Anda di halaman 1dari 6

Tugas THT

Nama : Reynaldo Rizky Alexander


NIM : 112014082
1. Sudden Deafness (Tuli mendadak)
Definisi
Tuli mendadak adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba. Jenis ketuliannya adalah
sensorineural. Kerusakan terutama di koklea dan biasanya bersifat permanen.
Etiologi
Tuli mendadak dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain oleh iskemia koklea,
infeksi viru, trauma kepala, trauma bising yang keras, perubahan tekanan atmosfir,
autoimun, obat ototoksik, penyakit meniere, neuroma akustik.
Gejala
Timbulnya tuli pada iskemia koklea dapat bersifat mendadak atau menahun secara tidak
jelas. Tuli dapat unilateral atau bilateral dapat disertai dengan tinitus dan vertigo. Pada
infeksi virus, timbulnya tuli mendadak biasanya pada satu telinga, dapat disertai dengan
tinitus dan vertigo.
Diagnosis
a. Anamnesis yang teliti mengenai proses terjadinya ketulian dan gejala yang menyertai
serta faktor predisposisi.
b. Tes penala: rinne (+), weber lateralisasi ke telinga yang sehat, schwabach memendek
(kesan: tuli sensorineural).
c. Audiometri nada murni: tuli sensorineural ringan-berat.
d. Tes SISI (short increment sensitivity index): skor 100% / <70%, kesan dapat
ditemukan rekrutmen.
e. Tes tone decay: kesan bukan tuli retrokoklea.
f. Audiometri tutur (speech audiometry): SDS (speech discrimination score) <100%,
kesan tuli sensorineural.
g. Audiometri impedans: timpanogram tipe A (normal) refleks stapedius ipsilateral +/sedangkan kontralateral +, kesan tuli sensorineural koklea.
h. BERA (Brainsteam Evoked Response Audiometry): pada anak menunjukan tuli
sensorineural ringan-berat, pemeriksaan ENG (Elektronistagmografi) mungkin
terdapat paresis kanal.
i. CT Scan dan MRI dengan kontras untuk menyingkirkan diagnosis seperti adanya
neuroma akustik.
j. Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk memeriksa kemungkinan infeksi
virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen, hipotiroid.
Penatalaksanaan
1

a. Tirah baring sempurna (total bed rest) istirahat fisik dan mental selama dua minggu
untuk mengilangkan atau mengurangi stres yang besar pengaruhnya pada keadaan
kegagalan neurovaskular.
b. Vasodilatansia injeksi yang cukup kuat disertai dengan pemberian tablet vasodilator
c.
d.
e.
f.
g.
h.

oral tiap hari.


Prednison 4x10 mg (2 tablet), tappering off tiap 3 hari
Vitamin C 1x500 mg, Vitamin E 1x1 tablet
Neurobion (neurotonik) 3x1 tablet
Diit rendah garam dan rendah kolesterol
Inhalasi oksigen 4x15 menit (2 liter/menit)
Hiperbarik oksigen terapi (HB)

Evaluasi
Evaluasi pendengaran dilakukan setiap minggu selama 1 bulan. Perbaikan pendengaran
tuli mendadak adalah sebagia berikut:
a. Angat baik, apabila perbaikan >30 dB pada 5 frekuensi
b. Sembuh, apabila perbaikan ambang oendengaran <30 dB pada frekuensi 250 Hz, 500
Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan <25dB pada frekuensi 4000 Hz.
c. Baik, apabila rerata perbaikan 10-30 dB pada 5 frekuensi
d. Tidak ada perbaikan, apabila terdapat perbaikan <10 dB pada 5 frekuensi
Apabila gangguan pendengaran tidak sembuh dengan pengobatan diatas, maka dapat
dipertimbangkan pemasangan alat bantu dengar. Apabila dengan ABD masih belum dapat
berkomunikasi maka dilakukan psikoterapi dengan tujuan agar pasien dapat menerima
keadaannya.
Prognosis
Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor yaitu kecepatan pemberian obat,
respon 2 minggu pengobatan pertama, usia, derajat tuli saraf dan adanya faktor
predisposisi.
2. Noise Induced Hearing Loss (Gangguan Pendengaran Akibat Bising)
Definisi
Gangguan pendengaran akibat bising adalah gangguan pendengaran yang disebabkan
akibat terpajan oleh bising yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan pada umumnya
terjadi pada kedua telinga.
Secara umum, bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara audiologik bising adalah
campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 dB
2

dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran corti di telinga dalam. Yang
sering mengalami kerusakan adalah alat corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000
Hz 6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat corti untuk reseptor bunyi yang
berfrekuensi 4000 Hz.
Gejala
Kurang pendengaran disertai tinitus atau tidak. Bila sudah cukup berat disertai keluhan
sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat
percakapan yang keras pun sulit dimengerti.
a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan
intensitas 70 dB SPL/kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologi pada saraf
telinga yang terpajan
b. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan
ambang dengar akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan
dapat terjadi dalam beberapa menit/jam.
c. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan
ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi
berlangsung singkat atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada
berbagai struktur koklea, antara lain organ corti, sel rabut, stria vaskularis, dll.
Diagnosis
a. Anamnesis pernah/sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu lama
biasanya >5 tahun.
b. Tes penala: rinne (+), weber lateralisasi ke telinga yang sehat, schwabach memendek,
kesan jenis ketulian sensorineural.
c. Audiometri nada murni: tuli sensorineural pada frekuensi 3000-6000 Hz dan pada
frekuensi 4000 Hz terdapat takikan (notch)
d. Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (short increment sensitivity index), ABLB
(alternate binaural loudness balance), MLB (monoaural loudness balance), audiometri
bekesy, audiometri tutur (speech audiometry): hasil menunjukan adanya rekrutmen
yang patognomonik untuk tuli sensorineural koklea. Rekrutmen adalah suatu
fenomena pada tuli sensorineural koklea, dimana telinga yang tuli menjadi lebih
sensitif terhadap kenaikan intensitas bunyi yang kecil pada frekuensi tertentu setelah
terlampaui ambang dengarnya.
Penatalaksanaan

Sesuai dengan penyebabnya, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan


bising, bila tidak mungkin, maka dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap
bising seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff), dan pelindung kepala
(helmet). Karena tuli akibat bising merpakan tuli sensorineural koklea yang irreversible,
bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan keulitan komunikasi dengan volume
percakapan biasa, maka dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar. Apabila
pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat
berkomunikasi dengan adekuat maka perlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima
keadaannya.
Prognosis
Prognosisnya kurang baik karena jenis ketulian akibat bising adalah tuli sensorineural
koklea yang siftanya menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan.
Oleh karena itu, yang terpenting adalah pencegahannya yakni dengan menggunakan
sumbat telinga, tutup telinga, pelindung kepala.
3. Menieres Disease
Definisi
Penyakit meniere adalah penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi
pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa
vertigo, tinitus dan pendengaran yang berkurang secara progresif, biasanya pada 1 telinga.
Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan tekanan endolimfa pada telinga dalam.
Patofisiologi
Gejala klinis penyakit meniere disebabkan oleh adanya hidops endolimfa pada koklea dan
vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, berkurangnya tekanan osmotik di
dalam kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler, dan jalun keluar sakus
endolimfatikus tersumbat sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfa.
Etiologi
Penyebab pasti penyakit meniere belum diketahui. Penambahan volume endolimfe
diperkirakan oleh adanya gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada
membran labirin.
Gejala Klinis
Terdapat trias atau sindrom meniere yakni vertigo, tinitus, tuli sensorineural terutama nada
rendah. Serangan pertama sangat berat, yaitu vertigo disertai muntah. Setiap kali berusaha
untuk berdiri, dia merasa berputar, mual dan terus muntah lagi. Pada setiap serangan
biasanya disertai dengan gangguan pendengaran.
4

Diagnosis
Kriteria diagnosis:
a. Vertigo hilang timbul
b. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf
c. Menyingkirkan penyebab dari sentral, misalnya tumor N. VIII.
Pemeriksaan fisik diperlukan hanya untuk mengutkan diagnosis. Bila dalam anamnesis
terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada pemeriksaan didapatkan tuli
sensorineural maka kita sudah dapat mendiganosis penyakit meniere, sebab tidak ada
penyakit lain yang bisa menyebabkan perbaikan dalam tuli sensorineural, kecuali penyakit
meniere. Tes gliserin untuk membuktikan adanya hidrops, selain itu juga berguna untuk
menentukan prognosis tindakan operatif pembuatan shunt.
Pengobatan
Pada saat datang, biasanya diberikan obat simptomatik seperti sedatif, dan bila diperlukan
dapat diberikan anti muntah. Bila diagnosis ditemukan, maka pengobatannya sesuai
dengan penyebabnya. Khusus untuk penyakit meniere, maka diberikan obat vasodilator
perifer untuk mengurangi tekanan hidrops endolimfa. Dapat pula tekanan endolimfa ini
disalurkan ke tempat lain dengan jalan operasi yakni membuat shunt.
4. Presbikusis (Tuli Saraf Pada Geriatri)
Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65
tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Presbikusis dapat dimulai pada frekuensi
1000 Hz.
Etiologi
Umunya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga
mempunyai

hubungan

dengan

faktor

herediter,

pola

makanan,

metabolisme

arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor.


Patologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N. VIII. Pada koklea,
perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel rambut penunjag pada organ
corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga terjadi pada stria vaskularis.
Selain itu, terdapat pula perubahan berupa berkurangnya jumlah da n ukuran sel-sel
ganglion dan saraf. Hal yang sama juga terjadi pada myelin akson saraf.
Klasifikasi
Presbikusis digolongkan menjadi 4 jenis yakni:
a. Sensorik: lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ corti, jumlah sel rambut dan sel
penunjang berkurang.
5

b. Neural: sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik berkurang.


c. Metabolik (Strial presbycusis): atrofi stria vaskularis, potensial mikrofonik menurun.
Fungsi sel dan keseimbangan biokimia/bioelektrik koklea berkurang.
d. Mekanik (Cochlear presbycusis): terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis,
atrofi ligamentum spiralis, membran basilaris lebih kaku.
Gejala Klinik
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan dan
progresif, simetris pada kedua telinga. Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus
nada tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan tetapi sulit untuk memahami,
terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat yang bising. Bila intensitas suara
ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh karena faktor
kelelahan saraf (recruitment)
Diagnosis
a. Pemeriksaan otoskopik: membran timpani suram, mobilitasnya berkurang.
b. Tes penala: rinne (+), weber lateralisasi ke telinga yang sehat, schwabach memendek,
kesan jenis ketulian sensorineural.
c. Audiometri nada murni: tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris
d. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz,
gambaran ini khas pada presbikusis jenis sensorik dan neural.
e. Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar,
kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada semua jenis
presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.
Penatalaksanaa
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan
pemasangan alat bantu dengar. Adakalanya, pemasangan alat bantu dengar perlu
dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar
(auditory training).

Anda mungkin juga menyukai