Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

SIFILIS SEKUNDER DENGAN CO-INFEKSI HIV

Pembimbing:
dr. Flora Anisah R, Sp.KK

Disusun Oleh:

Jermansyah DD Khairari
2015730065

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT R. SYAMSUDIN, SH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Benteng, 8 Maret 1993 (26 tahun)
Status perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Benteng, kota Sukabumi
Agama : Islam
Pekerjaan : Pembawa acara
Tanggal pemeriksaan : 9 Mei 2019

B. Anamnesis (Alloanamnesis)

Autoanamnesis dilakukan langsung dengan pasien pada tanggal 9 Mei 2019 di poliklinik
kulit dan kelamin RSUD Syamsudin Sukabumi.

Keluhan Utama
Gatal di daerah kemaluan sejak 1 minggu yang lalu.

Keluhan Tambahan
Tidak ada

Riwayat Penyakit Sekarang


Laki-laki berusia 26 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Syamsudin SH
kota Sukabumi dengan keluhan gatal di daerah kelamin sejak 1 minggu yang lalu. Dari
anamnesis pada daerah kelamin didapatkan rasa gatal. Pasien mengalami demam ringan
dan beberapa bulan terakhir mengalami penurunan berat badan. Pasien datang tanpa

1
ditemani oleh sanak saudara dan temannya. Riwayat berhubungan seksual terakhir 3 bulan
lalu dengan pacar laki-lakinya.

Riwayat Penyakit Dahulu


o Pasien sebelumnya sudah pernah mengalami gejala serupa 2 bulan yang lalu di
daerah kelamin namun hilang sendiri.
o Pasien memiliki riwayat gonore 5 bulan yang lalu.
o HIV (+)

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama.

Riwayat Pengobatan:

Sekitar 5 hari yang lalu pasien berobat ke puskesmas dan oleh dokter diberikan vitamin C,
chlorpheniramine (CTM) dan salep (pasien lupa nama salepnya), namun tidak ada
perbaikan.

Riwayat Alergi:
Disangkal

Riwayat Psikososial:
Pasien mengaku pernah berhubungan seksual 3 bulan yang lalu dengan pacar laki-lakinya.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Pasien tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)

Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg

2
Suhu : 37,3˚C
Nadi : 80x /menit
Frek. Napas : 18x /menit

Status Gizi
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 168 cm
IMT : 23,04 (Normal)

Status Generalisata
Kepala : Normocephal
Rambut : Rambut tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), sekret (-)
Telinga : Normotia, sekret (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), mukosa faring hiperemis (-).
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun KGB
Thoraks : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Dalam batas normal

3
D. Pemeriksaan Dermatologis

Lokasi Regio Genitalis: dorsum penis, Tanggal 9 Mei 2019


scrotum
Efloresensi Lesi eritema difuse licin dan
basah, papul multiple
Sifat UKK Ukuran : 0,1 – 0,2 cm (miliar)
Susunan/bentuk : bulat
Penyebaran : regional

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan:
o Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) : Positif, titer 1:32
o Treponema Pallidum Hemagglutination Asay (TPHA) : Positif
F. Resume

Laki-laki berusia 26 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Syamsudin SH
kota Sukabumi dengan keluhan gatal di daerah kelamin sejak 1 minggu yang lalu. Dari
anamnesis pada daerah kelamin didapatkan rasa gatal. Pasien mengalami demam ringan dan
beberapa bulan terakhir mengalami penurunan berat badan. Pasien datang tanpa ditemani oleh
sanak saudara dan temannya. Riwayat berhubungan seksual terakhir 3 bulan lalu dengan pacar
laki-lakinya. Berdasarkan riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan sebelumnya sudah

4
pernah mengalami gejala serupa 2 bulan yang lalu di daerah kelamin namun hilang sendiri.
Pasien juga telah di diagnosis HIV positif. Sebelum berobat ke RSUD Syamsudin SH, 5 hari
yang lalu pasien sempat berobat ke puskesmas dan oleh dokter diberikan vitamin C,
chlorpheniramine (CTM) dan salep (pasien lupa nama salepnya), namun tidak ada perbaikan.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. Pasien sebelumnya sudah
pernah mengalami gejala serupa 2 bulan yang lalu di daerah kelamin namun hilang sendiri.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis.
Pemeriksaan tanda-tanda vital dan status gizi dalam batas normal. Pada pemeriksaan status
generalisata tidak ditemukan adanya kelainan.

