Anda di halaman 1dari 18

REFLEKSI KASUS

KONDILOMA AKUMINATA

Disusun Oleh:
Yessica
42190364

Dosen Pembimbing:
dr. Dwi Retno Adi Winarni, Sp.KK (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
PERIODE 21 SEPTEMBER 2020 - 17 OKTOBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. F P K
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Kapuas Hulu
Tanggal Periksa : 30 September 2020

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Kutil di anus

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan adanya kutil pada anus sejak 3 bulan SMRS. Pasien
mengaku tidak merasakan nyeri maupun gatal pada area anusnya. Pasien juga tidak
mengeluhkan keluarnya darah dari anus. Selain itu, pasien juga tidak mengeluhkan
gangguan BAB. Pasien mengaku pernah VCT sekitar 1 tahun yang lalu, namun
hasilnya non-reaktif.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Keluhan serupa : (-)
 Hipertensi : (-)
 Diabetes melitus : (-)
 Asma : (-)
 Penyakit jantung : (-)
 Asam urat : (+)
 Kutil kelamin : (+)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluhan serupa : (-)
 Diabetes melitus : (+) ibu

2
 Hipertensi : (-)
 Penyakit jantung : (-)
 Asma : (+) ayah
 Asam urat : (+) ibu

5. Riwayat Alergi
Pasien mengaku memiliki riwayat alergi debu, dimana reaksinya ialah bersin-bersin.

6. Riwayat Pengobatan
Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan.

7. Gaya Hidup
Pasien belum menikah, akan tetapi telah aktif secara seksual. Hubungan
seksual terakhir dilakukan 1 bulan yang lalu dengan laki-laki. Pasien mengaku tidak
memiliki pasangan seksual lebih dari satu dan selalu berhubungan seksual dengan
menggunakan kondom, dimana pasien merupakan pihak yang dipenetrasi secara anal
saat berhubungan seksual. Pola diet dan istirahat pasien cukup. Pasien juga rutin
berolahraga badminton sebanyak dua kali seminggu.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, E4 V5 M6
Gizi : Baik

Status Lokalis
Kepala : Tidak terdapat lesi
Wajah : Tidak terdapat lesi
Leher : Tidak terdapat lesi
Thorak : Tidak terdapat lesi
Abdomen : Tidak terdapat lesi
Ekstremitas atas : Tidak terdapat lesi
Ekstremitas bawah : Tidak terdapat lesi

3
Genitalia : Tidak terdapat lesi
Anus : Terdapat lesi sesuai deskripsi UKK

Gambar 1. Lesi Kondiloma Akuminata pada Pasien


UKK
Tampak lesi berupa papul verukosa hiperpigmentasi soliter berbatas tegas di area anus
arah jam 11.

D. Diagnosis Banding
1. Kondiloma akuminata
2. Kondiloma lata
3. Moluskum kontagiosum

E. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

F. Diagnosis Kerja
Kondiloma akuminata

G. Tatalaksana

4
R/ Trichloracetic acid 80% No I
Simm (pro tutul)

H. Edukasi
1. Memberikan edukasi kepada pasien terkait kondisi yang dialami dan penanganan
yang akan dilakukan dan cara penggunaan obat
2. Menjelaskan kemungkinan penyakit dapat menular melalui hubungan seksual
3. Jangan melakukan hubungan seksual terlebih dahulu
4. Setiap hubungan seksual yang hendak dilakukan sebaiknya dilakukan dengan
penggunaan kondom
5. Jangan menggaruk area kelamin, perineum, atau anus
6. Pengobatan cukup panjang dan harus kontrol setiap 1 minggu, dan dapat dirujuk ke
Sp.KK untuk dilakukan tindakan pembedahan jika pengobatan tidak efektif

I. Prognosis
 Prognosis ad vitam : bonam
 Prognosis ad functionam : bonam
 Prognosis ad sanationam : bonam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kondiloma akuminata (KA) atau disebut juga dengan kutil genital atau anogenital
merupakan lesi berbentuk papilomatosis dengan permukaan verukosa yang disebabkan
oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini memiliki beberapa subtipe, dimana
subtipe yang paling sering menyebabkan kondiloma akuminata ialah tipe 6 dan 11.
Predileksi dari infeksi HPV adalah pada daerah kelamin atau anus.

