Pembimbing
dr. Diah Hari S, Sp.S
Disusun Oleh :
Sigit Dwi Mulyo
201420401011116
201420401011093
201420401011082
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
EPILEPSI PADA ANAK
Referat dengan judul Epilepsi Pada Anak telah diperiksa dan disetujui sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di
bagian Ilmu Penyakit Saraf.
DAFTAR ISI
2.6 Klasifikasi...............................................................................................
12
12
13
13
14
15
21
21
22
24
KATA PENGANTAR
BAB 1
PENDAHULUAN
diperkirakan
ada
900.000
1.800.000
penderita,
sedangkan
sesudah
melakukan wawancara yang lengkap dengan pasien maupun saksi mata yang
mengetahui serangan kejang tersebut terjadi dan kemudian baru dilakukan
pemeriksaan fisik dan neurologi. Begitu diperkirakan diagnosis epilepsi telah
dibuat barulah dilanjutkan pemeriksaan tambahan untuk memastikan
diagnosis dan mencari penyebabnya, lesi otak yang mendasari , jenis serangan
kejang dan sindrom epilepsi.4,5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi sekumpulan gejala yang
manifestasinya adalah lewat serangan epileptik yang berulang. Epilepsi
merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan
(seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala.
Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak
dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat sinkron dan
berirama. Serangan dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis.
Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali
saja, serangan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung dan occasional
provokes seizures misalnya kejang atau serangan pada hipoglikemia.21,22,23
Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya
bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang
terjadi oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara
paroksismal akibat berbagai etiologi.24 Bangkitan epilepsi adalah manifestasi
klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlebihan dan abnormal,
berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan atau tanpa perubahan
kesadaran , disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf diotak yang
bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).25
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang
terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan,
faktor pencetus, kronisitas.
Epilepsi merupakan suatu gangguan kronik yang tidak hanya ditandai oleh
berulanya kejang, tetapi juga berbagai implikasi medis dan psikososial.
Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan
di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis,
biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau
kelainan yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya
bangkitan kejang. 4
2.2 Epidemiologi
World Health Organization menyebutkan, insidens epilepsi di negara maju
berkisar 50 per 100.000 penduduk, sedangkan di negara berkembang 100 per
100.000 ribu. Salah satu penyebab tingginya insidens epilepsi dinegara
berkembang adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan otak
permanen. Kondisi tersebut di antaranya: infeksi, komplikasi prenatal, perinatal,
serta post natal.
Di Indonesia, diperkirakan, jumlah penderita epilepsi sekitar 1 - 4 juta
jiwa. Di Bagian llmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
didapatkan sekitar 175 - 200 pasien baru per tahun, dan yang terbanyak pada
kelompok usia 5 -12 tahun masing-masing 43,6% dan 48,670.5 Penelitian di RSU
dr. Soetomo Surabaya selama satu bulan mendapatkan 86 kasus epilepsi pada
anak. Penderita terbanyak pada golongan umur 1 - 6 tahun (46,5%), kemudian 6 10 tahun (29,1%), 10 - 18 tahun (16,28%) dan 0 - 1 tahun (8,14%). Studi
prevalensi epilepsi pernah dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1984 dengan
sampel 1 wilayah. Hasil studi didapatkan prevalensi epilepsi sebesar 4,87 per
1000 penduduk.
2.3 Etiologi
ETIOLOGI (Anonymous 2003, Kustiowati dkk 2003, Sirven, Ozuna 2005)
1. Idiopatik epilepsi : biasanya berupa epilepsi dengan serangan kejang
umum, penyebabnya tidak diketahui. Pasien dengan idiopatik epilepsi
mempunyai inteligensi normal dan hasil pemeriksaan juga normal dan
umumnya predisposisi genetik.
2. Kriptogenik epilepsi : Dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum
diketahui. Kebanyakan lokasi yang berhubungan dengan epilepsi tanpa
disertai lesi yang mendasari atau lesi di otak tidak diketahui. Termasuk
disini adalah sindroma West, Sindroma Lennox Gastaut dan epilepsi
mioklonik. Gambaran klinis berupa ensefalopati difus.
3. Simptomatik epilepsi : Pada simptomatik terdapat lesi struktural di otak
yang mendasari, contohnya oleh karena sekunder dari trauma kepala,
infeksi susunan saraf pusat, kelainan kongenital, proses desak ruang di
otak, gangguan pembuluh darah diotak, toksik (alkohol, obat), gangguan
metabolik dan kelainan neurodegeneratif.
2.4 Faktor Resiko
Epilepsi dapat dianggap sebagai suatu gejala gangguan fungsi otak yang
penyebabnya bervariasi terdiri dari berbagai faktor. Epilepsi yang tidak diketahui
factor penyebabnya disebut idiopatik. Umumnya factor genetik lebih berperan
pada epilepsi idiopatik. Sedang epilepsi yang dapat ditentukan faktor
penyebabnya disebut epilepsi simtomatik.
Beberapa factor resiko terjadinya epilepsy antara lain :
1. Faktor Prenatal
a. Usia ibu saat hamil
b. Kehamilan dengan eklamsia dan hipertensi
c. Kehamilan primipara / multipara
d. Pemakaian bahan toksik
2. Faktor Natal
a. Afiksia
b. BBL
c. Kehamilan premature / postmatur
d. Partus lama
e. Persalinan dengan alat ( forsep, vakum, SC )
f. Perdarahan intrakranial
3. Faktor Postnatal
a. Kejang demam
b. Trauma kepala
c. Infeksi SSP
d. Epilepsy akibat toksik
e. Gangguan metabolik
4. Faktor keturunan
5. Kelainan Genetik
2.5 Patofisiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila prose eksitasi di dalam otak lebih dominan dari
pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi,
dan
openening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalm hal
inisiasi dan perambatan aktivitas epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh
konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan imtraseluler, dan oleh gerakan
keluar masuk ion-ion menembus membran neuron.2,3
Lima buah elemen fisiologi dari neuron-neuron tertentu pada korteks
serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik. Secara
teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal
(GABA) sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara
itu fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat) berlebihan.
Berbagai penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan
antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan herediter, kongenital,
hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat
mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meninkatnya fungsi neuron
eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada serangan yang memadai.2,3
Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain
di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan
eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya
menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak
penderita epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus.
Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial fokus
asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan
tempat asal epilepsi dapatan.
Pada bayi dn anak-anak sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena
efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya.
Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sek glia atau
kerusakan pada neuron atau glia, yang pada gilirannya dapat memebuat neuron
glia atau lingkungan neuronal epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma,
infeksi, gangguan metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat mengembagkan
epilepsi. Akan tetapi anak tanpa brain demage dapat juga terjadi epilepsi, dalam
hal ini faktorgenetik dia diadan nggap penyebabnya, khususnya grand mal dan
petit mal serta benigne centrotempora epilepsy. Walaupun demikian proses yang
mendasari serangan epilepasi idiopatik, melalui mekanisme yang sama.
2.6 Klasifikasi
KLASIFIKASI ILAE 1981
Untuk tipe serangan kejang/bangkitan epilepsi (Kustiowati dkk 2003, Sirven,
Ozuna 2005).
Serangan parsial
Serangan umum.
- Absans (lena)
- Mioklonik
- Klonik
- Tonik
- Atonik.
Tak tergolongkan.
Idiopatik (primer)
- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal
(Rolandik benigna)
- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
- Primary reading epilepsy.
Simptomatik (sekunder)
- Lobus temporalis
- Lobus frontalis
- Lobus parietalis
- Lobus oksipitalis
- Kronik progesif parsialis kontinua
Kriptogenik
Umum
Idiopatik (primer)
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi absans pada anak
- Epilepsi absans pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.
- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.
Simptomatik
- Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
- Etiologi / sindrom spesifik.
- Malformasi serebral.
- Gangguan Metabolisme.
Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat
serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan
sesudahserangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi
yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga
memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan
tertentu.
Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekwensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab
Adapun beberapa pertanyaan adalah sebagai berikut (Ahmed, Spencer 2004, Hadi
1993, Harsono 2001, Kustiowati dkk 2003).
1. Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini?
Usia serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang.
Serangan kejang yang dimulai pada neonatus biasanya penyebab sekunder
gangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik dan malformasi
kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia anakanak dan remaja. Pada usia sekitar 70 tahunan muncul serangan kejang
biasanya ada kemungkinan mempunyai kelainan patologis di otak seperti
stroke atau tumor otak dsb.
2. Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak
pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala
peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang muncul
disebut dengan aura dimana suatu aura itu bila muncul sebelum
serangan kejang parsial sederhana berarti ada fokus di otak. Sebagian
aura dapat membantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien
dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkan adanya dj vu dan atau ada
sensasi yang tidak enak di lambung, gringgingen yang mungkin
merupakan epilepsi lobus parietalis. Dan gangguan penglihatan sementara
mungkin
serangan kejang umum bisa tidak didahului dengan aura hal ini
disebabkan terdapat gangguan pada kedua hemisfer , tetapi jika aura
dilaporkan oleh pasien sebelum serangan kejang umum, sebaiknya dicari
sumber fokus yang patologis.
3. Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan
dengan serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien
tidak dapat menjawab pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara
dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui serangan kejang
berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah
pada awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai
dari satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara selama serangan
kejang berlangsung? Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan
kejang terjadi? Apakah ada gerakan automatism
Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh? Apakah lidah
tergigit? Apakah pasien mengompol ? Serangan kejang yang berasal dari
lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan mata deviasi
kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus
temporalis sering tampak gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan
mengunyah.
Pada serangan
kejang
dari lobus
oksipitalis
dapat
disebabkan
oleh
karena
kurangnya
perawatan
pasien,
ketidakpatuhan minum obat, ada perubahan minum obat dan penyakit lain
yang menyertai.
Riwayat medik dahulu.
Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu dapat memberikan informasi
yang berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasi yang berkaitan dengan
serangan kejang dan pengetahuan tentang lesi yang mendasari dapat membantu
untuk pengobatan selanjutnya (Ahmed, Spencer 2004).
1. Apakah pasien lahir
proses persalinannya?
2. Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau respiratory
distress?
3. Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?
4. Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah
serangan kejang demam sederhana
demam kompleks 13 %.
5. Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis,
ensefalitis? atau penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang
disertai serangan kejang. Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat
adanya cysticercosis.
6. Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala,
perdarahan intra serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?
7. Apakah ada riwayat tumor otak?
8. Apakah ada riwayat stroke?
Riwayat sosial.
Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhi pasien epilepsi
dan ini penting sebagai bagian dari riwayat penyakit dahulu dan sekaligus untuk
bahan evaluasi (Ahmed, Spencer 2004).
1. Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi
mungkin dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut
dikelola dengan baik. Dan juga dapat membantu mengetahui tingkat
dukungan masyarakat terhadap pasien dan bagaimana potensi pendidikan
kepada pasien tentang cara menghadapi penyakit yang dialaminya itu.
2. Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya? Pasien epilepsi yang
seragan kejangnya terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan
produktif. Kebanyakan pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh
waktu. Tetapi bila serangan kejangnya tidak terkendali dengan baik untuk
memilih bekerja
dikantoran, sebagai kasir atau tugas - tugas yang tidak begitu berisiko,
tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian konstruksi, mekanik dan
pekerjaan yang mengandung risiko tinggi diperlukan penyuluhan yang
jelas
untuk
memodifikasikan
pekerjaan
itu
agar
supaya
tidak
membahayakan dirinya.
3. Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasien dengan
epilepsi yang serangan kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan
kesadaran sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini
bisa membahayakan dirinya maupun masyarakat lainnya. Dibeberapa
negara mempunyai peraturan sendiri tentang pasien epilepsi yang
mengemudikan kendaraan bermotor.
4. Apakah
pasien
menggunakan
kontrasepsi
oral?
Apakah
pasien
rolandic epilepsy dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik disertai
kejang demam plus (Ahmed, Spencer 2004).
Riwayat allergi.
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu
dibedakan apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi
hipersensitif. Bila terdapat semacam rash perlu dibedakan apakah ini terbatas
karena efek fotosensitif yang disebabkan eksposur dari sinar matahari atau karena
efek hipersensitif yang sifatnya lebih luas? (Ahmed, Spencer 2004)
Riwayat pengobatan.
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan
bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa
lama sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.
(Ahmed, Spencer 2004)
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus
epilepsi refrakter.
Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan
pada persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat
struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka
MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat
untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.
PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI.
Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan
elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan
perekaman pada wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan
stimulasi fotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan
laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa
alasan sebagai berikut (Duncan, Kirkpatrick, Harsono 2001, Oguni 2004)
1. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi
pasien dengan serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil
pemeriksaan
EEG
akan
membantu
dalam
membuat
diagnosis,
difus
maupun
yang
fokus
kadang-kadang
dapat
PEMERIKSAAN VIDEO-EEG
Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada
kelainan struktural di otak.
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian
pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk
epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan.
Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis
kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang
sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini
biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted dengan minimal dua irisan yaitu irisan
axial, irisan coronal dan irisan saggital (Duncan, Kirkpatrick, Kustiowati dkk
2003).
PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI
Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan
pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya
memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga
dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang
bukan epilepsi (Oguni 2004, Sisodiya 2000).