Pada status dermatologikus

Regio : Regio genitalis: penis dan skrotum

Efloresensi : Lesi eritema difuse licin dan basah, papul multipel

Sifat UKK : Ukuran : 0,1 – 0,2 cm (miliar)

Susunan/bentuk : bulat

Penyebaran : regional

Pemeriksaan penunjang

o Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) : Positif, titer 1:32


o Treponema Pallidum Hemagglutination Asay (TPHA) : Positif

G. Diagnosis

Diagnosis Kerja : Sifilis Sekunder dengan co-infeksi HIV


Diagnosis Banding : Kondiloma Akuminata &
Pitiriasis Rosea

H. Tatalaksana

Non-medikamentosa

5
 Konseling tentang sifilis, terutama mengenai cara penularan, pengobatan dan
pencegahan serta resiko tertular HIV.
 Periksa dan obati pasangan seksual pasien.
 Abstinensia hingga sembuh.

Medikamentosa.5
Sifilis primer dan sekunder :

 Benzathine penicillin G 2.4 juta unit dosis tunggal intramuscular. atau


 Procaine penicili G 1.2 juta unit 1 kali dalam 10 sampai 14 hari

Jika alergi penisilin :

Benzathine dan procaine tidak boleh digunakan.

 doxycycline 100 mg 2 kali sehari oral selama 14 hari. atau


 ceftriaxone 1 g intramuscularly 1 kali sehari selama 10–14 hari

Sifilis dengan HIV

 Benzathine penicillin G 2.4 juta unit IM dosis tunggal.2

Pemberian ARV (Antiretrovirus)

Pemberian ART lini pertama :

 TDF + 3TC + EFV


I. Komplikasi
 Benign Syphilis (16%)
 Cardivascular (10%)
 Neurosyphilis (5-10%)
J. Prognosis
Prognosis untuk sifilis sekunder :

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanactionam : ad bonam

6
BAB II
ANALISIS KASUS

A. Analisa Kasus

Sifilis Sekunder Teori Kasus


dengan co-
infeksi HIV
Etiologi dan Sifilis disebabkan oleh Treponema Berdasarkan riwayat seksual,
Faktor Resiko pallidum. T.Pallidum merupakan salah pasien mengatakan terakhir
satu bakteri spirochete. Bakteri ini berhubungan seksual dengan
memiliki bentuk panjang dengan pacar laki-lakinya 3 bulan
permukaan halus yang biasanya terdiri yang lalu. Maka dari itu pasien
dari 14-16 spiral. Sel penjamu alami termasuk kelompok beresiko
T.Pallidum hanya terdapat pada manusia. tinggi LSL (heteroseksual).
Sifilis sebagian besar di tularkan melalui
hubungan seksual, sehingga prevalensi
sifilis lebih sering menyerang kelompok
beresiko tinggi yaitu waria, LSL (Lelaki
Seks Lelaki), wanita penjaja seks
langsung, pria risiko tinggi, wanita
penjaja seks tidak langsung, pengguna
napza suntik, warga binaan
pemasyarakatan.1,6
Epidemiologi Berdasarkan Sexually Transmitted Pasien berjenis kelamin laki-
Disease Surveillance 2017 yang dilakukan laki dan berusia 26 tahun
oleh CDC mengemukakan bahwa
kejadian sifilis lebih sering ditemukan
pada laki-laki daripada perempuan
berdasarkan usia sifilis lebih sering
ditemukan pada usia 25-29 tahun pada
laki-laki dan usia 20-24 tahun pada