B. Epidemiologi
Kondiloma akuminata merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang sering
terjadi. Di Amerika Serikat, prevalensi dari penyakit ini melebihi 50%, dimana angka
kejadian tertinggi ialah pada usia dewasa dan remaja. Prevalensi KA di negara-negara
maju maupun berkembang lainnya cenderung serupa dengan prevalensi KA di Amerika
Serikat. Di Indonesia, prevalensi kondiloma akuminata di berkisar antara 5–19%. Maka
dari itu, KA tergolong sebagai salah satu IMS yang paling sering ditemukan.
Karena KA merupakan hasil dari infeksi HPV, maka hal-hal yang dapat
meningkatkan risiko infeksi HPV akan meningkatkan risiko terjadinya KA. Beberapa
faktor risiko yang meningkatkan transmisi virus ini ialah banyaknya jumlah pasangan
seksual, tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual, dan imunitas tubuh yang
rendah. Infeksi HPV juga sering terjadi pada pasien yang mengalami IMS lainnya seperti
klamidia, gonore, sifilis, dan trikomoniasis. Sebagian besar infeksi HPV terjadi pada
populasi yang aktif secara seksual, terutama mereka yang berada pada rentang usia 20-24
tahun. Prevalensi KA pada laki-laki dan perempuan cenderung sama.

C. Etiologi
Kondiloma akuminata disebabkan oleh infeksi pada epidermis oleh Human
Papiloma Virus (HPV) dengan subtipe yang spesifik pada sebagian besar lesi. HPV tipe 6
dan 11 adalah tipe yang paling sering menyebabkan KA. HPV tipe low-risk seperti HPV
tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72 dan 81 cenderung menyebabkan tumor jinak seperti
veruka dan kondiloma akuminata. Namun, HPV tipe high-risk cenderung menyebabkan
tumor ganas anogenital seperti kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Pada lesi

6
tersebut, tipe HPV yang ditemukan ialah tipe 16 dan 18. Subtipe HPV tersebut sering
ditemukan pada lesi dengan displasia derajat tinggi dan keganasan.
Infeksi HPV pada anus maupun genital terutama ditularkan melalui kontak
seksual. Penularan dapat terjadi melalui kontak seksual yang melibatkan penetrasi
maupun yang tidak melibatkan penetrasi. Pada sebuah penelitian terhadap pria dan wanita
penderita KA, 27% subjek memiliki DNA HPV yang sama pada sampel genital dan
sampel sekaan jari. Penularan HPV melalui darah tidak pernah dilaporkan.
Beberapa faktor-faktor resiko yang dapat mempengaruhi penularan dari HPV dan
kejadian KA antara lain:
1. Aktivitas Seksual
Kondiloma akuminata atau infeksi HPV sering terjadi pada orang yang aktif
secara seksual. Selain itu, orang-orang yang mempunyai pasangan seksual lebih dari 1
orang memiliki faktor risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian KA. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang sering bergonta-ganti pasangan
seksual dapat terinfeksi HPV melalui pemeriksaan DNA. Wanita dengan lima atau
lebih pasangan seksual dalam lima tahun memiliki resiko 7,1% mengalami infeksi
HPV (anogenital warts) dan 12,8% mengalami kekambuhan dalam rentang waktu
tersebut. Pada penelitian yang lebih luas, ditemukan bahwa wanita berusia 18-25
tahun yang memiliki aktivitas seksual dengan pasangan yang berbeda berpotensi
untuk terinfeksi HPV.
Cara berhubungan seksual juga dapat mempengaruhi penularan dari HPV.
Hubungan seksual orogenital memiliki risiko penularan HPV yang paling tinggi. Hal
ini disebabkan karena virus dapat menetap di mulut dan kerongkongan sehingga dapat
terjadi penularan ke pasangan seksual yang lain. Hubungan seksual anogenital juga
memiliki risiko transmisi HPV yang tinggi. Hal ini disebabkan karena hubungan
seksual anogenital dapat menyebabkan luka pada area anus yang memudahkan
masuknya virus ke dalam sel-sel kulit.
2. Penggunaan Kontrasepsi
Penelitian pada 603 mahasiswa yang menggunakan alat kontrasepsi oral
ternyata menunjukkan adanya hubungan antara infeksi HPV pada serviks dengan
penggunaan kontrasepsi oral. Dihipotesiskan bahwa penggunaan kontrasepsi oral
dapat membuat sel-sel di squamo-columnar-junction di serviks menjadi lebih rentan
terhadap penempelan HPV. Namun hubungan pasti antara alat kontrasepsi oral
dengan angka kejadian terjadinya KA masih menjadi perdebatan.
7
3. Kelahiran
Ibu hamil yang menderita KA berisiko menularkan penyakit tersebut ke
anaknya melalui jalur lahir. Apabila ibu tersebut menderita KA anogenital, maka bayi
yang dilahirkan bisa berkontak dengan virus apabila kelahiran terjadi pervaginam.
Manifestasi infeksi HPV yang sering ditemukan pada bayi ialah papilloma laring.
4. Merokok
Hubungan antara merokok dengan kejadian KA masih belum jelas. Namun,
pada penelitian ditemukan adanya korelasi antara infeksi HPV pada seviks dengan
penggunaan rokok melalui pengukuran HPV DNA. Beberapa penelitian lain juga
menunjukkan hubungan antara banyaknya batang rokok yang dikonsumsi per hari
dengan kejadian KA. Didapatkan bahwa merokok 10 batang per hari meningkatkan
risiko kejadian KA sebanyak 2 kali lipat.
5. Imunitas
Kondiloma juga sering ditemukan pada pasien yang memiliki imunitas buruk.
Maka dari itu, pasien immunocompromised seperti pasien HIV/AIDS lebih rentan
untuk terkena KA. Pasien yang mengkonsumsi obat-obatan imunosupresif seperti
pasien transplantasi organ juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena KA.

