PENDAHULUAN
Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan
perkembangan bicara, bahasa, kognitif dan kemampuan akademik. Bila gangguan
pendengaran dan ketulian terlambat diketahui tentu hambatan yang akan dihadapi
akan lebih besar lagi. Dampak yang merugikan tersebut harus dicegah atau dibatasi
melalui program deteksi dini ketulian. Gangguan pendengaran dan ketulian yang
dapat dideteksi lebih awal kemudian mendapat habilitasi pendengaran yang memadai
akan
membuka
kesempatan
bagi
penderita
untuk
mencapai
kemampuan
mempelajari bicara dan bahasa, sosialisasi dan perkembangan kognitif. Anak belajar
berbicara berdasarkan pada apa yang dia dengar, sehingga gangguan pendengaran
yang dialami anak sejak lahir akan mengakibatkan keterlambatan berbicara dan
bayi usia 028 hari beberapa faktor berikut ini harus dicurigai terhadap kemungkinan
gangguan pendengaran :9
a. Riwayat keluarga dengan tuli kongenital (sejak lahir)
b. Infeksi pranatal : TORCH ( Toksoplasma,Rubela, Cytomegalovirus, Herpes )
c. Kelaianan anatomi pada kepalaleher
d. Sindrom yg berhubungan dgn tuli kongenital.
e. Berat badan lahir rendah (BBLR)
f. Meningitis bakterialis
g. Hiperbilirubinemia (bayi kuning) yang memerlukan transfusi
h. Asfiksia berat (lahir tidak menangis)
i. Pemberian obat ototoksik
j. Mempergunakan alat bantu napas /ventilasi mekanik lebih dari 5 hari (ICU)
Bila dijumpai 1 faktor risiko terdapat kemungkinan mengalami gangguan
pendengaran 10,1 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki faktor risiko.
Kemungkinan terjadinya ketulian meningkat menjadi 63 kali bila terdapat 3 faktor
risiko.1 Namun pada kenyataannya 50% bayi dengan gangguan pendengaran
bermakna ternyata tidak mempunyai faktor risiko tersebut, sehingga bila hanya
menggunakan kriteria tersebut maka banyak bayi yang tidak terdiagnosis.10
BAB II
PEMBAHASAN
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga, liang telinga (meatus akustikus eksternus)
sampai membran timpani. Daun telinga merupakan suatu lempengan tulang rawan
elastin dan kulit.12
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada
dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.12
Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan : 12
Batas luar
Batas depan
Batas belakang
Batas atas
Batas dalam
: Membran timpani
: Tuba eustachius
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.
terdiri dari maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah
saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian. 12,14
kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang
tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atasbelakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi
membrane timpani.14,16
Tuba Eeustachius
Tuba eustachius terbentang dari dinding anterior kavum timpani kebawah,
depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posterior-nya adalah
tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan dengan
nasopharing dengan berjalan melalui pinggir atas muskulus constrictor pharynges
superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani
dengan nasopharing.12,17
Telinga Dalam
Telinga dalam yang bertulang (selubung labirin ) membungkus cairan perilimfa.
Cairan perilimfa dihubungkan dengan rongga subaraknoid oleh duktus perilimfatikus.
Labirin selaput berisi endolimfa, yang diproduksi oleh striavaskularis.13
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli. Oleh tulang lamina spiralis dan duktus koklearis. 12
10
Kanalis
semisirkularis
saling
berhubungan
secara
tidak
lengkap
dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Sisa ruang di dalam kanalis semisirkularis
diselingi oleh trabekula yang mempunyai arachnoid dan tersebar jarang, dan melalui
trabekula ini bersirkulasi cairan periotik.12
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Terletak di atas membran basalis dari basis ke
apeks adalah organ korti, yang mengandung organel-organel penting untuk
mekanisme saraf perifer pendengaran.12
disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sabagai
limbus.13,16
11
Gambar 9. Alat corti. Sel-sel rambut tergantung pada bagian horizontal dari suatu jungkat-jangkit
yang dibentuk oleh lamina retikularis dan sel pillar luar dan dalam.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, urtikulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Sakulus berhubungan dengan urtikuls melalui suatu duktus sempit yang juga
merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula urtikulus terletak pada
bagian yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanali semisirkularis
bermuara pada urtikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang
melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut menonjol pada suatu
kupula gelatinosa.13
2.2 Fisiologi Pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-reseptor
khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian,
gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke
telinga dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya
energi suara yang terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari
udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga tengah.18
Daun telinga mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke
saluran telinga luar. Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke
telingatengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang
suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang
telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seiramadengan frekuensi
gelombang suara.1 2 , 1 8
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga
tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan
melintasi telinga tengah. Tulang pertama : maleus, melekat ke membran timpani, dan
12
tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi
cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara,
rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan
frekuensi gerakan tersebut dan membrane timpani ke jendela oval. Setiap getaran
yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam
dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula. 12,14,16,18
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan
timbulnya gelombang tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela
oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan,
mengubah posisi jendelabundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan
timbulnya persepsi suara tetapi hanya menghamburkan tekanan.1 8
Transmisi gelombang suara melalui gerakan cairan di dalam perilimfe yang
ditimbulkan oleh getaran jendela oval yang mengikuti dua jalur: (1) melalui
skalavestibuli, mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani, yang menyebabkan
jendela bundar bergetar. (2) skala vestibuli melalui membran basilaris ke skala
timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan penghamburan energi suara, tetapi jalur
kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara dengan membengkokkan
rambut di sel-sel rambut sewaktuorgan corti pada bagian atas membrana basilaris
bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap membrana tektorial di atasnya.1 4 , 1 8
Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris, di seluruh panjangnya
mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut
menghasilkan sinyal saraf, jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami
perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut-rambut
ini secara mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu tonjolan mirip tendarumah yang menggantung diatas, di sepanjang organ Corti.18
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps
kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius
(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membran basilaris bergeser ke atas)
13
Definisi OAE
Otoacoustic Emission atau OAE pertama kali ditemukan oleh Gold pada
tahun 1948 dan diperkenalkan oleh Kemp pada tahun 1978. OAE merupakan suara
dengan intensitas rendah yang diproduksi oleh koklea baik secara spontan atau
menggunakan stimulus yang disebabkan oleh gerakan sel-sel rambut luar di telinga
bagian dalam. Gerakan-gerakan ini adalah hasil mekanisme sel yang aktif, yang dapat
terjadi baik secara spontan, maupun oleh rangsangan bunyi dari luar.19,20
OAE merupakan skrining pendengaran yang dilakukan untuk mengetahui
fungsi rumah siput di telinga dalam dan hasilnya merupakan respons koklea yang
dipancarkan dalam bentuk energi akustik, namun tidak dapat memberikan informasi
tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak. Fungsi koklea selain
menerima suara, juga menghasilkan energi akustik. Energi akustik yang dihasilkan
14
berupa suara dengan intensitas rendah, dapat timbul secara spontan atau merupakan
respons terhadap rangsangan akustik.11,20
15
pada
gangguan
pendengaran
fungsional
(berpura-pura).
Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur, bahkan pada
keadaan koma, karena hasil pemeriksaan tidak memerlukan respon tingkah
laku.
2.3.3
rambut. Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus
listrik, selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energi
bunyi tidak dikirim ke saraf pendengaran melainkan kembali menuju liang telinga.
Produk sampingan koklea ini kemudian disebut sebagai emsisi otoakustik
(Otoaccoustic emission). Koklea tidak hanya menerima dan memproses bunyi tetapi
dapat juga memproduksi energi bunyi dengan intensitas rendah yang berasal dari sel
rambut luar koklea.20,21
OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar
yang tiba di sel sel rambut luar (outer hair cells/ OHCs ) koklea. Telah diketahui
bahwa koklea berperan sebagai organ sensor bunyi dari dunia luar. Di dalam koklea
16
17
.
Gambar 12.Transient Evoked OAE (TEOAE).1
2.3.5
telinga saat suara menstimulasi koklea. Teknik ini sensitif untuk mengetahui
kerusakan pada sel rambut luar, dapat pula digunakan untuk memeriksa telinga
tengah dan dalam. Walaupun amplifikasi suara yang diproduksi oleh sel rambut luar
di dalam koklea bisa setinggi 50 dB, namun energi sisa yang mencapai kanal telinga
(OAE) normalnya berkisar 0-15 dB.20
Ada 3 langkah umum dalam menganalisa OAE. Langkah pertama yakni
memverifikasi kondisi pengukuran yang adekuat, khususnya pada level suara yang
rendah (biasanya kurang dari -10dB) untuk dapat menghasilkan deteksi aktivitas
OAE yang meyakinkan dan tingkat intensitas stimulus pada kanal telinga sebaiknya
mendekati level yang ditargetkan. Langkah berikutnya dalam analisa data adalah
mempertimbangkan apakah OAE yang timbul dapat diterima yakni apakah amplitudo
18
OAE melebihi level suara 6 dB atau lebih pada frekuensi pemeriksaan. Langkah
terakhir, ketika perbedaan antara amplitudo OAE dan tingkat kebisingan 6 dB, hasil
dianalisa dengan cermat untuk daerah normal yang sesuai dari amplitudo OAE.20
Aplikasi utama dari pemeriksaan OAE yakni skrining pada pasien dengan
resiko gangguan pendengaran. Hasil skrining OAE ini secara umum digambarkan
sebagai pass atau refer. Jika terdapat gelombang OAE ( 6 dB diatas tingkat
kebisingan) untuk frekuensi pemeriksaan yang paling banyak maka bayi dapat
melewati tes OAE (pass), yang berarti bayi tersebut tidak mengalami gangguan
pendengaran. Namun walaupun terdapat OAE tidak selalu menggambarkan sensivitas
pendengaran yang normal, hasil pass mengeliminasi hilangnya pendengaran pada
tingkat yang serius. Jika tidak ditemukan gelombang OAE berarti ada gangguan
pendengaran (refer). Hasil refer perlu dilihat sebagai faktor resiko hilangnya
pendengaran yang dapat mempengaruhi komunikasi, sehingga pasien dengan hasil
pemeriksaan refer dianjurkan untuk dilakukan tes lanjutan.9,20
Pemeriksaan OAE dapat menentukan penilaian klinik telinga perifer/jalur
preneural, namun tidak dapat memeriksa adanya gangguan saraf pendengaran atau
respon otak/jalur neural terhadap suara. OAE dipengaruhi oleh verniks kaseosa,
debris, dan kondisi telinga tengah (cavum tympani). Neonatus usia kurang dari 24 jam
liang telinga terisi verniks kaseosa yang akan keluar dalam 24-48 jam setelah lahir,
sehingga hasil refer 5-20% bila skrining dilakukan 24 jam setelah lahir.11,24
Angka refer <3% dicapai bila skrining dilakukan usia 24-48 jam karena
perjalanan stimulus bunyi menuju koklea maupun emisi akustik yang dipancarkan
oleh koklea ke liang telinga harus melewati telinga tengah; maka sebelum
pemeriksaan OAE harus dipastikan bahwa telinga tengah dalam kondisi normal
dengan pemeriksaan timpanometri agar dapat dipastikan bahwa hasil tes OAE akurat
atau tidak. Selama hasil timpanometri adalah normal, maka hasil tes OAE dapat
dipercaya. Tetapi jika dari hasil tes timpanometri menunjukkan adanya gangguan di
telinga tengah, maka hasil tes OAE kurang akurat.11,24
19
Faktor lain yang mempengaruhi hasil tes OAE yaitu ukuran probe (harus
sesuai dengan ukuran liang telinga), posisi penempatan probe (tidak ada kebocoran
atau celah udara dan posisi probe harus lurus ke arah gendang telinga) serta
kebisingan eksternal maupun internal.9,23,24
20
monitoring
pemakain
obat
ototoksik
dan
pemaparan
21
sensorineural perifer, walaupun diketahui bahwa kelainan di telinga luar dan telinga
tengah sangat mempengaruhi transmisi hantaran suara.19,20
Pemeriksaan OAE secara klinis dapat dibagi dalam beberapa kategori
yaitu:19,20
a. Aplikasi klinis pada anak
1) Skrining pendengaran bayi baru lahir
2) Diagnostik audiologi pediatrik
22
3) Monitoring ototoksik
4) Pengukuran gangguan proses auditori
5) Pengukuran kemungkinan tuli fungsional (nonorganik)
b. Aplikasi klinis pada dewasa
1) Deteksi dini dari disfungsi koklear akibat bising
2) Monitoring status koklear pada potensial ototoksik
3) Membedakan disfungsi koklear dengan retrokoklear
4) Pengukuran kemungkinan tuli fungsional (nonorganik)
5) Konfirmasi adanya disfungsi koklear pada pasien dengan tinitus
a. Non patologi
1) Kesalahan meletakkan probe
2) Serumen yang menghalangi probe
3) Debris atau benda asing pada liang telinga
4) Vernix caseosa pada neonatus
5) Pasien yang tidak kooperatif
23
b. Patologi
1) Telinga luar :
a) Stenosis
b) Otitis eksterna
c) kista
2) Membran timpani : perforasi
3) Telinga tengah
a) Tekanan telinga tengah yang abnormal
b) Otosklerosis
c) Disartikulasi telinga tengah
d) Kolesteatoma
e) Kista
f) Otitis media
4) Koklea
a) Pemaparan obat-obat ototoksik atau pemaparan bising
b) Patologi koklear lainnya
2.3.9. Kondisi-kondisi yang menggambarkan abnormal OAE:24
a.
Tinnitus
b.
c.
Ototoksik
d.
Kelainan vestibuler
24
BAB III
KESIMPULAN
Faktor penting yang sangat erat kaitannya dengan proses berbicara adalah
pendengaran. Diagnosis gangguan pendengaran kongenital sering sekali terlambat.
Dampak gangguan pendengaran dapat dicegah atau dibatasi bila gangguan
pendengaran dikenal sejak awal melalui program deteksi dini.
Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan bicara,
berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan
pendengaran secara dini dan intervensi yang sesuai sebelum usia 6 bulan terbukti
dapat mencegah segala konsekuensi tersebut. The Joint Committee on Infant Hearing
tahun 1994 merekomendasikan skrining pendengaran neonatus harus dilakukan
sebelum usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan.
Untuk mendeteksi gangguan pendengaran terdapat banyak jenis pemeriksaan
salah satunya yang kini berkembang dengan kemajuan teknologi yaitu pemeriksaan
pendengaran objektif dengan menggunakan alat yang relatif aman dan mudah
digunakan salah satunya alat emisi otoakustik (OAE) yang saat ini merupakan
pemeriksaan baku emas terutama bagi anak-anak.
OAE merupakan skrining pendengaran yang dilakukan untuk mengetahui
fungsi rumah siput di telinga dalam dan hasilnya merupakan respons koklea yang
dipancarkan dalam bentuk energi akustik, namun tidak dapat memberikan informasi
tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak. Teknik pemeriksaan
OAE bersifat obyektif, cepat, mudah, otomatis, non invasif, dengan sensitivitas
mendekati 100%. Pemeriksaan OAE dikatakan objektif karena dapat langsung
mengetahui fungsi koklea. Dengan demikian, pemeriksaan OAE diharapkan dapat
mencegah ketulian ke tingkat yang lebih parah lagi dan habilitasi menggunakan alat
bantu dengar juga dapat dilakukan sesegera mungkin.
25
DAFTAR PUSTAKA
[Di
akses
pada
tanggal
17
April
2015].
Available
from:
http://www.telingakusehat.com/category/artikel/page/2/
2. Joint Committee on Infant Hearing. Year 2000 Position Statement: Principles and
Guidelines for Early Hearing Detection and Intervention Programs. Pediatrics
2000
3. Zamani A, Danesjou K, Ameni A, et al. Estimating the incidence of neonatal
hearing loss in high risk neonates. Acta Medica Iranica 2004; 42(3): 176 80.
4. Masson JA, Herrmann KR. Universal Infant Hearing Screening by Automated
Brainstem Response Measurement. Pediatrics 1998; 101(2): 221 8.
5. Uus K, Bamford J. Effectiveness of population based newborn hearing screening
in England: ages of interventions and profile of case. Pediatric 2005; 117: 887
93.
6. Yoshinaga C, Sedey AL, Coulter DK, et al. Language of Early and Later
identified Children With Hearing Loss. Pediatrics 1998; 102(5): 1161 71.
7. Moeller MP. Early intervention and language development in children who are
deaf and hard of hearing. Pediatric 2000; 106(3): 43-52.
8. Meyer C, Whitte J, Hildman A, et al. Neonatal Screening for Hearing Disorder in
Infants at Risk: Incidence, Risk Factors and Follow-up. Pediatric 1999; 104(4):
900 4.
9. Suwento, Ronny; Zizlavsky, Semiramis; Hendarmin, Hendarto. Gangguan
Pendengaran pada Bayi dan Anak. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam. FKUI. 2007.
10. American Academy of Pediatrics. Joint Committee on Infant Hearing 1994
position statement. Pediatrics 1995; 95:152-6.
26
11. Rundjan, Lily; dkk. Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko
Tinggi. Sari Pediatri, Vol.6, No.4, Maret 2005. P. 149-154.
12. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi
Resuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher;
Edisi ketujuh. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
13. Ear: Structure of The Human Ear. In: Encyclopedia Brittanica Online. Available
from: URL: http://www.britannica.com/EBchecked/media/530/Structure-of-thehuman-ear. Acessed: April, 4th 2015.
14. Boies, adams. Buku Ajar Penyakit THT .Edisi 6. Penerbit : EGC. Jakarta. 1997.
15. Medicalook.
Middle
Ear
Anatomy.
Available
from
27
(http://emedicine.medscape.com/article/835943-overview#showall.) Diakses
April 2015.
23. Sjarifuddin; Bashiruddin, Jenny; Alviandi, Widayat. Tuli Koklea dan tuli
Retrokolea. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung tenggorok kepala
dan leher. Edisi keenam. FKUI. 2007.
24. Ghanie, Abla. Aditiawati. Pentingnya Deteksi Dini Pendengaran dan
Intervensinya. In Clinical Approaches and Intervention of Growth and
developmental Disorders in Daily Practise. Naskah Lengkap. Departemen IKA,
FK Universitas Sriwijaya. 2013
28