7
perempuan.4 Kasus sifilis primer dan
sekunder yang dilaporkan terus ditandai
oleh tingginya tingkat co-infeksi HIV
yaitu sebanyak 45.5%.
Manifestasi klinis Gejala yang mucul pada sifilis sekunder  Pada pasien tidak
adalah demam, sakit tenggorokan, ditemukan lesi pada
penurunan berat badan, anoreksia, sakit telapak tangan dan telapak
kepala dan meningismus. Pada sifilis kaki, baik lesi bentuk
sekunder yang dini biasanya kelainan kulit roseola, pustule, maupun
yang khas pada telapak tangan dan kaki. skuama. Pada pasien juga
Roseola lesi berbentuk makula eritema, tidak ditemukan adanya
berbintik-bintik atau bercak-becak kondiloma lata. Pada
berwarna merah tembaga, berbentuk bulat pasien juga tidak muncul
bulat dan lojong. Papul merupakan gejala sistemik seperti
bentuk lesi yang tersering terlihat pada sakit tenggorokan,
sifilis sekunder. Pustule bentuk ini jarang anoreksia, dan
terdapat. Mula-mula terdapat banyak meningismus.
papul yang segera menjadi vesikel dan  Pada pasien tampak lesi
kemudian terbentuk pustule. Sifilis juga eritema tidak berbatas
ditemukan pada mukosa, mucous patch tegas (difuse), tampak juga
berupa papul eritematosa, permukaan papul multiple berbentuk
datar biasanya miliar atau lenticular bulat dengan ukuran miliar
timbulnya bersama-sama dengan sifilis 0,1 – 0,2 cm, permukaan
sekunder bentuk papul pada kulit. Mucous licin dan basah, dengan
patch juga terletak di selaput lendir genital penyebaran regional.
dan biasanya erosive. Umumnya tidak Selain itu, ditemukan juga
nyeri.3,1 demam ringan dan
penurunan berat badan.
Pemeriksaan  Pemeriksaan mikroskopik Pemeriksaan serologi pasien
penunjang o Dark-field microscopy VDRL : Positif 1/32
 Serologi Interpretasi :

8
o Non Treponemal Tes atau Reagin dibawah 1/8 = rendah.
Tes (VDRL & RPR) diatas 1/8 tinggi.
o Treponemal Tes (TPHA,TP Rapid TPHA : Positif
TP-PA,FTA-ABS)

Tatalaksana Antibiotik2 Antibiotik :


medikamentosa Sifilis primer dan sekunder :  Benzathine penicillin G
 Benzathine penicillin G 2.4 juta unit 2.4 juta unit dosis tunggal
dosis tunggal intramuscular. atau intramuscular
 Procaine penicili G 1.2 juta unit 1 Anti-histamin :
kali dalam 10 sampai 14 hari  Cetirizine tab 10 mg No X
Jika alergi penisilin : 1x1
Benzathine dan procaine tidak boleh Anti-piretik :
digunakan.  Paracetamol tab 500 mg
 doxycycline 100 mg 2 kali sehari No X. 3 x 1
oral selama 14 hari. atau  TDF + 3TC + EFV
 ceftriaxone 1 g intramuscular 1 kali ARV :
sehari selama 10–14 hari  TDF + 3TC + EFV
Sifilis dengan HIV
 Benzathine penicillin G 2.4 juta unit
IM dosis tunggal.2
HIV
 ARV berupa kombinasi 2 nucleoside
reverse-transcriptase inhibitors
(NRTIS) + 1 non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NNRTI)

Tatalaksana non- • Konseling tentang sifilis,  Konseling mengenai cara pengobatan


medikamentosa terutama mengenai cara yaitu pengobatan sifilis yang dibarengi
penularan, pengobatan dan