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi kejang dengan dosis optimal
terendah. Yang terpenting adalah kadar obat antiepilepsi bebas yang dapat
menembus sawar darah otak dan mencapai reseptor susunan saraf pusat.6
Serangan epilepsi dapat dihentikan oleh obat dan dapat pula dicegah agar
tidak kambuh. Obat tersebut disebut sebagai obat antikonvulsi atau obat
antiepilepsi. 6
Prinsip pengobatan epilepsi: 6
1. Mendiagnosis secara pasti, menentukan etiologi, jenis serangan dan sindrom
epilepsi
2. Memulai pengobatan dengan satu jenis obat antiepilepsi
3. Penggantian obat antiepilepsi secara bertahap apabila obat antiepilepsi yang
pertama gagal
4. Pemberian obat antiepilepsi sampai 1-2 tahun bebas kejang.
OAE pilihan pertama dan kedua : 6
1. Serangan parsial (sederhana, kompleks dan umum sekunder)
OAE I
OAE II
OAE II
3. Serangan absens
OAE I
OAE II
: Benzodiazepin
4. Serangan mioklonik
OAE I
OAE II
: Etosuksimid
Rhinosinobronkitis
Refluks gastroesofageal
Bronkiolitis
Displasia bronkopulmoner
Tuberkulosis
2.9 Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk thoraks yaitu thoraks
membungkuk kedepan dan memanjang. Pada foto rontgen thoraks terlihat
diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri
kanan bertambah. Pada asma kronis dan berat dapat terjadi bentuk dada burung
dara dan tampak sulkus horrison.
Bila secret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga
dapat terjadi atelectasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik
BAB 3
PENUTUP
Asma merupakan penyakit kronik yang tersebar diseluruh belahan dunia.
Asma
memberi
dampak
negatif
bagi
kehidupan
pengidapnya,
seperti
menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan olahraga
serta aktivitas seluruh keluarga.
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik
dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit.
Asma adalah wheezing dan atau batuk persisten dengan karakteristik
sebagai berikut: timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada
malam/dini hari (noktural), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas
fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta
adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya, sedang sebab-sebab
lain sudah disingkirkan.
Penyebab asma masih belum jelas, diduga yang memegang peranan utama
ialah terjadi obstruksi saluran nafas, penebalan dinding pernafasan, peningkatan
produksi secret dan perubahan fungsional lainnya akibat mediator inflamasi.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma,
berat ringannya penyakit serta kematian akibat asma seperti olahraga (exercise),
alergen, infeksi, perubahan suhu udara yang mendadak, atau pajanan terhadap
iritan respiratorik seperti asap rokok, dan lain-lain. Selain itu berbagai faktor turut
mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma di suatu tempat, misalnya usia,
jenis kelamin, ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan.
Asma dapat digolongkan berdasarkan derajat penyakit dan derajat
serangan yaitu :
Asma berdasarkan derajat penyakit :
- Asma episodik jarang
- Asma episodik sering
- Asma persisten
Asma berdasarkan derajat serangan :
- Serangan asma ringan
- Serangan asma sedang
- Serangan asma berat
Untuk diagnosis penyakit anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium harus dilakukan dengan cermat agar didapatkan riwayat penyakit
yang tepat untuk asma.
Tatalaksana kasus asma pada asma sangat penting diketahui setiap orang
tua oleh karena itu edukasi penangganan sangat penting diberikan agar dapat
mendapatkan hasil yang baik. Setiap kondisi asma memiliki penanganan yang
berbeda pada setiap jenisnya.
Terdapat banyak kondisi dengan gejala dan tanda yang mirip dengan asma
diantarannya : Rhinosinobronkitis, Refluks gastroesofageal, Infeksi respiratorik
bawah viral berulang, Bronkiolitis, Displasia bronkopulmoner, Tuberkulosis,
Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik
Intratorakal, Aspirasi benda asing, Sindrom diskinesia silier primerDefisiensi
imun, Penyakit jantung bawaan.
Bila serangan asma tidak ditangani dengan baik dan berlangsung lama
dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem pernafasan anak tersebut hingga
dapat mengakibatkan kematian.
Pada kasus asma, prognosis penyakit sangat tergantung terhadap intesitas
tejadinya serangan dimana intesitas serangan ini dapat dikuranggi dengan cara
menghindari faktor pencetus ataupun pengendalian aktifitas sehari hari.
Penanganan pada kasus asma saat serangan merupakan faktor penting penentuan
prognosis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
133.
Syeban Zakiah, Markam S, Harahap Tagor. Epilepsi. Dalam: Markam
Soemarmo,
3.
penyunting.
Penuntun
Neurologi.
Edisi-1.
Tangerang:
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
2:2493-2521.2.
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Editor Irawati S,
edisi 11. Jakarta: Balai Pnerbit EGC; 2008. Hal 345-6