Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

KONDILOMA AKUMINATA

Disusun oleh :

JOVIAN LUTFI DANIKO

406172079

Pembimbing :

dr. Silvi Suhardi, Sp.KK

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RUMAH SAKIT HUSADA JAKARTA

PERIODE 15 APRIL – 19 MEI 2019


Laporan Kasus

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Tgl Lahir : 14 – 07 – 1972
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Diketahui
Pekerjaan : Diketahui
Pernikahan : Menikah
Pendidikan : SMA
Tgl masuk Poli : 26 April 2019

B. Anamnesa
Diambil dari autoanamnesa pada tanggal 26 April 2019 pukul 11.15 WIB di poli
kulit RS Husada.

Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan ada benjolan seperti daging tumbuh di


sekitar anus.

Keluhan Tambahan : -

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan ada benjolan seperti daging tumbuh di sekitar anus
sejak 4 bulan sebelum datang ke poli kulit RS Husada. Awalnya benjolan tersebut
muncul hanya satu yang disadari ketika pasien BAB yg terasa ngeganjal seperti
pasir. Setelah beberapa hari kemudian muncul lagi benjolan yang sama dan terasa
agak gatal. Benjolan tersebut bertangkai,tidak berdarah, tidak berbau, BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Pasien mengaku sudah menikah selama 15 tahun dan
mempunyai 2 anak yang berusia 15 tahun dan 5 tahun. Pasien lupa kapan
berhubungan seks terakhir dengan istrinya Namun pasien mengaku ia mempunyai
pasangan laki-laki dan pernah berhubungan seks melalui anus, pasien terakhir
berhubungan seks dengan pasangan laki-laki tersebut 3 bulan lalu. Saat aktivitas
seksual pasien berlaku sebagai reseptif. Selama berhubungan seks pasien tidak
pernah menggunakan kondom. Keluhan yang sama pada pasangan laki nya tidak
diketahui Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya. Pasien mengaku
sudah memberi tahu keadaan pasien kepada istrinya. Pasien mengaku tidak
mengalami nyeri saat kencing, keluar nanah pada kemaluan, lenting pada
kemaluan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat Asma : Disangkal

DM & Hipertensi : Disangkal

Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah berobat sebelumnya

Riwayat Keluarga

Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien

Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat Asma : Disangkal

DM & Hipertensi : Disangkal

C. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Tekanan darah = 110/80 mmHg
Nadi = 90 x/menit, reguler isi cukup
Respirasi = 18 x/menit
Suhu badan = 36.40C
Status Gizi : Berat badan = 48 kg
Tinggi badan = 159 cm
IMT = 19.0 (Normal)

D. Pemeriksaan Sistem
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Mulut : Karies gigi (-)
Leher : Trakea letak tengah, pembesaran KGB (-)

Thorax :

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-), ictus cordis tidak
tampak

Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor kiri = kanan

Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen :

Inspeksi : Cembung, Striae (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, DM (-)

Ekstremitas : Akral hangat, Edema -/-

E. Status Dermatologikus

Regio : regio perianal

Distribusi : Regional lokalisata

Efloresensi Primer : Papul

Warna : Kecokelatan

Ukuran : Lentikuler

Jumlah : Multipel
Efloresensi sekunder :-

Konfigurasi :-

F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
G. Resume

Pasien datang dengan keluhan ada benjolan seperti daging tumbuh di sekitar anus
sejak 4 bulan sebelum datang ke poli kulit RS Husada. Awalnya benjolan tersebut
muncul hanya satu yang disadari ketika pasien BAB yg terasa ngeganjal seperti pasir.
Setelah beberapa hari kemudian muncul lagi benjolan yang sama dan terasa agak
gatal. Benjolan tersebut bertangkaiBAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien mengaku
sudah menikah selama 15 tahun dan mempunyai 2 anak yang berusia 15 tahun dan 5
tahun. Namun pasien mengaku ia mempunyai pasangan laki-laki dan pernah
berhubungan seks melalui anus, pasien terakhir berhubungan seks dengan pasangan
laki-laki tersebut 3 bulan lalu. Selama berhubungan seks pasien tidak pernah
menggunakan kondom. Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya. Pasien
mengaku tidak mengalami nyeri saat kencing, keluar nanah pada kemaluan, lenting
pada kemaluan Dari status dermatologic ditemukan di regio perianal regional lokalisata,
papul, permukaan tidak rata, warna kecoklatan, jumlah multipel
H. Diagnosis
Diagnosis Kerja : kondiloma akuminata

Diagnosis Banding : Proktitis

Pemeriksaan Anjuran : Darah Lengkap, Tes IVA, Tes HIV, Tes sifilis,
Anoskopi

I. Penatalaksaan
Medikamentosa
-
Nonmedikamentosa
- Elektro kauterisasi dengan anestesi lokal
- Identifikasi dan edukasi pasien risiko
- Stop berhubungan seks sesama jenis
- Gunakan kondom
J. Prognosis

Ad vitam : Dubia Ad Bonam

Ad functionam : Ad Bonam

Ad sanationam : Dubia
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kondiloma akuminata ialah vegetasi oleh human papilloma virus tipe


tertentu, bertangkai dan permukaannya berjonjot.1

Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya di


daerah genitalia eksterna.1 Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan
berwarna kemerahan kalau masih baru, jika telah lama agak kehitaman. Jika
timbul infeksi sekunder warna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan
dan berbau tidak enak. Ukuran tiap kutil biasanya 1-2 mm, namun bila berkumpul
sampai berdiameter 10 cm dan bertangkai.2

Salah satu cara yang paling praktis untuk menghindari penyakit menular seksual
adalah dengan melakukan hubungan seksual dengan satu orang yang telah
diketahui kesehatannya atau dengan kata lain melakukan hubungan seksual
yang lebih aman. Kondom tidak dapat melindungi dari infeksi HPV karena
HPV dapat ditularkan melalui kontak kulit ke kulit pada area tubuh yang
terinfeksi HPV, seperti kulit genitalia atau anus yang tidak tertutup kondom

2.2 ETIOLOGI

Virus penyebabnya adalah Human Papilloma Virus (HPV), ialah virus


DNA yang tergolong dalam family virus Papova. Sampai saat ini telah dikenal
sekitar 60 tipe VPH , namun tidak seluruhnya dapat menyebabkan kondiloma
akuminata. Tipe yang pernah ditemui pada kondiloma akuminata adalah tipe 6,
11, 16,18, 30,31, 33,35, 39, 41, 42, 44, 51, 52, dan 56.1