9
pencegahan serta resiko dengan pengobatan HIV, penting untuk
tertular HIV. mencegah komplikasi pada sifilis.
• Periksa dan obati  Konseling mengenai efek samping
pasangan seksual pasien. pengobatan yaitu reaksi Jarish-
• Abstinensia hingga Herxheimer yaitu demam, nyeri kepala,
sembuh. atralgia, malese berkeringat dan
kemerahan pada muka. Yang timbul
dalam 6-12 jam setelah suntikan pertama.
 Konseling mengenai evaluasi pengobatan
sifilis bahwa harus di evaluasi titer VDRL
pada bulan ke 3,6,9 dan 12. Jika titer
masih tinggi maka perlu di evaluasi lagi
pada bulan ke 6 dan 12 pada tahun ke dua
setelah pengobatan.
o Pada kasus, hasil tes VDRL pasien
adalah 1/32 dan dalam 6 bulan harus
turun sebanyak 1/4 maka hasil VDRL
yang diharapkan menjadi 1/8. Namun
jika tidak terjadi penurunan dan terjadi
peningkatan lebih dari 1/4 maka perlu
dilakukan pemeriksaan CSF (Jumlah
leukosit dan tingkat protein).
 Konseling mengenai penularan HIV.
Pasien di edukasi untuk selalu
menggunakan pelindung (kondom) agar
tidak menularkan penyakitnya kepada
orang lain.

10
B. Analisa Diagnosa Banding1,2,3

Sifilis Sekunder Kondiloma Akuminata Pitiriasis Rosea


dengan co-infeksi
HIV
Etiologi dan  Treponema  Human Papiloma  HHV-7 & HHV-
Faktor Resiko pallidum Virus (HPV), 6
 Kelompok risiko paling sering 6 dan
tinggi, tidak aman 11.
 Kelompok risiko
tinggi, tidak aman
Predileksi  Badan,  Perineum, sekitar  badan, lengan
punggung, anus, sulkus atas bagian
telapak tangan koronarius, dan proksimal dan
dan kaki gland penis korpus paha atas
(tersering) dan pangkal penis
 Mukosa (mulut,  Vulva, introitus
genital) vagina porsio uteri

Gejala  demam  Lesi berbau tidak  Gatal ringan


 sakit tenggorokan sedap  Demam
 penurunan berat  Nyeri  Herald patch
badan  Rasa tidak nyaman
 anoreksia
 sakit kepala
Efloresensi  Papul  Berjonjot  Skuama halus
 Papula-skuamosa  Papulomatosa  Eritroskuama
 Papul-lenticular  Kemerahan (baru) Jarang
 Makula-eritema  Abu (Lama)  Urtika
 Lentikoid  Vesikel
 Pustul  Papul

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Sifilis sekunder dengan co-infeksi HIV merupakan salah satu infeksi oportunistik dari HIV,
dimana sifilis sekunder merupakan stadium kedua dari infeksi sistemik kronis yang
disebabkan oleh spirochaete, Treponema pallidum. Apabila sifilis primer tidak diobati,
gejala sifilis sekunder akan mulai timbul dalam 2 sampai 6 bulan setelah pajanan, 2 sampai
10 minggu setelah chancre muncul dan 6-8 minggu setelah chancre sembuh. Pada sifilis
sekunder ditandai dengan lesi mukokutan terlokalisir atau difus.1

2. Epidemiologi
Berdasarkan Sexually Transmitted Disease Surveillance 2017 yang dilakukan oleh CDC
mengemukakan bahwa kejadian sifilis lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan berdasarkan usia sifilis lebih sering ditemukan pada usia 25-29 tahun pada laki-
laki dan usia 20-24 tahun pada perempuan.4 Kasus sifilis primer dan sekunder yang
dilaporkan terus ditandai oleh tingginya tingkat co-infeksi HIV yaitu sebanyak 45.5%.
3. Etiologi dan Faktor resiko
Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum. T.Pallidum merupakan salah satu bakteri
spirochete. Bakteri ini memiliki bentuk panjang dengan permukaan halus yang biasanya
terdiri dari 14-16 spiral. Sel penjamu alami T.Pallidum hanya terdapat pada manusia. Sifilis
sebagian besar di tularkan melalui hubungan seksual, sehingga prevalensi sifilis lebih
sering menyerang kelompok beresiko tinggi yaitu waria, LSL (Lelaki Seks Lelaki), wanita
penjaja seks langsung, pria risiko tinggi, wanita penjaja seks tidak langsung, pengguna
napza suntik, warga binaan pemasyarakatan. 1
4. Manifestasi klinis

Pada beberapa kasus chancre masih terlihat pada sifilis sekunder (15% kasus). Gejala yang
mucul pada sifilis sekunder adalah demam, sakit tenggorokan, penurunan berat badan,
anoreksia, sakit kepala dan meningismus. Kelainan pada kulit yang kita jumpai pada sifilis
sekunder ini hampir menyerupai penyakit kulit yang lain, bisa berupa roseola, papul,

12
papulo skuamosa, papulokrustosa dan pustula. Pada sifilis sekunder yang dini biasanya
kelainan kulit yang khas pada telapak tangan dan kaki. 1,3

 Roseola
Lesi berbentuk makula eritema, berbintik-bintik atau bercak-becak berwarna
merah tembaga, berbentuk bulat bulat dan lojong. Roseola sifilitika merupakan
lesi yang pertama muncul pada sifilis sekunder, yang biasa muncul di ekstremitas
dan badan yaitu sekitar 40%-70% kasus. Dalam beberapa hari atau bulan akan
menghilang, lesi akan meninggalkan sisa yang disebut leukoderma sifiliticum. 3

Gambar 1 Macular syphilis (Roseola syphilitica).1

 Papul
Merupakan bentuk lesi yang tersering terlihat pada sifilis sekunder. Bentuknya
bulat dan kadang terdapat bersama-sama dengan pitiriasis roseola. Papul tersebut
dapat berskuama dipinggir (papula-skuamosa). Skuama juga bisa menutupi
permukaan papul sehingga mirip psoriasis (psoriasiformis). Jika papul-papul
hilang akan manimbulkan bercak-bercak hipopigmentasi yang disebut
leukoderma coli. Selain lenticular ada juga yang lenticoid namun jarang. Bentuk
lain ada yang disebut kondiloma lata yaitu papul-papul lenticular, permukaanya

13
datar, biasa ditemukan dilipatan kulit, akibat gesekan antar kulit permukaanya jadi
erosive, eksudatif dan sangat menular. 3

Gambar 2 Papula-squamous.1

Gambar 3 Condyloma lata.1

 Pustule
Bentuk ini jarang terdapat. Mula-mula terdapat banyak papul yang segera menjadi
vesikel dan kemudian terbentuk pustule. Bentuk ini lebih sering tampak pada kulit
bewarna dan jika daya tahan tubuh turun. Biasanya disertai demam yang
intermiten dan penderita tampak sakit. Kelainan ini di sebut sifilis variseliformis
karena menyerupai varisela.1,3

Sifilis juga ditemukan pada mukosa, mucous patch berupa papul eritematosa, permukaan
datar biasanya miliar atau lenticular timbulnya bersama-sama dengan sifilis sekunder
bentuk papul pada kulit. Mucous patch juga terletak di selaput lendeir genital dan
biasanya erosive. Umumnya tidak nyeri. 1,3

14
Gambar 4 Papul dan papul-skuamosa di penis.1

5. Pemeriksaan Penunjang

Skema 2 algoritma pemeriksaan sifilis sekunder

15
Pemeriksaan mikroskopik
Dark-field microscopy untuk mendeteksi T. pallidum langsung dari lesi eksudat atau
jaringan adalah metode definitif untuk mendiagnosis sifilis dini. 2 Cara pemeriksaan adalah
dengan mengambil serum dari lesi kulit dibersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang
telah dibasahi larutan salin fisiologis (NaCl 0,9%) lalu lesi ditekan di antara ibu jari dan
telunjuk sampai keluar cairan serum terakhir serum dioleskan ke atas kaca obyek. dan
dilihat bentuk dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap, treponema tampak
putih pada latar belakang gelap. Bila negatif bukan selalu berarti diagnosisnya bukan sifilis,
mungkin kumannya terlalu sedikit.2,3

