginjal.
3. Efek Terapi
27
a. Veterans Administration (VA) Scale
Sistem ini menilai frekuensi kejang yang terjadi pada kejang tipe
yang penting. Skala ini memberikan contoh jenis kejang dan status
28
d. Liverpool Seizure Severity Scale (LSSS)
bulan terakhir berdasarkan persepsi orang tua. Nilai HASSS berkisar antara
29
F. Keterangan Empirik
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola pengobatan dan efek terapi
OAE secara monoterapi dilihat dari frekuensi dan keparahan kejang pada
pengobatan pasien epilepsi pediatrik rawat jalan dengan umur 4-16 tahun di
Instalasi Kesehatan Anak Sub. Bagian Neurologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
pada periode Januari-Maret 2015. Evaluasi efek terapi dinilai dalam suatu
30