Pada referensi lain menyebutkan, lebih dari 120 subtipe yang berbeda dari
HPV yang telah diidentifikasi, dengan 40 subtipe yang mampu menginfeksi
traktus anogenital. Jenis ini dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu low risk,
intermediate risk, dan high risk. HPV tipe 6 dan 11 jarang menimbulkan kanker
serviks sehingga disebut subtipe low risk. Infeksi dari genotif ini bertanggung
jawab sekitar 90% pada formasi genital warts. Sebaliknya tipe 16 dan 18 sangat
berhubungan dengan displasia serviks sehingga dianggap high risk, subtipe
onkogenik. Penelitian menunjukkan infeksi pada genotif ini adalah sampai 70%
terjadi Squamous Cell Carcinoma (SCC) dari serviks. HPV tipe 31, 33, 45, 51,
52, 56, 58, dan 59 adalah tipe intermediate risk, sering ditemukan pada
neoplasma skuamosa, tetapi jarang dihubungkan dengan SCC serviks. Pasien
dengan kondiloma akuminata dapat terinfeksi stimultan oleh beberapa jenis
HPV.4
Beberapa tipe HPV tertentu mempunyai potensi onkogenik yang tinggi,
yaitu tipe 16 dan 18. Tipe ini merupakan jenis virus yang paling sering dijumpai
pada kanker serviks. Sedangkan tipe 6 dan 11 lebih sering ditemui pada
kondiloma akuminata dan neoplasia intraepitelial serviks derajat
ringan.1kondiloma juga dapat menjadi koinfeksi yang “high risk” HPV seperti
HPV tipe 16. Merupakan penyakit menular seksual, dengan transmisi rata-rata
60% diantara partner seksual.3

HPV adalah virus yang sangat menular dan dapat ditularkan melalui
kontak seksual genital, anal dan oral. Kontak seksual yang terinfeksi HPV pada
individu mempunyai peluang 75% untuk terjadi kondiloma akuminata.4

VIROLOGY

HPV adalah sekelompok unenveloped, virus DNA, family Papovaviridae.


Replikasi virus terbatas pada jaringan permukaan lapisan sel basal. Virus akan
menembus epitelium mukosa dan kutaneus untuk mencari selular dari host. Lalu
kemudian menyerang dan menginfeksi keratinosit basal epidermis. Mukosa
dapat terinfeksi di mana saja di sepanjang traktus genital, termasuk vulva,
vagina, serviks, regio perianal pada wanita, serta penil shaft, skrotum, periuretra
dan regio perianal pada pria. Daerah yang terinfeksi in akan ditandai dengan
proliferasi DNA dan terbentuknya warty papule atau plaque.4

Genom virus terdiri dari 6 early-open reading frames (E1, E2, E4, E5, E6,
E7) dan 2 late-open reading frames (L1, L2). Early-open E gen adalah penting
untuk regulasi fungsi dan enkode protein yang terlibat pada replikasi virus dan
transformasi sel. Sebaliknya late-open L gen mengkode protein kapsid virus.
Perbedaan genotip L1 menyebabkan pola yang sedikit berubah dari virus
replikasi DNA, yang diperkirakan dapat menjelaskan berbagai subtipe HPV.
Secara khusus, HPV subtipe low risk akan terpisah dari DNA sel host dan
menjalani replikasi yang independen. Sebaliknya HPV high risk akan
menggabungkan DNA mereka langsung ke material genetik sel host. Integrasi
virus dan DNA sel host seringkali menghasilkan disregulasi dan aktivasi tak
terkontrol dari gen E6 dan E7, dimana mempromosikan transkripsi onkoprotein.
Ini akan mengikat dan menonaktifkan tumor supressor genes p53 dan Rb,
menyebabkan proliferasi sel meningkat dan risiko lebih besar untuk terjadinya
keganasan.4

DERMATOPATOLOGI

Secara hisptopatologi, ciri khas sel yang terinfeksi oleh HPV adalah
berkembangnya morfologi keratinosit atipikal yang disebut koilosit. Secara
umum, epidermis akan menunjukkan acanthosis ditandai dengan berbagai
tingkat papilomatosis, hiperkeratosis dan parakeratosis.4

2.3. PATOGENESIS

Sel-sel dari lapisan basal epidermis diserang oleh Human Papilloma Virus
(HPV). Penetrasi virus ini menembus kulit dan menyebabkan mikroabrasi
mukosa. Awalnya fase laten dari virus dengan tidak adanya tanda atau gejala
dan dapat berlangsung dari satu bulan sampai beberapa tahun. Setelah fase
laten, produksi dari DNA virus, capsid dan partikel dimulai. Sel host terinfeksi
dan berkembang morfologi koilocytosis atipikal dari kondiloma akuminata.2

Penularan HPV genital hampir semata-mata melalui hubungan kelamin,


walaupun autoinokulasi dan penularan melalui fomite juga dapat terjadi. Infeksi
dapat ditularkan kepada neonatus saat persalinan per vaginam. Para bayi ini
kemudian dapat mengalami papiloma saluran napas atas yang rekuren dan
berpotensi mengancam nyawa. Faktor risiko terbesar untuk timbulnya HPV
adalah jumlah pasangan seks, merokok, pemakaian kontrasepsi oral, dan
kehamilan tampaknya meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HPV.6,7

Penularannya melalui kontak seksual, baik genital-genital, oral-genital,


maupun genital oral. Permukaan mukosa yang lebih tipis lebih susceptible untuk
inokulasi virus daripada kulit berkeratin yang lebih tebal sehingga mikroabrasi
pada permukaan epitel memungkinkan virion dari pasangan seksual yang
terinfeksi masuk ke dalam lapisan sel basal pasangan yang tidak terinfeksi.
Selain itu penularannya dapat melalui transmisi perinatal, dari ibu dengan
kondiloma akuminata ke neonatus sehingga mengakibatkan external genital
wart atau kondiloma akuminata dan papillomatosis laring.2

Sel basal merupakan tempat pertama infeksi HPV sehingga setelah


inokulasi melalui trauma kecil, virion HPV akan masuk sampai lapisan sel basal
epitel. Agar dapat menimbulkan infeksi, HPV harus mencapai epitel yang
berdiferensiasi sedangkan sel basal relatif undifferentiated, mereka hanya
terstimulasi untuk membelah secara cepat sehingga disini hanya terjadi ekspresi
gen HPV. Sesuai dengan pembelahan sel basal, virion HPV akan bergerak ke
lapisan epidermis yang lebih atas. Dan hanya lapisan epidermis di atas lapisan
basal yang berdiferensiasi pada tahap lanjut, yang dapat mendukung replikasi
virus. Ekspresi gen virus pada lapisan ini diperlukan untuk menghasilkan kapsid
protein dan kumpulan partikel virus. Sesudah itu terjadi pelepasan virus bersama
dengan sel epitel yang deskuamasi, kemudian virus baru akan menginfeksi
lapisan basal lain. Waktu yang dibutuhkan mulai dari infeksi HPV sampai
pelepasan virus baru adalah 3 minggu (masa inkubasi kondiloma akuminata 3
minggu sampai 8 bulan).2,7,8

Pada infeksi virus pertahanan tubuh diperankan oleh T helper dan T


sitotoksik. Antigen yang dipresentasikan sel dendritik, akan dikenali oleh T
helper melalui MHC II dan dikenali oleh T sitotoksik melalui MHC I, kemudian
T helper membantu aktivasi T sitotoksik yang akan melisiskan protein virus
pada sel terinfeksi. Pada infeksi HPV, karena virus non litik maka antigen akan
dilepaskan dengan lambat dan sel dendritik tidak diaktifkan. Ada yang
berpendapat bahwa kemungkinan respons tidak berperan pada infeksi HPV,
tetapi penelitian menunjukkan lesi yang berhubungan dengan HPV lebih lama,
mudah kambuh, dan lebih lebar pada penderita imunodefisiensi terutama
imunitas seluler. Selain itu pada infeksi HPV yang berperan adalah respon Th1
dengan adanya IL-12, yang menginduksi IFN membantu aktivasi T sitotoksik
dan meningkatkan aktivitas NK cell sitotidal. Ada penemuan yang tidak diduga,
dengan dihasilkannya IL-12 mungkin memiliki efek antivirus, selain itu
didapatkan infiltrasi limfosit terutama makrofag dan CD4, dengan demikian
terdapat aktivitas sistem imun pada infeksi HPV terutama respons Th1.2,7,8

2.4 GEJALA KLINIS

Setelah terinfeksi oleh HPV, virus biasanya membutuhkan masa inkubasi 3


minggu sampai 8 bulan sebelum manifestasi klinis. Rata-rata gejala fisik
dimulai sekitar 2-3 bulan setelah kontak awal. Virus dapat juga sebagai dormant
pada sel epitelial dalam jangka waktu yang lama. Infeksi ini dapat bertahan
lama dan dapat tidak terdeteksi sehingga dapat menimbulkan manifestasi klinis
asimptomatik.4
Setelah manifestasi awal, kondiloma akuminata dapat meningkatkan
dalam hal ukuran dan jumlah. Kondiloma dapat mengalami rekuren dalam
waktu 3 bulan setelah terinfeksi bahkan setelah menjalani pengobatan. Faktor
risiko yang signifikan untuk kondiloma yang persisten jangka panjang adalah
imunosupresi host, infeksi dengan HPV yang high risk. Timbulnya limfosit
CD4+ dalam dermis dan epidermis dianggap dapat meningkatkan regresi
spontan, yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh dalam menentukan
perjalanan infeksi virus.4

Kondiloma biasanya pada jaringan yang lembab pada area anogenital,


meskipun kadang-kadang dapat berkembang di mulut atau tenggorokam setelah
kontak seksual secara oral yang terinfeksi dari partnernya. Kondiloma
akuminata memiliki bentuk yang sangat bervariasi , mungkin flat (datar), dome-
shaped (seperti kubah), cauliflower-shape (kembang kol) atau pedunculated.
Kondiloma dapat bermanifestasi sebagai soliter keratotik papul atau plak.
Awalnya dalam bentuk kecil, ukuran 1-2 mm flesh-colored papule dari kulit dan
bentuk ini dapat bertahan selama infeksi. Kondiloma juga dapat tumbuh dalam
ukuran besar dengan diameter beberapa inci, dimana dapat mengganggu
hubungan seksual dan persalinan normal. Warna dapat bervariasi mulai dari
putih menjadi merah muda, ungu, merah atau coklat dan bentuknya dari flat
sampai cerebriform atau verukosa.4

Lesi dapat menimbulkan ketidaknyamanan, rasa panas, dan pruritus. Lesi yang
besar dapat berdarah dan iritasi bila kontak dengan pakaian atau selama
hubungan seksual.4

Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya


daerah genitalia eksterna. Pada pria tempat predileksinya di perineum dan
sekitar anus, sulkus koronarius, glands penis, muara uretra eksterna, korpus dan
pangkal penis. Pada wanita di daerah vulva dan sekitarnya, introitus vagina,
kadang-kadang pada porsio uteri. Pada wanita yang banyak mengeluarkan flour
albus atau wanita hamil pertumbuhan penyakitnya lebih cepat.1

Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan


kalau masih baru, jika telah lama agak kehitaman. Permukaannya berjonjot
(papilomatosa) sehingga pada vegetasi yang besar dapat dilakukan percobaan
sondase. Jika timbul infeksi sekunder warna kemerahan akan berubah menjadi
keabu-abuan dan berbau tidak enak

Kondiloma akuminata pada umumnya asimtomatis, tetapi dapat


menimbulkan ketidaknyamanan karena mengakibatkan gatal, lembab,
perdarahan, dispareunia, rasa terbakar, dan menimbulkan discharge.2

Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya di


daerah genitalia eksterna. Pada pria tempat predileksinya di perineum dan
sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, muara uretra eksterna, korpus, dan
pangkal penis, dengan bentuk bervariasi dari lesi kecil tak bertangkai hingga
proliferasi papilaris besar yang garis tengahnya beberapa sentimeter. Pada
wanita di daerah vulva dan sekitarnya, introitus vagina, kadang-kadang pada
porsio uteri. Pada wanita yang banyak mengeluarkan fluor albus atau wanita
yang hamil pertumbuhan penyakit lebih cepat.1

Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan


kalau masih baru, jika telah lama agak kehitaman. Permukaannya berjonjot
(papilomatosa) sehingga pada vegetasi yang besar dapat dilakukan percobaan
sondase. Jika timbul infeksi sekunder warna kemerahan akan berubah menjadi
keabu-abuan dan berbau tidak enak. Ukuran tiap kutil biasanya 1-2 mm, namun
bila berkumpul sampai berdiameter 10 cm dan bertangkai. Dan biasanya ada
yang sangat kecil sampai tidak diperhatikan. Kutil biasanya muncul dalam
waktu 1-8 bulan setelah terinfeksi, dimulai sebagai pembengkakan kecil yang
lembut, lembab, berwarna merah atau pink. Mereka tumbuh dengan cepat dan
bisa memiliki tangkai.1,9 Manifestasi infeksi HPV pada kelamin dapat berupa
kondisi berikut:2

a. Infeksi Klinis

Morfologinya dapat berbentuk:

1. Kondiloma akuminatum, bentuk klasik dari genital wart seperti bunga


kol yang menonjol.

2. Papula halus (smooth popular form/sessile), papul kecil, berwarna


seperti daging atau papul hiperpigmentasi yang mungkin bergabung
membentuk plaque.

3. Papula keratotik atau seperti veruka vulgaris.

4. Veruka plana

Pada laki-laki berupa papul verrucous tetapi kadang juga didapatkan


flat wart. Pada wanita, di vulva bentuk verrucous sedangkan di vagina
bentuk flat.2

b. Infeksi Subklinis

Hanya tampak dengan alat bantu misal asam asetat 3-5%, lensa
pembesar, dan kolposkopi, namun secara histopatologis menunjukkan
adanya infeksi HPV.2

c. Infeksi Laten
Tidak tampak infeksi HPV baik secara klinis, dengan alat bantu,
maupun secara histopatologis. DNA HPV dapat dideteksi pada epitel yang
tampak normal dengan teknik biologi molekuler.2

Daerah predileksinya sulkus koronarius, glans penis, muara uretra


eksterna, korpus, pangkal penis, perineum (pria), labia, klitoris, vagina,
serviks (wanita), perianal, anal, rektum dan orofaring (kedua jenis kelamin).
Di daerah vagina dan serviks, kondiloma akuminata bebentuk flat (datar).2

Jika terjadi infeksi sekunder, warna kemerahan pada kondiloma akuminata


akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak enak.2

Gambar 1. Kondiloma akuminata di daerah


glans penis dan sulkus koronarium. Tampak
vegetasi yang bertangkai maupun tidak
bertangkai.
Sumber: Murtiastutik D, Barakbah J, Lumintang
H, Martodihardjo S. Buku Ajar Infeksi Menular
Seksual. Surabaya: Airlangga University Press;
2008.h.165-79.

Untuk kepentingan klinis kondiloma


akuminata dibagi dalam 3 bentuk yaitu:
a. Bentuk akuminata
Terutama dijumpai pada lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi
bertangkai dengan permukaan yang berjonjot-jonjot seperti jari. Beberapa
kutil dapat bersatu membentuk lesi yang lebih besar sehingga tampak seperti
kembang kol. Lesi yang besar ini sering dijumpai pada wanita yang mengalami
fluor albus, pada wanita hamil, dan pada keadaan imunitas terganggu.
b. Bentuk papul
Lesi bentuk papul biasanya didapati pada daerah dengan keratinisasi
sempurna, seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah perianal dan
perineum. Kelainannya berupa papul dengan permukaan yang halus dan licin,
multipel dan tersebar secara diskret.
c. Bentuk datar
Secara klinis, lesi bentuk ini terlihat sebagai makula atau bahkan sama
sekali tidak tampak dengan mata telanjang (infeksi subklinis), dan baru
terlihat setelah dilakukan tes asam asetat. Dalam hal ini penggunaan
kolposkopi sangat menolong.

Gambar 2. Kondiloma akuminata: vegetasi eritematosa menutupi genitalia eksterna, bertangkai,


permukaannya berbintil-bintil.

Sumber: Handoko R. Penyakit virus. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.112-4.

Meskipun demikian perlu diingat bahwa tidak ada batasan yang jelas
antara ketiga bentuk tadi dan sering pula dijumpai bentuk-bentuk peralihan.
Selain ketiga bentuk klinis diatas, dijumpai juga bentuk klinis yang lain yang
telah diketahui berhubungan dengan keganasan pada genitalia, yaitu:

a. Giant condyloma Buschke-Lowenstein

Bentuk ini diklasifikasikan sebagai karsinoma sel skuamosa dengan


keganasan derajat rendah. Hubungan antara kondiloma akuminata dengan
giant condyloma diketahui dengan ditemukannya HPV tipe 6 dan tipe 11.
Lokalisasi lesi yang paling sering adalah pada penis dan kadang-kadang
pada vulva dan anus. Klinis tampak sebagai kondiloma yang besar, bersifat
invasif lokal dan tidak bermetastasis. Secara histologis giant condyloma
tidak berbeda dengan kondiloma akuminata. Giant condyloma ini umumnya
refrakter terhadap pengobatan.4

Gambar 3. Giant condyloma

Sumber: Murtiastutik D, Barakbah J, Lumintang


H, Martodihardjo S. Buku Ajar Infeksi Menular
Seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.h.165-79.

b. Papulosis Bowenoid

Secara klinis berupa papul likenoid berwarna coklat kemerahan dan


dapat berkonfluens menjadi plakat. Ada pula lesi yang berbentuk makula
eritematosa dan lesi yang mirip leukoplakia atau lesi subklinis. Umumnya
lesi multipel dan kadang-kadang berpigmentasi. Berbeda dengan kondiloma
akuminata, permukaan lesi papulosis Bowenoid biasanya halus atau hanya
sedikit papilomatosa. Gambaran histopatologik mirip penyakit bowen
dengan inti yang berkelompok, sel raksasa diskeratotik dan sebagai mitotik
atipik. Dalam perjalanan penyakitnya, papulosis
Bowenoid jarang menjadi ganas dan cenderung
untuk regresi spontan.4

Gambar 4. Papulosis Bowenoid pada anus.


Sumber: Kirnbauer R, Lenz P, Okun MM. Human
papillomavirus. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editors. Dermatology. 2nd edition. United State of America:
Mosby Elsevier; 2008.p.1183-97.

2.6 DIAGNOSIS

a. Anamnesis

 Partner seksual multipel dan usia coitus yang lebih muda merupakan
faktor risiko kondiloma akuminata.2
 Umumnya, 2/3 dari individu yang memiliki pasangan kontak seksual
dengan kondiloma akuminata, lesi dapat berkembang dalam waktu 3
bulan.2
 Keluhan utama biasanya salah satu benjolan nyeri, pruritus atau
discharge. Terlibatnya lebih dari satu area sering terjadi. Riwayat lesi
multipel.2
 Lesi pada mukosa oral, laring atau trakea (tapi jarang) mungkin terjadi
karena kontak oral-genital.2
 Riwayat hubungan seksual anal baik pada lak-laki maupun perempuan
dapat menyebabkan lesi pada perianal.2
 Perdarahan uretra atau obstruksi uretra meskipun jarang dapat terjadi,
dapat disebabkan oleh kondiloma yang terdapat di meatus.2
 Riwayat pasien dengan PMS sebelumnya atau sedang terjadi.2
 Perdarahan saat koitus dapat terjadi. Perdarahan vagina selama
kehamilan terjadi karena erupsi dari kondiloma.2
 Lesi dapat regresi, spontan atau progres.2
 Pruritus dapat terjadi.2
 Keluhan discharge mungkin ada.2

b. Pemeriksaan Fisik
 Erupsi papular single atau multipel dapat diobservasi. Erupsi mungkin
muncul mutiara, filiform, kembang kol (caulifowler) atau plaquelike.
Semuanya ini dapat secara halus (terutama pada penis), verukosa atau
lobular. Erupsi ini mungkin tidak berbahaya atau dapat mengganggu
penampilan.2
 Warna erupsi mungkin sama dengan warna kulit atau dapat juga eritema
atau hiperpigmentasi. Periksa ketidakteraturan dalam bentuk,warna
yang mensugesti melanoma atau keganasan.2
 Kecenderungan pada glands penis pada pria dan daerah vulvovagina dan
serviks pada perempuan. 2
 Lesi meatus uretra dan mukosa dapat terjadi.2
 Mencari adanya klinis dari PMS lainnya (misalnya ulserasi, adenopati,
vesikelm discharge).
 Melihat lesi perianal, terutama pada pasien dengan riwayat atau risiko
dari imunosupresi atau hubungan seksual secara anal.

c. Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium


untuk membantu menegakkan diagnosis, antara lain sebagai berikut:

a. Tes asam asetat (acetowhitening)

Tes ini menggunakan larutan asam asetat 3-5% dalam akuades, dapat
menolong mendeteksi infeksi HPV subklinis atau untuk menentukan batas
pada lesi datar. Pemeriksaan ini menolong dalam membatasi infeksi HPV ke
serviks dan anus. Sensitivitas acetowhitening pada infeksi HPV cukup baik
dan untuk beberapa lesi hasil pemeriksaan tersebut lebih baik dibandingkan
dengan hasil pemeriksaan histopatologi pada biopsi rutin. Acetowhitening
pada lesi genital eksterna tidak spesifik untuk kondiloma.2

Bubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas pada lesi yang dicurigai. Dalam
1-5 menit lesi akan berubah warna menjadi putih (acetowhite). Perubahan
warna pada lesi di daerah perianal perlu waktu lebih lama (sekitar 15
menit).3

b. Kolposkopi

Merupakan tindakan yang rutin dilakukan di bagian kebidanan, namun


belum digunakan secara luas di bagian penyakit kulit. Pemeriksaan ini
terutama berguna untuk melihat lesi kondiloma akuminata yang subklinis,
dan kadang-kadang dilakukan bersama dengan tes asam asetat. Kolposkopi
menggunakan sumber cahaya yang kuat dan lensa binokular sehingga lesi
dari infeksi HPV dapat diidentifikasi. Biasanya kolposkopi digunakan
bersama asam asetat untuk membantu visualisasi dari jaringan yang terkena.
Walaupun awalnya kolposkopi didisain untuk memeriksa alat kelamin
wanita, aplikasi dari kolposkopi sudah dikembangkan untuk memeriksa
penis dan anus. Servikal kolposkopi dan anoskopi resolusi tinggi biasanya
dilakukan setelah tes sitologi yang abnormal pada skrining dari kanker
serviks dan anus.8,9

c. Pap Smear

Seluruh wanita seharusnya dimotivasi untuk melakukan pap smear setiap


tahun karena HPV merupakan penyebab utama pada patogenesis kanker
serviks. Anal pap smear test dengan cervical brush dan larutan fiksasi
membantu dalam mendeteksi kelainan pada anus. Oleh karena itu, setiap
wanita dengan kondiloma akuminata atau yang merupakan pasangan seksual
pria penderita kondiloma akuminata sebaiknya dilakukan pap smear.2

d. Pemeriksaan Histopatologi

Gambaran mikroskopiknya adalah proliferasi berlebihan epitel skuamosa


berlapis yang ditopang oleh papilla fibrovaskular. Sel epitel yang terletak di
permukaan memiliki nukleus hiperkromatik ireguler yang dikelilingi oleh
halo jernih perinukleus, suatu perubahan yang disebut sebagai koilositosis.1
Pemeriksaan ini juga diindikasikan untuk mengkonfirmasikan SCCIS atau
squamous cell carcinoma invasive. Pada kondiloma akuminata didapatkan
akantosis dan papillomatosis pada lapisan Malpighi, dengan penebalan dan
elongasi rete ridge. Pada lapisan Malpighi bagian atas didapatkan banyak sel
vakuolisasi, tetapi distribusinya terbatas dan tidak ditemukan pada seluruh
bagian, pembuluh darah kapiler berliku-liku dan meningkat. Lapisan tanduk
mengalami parakeratosis, terutama pada lesi di permukaan mukosa. Stratum
korneum tidak terlalu tebal. Dapat pula diperoleh gambaran mitosis,
koilositosis nukleus, dobel nukleus dan apoptosis keratinosit.2

e. Deteksi DNA HPV

Adanya DNA HPV dan tipe HPV yang spesifik dapat ditentukan dengan
hibridisasi pada hapusan dan spesimen biopsi. Ada beberapa teknik
hibridisasi, antara lain hibridisasi insitu, Southern blot, Northern blot, dot
blot, filter insitu hybridization, dan polymerase chain reaction. Ada
beberapa pertimbangan dalam pemilihan metode hibridisasi, antara lain:
bahan klinis yang dianalisis, kondisi bahan klinis, ukuran sampel klinis atau
hasil DNA selular, sensitivitas, spesifisitas tipe HPV serta kepraktisan tes.2

Salah satu metode yang dipertimbangkan untuk standar baku emas deteksi
DNA HPV adalah “Southern blot hybridization”. DNA total diekstraksi dari
bahan biopsi atau dari sel yang terlepas dan didigesti dengan endonuklease
resriksi. DNA kemudian dipisahkan dalam fragmen menggunakan
elektroforesis gel dan didenaturasi dalam gel dengan alkalin menjadi DNA
serat tunggal, yang kemudian ditransfer ke filter nitroselulosa menggunakan
teknik Southern blot”. Filter kemudian dihibridisasi dengan probe DNA
HPV tipe spesifik yang dilabel dengan radioaktif atau nonradioaktif.

Penggunaan meode polymerase chain reaction (PCR) dengan amplifikasi


target sekuens DNA yang spesifik merupakan metode yang menjajikan
untuk diagnosis infeksi HPV.

f. Serologi

Kejadian kondiloma akuminata merupakan pertanda kegiatan seksual yang


tidak aman sehingga tes serologis untuk sifilis dilakukan pada seluruh pasien
untuk menyingkirkan koinfeksi dengan Treponema pallidum, dan seluruh
pasien dilakukan tes HIV.2

2.7 DIAGNOSIS BANDING

a. Veruka vulgaris
Veruka vulgaris merupakan kelainan kulit berupa hiperplasi epidermis
yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus tipe tertentu. Virus ini
bereplikasi pada sel-sel epidermis dan ditularkan dari orang-orang. Penyakit
ini juga menular dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh pasien yang sama
dengan cara autoinokulasi. Virus ini akan menular pada orang tertentu yang
tidak memiliki imunitas spesifik terhadap virus ini pada kulitnya. Veruka
vulgaris dengan klinis lesi hiperkeratotik, eksotipik dan berbentuk kubah,
papula atau nodul terutama terletak pada jari, tangan, lutut, siku atau lainnya
pada situs trauma. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya
hiperplasia epidermis yang sering bergelombang, yang cenderung mengenai
lapisan epidermis yang lebih superfisial, menimbulkan halo kepucatan di
sekitar nukleus yang terinfeksi.8
Kutil ini terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada dewasa
dan orang tua. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian
ekstensor, walaupun demikian penyebarannya dapat ke bagian lain tubuh
termasuk mukosa mulut dan hidung.1

Gambar 6. Veruka vulgaris: papul-papul datar, keras, dengan permukaan kasar,


sebagian berkonfluensi.
Sumber: Handoko R. Penyakit virus. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.112-4.

Kutil ini bentuknya bulat berwarna abu-abu, dasarnya lentikular atau


kalau berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa). Dengan
goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomen Köbner).
Dikenal pula induk kutil yang pada suatu saat akan menimbulkan anak-anak
kutil dalam jumlah yang banyak. Veruka biasanya swasirna, mereda secara
spontan dalam 6 bulan hingga 2 tahun.1

b. Kondiloma lata
Merupakan salah satu bentuk sifilis stadium II. Lesi berupa papul-papul
dengan permukaan yang lebih halus, bentuknya lebih bulat daripada
kondiloma akuminata, besar, berwarna putih atau abu-abu, lembab, lesi datar,
plakat yang erosif, ditemukan banyak spirochaeta pallidum. Terdapat pada
daerah lipatan yang lembab seperti anus dan vulva. Kelainan kulit dapat
menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great imitator. Selain
memberi kelainan pada kulit, sifilis sekunder dapat juga memberi kelainan
pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.15
Kelainan kulit yang membasah (eksudatif) pada sifilis sekunder sangat
menular. Gejala yang penting untuk membedakannya dengan berbagai
penyakit kulit yang lain ialah: kelainan kulit pada sifilis sekunder umumnya
tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada sifilis sekunder dini
kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan kaki. Lesi dapat berbentuk
roseola, papul, dan pustule, atau bentuk lain.15
Roseola ialah eritema macular, berbintik-bintik, atau berbercak-bercak,
warnanya merah tembaga, bentuknya bulat atau lonjong. Roseola akan
menghilang dalam beberapa hari atau minggu, dapat pula bertahan hingga
beberapa bulan. Bentuk lain ialah terdiri atas papul-papul lentikular,
permukaannya datar, sebagian berkonfluensi, terletak pada daerah lipatan
kulit; akibat gesekan antar-kulit permukaannya menjadi erosif, eksudatif,
sangat menular.15

Gambar 7. Sifilis stadium 2 bentuk kondiloma lata di daerah


penis, skrotum, dan inguinalis
Sumber: Murtiastutik D, Barakbah J, Lumintang H,
Martodihardjo S. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya:
Airlangga University Press; 2008.h.165-79.

Bentuk pustul lebih sering tampak pada kulit berwarna dan jika daya
tahan tubuh menurun. Timbulnya banyak pustul ini sering disertai demam
yang intermiten dan penderita tampak sakit, lamanya dapat berminggu-
minggu.15

c. Karsinoma sel skuamosa


Karsinoma sel skuamosa adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit
epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan
merupakan salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah
basalioma. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan pertumbuhan
karsinoma sel skuamosa pada kulit yaitu faktor sinar matahari, arsen,
hidrokarbon, suhu, radiasi kronis, virus. Faktor predisposisi karsinoma sel
skuamosa antara lain radiasi sinar ultraviolet, bahan karsinogen, arsenik dan
lain-lain.16,17
Vegetasi yang seperti kembang kol, mudah berdarah, dan berbau.
Kadang-kadang sulit dibedakan dengan kondiloma akuminata. Pada lesi yang
tidak memberikan respon pada pengobatan perlu dilakukan pemeriksaan
histopatologi. Umur yang paling sering ialah 40-50 tahun dengan lokalisasi
yang tersering di tungkai bawah dan secara umum ditemukan lebih banyak
pada laki-laki daripada wanita.17

Gambar 8. Karsinoma sel skuamosa: vegetasi papilomatosa seperti bunga kol.


Sumber: Rata IG. Tumor kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.236-7.

Tumor ini dapat tumbuh lambat, merusak jaringan setempat dengan kecil
kemungkinan bermetastasis. Sebaliknya tumor ini dapat pula tumbuh cepat,
merusak jaringan disekitarnya dan bermetastasis jauh, umumnya melalui saluran
getah bening. Tumor yang terletak di daerah bibir, anus, vulva, penis lebih cepat
mengadakan invasi dan bermetastasis dibandingkan dengan daerah lainnya.1
Secara histopatologi karsinoma sel skuamosa terdiri dari massa yang iregular dari
sel-sel epidermis yang berproliferasi dan menginvasi ke dermis. Karsinoma sel
skuamosa yang berdiferensiasi baik menunjukkan keratinisasi yang cepat dari
lapisan sel skuamosa. Sel-sel tumor tersusun secara fokal dan konsentris disertai
massa keratin, sehingga terbentuklah mutiara tanduk (horn pearls). Pada
karsinoma sel skuamosa diferensiasi buruk menunjukkan keratinisasi yang
terbatas atau kurang sel-sel atipik dengan gambaran mitosis yang abnormal.
Tidak dijumpai interseluler bridge.

2.8 PENATALAKSANAAN

 Podophyllotoxin 0,05% solution atau gel dan 0,15% cream


Podophyllotoxin adalah ekstrak dari tanaman podophyllum, dimana dapat
mengikat mikrotubulus selular, menghambat pembelahan mitosis dan
menginduksi dari nekrosis warts dimana maksimal 3-5 hari setelah
pemberian. Erosi yang dangkal dapat terjadi sebagai lesi nekrotik dimana
dapat sembuh dalam beberapa hari. Ini merupakan pilihan pengobatan yang
dianggap aman.4
Podophyllotoxin tersedia dalam bentuk solutio, krim atau gel dan digunakan
2 kali sehari selama 3 hari berturut dalam seminggu, maksimal sampai 4
minggu. Untuk jenis solutio pada lesi di penis, sedangkan krim atau gel pada
lesi di anal atau vaginal.
Efek sampingnya adalah sakit, inflamasi, erosi, rasa panas, gatal. Hal ini
terjadi bila penggunaan pengobatan berlebihan. Meskipun profil obat ini
secara signifikan aman, tapi podophyllotoxin belum dievaluasi secara
menyeluruh untuk teratogenik dan tidak direkomendasikan pada kehamilan.
 Imiquimod 5% cream
Krim Imiquimod (imidazoquinolinamine) 5% adalah agen topikal
imunomodulator, dimana pertama kali digunakan pada kondiloma tahun
1997. Meskipun mekanisme kerjanya masih belum jelas, tapi dapat
mengaktifkan kekebalan sel dengan mengikat membranous toll-like receptor.
Ini menyebabkan sekresi sitokin multipe, seperti interferon-α, interleukin-6,
TNF-α yang sangat penting dalam induksi respon inflamasi. Selain itu, telah
terbukti memiliki penurunan viral-load yang diukur dengan HPV DNA,
penurunan mesengger RNA (mRNA) ekspresi untuk penanda proliferasi
keratinosit dan peningkatan mRNA untuk penanda supresi tumor.4
Pemberiannya sebelum tidur, 3 kali dalam seminggu sampai 16 minggu. Efek
samping adalah inflamasi lokal seperti gatal, eritema, panas, iritasi, nyeri,
ulserasi. Kadang-kadang pasien mengalami efek samping sistemuk seperti
sakit kepala, nyeri otot, kelelahan dan malaise. Tingkat kekambuhan kecil
yaitu sekitar 13%.
 Sinecatechins 15% ointment
Adalah ekstrak botani yang telah disetujui tahun 2006 di USA oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk penatalaksanaan genital warts. Bahan
aktifnya adalah ekstrak teh hijau, yang diduga memiliki antioksidan, antivirus
dan efek antitumor. Meskipun mekanisme yang tepat masih belum jelas, obat
ini diperkirakan memodulasi respon inflamasi melalui penghambatan faktor
transkripsi AP-1 dan NF-kB, yang keduanya disebabkan oleh spesies oksigen
reaktif. Dapat diberikan 3 kali sehari sampai 4 bulan. Biasanya, jika perbaikan
tidak terlihat dalam beberapa minggu, pengobatan dihentikan.4
Efek sampingnya adalah kemerahan, panas, gatal dan nyeri. Efek samping
yang berat adalah limfadenitis, vulvovaginitis, balanitis, tetapi ini sangat
jarang.4

 Podofilin
Yang digunakan ialah tingtur podofilin 25%. Kulit di sekitarnya dilindungi
dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi, setelah 4-6 jam dicuci. Jika
belum ada penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari. Setiap kali pemberian
jangan melebihi 0,3 cc karena akan diserap dan bersifat toksik. Gejala
toksisitas ialah mual, muntah, nyeri abdomen, gangguan alat napas, dan
keringat yang disertai kulit dingin. Dapat pula terjadi supresi sumsum tulang
yang disertai trombositopenia dan leukopenia. Pada wanita hamil sebaiknya
jangan diberikan karena dapat terjadi kematian fetus.
Cara pengobatan dengan podofilin ini sering dipakai. Hasilnya baik pada lesi
yang baru, tapi kurang memuaskan pada lesi yang lama atau yang berbentuk
pipih.1podofilindianggap kurang efektif daripada podophyllotoxin,
cryotheraphy atau electrosurgery.4
 Asam triklorasetat (Trichloracetic acid/ TCA)
Digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap minggu.
Pemberiannya harus berhati-hati. Karena dapat menimbulkan ulkus yang
dalam. Dapat diberikan pada wanita hamil.1

Agen ini dapar secara cepat menembus dan membakar kulit, keratin dan
jaringan lainnya. Pengobatan ini menyebabkan toksisitas sistemik. Biaya
sangat rendah.2selain itu, TCA bersifat korosif dan penggunaan yang
berlebihan dapat menyebabkan jaringan parut.

Efek sampinGg: Toksisitas kulit (luka bakar berat, inflamasi)


Kontraindikasi: Hipersensitivitas, lesi maligna atau premaligna
Farmakologi:Keratolitik, menginduksi deskuamasi2

 5-fluorourasil
Konsentrasinya antara 1-5 % dalam krim, dipakai terutama pada lesi di
meatus uretra. Pemberiannya setiap hari sampai lesi hilang. Sebaiknya
penderita tidak miksi selama 2 jam setelah pengobatan.1
Tidak lagi direkomendasikan untuk pengobatan rutin. Memiliki aktifitas
antimetabolik dan/atau antineoplastik dan imunostimulatif. Penggunaannya
untuk mencegah kekambuhan setelah ablasi kondiloma, jika dimulai dalam
waktu 4 minggu, khususnya pada pasien dengan immunocompromised.
 Bedah listrik(electrosurgery)

Melibatkan penggunaan arus listrik frekuensi tinggi dalam bentuk termal


koagulasi atau elektrokauter untuk membakar dan menghancurkan lesi.
Jaringan yang kering kemudian dilakukan kuretase. Teknik ini berkhasiat
bila digunakan dalam pengobatan wart yang kecil terletak pada shaft of
penis, rektum atau vulva. Namun tidak dianjurkan pada lesi yang besar
karena mungkin dapat menyebabkan formasi scar yang permanen. Efek
sampingnya adalah minimal, biasanya terbatas pada nyeri post prosedural.

Cryotheraphy

Cryotheraphy dapat dilakukan dengan menggunakan open spray atau


aplikator cotton-tipped selama 10-15 detik dan dapat diulang sesuai dengan
kebutuhan. Cryotheraphy untuk pengobatan lini pertama sangat baik,
terutama untuk lesi perianal.2

Efek sampingnya adalah nyeri saat treatment, erosi, ulserasi, dan


hipopigmentasi post inflamasi dari kulit. Cryotheraphy aman selama
kehamilan.2

Cryotheraphy juga memiliki keuntungan yaitu sederhana, murah dan jarang


menyebabkan jaringan parut. Pada penelitian dilaporkan tingkat
kekambuhan adalah 21%-42% pada 1-3 bulan.

Cryotheraphy adalah proses dimana jaringan abnormal beku melalui


penggunaan Cooling agent seperti nitrous oxide atau liquid nitrogen. Suhu
harus dingin sehingga menyebabkan permanen dermal dan kerusakan
pembuluh darah. Umumnya, pengobatan ini paling efektif bila digunakan
untuk multiple small warts pada penile shaft atau vulva.4

Cryotheraphy dianggap cukup murah dan lebih berkhasiat dibandingkan


dengan TCA. Tingkat kekambuhan sekitar 25-40%. Efek sampingnya
adalah destruksi jaringan lokal, seperti nyeri, ulserasi, infeksi, risiko
jaringan parut.4

 Bedah Eksisi

Selama bertahun-tahun bedah eksisi dianggap menjadi pilihan


utama.4bedah eksisi untuk kondilomata anal yang ekstensif dapat
menyebabkan deformitas kosmetik pada anus dan/atau kanalis anal.
Stenosis anal merupakan komplikasi serius dari surgery anorektal.
Dikarenakan risiko striktur dan scar menyebabkan deformitas pada regio
anorektal, beberapa dokter menyarankan setelah bedah eksisi pada
kondiloma anal ekstensif rekonstruksi operasi menggunakan rotasional
bilateral S-flaps atau metode lain seperti V-Y flaps, musculocutaneus flaps,
free flaps dan skin grafting. Komplikasi setelah metode ini seperti nekrosis
flap, infeksi, inkotinensia fekal.7

 Laser karbondioksida

Terapi laser kabrbondioksida bergantung pada penggunaan konsentrasi


sinar energi cahaya infrared, yang akan memanaskan dan akhirnya akan
menguapkan daerah target. Kemanjuran terapi ini untuk kondiloma masih
diperdebatkan. Terapi laser biasanya dianggap kurang efektif dibandingkan
terapi bedah lainnya. Tingkat kekambuhannya juga cenderung meningkat
antara 23-52%. Terapi ini sangat mahal.4

Luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit jaringan parut, bila
dibandingkan elektrokauterisasi.1

Penggunaan karbondioksida untuk treatment laser untuk kondiloma


akuminata yang ekstensiv atau rekurent.Berpotensi untuk mendeteksi
infeksi HPV tipe 6. Anestesi lokal, regional atau general diperlukan. 2

 Interferon

Dapat diberikan dalam bentuk suntikan (i.m atau intralesi) dan topikal
(krim). Interferon alfa diberikan dengan dosis 4-6 mU. i.m 3 kali seminggu
selama 6 minggu atau dengan dosis 1-5 mU i.m selama 6 minggu.
Interferon beta diberikan dengan dosis 2x106 unit i.m selama 10 hari
berturut-turut.1

Interferon tidak direkomendasikan sebagai modalitas pengobatan utama.


Diproduksi secara alami oleh protein dengan antivirus, antitumor dan
immunomodulatory actions.

2.9 VAKSINASI

Vaksin human papilloma virus sekarang tersedia untuk mencegahHPV


terkait dengan displasia dan neoplasia termasuk kanker serviks, genital warts
(kondiloma akuminata) dan lesi genital prakanker. Imunisasi seri harus
diselesaikan pada anak laki-laki dan perempuan, maupun usia muda, dan
perempuan usia 9-26 tahun.2

Vaksin Papiloma Virus (Gardasil) (HPV4)

Merupakan vaksin rekombinan HPV kuadrivalen. Vaksin pertama diindikasikan


untuk mencegah kanker serviks, genital warts (kondiloma akuminata) dan lesi
genital prakanker (misalnya adenokarsinoma serviks in situ, neoplasia
intraepitelial serviks grades 1, 2 dan 3, neoplasia intraepitelial vulva grade 2 dan
3, neoplasia intraepitelial vagina grade 2 dan 3) disebabkan oleh HPV tipe 6, 11,
16 da 18. Efikasi vaksin dimediasi oleh respon imun humoral mengikuti
imunisasi seri. Diindikasi untuk mencegah kondiloma akuminata yang
disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11 pada anak laki-laki dan perempuan, dan
wanita usia 9-26 tahun.2

Dosis Form & Strength

Mencegah Penyakit yang disebabkan oleh HPV tipe 6, 11, 16 dan 18

 Usia 9-26 tahun: 0,5 ml IM, 3x dosis diberikan pada bulan 0, 2 dan 6.2
 Jika usia telah mencapai 26 tahun, tapi imunisasi seri belum selesai, dosis
yang tersisa dapat diberikan setelah usia 26 tahun (CDC Guidelines)2

Indikasi untuk mencegah pada perempuan (9-26 tahun):

 Kanker serviks, vulva dan vagina yang disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18.2
 Genital Warts (kondiloma akuminata) yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan
11.2

Lesi prekanker atau displastik pada perempuan (9-26 tahun) yang disebabkan
oleh HPV tipe 6, 11,16 dan 18:2

 Cervical Intra epithelial Neoplasia (CIN) grade 2/3


 Cervical adenocarcinoma in situ
 CIN grade 1
 Vulvar Intraepitheliasl Neoplasia (VIN) grade 2/3
 VIN grade 2/3

Indikasi untuk mencegah pada laki-laki (9-26 tahun):2

 Genital warts (kondiloma akuminata) yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan
11
 CDC APIP guidelines merekomendasikan imunisasi rutin pada anak laki-laki
usia 11-12 tahun
 Direkomendasikan untuk laki-laki yang sebelumnya belum divaksinasi usia
22-26 tahun yang immunocompromised, test positif untuk infeksiHIV.

Anal Cancer

 Diindikasi untuk mencegah kanker anal yang disebabkan oleh HPV tipe 6, 11,
16 dan 18 pada usia 9-26 tahun.2
Pemberian:

Pada regio deltoid atau lengan atas.2

Efek Samping:

Efek samping yang didapat dapat dilaporkan ke Vaccine Adverse Events


Reporting System (VAERS).2

>10%:2

Nyeri saat injeksi, eritema, pembengkakan dan demam

Farmakologi:

Vaksinasi ini menimbulkan kekebalan aktif melalui stimulasi produksi antibodi


yang diproduksi secara endogen. Timbulnya perlindungan terhadap penyakit
relatif lama, tetapi durasi bisa bertahan lama (tahunan).2

Cervarix (HPV2)4

Pada tahub 2009, FDA berlisensi, rekombinan vaksin HPV bivalen (HPV2)
untuk digunakan pada usia 10-25 tahun. Cervarix ditujukan untuk dua jenis
onkogenik, yaitu HPV tipe 16 dan 18, yang berhubungan dengan kanker
serviks, CIN grade 1, dan adenocarcinoma insitu. Secara keseluruhan,
American Cancer Society ad Advisory Committe on Immunization Practice
merekomendasikan vaksinasi rutin pada wanita usia 11 atau 12 tahun dengan 3
dosis baik HPV2 atau HPV4. Vaksinasi serial dapat dimulai pada usia 9 tahun.
Dosis kedua diberikan 1-2 bulan setelah dosis awal, dan dosis ketiga 6 bulan
setelah dosis awal.

2.10 PROGNOSIS

Walaupun sering mengalami residif, prognosisnya baik. Faktor


predisposisinya dicari, misalnya higiene, adanya flour albus, atau kelembaban
pada pria akibat tidak disirkumsisi.1

Banyak pasien baik itu gagal untuk merespon pengobatan atau rekuren.
Tingkat kekambuhan lebih dari 50% setelah 1 tahun dihubungkan dengan:2

 Infeksi berulang dari kontak seksual


 Masa inkubasi yang panjang dari HPV
 Lokasi virus pada lapisan kulit superfisial
 Virus yang persisten di kulit, folikel rambut
 Lesi yang dalam
 Lesi subklinik
 An underlying immunosuppression
Edukasi Pasien:
 Mengindentifikasi dan mengedukasi individu yang berisiko untuk terjadi
kondiloma akuminata2

2.11 Komplikasi

 Transformasi untuk keganasan genitourinaria pada laki-laki maupun


perempuan2
 Penularan pada neonatus2
 Kondiloma akuminata yang berulang2
 Pre-cancer dan cancer
Pre-malignant (vulva, anal, penile intra-epithelial neoplasia) atau lesi invasif
(vulva, anal dan kanker penis) dapat muncul bersamaan dengan kondiloma.
Bowenoid papulosis (BP) adalah lesi coklat kemerahan yang dihubungkan
dengan tipe HPV yang onkogenik dan merupakan bagian dari spektrum klinis
neoplasia intraepithelial anogenital. Biopsi dapat dilakukan. Varian lain yang
jarang adalah HPV tipe 6/11 yaitu penyakit kondiloma raksasa atau Buschke-
Lowenstein tumor. Ini merupakan karsinoma verukosa, ditandai dengan
infiltrasi lokal yang agresig sampai ke struktur dermal.3

2.12 Pencegahan

 Tidak ada medikasi yang efektif 100%. Vaksin HPV dapat dilakukan dan telah
disetejui oleh FDA. The Advisory Committee on Immunization Practice (ACIP)
merekomendasikan vaksinasi rutin untuk perempuan usia 11-12 tahun dan
vaksinasi catch-up untuk perempuan usia 13-26 tahun.2
 Sexual abstinence2
 Kondom dapat mencegah terjadinya penularan2
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke enam.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2009.
2. Ghadishah,Delaram.Reference:Condyloma-Acuminata.
http://emedicine.medscape.com/article/781735-overview.
3. Lacey, Woodhall, Wikstrom, Ross. European Guideline for the Management of
Anogenital Warts. 2011: 130911.
4. Valarie, Yanofsky, Patel, & Goldenberg. Genital Warts: A Comprehensive Review. The
Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology. June 2012: Vol 5:61.
5. Gearhart,Peter.Reference:Human-Papilloma-Virus.
http://emedicine.medscape.com/article/219110-overview
6. Braga, Stiepcich, Muller, Nadal, Valeria. Buschke-Loewenstein tumor: Identification
of HPV type 6 and 11. Anais Brasileiros de Dermatologia. 2012;87(1):131-134.
7. Wronski, Bocian. Surgical Excision of Extensive Anal condylomata is a Safe Operation
Without Risk of Anal Stenosis. Departement of General and Vascular Surgery.
2012;66:153-157.
8. Murtiastutik D, Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S. Buku Ajar Infeksi
Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.h.165-79.
9. Rosana Y. Pemeriksaan laboratorium mikrobiologi infeksi menular seksual. Dalam:
Daili SF, Makes WIB, Zubier F, editor. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2009.h.53-5.
10. Murphy G. Kulit. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins Sl, editor. Buku Ajar Patologi.
Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2007.h.893-4.

Anda mungkin juga menyukai