Serologi

a. Non Treponemal Tes atau Reagin Tes

Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang
merupakan antibodi terhadap bahan-bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur.
Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Ada dua tes non
treponemal yaitu VDRL (Venereal Disease Research Laboratory test) dan RPR
(Rapid Plama Reagin Test). Positif palsu dapat terjadi pada infeksi lain seperti
Malaria, Lepra, Morbili, Mononukleosis infeksiosa, vaksinasi dan penyakit kolagen
SLE (Systemic Lupus Erythematosus, Polyarteritis Nodosa). Oleh karena itu, tes
ini bersifat non-spesifik, dan bisa menunjukkan hasil positif palsu. 2,3

Tes non-spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif,
serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh lebih murah
dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining.
Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes spesifik
treponema.

b. Tes Spesifik Treponemal

Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema Pallidum


Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TP-PA
(Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent
Treponemal Antibody Absorption).

16
Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi antibodi yang bersifat
spesifik terhadap treponema. Oleh karena itu, tes ini jarang memberikan hasil
positif palsu.Tes ini dapat menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup
walaupun terapi sifilis telah berhasil. Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk
membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat. Tes
treponemal hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema,
namun tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi
aktif.Tes ini juga tidak dapat membedakan infeksi T pallidum dari infeksi
treponema lainnya.2,3

c. Rapid Test Sifilis

Penggunaan rapid test ini sangat mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang
relatif singkat (10 – 15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau TPPA,
sensitivitas rapid test ini berkisar antara 85% sampai 98%, dan spesifisitasnya
berkisar antara 93% sampai 98%.

Rapid test sifilis yang tersedia saat ini TP Rapid termasuk kategori tes spesifik
treponema yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap berbagai spesies treponema
(tidak selalu T pallidum), sehingga tidak dapat digunakan membedakan infeksi
aktif dari infeksi yang telah diterapi dengan baik. TP Rapid hanya menunjukkan
bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan
seseorang sedang mengalami infeksi aktif.

TP Rapid dapat digunakan hanya sebagai pengganti pemeriksaan TPHA, dalam


rangkaian pemeriksaan bersama dengan RPR. Penggunaan TP Rapid tetap harus
didahului dengan pemeriksaan RPR. Jika hasil tes positif, harus dilanjutkan dengan
memeriksa titer RPR, untuk diagnosis dan menentukan pengobatan. Pemakaian TP
Rapid dapat menghemat waktu, namun harganya jauh lebih mahal dibandingkan
dengan TPHA.2,3

6. Difrensial diagnosis
Kondiloma akuminta mirip dengan sifilis sekunder, kedua-duanya berbentuk papul.
Perbedaannya: pada kondiloma akuminata biasanya permukaannya runcing-runcing,

17
sedangkan papul pada kondiloma lata di sifilis datar. Pitiriasis rosea mirip dengan sifilis
yaitu muncul banyak bercakeritematosa dengan skuamosa di pinggir dengan skuama
halus. Namun yang membedakan pada pitiriasis rosea tidak ada limfadenitis. 3
7. Tatalaksana

Non-medikamentosa.
 Konseling tentang sifilis, cara penularan, pengobatan dan pencegahan serta resiko
tertular HIV.
 Periksa dan obati pasangan seksual pasien.
 Abstinensia hingga sembuh. Ini bertujuan untuk mencegah penularan kepada
orang lain, dan mencegah infeksi ulang.
Medikamentosa.1
Sifilis primer dan sekunder :
 Benzathine penicillin G 2.4 juta unit dosis tunggal intramuscular. atau
 Procaine penicili G 1.2 juta unit 1 kali dalam 10 sampai 14 hari
Jika alergi penisilin :

Benzathine dan procaine tidak boleh digunakan.

 doxycycline 100 mg 2 kali sehari oral selama 14 hari. atau


 ceftriaxone 1 g intramuscularly 1 kali sehari selama 10–14 hari
Sifilis dengan HIV

 Benzathine penicillin G 2.4 juta unit IM dosis tunggal. 2

ARV berupa kombinasi 2 nucleoside reverse-transcriptase inhibitors (NRTIS) + 1 non-


nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI).

 TDF + 3TC + EFV

Follow-up
Setelah dilakukan pengobatan, maka selanjutnya dilakukan evaluasi keberhasilan
pengobatan dengan melakukan tes non-treponemal (VDRL) pada bulan ke 3,6,9 dan 12
pada tahun pertama dan bulan ke 6 dan 12 pada tahun ke dua.

18
Pada penderita sifilis sekunder tanpa co-infeksi HIV biasanya titer VDRL akan turun
sebanyak ¼ dalam 6 bulan setelah pengobatan dan dapat dinyatakan sembuh setelah hasil
VDRL negative. Pada sifilis laten biasanya titer VDRL akan tetap reaktif dengan titer
dibawah 1/8, pada kasus seperti ini tidak diperlukan pengobatan, kecuali jika di temukan
gejala klinis sifilis.
Pada sifilis sekunder dengan co-infeksi HIV harus di evaluasi setiap 3,6,9 dan 12 bulan
setelah terapi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada sifilis sekunder dengan
co-infeksi HIV titer VDRL harus benar-benar dilakukan intervensi karena pada HIV
dengan pengobatan ARV untuk HIV yang tidak adekuat dapat menyebabkan peningkatan
titer lebih dari 1/4.
Jika pengobatan HIV sudah adekuan namun titer VDRL tidak berkurang ¼ selama 12-24
bulan maka dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan CSF untuk melihat kadar
protein (N=140 to 270 ml) yang meninggi dan leukosit (N=0-5 leukosit/mm3). Jika
hasilnya negative, maka dilakukan pengobatan ulang, namun jika positif dan terdapat
gejala neurologic seperti nyeri kepala, konvulsi local, papil nervus optikus sembab,
gangguan mental, gejal-gejala meningitis basalis dengan kelumpuhan saraf-saraf otak,
atrofi nervus opticus, gangguan hipotalamus, gangguan pyramidal, gangguan miksi dan
defekasi, stupor, atau koma, maka dapat, maka lakukan pemeriksaan IgM SPHA, jika
hasilnya positif maka dapat di diagnosis neurosifilis, karena IgM dalam cairan CSF
merupakan indicator tepat untuk neurosifilis. Selanjutnya lakukan pengobatan dengan
pemberian Penisilin G dalam akua IM. Penisilin G dalam akua mudah masuk ke dalam
darah di otak. Setelah di terapi lakukan evaluasi pengobatan tiap 3,6,9, dan 12 bulan.

19
Kegagalan pengobatan dapat di tandai dengan gejala yang menetap atau bisa juga
diakibatkan karena infeksi berulang atau kambuh, biasa nya ditandai dengan peningkatan
titer VDRL diatas 1/4.

8. Prognosis

Untuk prognosis sifilis sekunder tergantung dari pemberian obat ARV. Jika pengobatan
dan pemeliharaan dengan terapi ARV adekuat, dan pasien mendapatkan
pengobatan tepat dan dini untuk sifilis sekunder maka prognosis untuk sifilis sekunder
akan menjadi lebih baik.

20
REFRENSI

1. Schieke, Stefan M. & Garg, Amit. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine
Eight Edition Volume Two Section 30. The Mcgraw Hill Companies; hal.2471-2780; 458-
459;
2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2015 Sexually Transmitted Diseases
Treatment Guidelines (di akses 21 Mei 2019). Tersedia di https://www.cdc.gov/std/tg2015/tg-
2015-print.pdf
3. Budimulja, Unandar. 2018. Dermatomikosis In : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
Ketujuh. Jakarta. Badan Penerbit FKUI; hal. 197; 113-114; 392-412;
4. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2017 Sexually Transmitted Disease
Surveillance (diakses 22 Mei 2019). Tersedia di https://www.cdc.gov/std/stats17/syphilis.htm
5. WHO. (2016). World Health Organization Guideline Treatment of Treponema Pallidum
(Syphilis). Department of Reproductive Health and Research; hal. 3-5
6. Depkes RI. (2015). Prevalensi Penyakit Menular Seksual. Jakarta: Survey Terpadu Biologi
dan Perilaku. (di akses 22 Mei 2019). Tersedia di siha.depkes.go.id/portal/files_
upload/Indonesia_Hires_OK.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai