PENDAHULUAN
Idiopathic
Thrombocytopenic
Purpura
(ITP)
akut,
merupakan
purpura
trombositopenia yang paling sering pada masa anak, dihubungkan dengan ptekie,
perdarahan mukokutan, dan kadang-kadang perdarahan ke dalam jaringan. Ada
penurunan berat pada trombosit sirkulasi, meskipun terdapat jumlah megakariosit cukup
dalam sumsum tulang.1
Menurut data yang berasal dari penelitian di Eropa dari 1 Januari 1966-7 Agustus
2009 perkiraan insiden terendah dalam empat penelitian adalah 2,2 per 105 anak / tahun
(95% confidence interval 1,9, 2,4) dan estimasi insiden tertinggi adalah 5,3 per 105
anak/tahun (95% confidence interval 4.3, 6.4 ). Perkiraan terkuat saat kejadian ITP akut
pada anak-anak adalah antara 1,9 dan 6,4 per 10 anak / tahun.2
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura akut paling sering terjadi pada anak. Pada
sekitar 75%, episode tersebut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau
mononukleosis infeksiosa. Sebagian kasus terjadi akibat perlekatan kompleks imun non
spesifik.1
Penatalaksanaan ITP pada anak terutama ITP akut masih menjadi topik
kontroversi. Meskipun ITP pada anak umumnya bersifat akut dan biasanya membaik
dengan sendirinya dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, namun sejak
seperempat abad yang lalu terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang
pemberian kortikosteroid secara rutin pada pasien ITP. Dengan diperkenalkannya
beberapa pengobatan baru akhir-akhir ini, semakin meramaikan perbedaan pendapat
tersebut. Yang menjadi permasalahan sebenarnya adalah apakah seharusnya pada semua
pasien ITP, terutama anak-anak perlu diberikan pengobatan. Oleh sebab itu penulis
tertarik untuk membahas masalah ITP ini kedalam sebuah referat.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Idiopathic
Thrombocytopenic
Purpura
(ITP)
istilah
sebelumnya
Definisi Terbaru
ITP Primer
ITP sekunder
ITP parah
ITP persisten
ITP kronis
Respon lengkap
Respon (R)
Kegagalan ITP
II.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden ITP pada orang dewasa adalah sekitar 66 kasus per 1.000.000 per
tahun. Perkiraan rata-rata kejadian pada anak-anak adalah 50 kasus per 1.000.000
per tahun. Kasus baru ITP refrakter kronis terdiri sekitar 10 kasus per 1.000.000 per
tahun. Puncak prevalensi terjadi pada orang dewasa berusia 20-50 tahun. Puncak
prevalensi terjadi pada anak usia 2-4 tahun. Sekitar 40% dari semua pasien yang
lebih muda dari 10 tahun.6
Menurut studi di Denmark dan Inggris, ITP terjadi pada sekitar 10-40 kasus
per 1.000.000 per tahun. Sebuah studi di Kuwait melaporkan insiden yang lebih
tinggi dari 125 kasus per 1.000.000 per tahun.6
Perdarahan merupakan komplikasi yang paling serius. Perdarahan
intrakranial adalah yang paling signifikan. Tingkat kematian dari perdarahan adalah
3
sekitar 1% pada anak-anak dan 5% pada orang dewasa. Pada pasien dengan
trombositopenia berat, diperkirakan angka kematian 5-tahun dari perdarahan secara
signifikan mengangkat pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun dibandingkan
pasien yang lebih muda dari 40 tahun, 47,8% dibandingkan 2,2%, masing-masing.
Usia yang lebih tua dan riwayat perdarahan meningkatkan risiko perdarahan hebat
di ITP dewasa. Remisi spontan terjadi pada lebih dari 80% kasus pada anak-anak.
Namun, hal ini jarang terjadi pada orang dewasa.6
II.3 ETIOLOGI
1.
ditegaskan oleh fakta bahwa dua pertiga dari pasien mengembangkan dan
mempertahankan remisi setelah splenektomi, yang membatasi fagositosis,
tetapi juga dapat mengurangi produksi antibodi dari waktu ke waktu.
Demikian juga, sebagian besar terapi medis pertama dan lini kedua untuk
ITP diyakini bekerja dengan menghambat kerusakan trombosit.
b.
Sindrom Antifosfolipid
Kelainan limfoproliferatif
5
II.4 PATOFISIOLOGI
ITP disebabkan oleh antibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan
trombosit analog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem
fagosit mononuklear melalui reseptor Fc makrofag. Trombosit yang diselimuti oleh
antibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah
berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan.8
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis pada antara ITP
akut dan kronis menimbulkan dugaan adanya mekanisme patofisiologi terjadinya
trombositopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa
penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk saat
terjadinya respon imun terhadap infeksi bakteri/virus atau pada imunisasi yang
bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin
telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun
lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap trombosit.8
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan
antibodi ITP untuk berikata dengan trombosit yang secara genetik kekurangan
kompleks glikoprotein Ib/IX, Ia/Iia, IV dan V dan determinan trombosit yang lain,
serta ditemukan beberapa antibodi yang bereaksi dengan berbagai antigen yang
berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu
oleh antibodi akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen yang berakibat
produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia.6,8
Gambar 2.2 Gejala Klinis ITP. (Dalam: Cines DB, Blanchette VS, Chir B. Immune
Thrombocytopenic Purpura. N Engl J Med. 2002 March 28; 346:995-1008).9
Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia,
hematuria), traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva,
retina). Hati, limpa dan kelenjar limfe tidak membesar, kecuali tanda perdarahan
akut. Fase akut penyakit disertai perdarahan spontan selama 1-2 minggu.
Trombositopenia mungkin menetap, tetapi perdarahan mukokutan spontan
menyurut. Kadang-kadang awitan lebih perlahan-lahan, dengan memar sedang dan
sedikit ptekie.1
klasik. Fitur morfologi termasuk trombosit yang besar pada apusan darah perifer
(Gambar. 2a, 2b) dan jumlah yang memadai atau meningkat dari megakariosit di
sumsum tulang. Informasi paling penting yang akan membantu adalah dari
pemeriksaan darah dan sumsum tulang belakang adalah adanya eritrosit,
leukosit dan prekursor lainnya normal, sehingga menyingkirkan kelainan
hematologi dan penyebab infiltratif lainnya.
Gambar 2.3 Trombosit dan megakariosit. (a) apusan darah tepi menunjukkan trombosit
normal (panah putus-putus) (b) apusan darah tepi menunjukkan trombositopenia
dengan trombosit besar (panah putus-putus ) pada ITP (c) bone marrow dengan jumlah
normal megakariosit (panah) (d) aspirasi bone marrow menunjukkan peningkatan
megakariosits (panah) pada ITP [Mei-Grunwald-Giemsa stain; a dan b, pembesaran asli
x 40; c dan d, pembesaran asli x 10]. (Dalam: Anoop P. Immune thrombocytopenic
sensitif dan kurang spesifik daripada tes lainnya; Selanjutnya, tes dapat
menghasilkan hasil positif palsu setelah terapi IV Ig. Kecuali di daerah
prevalensi tinggi, literatur tidak mendukung pemeriksaan rutin pada anak-anak
dengan ITP.
c.
d.
e.
f.
II.7 DIAGNOSIS
Diagnosis ITP sebagian besar ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
adanya gejala dan atau tanda perdarahan, disertai penurunan jumlah trombosit
(trombositopeni). Pemeriksaan
laboratorium
lainnya
dapat
membantu
Riwayat Pasien
Trombositopenia dapat disebabkan oleh banyak kondisi termasuk
penyakit sistemik, infeksi, obat-obatan, dan gangguan hematologi primer.
Sekitar 60% kasus anak, ada riwayat dari infeksi. Sebelumnya peningkatan
risiko ITP juga terkait dengan vaksinasi. Vaksin mumps measles rubella
(MMR), perdarahan setelah operasi sebelumnya, perdarahan gigi, dan trauma
harus dipertimbangkan ketika memperkirakan mungkin durasi trombositopenia
kronis atau gangguan perdarahan lain. Jika diagnosis ITP tegakkan,
kontraindikasi atau indikasi diberikan terapi kortikosteroid harus dicatat.
Keturunan trombositopenia harus dipertimbangkan pada pasien dengan
trombositopenia kronik yang dipengaruhi oleh pengobatan dan pada mereka
dengan riwayat keluarga trombositopenia atau gangguan perdarahan.4,8
11
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus normal selain dari manifestasi perdarahan,
splenomegali ringan dapat ditemukan pada pasien yang lebih muda, tapi
splenomegali sedang atau berat menunjukkan penyebab lain. Gejala sistemik,
seperti demam atau penurunan berat badan, hepatomegali, limfadenopati atau
mungkin menunjukkan gangguan yang mendasari seperti HIV, Systemic lupus
erythematosus (SLE), atau penyakit limfoproliferatif.4
Gangguan Produksi
Imun
Aplasia/displasia
Fanconi
anemia,
pearson syndrome
myelofibrosis,
dapat
Non-imun
Neonatus: Infeksi
maternal, asfiksia
kelainan
12
II.9 PENATALAKSANAAN
Berikut merupakan beberapa faktor pertimbangan ketika memutuskan
untuk mengobati atau tidak untuk mengobati anak-anak dengan ITP, termasuk
gejala perdarahan, jumlah trombosit, dan masalah psikososial dan gaya hidup
seperti aktivitas anak.
Tabel 2.3 Derajat keparahan dan manajemen pasien ITP 7
Perdarahan / kualitas hidup
manajemen pendekatan
Observasi
Intervensi
Rekomendasi
Derajat 1B
Tidak ada
perdarahan atau
perdarahan kulit
hanya pengobatan
lini pertama
Observasi
IVIg
Kortikosteroid
Anti D
Derajat 1B
Derajat 1B
Derajat 1B
Derajat 2B
Tidak respon
terhadap
pengobatan lini
pertama dan
perdarahan mukosa
berulang
Rituximab
Splenektomi
Derajat 2C
Waktu untuk
splenektomi
Derajat 2C
Imunisasi rutin
Derajat 1B
a.
Derajat
14
penggunaan
terapi
kortikosteroid
berkepanjangan.
Obat
15
II.10 KOMPLIKASI
Perdarahan yang serius jarang didapatkan pada ITP, berbeda dengan
trombositopenia pada sindrom kegagalan sumsum tulang yang lebih sering
menimbulkan perdarahan serius yang dapat mengancam jiwa. Perdarahan otak
yang merupakan komplikasi yang paling ditakutkan dan mendorong para dokter
untuk melakukan pengobatan pada ITP ternyata sangat jarang didapatkan. Insidens
perdarahan otak pada ITP dalam minggu pertama hanya berkisar 0,1-0,2%, namun
meningkat menjadi 1% pada mereka dengan jumlah trombosit kurang dari
17
II.11 PROGNOSIS
Lebih dari 80% anak-anak yang tidak diobati memiliki pemulihan
spontan dengan jumlah trombosit normal selama 2-8 minggu. Perdarahan yang
fatal terjadi pada 0,9% pada presentasi awal. Sebuah tinjauan sistematis dan metaanalisis mengidentifikasi faktor-faktor berikut terkait dengan risiko yang lebih
tinggi dari ITP pada anak-anak menjadi kronis : 6
BAB III
18
III.1 KESIMPULAN
Immune
Thrombocytopenic
Purpura
(ITP)
merupakan
kelainan
perdarahan didapat pada anak yang paling sering dijumpai. ITP merupakan
kelainan autoimun yang menyebabkan munculnya suatu antibodi terhadap
trombosit. Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan
penyebab trombositopenia yang lain. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang tidak
rutin dilakukan pada ITP, hanya untuk kasus yang meragukan. Pada anak
umumnya ITP bersifat akut dan dapat sembuh spontan dalam waktu kurang dari 6
bulan. Tata laksana ITP khususnya ITP akut pada anak masih kontroversial.
Pengobatan umumnya dilakukan hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit,
namun tidak menghilangkan risiko terjadinya perdarahan intrakranial dan
perjalanan menjadi ITP kronis. Pengobatan juga potensial menimbulkan efek
samping yang cukup serius.
III.2 SARAN
Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi
kortikosteroid peroral, imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir, anti-D
untuk pasien dengan rhesus D positif. Pengobatan-pengobatan tersebut di atas
potensial memberikan efek samping yang serius, sehingga penting bagi kita untuk
mempertimbangkan risiko-risiko tersebut agar tidak merugikan pasien.
Adanya kemajuan yang pesat dari penelitian-penelitian dalam beberapa
tahun untuk menetapkan cara tercepat meningkatkan jumlah trombosit pada
pasien ITP. Namun tidak ada penelitian yang menyinggung tentang toksisitas,
biaya, dan kesulitan-kesulitan dari pengobatan tersebut. Sehingga sekiranya perlu
untuk dilakukan penelitian mengenai hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
19
20