D. Patofisiologi
HPV bersifat epiteliotropik dan replikasinya tergantung dari adanya epitel
skuamosa yang berdeferensisasi. Virus ini biasanya ditemukan pada sel epitel basal pada
kulit atau mukosa. Sel epitel basal terletak pada basal epitel, dimana biasanya lapisan ini
cukup terlindungi. Namun, apabila terdapat luka pada kulit maupun membran mukosa,
maka HPV bisa masuk dan menginvasi sel-sel di basal epitel tersebut.

Gambar 2. Invasi HPV melalui Mikroabrasi Epitel

8
Setelah itu, HPV akan bereplikasi di dalam sel-sel basal epitel. Replikasi dari
HPV didukung oleh dua gen virus, yakni gen E6 dan E7. Protein-protein dari gen tersebut
mampu mengubah regulasi dari diferensiasi sel epitel di kulit maupun membran mukosa.
Hal ini dilakukan melalui alterasi dari jalur-jalur gen p53 dan pRB di sel-sel kulit.
Akibatnya, akan terjadi pertumbuhan sel epitel yang tidak terkontrol. Pertumbuhan sel
epitel yang tidak terkontrol tersebut bermanifestasi klinis sebagai kutil pada kulit maupun
membran mukosa. Sel-sel yang terinfeksi HPV bisa mengalami perubahan morfologi
menjadi koilosit. Koilosit merupakan sel epitel dengan bentuk ireguler, besar, berinti
gelap, dengan area terang di sekeliling inti yang disebut dengan halo perinuklear. Namun,
koilosit umumnya ditemukan pada lesi HPV pre-kanker.

Gambar 3. Koilosit

Gambar 4. Infeksi HPV pada Kanalis Analis

9
Hubungan seksual

Kontak dengan HPV

HPV 6 & 11 masuk


melalui mikro lesi

Penetrasi melalui kulit

Ditumpangi oleh patogen


Mikroabrasi permukaan epitel

HPV masuk lapisan basal


Keputihan Respon radang
disertai infeksi
mikrorganisme
Mengambil alih DNA
Merangsang mediator
kimia: hisamin
Bau, berwarna
kehijauan HPV naik ke epidermis
Stimulasi saraf perifer

Gatal dan terasa Bereplikasi


terbakar Menghantarkan pesan
gatal ke otak
Tidak terkendali
Tidak nyaman Impuls elektronikimia
saat melakukan (gatal) sepanjang nervus
hubungan ke dorsal spinal cord Nodul kemerahan di
seksual anogenitalia

Gangguan Thalamus
pola fungsi
seksual Penumpukan nodul merah Gangguan
Korteks (intensitas) dan membentuk seperti bunga kol
lokasi gatal citra diri
dipersepsikan
Persepsi gatal Pecah/muncul lesi Gang. Integritas
kulit

