Anda di halaman 1dari 15

Referat

Dermatitis Kontak Alergi

Disusun oleh :
Agung Ganjar Kurniawan
11 2015 210

Pembimbing : dr. Endang Soekmawati, Sp.KK

Kepaniteraan Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Smf Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus

1
I. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat
mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi (Siregar, 2004).

II. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan
luasnya penetrasi di kulit.1
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan.
Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus
Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron
mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols.
Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen,
pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan),
mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan
kimia fotografi).2

III. Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak
alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.
Di Amerika, angka kejadian dermatitis kontak sekitar 20% pada populasi umum. Pada
populasi geriatri, angka kejadian berkisar 11%, meliputi dermatitis kontak adalah alergik
(DKA) dan dermatitis kontak iritan (DKI). Dalam data terakhir, penyakit ini terhitung sebesar
7% dari penyakit yang terkait dengan pekerjaan di Amerika Serikat. Dan angka kejadian
dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan
mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja.3

2
IV. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti
respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi
hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed
hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.
Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi
dan fase elisitasi. Bahan kimia yang dapat bersifat sebagai alergen biasanya berat molekulnya
kecil (berat molekul <500 Da), larut dalam lemak dan ini disebut sebagai hapten.
a. Fase Sensitisasi
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena
adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten. Antigen ini kemudian
berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC),
yaitu makrofag, dendrosit, dan sel langerhans. Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh
APC ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke
kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T
efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar
melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan
sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit
menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung
selama 2-3 minggu.1,4

Gambar 1. Patogenesis Dermatitis Fase Sensititsasi

b. Fase Elisitasi
Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang dari antigen yang sama dengan
kosentrasi yang sama. Terjadi ± 24-48 jam, dimana terjadi proses yang cepat. Antigen yang

3
telah dikenal itu akan langsung mempengaruhi sel limfosit T yang telah tersensitisasi yang
kemudian akan dilepaskan sebagai mediator yang akan menarik sel-sel radang. Hal inilah
yang selanjutnya menimbulkan gejala klinis dermatitis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1
yang akan merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang IFN
(interferon) gamma. IL-1 dan IFN gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-
1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit,
serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk
melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat.
Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikel yang
akan tampak sebagai dermatitis.1,4

Gambar 2 : Patogenesis dermatitis kontak alergi

V. Gejala Klinik
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak
eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Dermatitis
kontak alergi akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan
edema. Pada yang kronis terlihat kulit kering berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin

4
juga fisura, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak
iritan kronis, mungkin penyebabnya juga campuran.1

Gambar 3. kulit tampak kemerahan dan bula

VI. Penegakan Diagnosis


1) Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan
klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal.1
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit
berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan
papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana
atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan,
obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit
kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun
keluarganya.
Perlu ditanyakan tentang riwayat pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan, paparan
berulang dari alergen yang didapat saat kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.
Riwayat penyakit sebelumnya untuk mengetahui apakah terdapat alergi tertentu. Bila
memang ada, perlu ditanyakan onset penyakit, lokasi kelainan kulit dan pengobatan.
Riwayat penyakit dalam keluarga, untuk mengetahui factor genetic atau predisposisi
penyakit.

2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan
kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Berbagai lokasi
terjadinya DKA dapat dilihat, misalnya di ketiak oleh deodoran; di pergelangan
tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan sebaiknya

5
dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.1,5
Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat diamati
beberapa kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Kelainan
kulit dapat dilihat pada beberapa gambar berikut :
- Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena alergi terhadap
nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi kontak langsung dengan
nikel (lesi eksematosa dan terkadang popular). Lesi eksematosa berupa papul-papul,
vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi kontak langsung.

Gambar 4. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan

Gambar 5. Dermatitis kontak alergi pada di lengan dan Telapak tangan

- Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick. Pasien
hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir

Gambar 6. Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick

6
- Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada
telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, alat bantu
dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak, bahan plastik,
serta bahan kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga
umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga
mungkin menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang bisa mengarah
pada dermatitis kontak kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada telinga dan
sebagian leher. Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan plastik

Gambar 7. Dermatitis kontak alergi di daerah telinga


akibat dari reaksi hipersensitifitas terhadap nikel

- Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna kancing
logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.
Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi pada karet dari celananya. Terlihat
adanya eritema yang berbatas tegas sesuai dengan daerah yang terkena alergen.

Gambar 8. Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi pada karet dari celananya.

- Genitalia. Penyebabnya data antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita
alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Dermatitis kontak yang
terjadi pada daerah vulva karena alergi pada cream yang mengandung neomisin,
terlihat eritema

7
Gambar 9. Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi
pada cream yang mengandung neomisin

- Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil,
dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada
gambar dermatitis konta kalergi yang terjadi karena Quaternium-15, bahan pengawet
pada pelembab. Kaki mengalami skuama, krusta

Gambar 10. Pada gambar dermatitis kontakalergi yang terjadi karena Quaternium-15

3) Pemeriksaan Penunjang
a) Uji Tempel
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang secara
rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai
untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan
yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi,
harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau
dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan,
misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila
pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel
dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang

8
tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai
Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil
positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk
menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.6

Gambar 11. Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:7
 Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat
dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’ reaksi positif palsu, dapat juga
menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.
 Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada
pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid
lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin
sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
 Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan
pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
 Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu.
Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar
punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir
selesai.
 Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria type), karena dapat
menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita
semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.

9
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang
atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut :7
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin, dipicu oleh hipersensitivitas kulit
8 = tidak dites (NT=non tested)

Gambar 12. Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72
atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan
antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif
alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan
kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi.
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan setelah
pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan
kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan
respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo).7

10
VII.Diagnosis Banding
Tabel 1. Perbandingan Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi.6

Dermatitis kontak Dermatitis Kontak Dermatitis Kontak


Gambaran klinis
alergi Iritan Kuat Iritan Lemah
Perlahan, pajanan
Mendadak, 1-2 hari Mendadak, beberapa
berulang
Onset pada yang jam hingga 5 hari
mingguan hingga
tersensitisasi setelah pajanan
tahunan
Predominan tanda
Predominan tanda kronik. Awal
Predominan tanda
akut. Batas tegas, kering dan fisura.
akut. Batas tegas,
Tanda eritema, edema, Kelamaan jadi
eritema, edema,
vesikel, bula, trauma eritema,
vesikel, basah.
kimia. likenifikasi dan
ekskoriasi.

Gejala Pruritus Panas dan nyeri Pruritus dan panas

Rx non-
Rx imunologik.
Rx non-imunologik. imunologik
Pajanan per tama
Mekanisme Pajanan tunggal kumulatif dari
sensitisasi. Pajanan
bahan kimia kuat. pajanan kimia
berikut erupsi.
lemah.
Nikel, chrom, Sabun, deterjen,
Asam kuat, basa kuat,
Kausa umum tanaman, kosmetika, bahan pelarut,
bahan kimia lainnya.
karet, obat-obatan bahan pembersih.
Self-limited. Beberapa Kecenderungan
Sensitifitas menetap.
Perjalanan Penyakit minggu kecuali terjadi menjadi kronik
Dapat terjadi toleransi
nekrosis. dan kambuhan.
(+), setelah beberapa (-)
(+) setelah 24-48 jam.
menit-jam, tidak
Uji Tempel Bertambah besar dan
bertambah besar dan
menetap
memudar.

11
Gambar 13 : Dermatitis kontak Gambar 14 : Dermatitis kontak alergi
iritanpada tangankarena terkena pada tangan karena terkena bahan
bahan dindustri industri

VIII. Penatalaksanaan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak alergi adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan
kelainan kulit yang timbul.

Pengobatan secara topical


Untuk lesi yang akut dan basah diberi kompres NaCl 0,9%, jika kering gunakan krim
kortikosteroid, hidrokortison 1%, atau diflukoltoron valerat 0,1% atau betametasone
valerat 0,005%-0,1%. Kompres ini dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel,
kompres ini diganti setiap 2-3 jam.1
Prinsip pengobatan cairan ialah membersihkan kulit yang sakit dari debris dan sisa-
sisa obat topikal yang pernah dipakai. Di samping itu terjadi perlunakan dan pecahnya
vesikel, bula, dan pustula. Hasil akhir pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi
kering, permukaan menjadi besih sehingga mikroorganisme tidak dapat sembuh dan
mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna untuk menghilangkan gejala,
misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh bermacam-macam dermatosis.1,6

12
Pengobatan secara sistemik
Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu yang singkat.
 Prednison 5-10 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam (dewasa), 1mg/kgBB/hari (anak)
 Dexametasone 0,5-1mg/dosis, 2-3kali/24jam(dewasa), 0,1 mg/kgBB/hari (anak)
 Triamsinolon 4-8 mg/dosis,2-3kali/24 jam (dewasa), 1 mg/kgBB/hari (anak)

Antihistamin
 Chlorpheniramin meleat 3-4 mg/dosis,2-3kali/24jam (dewasa), 1 mg/kgBB/dosis,3
kali/24 jam (anak)
 Diphenhidramin HCL 10-20 mg/dosis i.m,1-2 kali/24 jam (dewasa), 0,5
mg/kgBB/dosis, 1-2 kali/24 jam (anak)
 Loratadine 1 tab/hari ( dewasa)

Antibiotika bila ditemukan tanda – tanda infeksi sekunder


 Amoksisilin 3 X 500 mg/hari atau Klindamisin 2 x 300 mg/hari selama 5-10 hari.

Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :8
- Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak
alergi
- Menghindari substansi allergen
- Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
- Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada sabun
bilas dengan air
- Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen
- Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain
- Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang berisiko
terhadap paparan allergen

IX. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri
terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Rasa
gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat dapat mendorong

13
kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri
atau jamur. Selain itu dapat pula menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan
menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan kasar atau disebut neurodermatitis (lichen
simplex chronicus).1

X. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan
dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis
atau psoriasia). Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen
yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau
yang terdapat di lingkungan penderita.1

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, Adi S, Djuanda S.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI. 2011.
2. Coenraads PJ, Diepgen T, Uter W, Schnuch A, Gefeller O. Epidemiology. Dalam:
Frosch PJ, Menné T, Lepoittevin JP. Contact Dermatitis. Edisi ke-4. New York:
Springer, 2006; 10: 135-61.
3. Trihapsoro, Iwan. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji
Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372, diakses pada tanggal 26 November
2017. 2004.
4. Hogan DJ. Contact Dermatitis, Allergic: Follow-up. Florida: Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1049216-followup, diakses pada tanggal 26
November 2017. 2009.
5. Taylor SJ. Contact Dermatitis And Related Disorder. In ACP Medicine University of
Texas Medical Branch. 2001 : P. 1-16
6. Daili ES, Menaldi SL, Wisnu EM Dermatitis Dalam Penyakit Kulit Yang Umum Di
Indonesia. Pt Medical Multimedia Indonesia. 2008 : P 14-30
7. Spiewak R. Patch Testing For Contact Allergy And Allergic Contact Dermatitis.
Jagieollonian University Medical College, Krakow Poland. The Open Allergy Journal,
2008: P. 42-51
8. SumantriMA, FebrianiHT, MusaST. Dermatitis Kontak. Yogyakarta : Fakultas Farmasi
UGM. 2005.

15

Anda mungkin juga menyukai