Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Diagnosis dan Tatalaksana BPPV

Oleh :

Elian Kadang 030.15.064

Pembimbing :

dr. Arief Tjatur Prasetyo, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO

JAKARTA

PERIODE 29 April - 29 JUNI 2019


LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul:

“Diagnosis dan Tatalaksana BPPV”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk


menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik Ilmu THT

di RSAL Dr. Mintohardjo

Periode 29 April – 1 Juni 2019

Jakarta, Mei 2019

Pembimbing,

dr. Arief Tjatur P, Sp. THT-KL


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerahNya-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini yang
berjudul “ Diagnosis dan Tatalaksana BPPV”. Referat ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Telinga, Hidung, dan Tenggorok
di Rumah Sakit Angkatan Laut. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan dan penyelesaian referat ini, terutama kepada dr. Arief Tjatur P, Sp.
THT-KL selaku pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingan
sehingga referat ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagai saran dan
masukan yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis
berharap semoga referat ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya dalam
bidang kedokteran, khususnya untuk bidang ilmu THT.

Jakarta, Mei 2019

Elian Kadang

030.15.064
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi ............................................................................................... 3
2.1 Fisiologi ............................................................................................... 5
2.2 Definisi ................................................................................................ 6
2.3 Etiologi ................................................................................................ 6
2.4 Patogenesis .......................................................................................... 7
2.5 Gejala Klinis ........................................................................................ 8
2.5 Diagnosis ............................................................................................. 8
2.6 Tatalaksana .......................................................................................... 10
BAB III.PENUTUP
3.1 Resume ............................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Organ Keseimbangan Telinga ........................................................... 3

Gambar 2. Fisiologi Keseimbangan .................................................................... 4

Gambar 3. Perasat CRT (Canalith Repositioning Treatment) ............................ 6

Gambar 3. Perasat Liberatory ............................................................................. 7

Gambar 3. Perasat Brandt Daroff ....................................................................... 7


BAB 1

Pendahuluan

Salah satu penyebab paling umum dari vertigo adalah Benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV). BPPV diketahui adalah gangguan yang paling umum
terjadi dari system vestibular telinga bagian dalam yang berfungsi untuk menjaga
keseimbangan. BPPV bersifat jinak,yang berarti tidak mengancam jiwa penderita.
BPPV merupakan suatu kondisi terjadinya gangguan dari sistem perifer
vestibular,ketika pasien merasakan sensasi pusing berputar dan berpindah yang
berhubungan dengan nistagmus ketika posisi kepala berubah terhadap gaya
(1)
gravitasi dan disertai gejala mual,muntah dan keringat dingin . Gangguan
vestibular dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang disebabkan oleh
perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan karakteristik nistagmus
paroksimal (2). Vertigo mengenai semua golongan umur, insidensi 25% pada pasien
usia lebih dari 25 tahun, dan 40% pada pasien usia lebih dari 40 tahun, dan
(3)
dilaporkan sekitar 30% pada populasi berusia lebih dari 65 tahun . Benign
Paroxysmal Positional Vertigo merupakan gangguan vestibular dimana 17-20%
pasien mengeluh vertigo. Pada populasi umum, prevalensi BPPV yaitu antara 11
sampai 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke
rumah sakit dan klinik di United State dengan keluhan pusing
didapatkan prevalensi 17%-42% pasien didiagnosis BPPV. Dari segi onset BPPV
biasanya diderita pada usia 50-70 tahun. Proporsi antara wanita lebih besar
dibandingkan dengan laki-laki yaitu 2,2 : 1,5 (4). Di Indonesia, BPPV merupakan
vertigo perifer yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Usia penderita BPPV
yang paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang yang
berusia kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat trauma kepala.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan vertigo yang


dicetuskan oleh perubahan posisi kepala atau badan terhadap gaya gravitasi. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV )adalah gangguan vestibuler yang paling
sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan keringat
dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa
adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. Sekitar 50%, penyebab BPPV
adalah idiopatik, selain idiopatik, penyebab terbanyak adalah trauma kepala (17%)
diikuti dengan neuritis vestibularis (15%), migraine, implantasi gigi dan operasi
telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi tidur yang lama pada pasien post
(5)
operasi atau bedrest total lama. Setiap jenis BPPV didiagnosis dengan
mengamati pola nystagmus yang diinduksi selama manuver posisi yang telah
dirancang untuk memindahkan kanal yang terlibat dalam arah gravitasi
maksimal.(6)

Penyusun melihat masih kurangnya pemahaman masyarakat bagaimana


mendiagnosis dan menatalaksana kasus ini sehingga penulis tertarik untuk
mengangkat topik ini sebagai judul referat.
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Anatomi Keseimbangan

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak ditelinga dalam (labirin),


terlindung oleh tulang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum
adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat
keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membrane. Labirin
membrane terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk
labirin tulang. Antara labirin membrane dan tulang terdapat perilimfa, sedangkan
endolimfa terdapat di dalam labirin membrane. Berat jenis endolimfa lebih tinggi
daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibular berada dalam labirin membrane
yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin
terdiri dari 3 kanalis semisirkularis, yaitu kanalis semisirkularis horizontal
(lateral), kanalis semisirkularis anterior (superior) dan kanalis semisirkularis
posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula atrikulus dan sakulus.

Gambar 1. Organ Keseimbangan Telinga

Perlu diketahui letak geografi alat-alat keseimbangan ini terhadap kepala


(bidang horizontal kepala) maupun terhadap permukaan bumi. Bidang horizontal
kepala ialah bidang yang melalui kedua sisi inferior orbita dan kedua tengah-tengah
liang telinga luar kanan dan kiri. Bidang yang melalui kedua kss horizontal
membentuk 30 , dengan bidang horizontal kepala dengan kedua ampula kanalis
semisirkularis berada pada daerah lateral atas dan depan dari titik perpotongan
ketiga bidang kanalis semisirkularis. Letak bidang kss horizontal tegak lurus
terhadap bidang vertical, sedang kedua bidang vertikal tersebut saling tegak lurus,
sehingga ketiga bidang tersebut seperti letak dinding sebuah kubus. (7)

1. Sel rambut

Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut
pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang
dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan
menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut
akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia
menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi.

2. Kanalis semisirkularis

Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada
rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus
satu dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak
hampir satu bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi,
salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya akan
terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat percepatan
dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut-serabut
aferen dari kanalis horizontalis kanan akan tereksitasi, sementara serabut-serabut
yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepan,
maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis
posterior akan terinhibisi.
3. Organ otolit

Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir
horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan
sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak
semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian samping sel
rambut yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala
miring atau mengalami percepatan linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi
sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang berbeda dari tiap
makula, maka SSP mendapat informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi,
walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula. (7)

2.2. Fisiologi Keseimbangan

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di


sekitarnya tergantung pada input sensorik dan reseptor vestibuler dilabirin, organ
visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan
diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu. labirin
terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran
labirin membrane yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Labirin kinetic
terdiri dari tiga kanalis semisirkulasris dimana tiap kanalis terdapat pelebaran yang
berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Didalamnya terdapat krista
ampularis yang terdiri dari sel sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup
oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula. (7,9)
Gambar 2. Fisiologi Keseimbangan

2.3. Definisi BPPV

Vertigo posisional paroksismal jinak (BPPV) adalah vertigo yang ditandai


dengan episode vertigo berulang yang dipicu oleh perubahan posisi kepala. (6)
Vertigo posisi paroksismal jinak (BPPV) adalah gangguan yang paling umum dari
sistem vestibular telinga bagian dalam, yang merupakan bagian penting dari
pemeliharaan keseimbangan (8).

2.4 Etiologi BPPV


Terdapat kristal kalsium karbonat yang merupakan bagian normal dari telinga
bagian dalam dan membantu dalam keseimbangan dan gerakan tubuh. Kristal kecil
seperti batu ini atau "Otoconia" terletak di tengah "kantong" bagian dalam telinga.
BPPV disebabkan oleh kristal yang terlepas dari utrikulus dan mulai mengapung di
sekitar dan atau terjebak pada sensor di bagian yang salah atau saluran telinga
bagian dalam yang salah yaitu kanalis semisirkularis atau bergerak bebas dalam
endolimfe. Trauma kepala menyebabkan kerusakan mekanis telinga adalah
penyebab BPPV yang paling umum. (4)
2.5 Patogenesis BPPV
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori

kupulolitiasis dan kanalolitiasis.

1. Teori Kupulolitiasis

Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia
yang terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada permukaan
kupula semisirkularis posterior yang letaknya langsung di bawah makula urtikulus.
Debris ini menyebabkannya lebih berat daripada endolimfe sekitarnya, dengan
demikian menjadi lebih sensitif terhadap perubahan arah gravitasi. Teori ini dapat
dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak sebuah
tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap
dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda
yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi netral
2. Teori Kanalitiasis

Menurut hipotesa ini debris otokonia tidak melekat pada kupula, melainkan
mengambang di dalam endolimfe kanalisis posterior. partikel yang bebas bergerak
(canalith) di dalam kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis
semisirkularis posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit
terletak pada posisi terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala
direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90°. Setelah
beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini
menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga
terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus.
Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan
timbul pula nistagmus pada arah yang berlawanan.
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,
otokonia yang terdapat pada utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas
ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit
didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo
pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala
2.6 Gejala Klinis BPPV
Gejala utama BPPV adalah vertigo (sensasi berputar) disebabkan oleh
perubahan posisi kepala sehubungan dengan gravitasi. Pasien biasanya mengalami
vertigo ketika bangun tidur, berguling di tempat tidur, memiringkan kepala mereka
ke belakang, misalnya untuk melihat rak, atau membungkuk ke depan, misalnya
saat mengikat sepatu. Namun, gejala-gejala BPPV dapat bervariasi pada setiap
pasien, dan dapat bermanifestasi dengan pusing nonspesifik, ketidakstabilan
postural, sakit kepala ringan, dan mual. Vertigo dalam BPPV biasanya berselang
dan tergantung pada posisi. Pasien dengan BPPV tidak mengalami vertigo parah
selama kegiatan siang hari yang biasa dilakukan dengan postur tegak. Vertigo
sebagian besar bersifat sementara di BPPV, durasinya berkorelasi baik dengan
durasi posisi nystagmus, yang biasanya sembuh dalam 30 detik di kanalis posterior.
Namun, durasinya relatif lebih lama (kadang-kadang berlangsung lebih dari 1
menit) pada kanalis horizontal. Analisa keluhan pasien yang cermat perlu
dilakukan dan pemburukan gejala biasa terjadi dengan perubahan posisi (8)

2.7. Diagnosis BPPV


Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik
akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur
pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan
membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual.
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan
pada evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah :
DixHallpike dan Tes kalori.
a. Dix-Hallpike Tets
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan
leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan
untukmelihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan
vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 300-400, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 450 (kalau kanalis semisirkularis posterior
yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak,
kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
6. Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet‟ (ke arah dahi) dan ipsilateral.
7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan.
8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 450
dan seterusnya.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi
kebelakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Padapasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat,
40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit,
biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.
b. Tes kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 300C, sedangkan suhu air
panas adalah 440C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-
masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus
yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga
kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga
dalam. Pada tiaptiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin
atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan
pusingnya).
c. Tes Supine Roll
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-
Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada
tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal
horizontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang
sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi
kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus
diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. (10)

2.8. Tatalaksana BPPV

Penatalaksaan yang disarankan untuk sebagian besar bentuk BPPV adalah


reposisi manuver kepala untuk memindahkan otoconia keluar dari kanal
semisirkularis menuju utrikulus. Ini manuver yang melibatkan serangkaian gerakan
kepala. Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT
(Canalith repositioning Treatment ), perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff..
1. Perasat CRT ( Canalith Repositioning Treatment)
Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif. CRT
sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal.
Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau
kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk
namun kepala pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari
kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi
menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus
dilakukan tindakan CRT kanan.
Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon
abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2menit,
kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan kekiri dan dipertahankan
selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap
dipertahankan pada posisi menghadap kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala
menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali keposisi duduk
dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi dengan menahan
leher dan disarankan untuk tidak merunduk, berbaring, membungkukkan badan
selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi
yang sehat untuk 5 hari.
Bila kanalis anterior dan posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan
tindakan CRT kanan, sedangkan pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior
kiri dan kanal posterior, dilakukan tindakan CRT kiri. (8,9)

Gambar 3. Perasat CRT (Canalith Repositioning Treatment)

2. Perasat Liberatory

Perasat liberatory dibuat untuk memindahkan otolit (debris/kotoran) dari


kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana
yang terlibat. Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat
liberatory kanan perlu dilakukan.
Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja
pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450. pasien yang duduk
dengan kepala menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan
kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien digerakkan secara
cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala
menoleh 450 kekiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan
perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan
diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT.
Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama , namun
kepala diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat
liberatory kiri harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri
kemudian posisi sidelying kanan) dengan kepala menghadap ke kanan. Bila kanal
anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar
menghadap ke kiri. (8,9)

Gambar 4. Perasat Liberatory

3. Latihan Brandt Daroff

Merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh pasien sendiri tanpa bantuan
terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk dengan kepala menoleh
450 , lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan. Posisi ini dipertahankan
selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu
pasien menolehkan kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi
yang berlawanan selama 30 detik. Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali.
3 seri dalam sehari. (8,9)

Gambar 5. Perasat Brandt Daroff


BAB III

PENUTUP

3.1. Resume

BPPV diketahui adalah gangguan yang paling umum terjadi dari system
vestibular telinga bagian dalam yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan.
BPPV bersifat jinak,yang berarti tidak mengancam jiwa penderita. BPPV
merupakan suatu kondisi terjadinya gangguan dari sistem perifer vestibular,ketika
pasien merasakan sensasi pusing berputar dan berpindah yang berhubungan dengan
nistagmus ketika posisi kepala berubah terhadap gaya gravitasi. Penyebab BPPV
adalah terlepasnya kristal kalsium karbonat dari utrikulus dan mulai mengapung di
kanalis semisirkularis atau bergerak bebas dalam endolimfe. Gejala utama BPPV
adalah vertigo (sensasi berputar) disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Pasien
biasanya mengalami vertigo ketika bangun tidur, berguling di tempat tidur,
memiringkan kepala mereka ke belakang. Namun, gejala-gejala BPPV dapat
bervariasi pada setiap pasien, dan dapat bermanifestasi dengan pusing nonspesifik,
ketidakstabilan postural, sakit kepala ringan, dan mual.

BPPV di diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik Pasien mengeluh


vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik. Dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan adalah tes DixHallpike dan Tes kalori. Terapi yang diberikan berupa
terapi dengan prinsip partikel yang dikeluarkan dari kanal semisirkularis menuju
Utrikulus. Terapi ini adalah adalah CRT (Canalith repositioning Treatment ),
perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff..
DAFTAR PUSTAKA

1. Threenesia A, Iyos Rukha N. Benigna Paroxysmal Positional Vertigo. Bandar


Lampung. Majority. Volume 51. Desember 2016.

2. Fife D.T. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol Journal.


2009;29:500-508.

3. Kesser B, Gleason AT. Dizzines And Vertigo Across The Lifespam, An Issue Of
Otolaryngologic. North America. Elseiver. Volume 44:241.

4. Bhattacharyya N, Gubbels SP, Schwartz SR, et al; Clinical Practice Guideline:


Benign Paroxysmal Positional Vertigo (Update). Otolaryngol Head Neck Surg.
2017; 156.

5. Edward Y. Roza Y. Diagnosis dan Tatalaksana Benigna Paroxysmal Positional


Vertigo (BPPV) berdasarkan Head Roll Test. Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2014;3(1)

6. Seung-Han Lee, Kim Ji Soo. Benigna Paroxysmal Positional Vertigo. Korea.


Korean Neurological Association. 2010;6:51-63.

7. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Jakarta. Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016.

8. Hain TC. Benigna Paroxysmal Positional Vertigo. Chicago. Vestibular


Disorder Association. 2009.

9. Hornibrook J. Benigna Paroxysmal Positional Vertigo : History,


Pathophisiology, Office Treatment And Future Directions. New Zealand.
International Journal Of Otolaryngology. 2011.

Anda mungkin juga menyukai