Gangguan rasa
Lesi terbuka, terpajan
nyaman: Gatal
mikroorganisme

Pelepasan virus
bersama sel epitel

Resti
penularan

Grafik 1. Patogenesis Kondiloma Akuminata

10
E. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis kondiloma akuminata ialah lesi papul atau nodul epidermal
dan dermal yang bisa muncul pada perineum, genitalia, lipatan paha, dan anus.
Ukurannya bervariasi dan dapat membentuk massa yang besar, eksofitik, dan
menyerupai kembang kol (cauliflower-like), terutama pada daerah yang lembab. Kutil
dapat meluas secara internal ke vagina, uretra dan epitelium perirektal. Kutil anogenital
biasanya asimtomatik, tetapi tergantung pada ukuran dan lokasi anatomik. Namun, lesi
pada anogenital juga dapat terasa nyeri ataupun gatal.
Kondiloma akuminata pada pria biasanya muncul pada penis atau sekitar anus.
Pada wanita, lesi bisa muncul di permukaan mukosa vulva, leher rahim, perineum, atau
sekitar anus. Massa seperti kembang kol dapat berkembang di tempat lembab, daerah
tersumbat seperti kulit perianal, vulva, dan lipatan inguinal. Warna dari lesi kondiloma
umumnya abu-abu, kuning pucat, atau merah muda. Untuk penegakan diagnosis klinis,
maka KA dibagi dalam:
1. Bentuk Akuminata
Lesi bentuk ini terutama dijumpai pada daerah lipatan yang lembab.
Bentuknya berupa vegetasi bertangkai dengan permukaan yang berjonjot-jonjot
seperti jari. Beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi yang lebih besar sehingga
tampak seperti kembang kol. Lesi yang besar ini sering dijumpai pada wanita yang
mengalami fluor albus, pada wanita hamil, atau pada keadaan imunitas terganggu.

Gambar 5. Kondiloma Akuminata Bentuk Akuminata pada Penis


2. Bentuk Papul
Lesi bentuk papul biasanya didapati di daerah dengan keratinisasi sempurna
seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah perianal, dan perineum. Kelainan
yang ditemukan berupa papul dengan permukaan yang halus dan licin, multipel, dan
tersebar secara diskret.

11
Gambar 6. Kondiloma Akuminata Bentuk Papul
3. Bentuk Datar
Secara klinis, lesi bentuk ini terlihat sebagai makula atau bahkan sama sekali
tidak tampak dengan mata telanjang (infeksi subklinis). Lesi ini baru terlihat setelah
dilakukan tes asam asetat.

F. Diagnosa Banding
1. Kondiloma Lata
Kondiloma lata adalah suatu wujud kelainan kulit berupa benjolan mirip seperti kutil
pada area sekitar genital. Manifestasi klinis kondiloma lata berupa papul-papul
berwarna putih atau keabuan pada daerah tubuh yang hangat dan lembab. Kondiloma
lata memiliki kemiripan dengan kondiloma akuminata sebagai lesi yang meninggi,
namun terdapat beberapa perbedaan, yaitu:
a. KA tampak seperti kembang kol yang berlapis sedangkan kondiloma lata tampak
licin
b. KA tampak kering sedangkan kondiloma lata tampak lembab
c. KA tampak kasar sedangkan kondiloma lata cenderung pipih
Kondiloma lata terjadi akibat infeksi Treponema palidum dan merupakan
manifestasi dari sifilis sekunder.

Gambar 7. Kondiloma Lata

12
2. Moluskum Kontangiosum
Moluskum kontagiosum merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
Molluscum Contagiosum Virus (MCV), kelompok Pox Virus dari genus Molluscipox
virus. Lesi yang ditimbulkan oleh MCV biasanya berwarna putih, pink, atau warna
daging, papul yang meninggi (diameter 1 – 5 mm) atau nodul (diameter 6 – 10 mm).
Lesi moluskum kontagiosum dapat timbul sebagai lesi multipel atau soliter (biasanya
<30 papul). Pasien bisa mengeluhkan gatal atau nyeri. Pada orang dewasa, lesi dapat
pula ditemui di daerah perigenital dan perianal. Pemeriksaan histopatologi moluskum
kontagiosum menunjukkan gambaran proliferasi sel-sel stratum spinosum yang
membentuk lobules disertai central cellular dan viral debris. Lobulus intraepidermal
dipisahkan oleh septa jaringan ikat dan didapatkan badan moluskum di dalam lobulus
berupa sel berbentuk bulat atau lonjong yang mengalami degenerasi keratohialin.

Gambar 8. Moluskum Kontangiosum

G. Diagnosis
1. Anamnesis
- Munculnya lesi KA di daerah yang lembab, biasanya pada penis, vulva, dinding
vagina, serviks, perineum, dan perianal; bisa multipel maupun soliter
- Lesi biasanya asimtomatik, namun bisa muncul gejala seperti gatal, nyeri,
discharge, dan perdarahan
- Riwayat kutil anogenital sebelumnya
- Riwayat merokok
- Riwayat penggunaan kontrasepsi oral
- Riwayat aktivitas seksual: jumlah pasangan seksual, cara hubungan seksual
- Riwayat IMS
- Riwayat Pengobatan: pengobatan imunosupresif

13
- Riwayat penyakit tertentu: HIV, DM, CKD
- Riwayat operasi atau transplantasi organ
2. Pemeriksaan Fisik
- Papul soliter, namun bisa juga multipel
- Terdapat empat morfologi:
 Akuminata
 Papul dengan permukaan menyerupai kubah
 Papul keratotik dengan permukaan kasar
 Bentuk datar
- Lesi di perianal dapat ditemukan pada laki-laki dan perempuan, tetapi lebih umum
ditemukan pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki
- Lesi di anus biasanya berkaitan dengan hubungan seks anogenital penetratif
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila lesi meragukan atau tidak merespon
terhadap pengobatan. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan kelainan pada
epidermis, termasuk akantosis (menebalnya stratum spinosum), parakeratosis
(retensi nuklei di sel stratum korneum), dan hiperkeratosis (menebalnya stratum
korneum) sehingga menyebabkan pembentukan papillomatosis yang khas.
Karakteristik lain yang ditemukan dari pemeriksaan jaringan yang dibiopsi adalah
koilosit (sel epitel skuamosa dengan nukleus abnormal di dalam halo sitoplasma
yang besar). Biopsi tidak tarlalu diperlukan untuk diagnosa kutil kelamin,
mengingat tampilan klinisnya yang khas. Namun, biopsi disarankan jika temuan
pemeriksaan fisik bersifat atipikal seperti pigmentasi, ulserasi, atau massa nodular.
Hal ini ditujukan untuk menyingkirkan kemungkinan displasia tingkat tinggi atau
malignansi.

14
Gambar 9. Pemeriksaan Histopatologis Kondiloma Akuminata
b. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis KA.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi keberadaan virus. Selain itu, melalui
PCR, subtipe dari HPV yang menginfeksi pasien bisa diidentifikasi.
c. Tes Asam Asetat 5%
Tes ini dipakai untuk mendeteksi lesi yang meragukan atau subklinis
dengan tipe papul datar. Asam asetat 5% dibubuhkan pada lesi yang dicurigai
selama 5 menit. Hasilnya positif apabila lesi berubah warna menjadi putih (tes
acetowhite positif). Warna putih tersebut menggambarkan hiperplasi dari epitel.
d. Pap Smear
Pemeriksaan pap smear dapat dilakukan untuk mendeteksi keberadaan
sel-sel abnormal pada serviks. Pemeriksaan ini dianjurkan untuk dilakukan secara
rutin selama 3 tahun sekali oleh wanita berusia 21 tahun ke atas.

H. Penatalaksanaan
Karena infeksi HPV cenderung bersifat subklinis dan laten, maka tidak terdapat
terapi spesifik terhadap virus ini. Maka dari itu, perawatan diarahkan pada pembersihan
kutil–kutil yang tampak, bukan ke arah pemusnahan virus. Pasien juga harus dianjurkan
untuk memperhatikan kebersihan diri karena kelembaban dapat mendukung pertumbuhan
dari kutil. Beberapa jenis terapi yang bisa diberikan pada pasien KA antara lain:
1. Farmakologis
Terapi yang akan diberikan tergantung dari ukuran, jumlah, dan lokasi lesi. Selain itu,
klinisi juga harus mempertimbangkan ketersediaan alat dan obat, keinginan pasien,
dan pengalaman dokter.
Obat pilihan:
a. Tinktura podofilin 25%
1) Harus diaplikasikan oleh dokter
2) Direkomendasikan untuk lesi dengan permukaan verukosa
3) Efikasi 19-79%, rekurensi 17-74%
4) Tidak boleh pada ibu hamil dan menyusui, serta lesi yang luas
5) Cara: lindungi kulit sekitar lesi dengan vaselin agar tidak terjadi iritasi,
biarkan selama 4 jam, kemudian cuci. Pengobatan dapat dilakukan seminggu
dua kali, sampai lesi hilang.

15
b. Larutan asam trikloroasetat 80-90%
1) Harus diaplikasikan oleh dokter
2) Direkomendasikan untuk lesi di genital eksterna, serviks dan di dalam anus
3) Efikasi 70-81%, rekurensi 36%
4) Dapat digunakan pada ibu hamil
5) Cara: larutan diaplikasikan pada lesi sampai berwarna putih, biarkan sampai
kering sebelum pasien duduk atau berdiri.
Catatan: bila pasien mengeluh kesakitan dan pengolesan yang berlebihan
sehingga mengenai tepi lesi, maka dapat dicuci dengan air sabun. Selain itu, bisa
juga menggunakan larutan natrium bikarbonat. Pengobatan dapat diulang
seminggu sekali sampai lesi hilang.
c. Podofilotoksin 0,5%
1) Dapat diaplikasi oleh pasien
2) Terapi diberikan 2 kali sehari selama 3 hari, selanjutnya istirahat 4 hari,
diulang selama 4-5 sesi
3) Tidak boleh digunakan pada ibu hamil
2. Terapi Pembedahan
a. Kuret atau Kauter (Elektrokauterisasi)
Kuret atau Kauter (Elektrokauterisasi) dengan kondisi anastesi lokal dapat
digunakan untuk pengobatan kutil yang resisten terhadap pengobatan topikal.
Kekurangan dari metode pengobatan ini ialah munculnya jaringan parut.
b. Bedah Beku (N2, N2O cair)
Bedah beku biasanya direkomendasikan untuk pasien KA yang sedang hamil.
Metode ini juga cukup baik untuk lesi yang terletak di area perianal. Efek samping
dari bedah beku termasuk minimal, namun beberapa yang bisa muncul antara lain
nyeri saat diterapi, erosi, ulserasi, dan hipopigmentasi pasca inflamasi.
c. Laser
Laser karbondioksida efektif digunakan untuk memusnahkan beberapa kutil –
kutil yang sulit, termasuk lesi yang ekstensif atau rekuren. Metode jenis ini juga
tidak banyak meninggalkan jaringan parut.

I. Komplikasi
a. Kanker Serviks

16
Lama infeksi KA meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Beberapa
melaporkan bahwa risiko tertinggi terkena kanker serviks adalah pada kasus infeksi
KA selama 1 – 2 tahun. Risiko ini menurun pada infeksi KA selama < 1 tahun dan
infeksi KA selama 2 – 3 tahun. Kanker serviks merupakan penyebab kematian kedua
pada perempuan karena kanker di negara berkembang dan penyebab ke 11 kematian
pada perempuan di AS. Tahun 2005, sebanyak 10.370 kasus kanker serviks baru
ditemukan dan 3.710 diantaranya mengalami kematian.
b. Kanker Genital Lain
Selain menyebabkan kanker serviks, KA juga dapat menyebabkan kanker
genital lainnya seperti kanker vulva, anus dan penis.
c. Infeksi HIV dan IMS Lainnya
Seseorang dengan riwayat KA lebih berisiko terinfeksi HIV. Selain itu,
seseorang dengan KA juga berisiko untuk terkena IMS lainnya seperti sifilis, gonore,
dan trikomoniasis.

J. Prognosis
Kondiloma akuminata dapat memberikan prognosis baik dengan perawatan yang
teliti dengan memperhatikan kebersihan. Jaringan parut yang timbul juga biasanya sangat
sedikit. Pengaruh terhadap kehamilan, perkembangan kehamilan, dan janin bersifat
sangat minimal.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aprilianingrum, F. 2006. Faktor Risiko Kondiloma Akuminata pada Pekerja Seks Komersial.
Universitas Diponegoro:Semarang.
Berek, J.S. Berek & Novak’s. 2007. Gynecology, ed. 14. Lippincott Williams & Wilkins;
United States.
Chang GJ, Welton M. 2004. Human Papilloma Virus, Condylonata Acuminata, and Anal
Naoplasia. Clinic in Colon and Rectal Surgery.
Djuanda A. Penyakit Virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. 2010. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Fitzpatrick TB, Wolff K, Allen R. 2009. Color atlas & Synopsis of Clinical Dermatology, 6th
edition. New York: McGraw-Hill Inc.
Green J, Berrington de Gonzalez A, Smith JS, et al. Human papillomavirus infection and use
of oral contraceptives. Br J Cancer. 2003;88(11):1713-1720.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Perdoski: Jakarta Pusat.
Sinal SH, Woods CR. Human papillomavirus infections of the genital and respiratory tracts
in young children. Semin Pediatr Infect Dis. 2005 Oct. 16(4):306-16.
Siregar, R.S. Prof. Dr, Sp. KK (K). 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed. 2.
EGC: Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai