KONDILOMA AKUMINATA
Disusun oleh :
406172079
Pembimbing :
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Tgl Lahir : 14 – 07 – 1972
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Diketahui
Pekerjaan : Diketahui
Pernikahan : Menikah
Pendidikan : SMA
Tgl masuk Poli : 26 April 2019
B. Anamnesa
Diambil dari autoanamnesa pada tanggal 26 April 2019 pukul 11.15 WIB di poli
kulit RS Husada.
Keluhan Tambahan : -
Pasien datang dengan keluhan ada benjolan seperti daging tumbuh di sekitar anus
sejak 4 bulan sebelum datang ke poli kulit RS Husada. Awalnya benjolan tersebut
muncul hanya satu yang disadari ketika pasien BAB yg terasa ngeganjal seperti
pasir. Setelah beberapa hari kemudian muncul lagi benjolan yang sama dan terasa
agak gatal. Benjolan tersebut bertangkai,tidak berdarah, tidak berbau, BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Pasien mengaku sudah menikah selama 15 tahun dan
mempunyai 2 anak yang berusia 15 tahun dan 5 tahun. Pasien lupa kapan
berhubungan seks terakhir dengan istrinya Namun pasien mengaku ia mempunyai
pasangan laki-laki dan pernah berhubungan seks melalui anus, pasien terakhir
berhubungan seks dengan pasangan laki-laki tersebut 3 bulan lalu. Saat aktivitas
seksual pasien berlaku sebagai reseptif. Selama berhubungan seks pasien tidak
pernah menggunakan kondom. Keluhan yang sama pada pasangan laki nya tidak
diketahui Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya. Pasien mengaku
sudah memberi tahu keadaan pasien kepada istrinya. Pasien mengaku tidak
mengalami nyeri saat kencing, keluar nanah pada kemaluan, lenting pada
kemaluan.
Riwayat Pengobatan
Riwayat Keluarga
C. Status Generalis
D. Pemeriksaan Sistem
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Mulut : Karies gigi (-)
Leher : Trakea letak tengah, pembesaran KGB (-)
Thorax :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-), ictus cordis tidak
tampak
Abdomen :
Perkusi : Timpani
E. Status Dermatologikus
Warna : Kecokelatan
Ukuran : Lentikuler
Jumlah : Multipel
Efloresensi sekunder :-
Konfigurasi :-
F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
G. Resume
Pasien datang dengan keluhan ada benjolan seperti daging tumbuh di sekitar anus
sejak 4 bulan sebelum datang ke poli kulit RS Husada. Awalnya benjolan tersebut
muncul hanya satu yang disadari ketika pasien BAB yg terasa ngeganjal seperti pasir.
Setelah beberapa hari kemudian muncul lagi benjolan yang sama dan terasa agak
gatal. Benjolan tersebut bertangkaiBAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien mengaku
sudah menikah selama 15 tahun dan mempunyai 2 anak yang berusia 15 tahun dan 5
tahun. Namun pasien mengaku ia mempunyai pasangan laki-laki dan pernah
berhubungan seks melalui anus, pasien terakhir berhubungan seks dengan pasangan
laki-laki tersebut 3 bulan lalu. Selama berhubungan seks pasien tidak pernah
menggunakan kondom. Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya. Pasien
mengaku tidak mengalami nyeri saat kencing, keluar nanah pada kemaluan, lenting
pada kemaluan Dari status dermatologic ditemukan di regio perianal regional lokalisata,
papul, permukaan tidak rata, warna kecoklatan, jumlah multipel
H. Diagnosis
Diagnosis Kerja : kondiloma akuminata
Pemeriksaan Anjuran : Darah Lengkap, Tes IVA, Tes HIV, Tes sifilis,
Anoskopi
I. Penatalaksaan
Medikamentosa
-
Nonmedikamentosa
- Elektro kauterisasi dengan anestesi lokal
- Identifikasi dan edukasi pasien risiko
- Stop berhubungan seks sesama jenis
- Gunakan kondom
J. Prognosis
Ad functionam : Ad Bonam
Ad sanationam : Dubia
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Salah satu cara yang paling praktis untuk menghindari penyakit menular seksual
adalah dengan melakukan hubungan seksual dengan satu orang yang telah
diketahui kesehatannya atau dengan kata lain melakukan hubungan seksual
yang lebih aman. Kondom tidak dapat melindungi dari infeksi HPV karena
HPV dapat ditularkan melalui kontak kulit ke kulit pada area tubuh yang
terinfeksi HPV, seperti kulit genitalia atau anus yang tidak tertutup kondom
2.2 ETIOLOGI
Pada referensi lain menyebutkan, lebih dari 120 subtipe yang berbeda dari
HPV yang telah diidentifikasi, dengan 40 subtipe yang mampu menginfeksi
traktus anogenital. Jenis ini dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu low risk,
intermediate risk, dan high risk. HPV tipe 6 dan 11 jarang menimbulkan kanker
serviks sehingga disebut subtipe low risk. Infeksi dari genotif ini bertanggung
jawab sekitar 90% pada formasi genital warts. Sebaliknya tipe 16 dan 18 sangat
berhubungan dengan displasia serviks sehingga dianggap high risk, subtipe
onkogenik. Penelitian menunjukkan infeksi pada genotif ini adalah sampai 70%
terjadi Squamous Cell Carcinoma (SCC) dari serviks. HPV tipe 31, 33, 45, 51,
52, 56, 58, dan 59 adalah tipe intermediate risk, sering ditemukan pada
neoplasma skuamosa, tetapi jarang dihubungkan dengan SCC serviks. Pasien
dengan kondiloma akuminata dapat terinfeksi stimultan oleh beberapa jenis
HPV.4
Beberapa tipe HPV tertentu mempunyai potensi onkogenik yang tinggi,
yaitu tipe 16 dan 18. Tipe ini merupakan jenis virus yang paling sering dijumpai
pada kanker serviks. Sedangkan tipe 6 dan 11 lebih sering ditemui pada
kondiloma akuminata dan neoplasia intraepitelial serviks derajat
ringan.1kondiloma juga dapat menjadi koinfeksi yang “high risk” HPV seperti
HPV tipe 16. Merupakan penyakit menular seksual, dengan transmisi rata-rata
60% diantara partner seksual.3
HPV adalah virus yang sangat menular dan dapat ditularkan melalui
kontak seksual genital, anal dan oral. Kontak seksual yang terinfeksi HPV pada
individu mempunyai peluang 75% untuk terjadi kondiloma akuminata.4
VIROLOGY
Genom virus terdiri dari 6 early-open reading frames (E1, E2, E4, E5, E6,
E7) dan 2 late-open reading frames (L1, L2). Early-open E gen adalah penting
untuk regulasi fungsi dan enkode protein yang terlibat pada replikasi virus dan
transformasi sel. Sebaliknya late-open L gen mengkode protein kapsid virus.
Perbedaan genotip L1 menyebabkan pola yang sedikit berubah dari virus
replikasi DNA, yang diperkirakan dapat menjelaskan berbagai subtipe HPV.
Secara khusus, HPV subtipe low risk akan terpisah dari DNA sel host dan
menjalani replikasi yang independen. Sebaliknya HPV high risk akan
menggabungkan DNA mereka langsung ke material genetik sel host. Integrasi
virus dan DNA sel host seringkali menghasilkan disregulasi dan aktivasi tak
terkontrol dari gen E6 dan E7, dimana mempromosikan transkripsi onkoprotein.
Ini akan mengikat dan menonaktifkan tumor supressor genes p53 dan Rb,
menyebabkan proliferasi sel meningkat dan risiko lebih besar untuk terjadinya
keganasan.4
DERMATOPATOLOGI
Secara hisptopatologi, ciri khas sel yang terinfeksi oleh HPV adalah
berkembangnya morfologi keratinosit atipikal yang disebut koilosit. Secara
umum, epidermis akan menunjukkan acanthosis ditandai dengan berbagai
tingkat papilomatosis, hiperkeratosis dan parakeratosis.4
2.3. PATOGENESIS
Sel-sel dari lapisan basal epidermis diserang oleh Human Papilloma Virus
(HPV). Penetrasi virus ini menembus kulit dan menyebabkan mikroabrasi
mukosa. Awalnya fase laten dari virus dengan tidak adanya tanda atau gejala
dan dapat berlangsung dari satu bulan sampai beberapa tahun. Setelah fase
laten, produksi dari DNA virus, capsid dan partikel dimulai. Sel host terinfeksi
dan berkembang morfologi koilocytosis atipikal dari kondiloma akuminata.2
Lesi dapat menimbulkan ketidaknyamanan, rasa panas, dan pruritus. Lesi yang
besar dapat berdarah dan iritasi bila kontak dengan pakaian atau selama
hubungan seksual.4
a. Infeksi Klinis
4. Veruka plana
b. Infeksi Subklinis
Hanya tampak dengan alat bantu misal asam asetat 3-5%, lensa
pembesar, dan kolposkopi, namun secara histopatologis menunjukkan
adanya infeksi HPV.2
c. Infeksi Laten
Tidak tampak infeksi HPV baik secara klinis, dengan alat bantu,
maupun secara histopatologis. DNA HPV dapat dideteksi pada epitel yang
tampak normal dengan teknik biologi molekuler.2
Sumber: Handoko R. Penyakit virus. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.112-4.
Meskipun demikian perlu diingat bahwa tidak ada batasan yang jelas
antara ketiga bentuk tadi dan sering pula dijumpai bentuk-bentuk peralihan.
Selain ketiga bentuk klinis diatas, dijumpai juga bentuk klinis yang lain yang
telah diketahui berhubungan dengan keganasan pada genitalia, yaitu:
b. Papulosis Bowenoid
2.6 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Partner seksual multipel dan usia coitus yang lebih muda merupakan
faktor risiko kondiloma akuminata.2
Umumnya, 2/3 dari individu yang memiliki pasangan kontak seksual
dengan kondiloma akuminata, lesi dapat berkembang dalam waktu 3
bulan.2
Keluhan utama biasanya salah satu benjolan nyeri, pruritus atau
discharge. Terlibatnya lebih dari satu area sering terjadi. Riwayat lesi
multipel.2
Lesi pada mukosa oral, laring atau trakea (tapi jarang) mungkin terjadi
karena kontak oral-genital.2
Riwayat hubungan seksual anal baik pada lak-laki maupun perempuan
dapat menyebabkan lesi pada perianal.2
Perdarahan uretra atau obstruksi uretra meskipun jarang dapat terjadi,
dapat disebabkan oleh kondiloma yang terdapat di meatus.2
Riwayat pasien dengan PMS sebelumnya atau sedang terjadi.2
Perdarahan saat koitus dapat terjadi. Perdarahan vagina selama
kehamilan terjadi karena erupsi dari kondiloma.2
Lesi dapat regresi, spontan atau progres.2
Pruritus dapat terjadi.2
Keluhan discharge mungkin ada.2
b. Pemeriksaan Fisik
Erupsi papular single atau multipel dapat diobservasi. Erupsi mungkin
muncul mutiara, filiform, kembang kol (caulifowler) atau plaquelike.
Semuanya ini dapat secara halus (terutama pada penis), verukosa atau
lobular. Erupsi ini mungkin tidak berbahaya atau dapat mengganggu
penampilan.2
Warna erupsi mungkin sama dengan warna kulit atau dapat juga eritema
atau hiperpigmentasi. Periksa ketidakteraturan dalam bentuk,warna
yang mensugesti melanoma atau keganasan.2
Kecenderungan pada glands penis pada pria dan daerah vulvovagina dan
serviks pada perempuan. 2
Lesi meatus uretra dan mukosa dapat terjadi.2
Mencari adanya klinis dari PMS lainnya (misalnya ulserasi, adenopati,
vesikelm discharge).
Melihat lesi perianal, terutama pada pasien dengan riwayat atau risiko
dari imunosupresi atau hubungan seksual secara anal.
Tes ini menggunakan larutan asam asetat 3-5% dalam akuades, dapat
menolong mendeteksi infeksi HPV subklinis atau untuk menentukan batas
pada lesi datar. Pemeriksaan ini menolong dalam membatasi infeksi HPV ke
serviks dan anus. Sensitivitas acetowhitening pada infeksi HPV cukup baik
dan untuk beberapa lesi hasil pemeriksaan tersebut lebih baik dibandingkan
dengan hasil pemeriksaan histopatologi pada biopsi rutin. Acetowhitening
pada lesi genital eksterna tidak spesifik untuk kondiloma.2
Bubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas pada lesi yang dicurigai. Dalam
1-5 menit lesi akan berubah warna menjadi putih (acetowhite). Perubahan
warna pada lesi di daerah perianal perlu waktu lebih lama (sekitar 15
menit).3
b. Kolposkopi
c. Pap Smear
d. Pemeriksaan Histopatologi
Adanya DNA HPV dan tipe HPV yang spesifik dapat ditentukan dengan
hibridisasi pada hapusan dan spesimen biopsi. Ada beberapa teknik
hibridisasi, antara lain hibridisasi insitu, Southern blot, Northern blot, dot
blot, filter insitu hybridization, dan polymerase chain reaction. Ada
beberapa pertimbangan dalam pemilihan metode hibridisasi, antara lain:
bahan klinis yang dianalisis, kondisi bahan klinis, ukuran sampel klinis atau
hasil DNA selular, sensitivitas, spesifisitas tipe HPV serta kepraktisan tes.2
Salah satu metode yang dipertimbangkan untuk standar baku emas deteksi
DNA HPV adalah “Southern blot hybridization”. DNA total diekstraksi dari
bahan biopsi atau dari sel yang terlepas dan didigesti dengan endonuklease
resriksi. DNA kemudian dipisahkan dalam fragmen menggunakan
elektroforesis gel dan didenaturasi dalam gel dengan alkalin menjadi DNA
serat tunggal, yang kemudian ditransfer ke filter nitroselulosa menggunakan
teknik Southern blot”. Filter kemudian dihibridisasi dengan probe DNA
HPV tipe spesifik yang dilabel dengan radioaktif atau nonradioaktif.
f. Serologi
a. Veruka vulgaris
Veruka vulgaris merupakan kelainan kulit berupa hiperplasi epidermis
yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus tipe tertentu. Virus ini
bereplikasi pada sel-sel epidermis dan ditularkan dari orang-orang. Penyakit
ini juga menular dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh pasien yang sama
dengan cara autoinokulasi. Virus ini akan menular pada orang tertentu yang
tidak memiliki imunitas spesifik terhadap virus ini pada kulitnya. Veruka
vulgaris dengan klinis lesi hiperkeratotik, eksotipik dan berbentuk kubah,
papula atau nodul terutama terletak pada jari, tangan, lutut, siku atau lainnya
pada situs trauma. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya
hiperplasia epidermis yang sering bergelombang, yang cenderung mengenai
lapisan epidermis yang lebih superfisial, menimbulkan halo kepucatan di
sekitar nukleus yang terinfeksi.8
Kutil ini terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada dewasa
dan orang tua. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian
ekstensor, walaupun demikian penyebarannya dapat ke bagian lain tubuh
termasuk mukosa mulut dan hidung.1
b. Kondiloma lata
Merupakan salah satu bentuk sifilis stadium II. Lesi berupa papul-papul
dengan permukaan yang lebih halus, bentuknya lebih bulat daripada
kondiloma akuminata, besar, berwarna putih atau abu-abu, lembab, lesi datar,
plakat yang erosif, ditemukan banyak spirochaeta pallidum. Terdapat pada
daerah lipatan yang lembab seperti anus dan vulva. Kelainan kulit dapat
menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great imitator. Selain
memberi kelainan pada kulit, sifilis sekunder dapat juga memberi kelainan
pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.15
Kelainan kulit yang membasah (eksudatif) pada sifilis sekunder sangat
menular. Gejala yang penting untuk membedakannya dengan berbagai
penyakit kulit yang lain ialah: kelainan kulit pada sifilis sekunder umumnya
tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada sifilis sekunder dini
kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan kaki. Lesi dapat berbentuk
roseola, papul, dan pustule, atau bentuk lain.15
Roseola ialah eritema macular, berbintik-bintik, atau berbercak-bercak,
warnanya merah tembaga, bentuknya bulat atau lonjong. Roseola akan
menghilang dalam beberapa hari atau minggu, dapat pula bertahan hingga
beberapa bulan. Bentuk lain ialah terdiri atas papul-papul lentikular,
permukaannya datar, sebagian berkonfluensi, terletak pada daerah lipatan
kulit; akibat gesekan antar-kulit permukaannya menjadi erosif, eksudatif,
sangat menular.15
Bentuk pustul lebih sering tampak pada kulit berwarna dan jika daya
tahan tubuh menurun. Timbulnya banyak pustul ini sering disertai demam
yang intermiten dan penderita tampak sakit, lamanya dapat berminggu-
minggu.15
Tumor ini dapat tumbuh lambat, merusak jaringan setempat dengan kecil
kemungkinan bermetastasis. Sebaliknya tumor ini dapat pula tumbuh cepat,
merusak jaringan disekitarnya dan bermetastasis jauh, umumnya melalui saluran
getah bening. Tumor yang terletak di daerah bibir, anus, vulva, penis lebih cepat
mengadakan invasi dan bermetastasis dibandingkan dengan daerah lainnya.1
Secara histopatologi karsinoma sel skuamosa terdiri dari massa yang iregular dari
sel-sel epidermis yang berproliferasi dan menginvasi ke dermis. Karsinoma sel
skuamosa yang berdiferensiasi baik menunjukkan keratinisasi yang cepat dari
lapisan sel skuamosa. Sel-sel tumor tersusun secara fokal dan konsentris disertai
massa keratin, sehingga terbentuklah mutiara tanduk (horn pearls). Pada
karsinoma sel skuamosa diferensiasi buruk menunjukkan keratinisasi yang
terbatas atau kurang sel-sel atipik dengan gambaran mitosis yang abnormal.
Tidak dijumpai interseluler bridge.
2.8 PENATALAKSANAAN
Podofilin
Yang digunakan ialah tingtur podofilin 25%. Kulit di sekitarnya dilindungi
dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi, setelah 4-6 jam dicuci. Jika
belum ada penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari. Setiap kali pemberian
jangan melebihi 0,3 cc karena akan diserap dan bersifat toksik. Gejala
toksisitas ialah mual, muntah, nyeri abdomen, gangguan alat napas, dan
keringat yang disertai kulit dingin. Dapat pula terjadi supresi sumsum tulang
yang disertai trombositopenia dan leukopenia. Pada wanita hamil sebaiknya
jangan diberikan karena dapat terjadi kematian fetus.
Cara pengobatan dengan podofilin ini sering dipakai. Hasilnya baik pada lesi
yang baru, tapi kurang memuaskan pada lesi yang lama atau yang berbentuk
pipih.1podofilindianggap kurang efektif daripada podophyllotoxin,
cryotheraphy atau electrosurgery.4
Asam triklorasetat (Trichloracetic acid/ TCA)
Digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap minggu.
Pemberiannya harus berhati-hati. Karena dapat menimbulkan ulkus yang
dalam. Dapat diberikan pada wanita hamil.1
Agen ini dapar secara cepat menembus dan membakar kulit, keratin dan
jaringan lainnya. Pengobatan ini menyebabkan toksisitas sistemik. Biaya
sangat rendah.2selain itu, TCA bersifat korosif dan penggunaan yang
berlebihan dapat menyebabkan jaringan parut.
5-fluorourasil
Konsentrasinya antara 1-5 % dalam krim, dipakai terutama pada lesi di
meatus uretra. Pemberiannya setiap hari sampai lesi hilang. Sebaiknya
penderita tidak miksi selama 2 jam setelah pengobatan.1
Tidak lagi direkomendasikan untuk pengobatan rutin. Memiliki aktifitas
antimetabolik dan/atau antineoplastik dan imunostimulatif. Penggunaannya
untuk mencegah kekambuhan setelah ablasi kondiloma, jika dimulai dalam
waktu 4 minggu, khususnya pada pasien dengan immunocompromised.
Bedah listrik(electrosurgery)
Bedah Eksisi
Laser karbondioksida
Luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit jaringan parut, bila
dibandingkan elektrokauterisasi.1
Interferon
Dapat diberikan dalam bentuk suntikan (i.m atau intralesi) dan topikal
(krim). Interferon alfa diberikan dengan dosis 4-6 mU. i.m 3 kali seminggu
selama 6 minggu atau dengan dosis 1-5 mU i.m selama 6 minggu.
Interferon beta diberikan dengan dosis 2x106 unit i.m selama 10 hari
berturut-turut.1
2.9 VAKSINASI
Usia 9-26 tahun: 0,5 ml IM, 3x dosis diberikan pada bulan 0, 2 dan 6.2
Jika usia telah mencapai 26 tahun, tapi imunisasi seri belum selesai, dosis
yang tersisa dapat diberikan setelah usia 26 tahun (CDC Guidelines)2
Kanker serviks, vulva dan vagina yang disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18.2
Genital Warts (kondiloma akuminata) yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan
11.2
Lesi prekanker atau displastik pada perempuan (9-26 tahun) yang disebabkan
oleh HPV tipe 6, 11,16 dan 18:2
Genital warts (kondiloma akuminata) yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan
11
CDC APIP guidelines merekomendasikan imunisasi rutin pada anak laki-laki
usia 11-12 tahun
Direkomendasikan untuk laki-laki yang sebelumnya belum divaksinasi usia
22-26 tahun yang immunocompromised, test positif untuk infeksiHIV.
Anal Cancer
Diindikasi untuk mencegah kanker anal yang disebabkan oleh HPV tipe 6, 11,
16 dan 18 pada usia 9-26 tahun.2
Pemberian:
Efek Samping:
>10%:2
Farmakologi:
Cervarix (HPV2)4
Pada tahub 2009, FDA berlisensi, rekombinan vaksin HPV bivalen (HPV2)
untuk digunakan pada usia 10-25 tahun. Cervarix ditujukan untuk dua jenis
onkogenik, yaitu HPV tipe 16 dan 18, yang berhubungan dengan kanker
serviks, CIN grade 1, dan adenocarcinoma insitu. Secara keseluruhan,
American Cancer Society ad Advisory Committe on Immunization Practice
merekomendasikan vaksinasi rutin pada wanita usia 11 atau 12 tahun dengan 3
dosis baik HPV2 atau HPV4. Vaksinasi serial dapat dimulai pada usia 9 tahun.
Dosis kedua diberikan 1-2 bulan setelah dosis awal, dan dosis ketiga 6 bulan
setelah dosis awal.
2.10 PROGNOSIS
Banyak pasien baik itu gagal untuk merespon pengobatan atau rekuren.
Tingkat kekambuhan lebih dari 50% setelah 1 tahun dihubungkan dengan:2
2.11 Komplikasi
2.12 Pencegahan
Tidak ada medikasi yang efektif 100%. Vaksin HPV dapat dilakukan dan telah
disetejui oleh FDA. The Advisory Committee on Immunization Practice (ACIP)
merekomendasikan vaksinasi rutin untuk perempuan usia 11-12 tahun dan
vaksinasi catch-up untuk perempuan usia 13-26 tahun.2
Sexual abstinence2
Kondom dapat mencegah terjadinya penularan2
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke enam.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2009.
2. Ghadishah,Delaram.Reference:Condyloma-Acuminata.
http://emedicine.medscape.com/article/781735-overview.
3. Lacey, Woodhall, Wikstrom, Ross. European Guideline for the Management of
Anogenital Warts. 2011: 130911.
4. Valarie, Yanofsky, Patel, & Goldenberg. Genital Warts: A Comprehensive Review. The
Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology. June 2012: Vol 5:61.
5. Gearhart,Peter.Reference:Human-Papilloma-Virus.
http://emedicine.medscape.com/article/219110-overview
6. Braga, Stiepcich, Muller, Nadal, Valeria. Buschke-Loewenstein tumor: Identification
of HPV type 6 and 11. Anais Brasileiros de Dermatologia. 2012;87(1):131-134.
7. Wronski, Bocian. Surgical Excision of Extensive Anal condylomata is a Safe Operation
Without Risk of Anal Stenosis. Departement of General and Vascular Surgery.
2012;66:153-157.
8. Murtiastutik D, Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S. Buku Ajar Infeksi
Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.h.165-79.
9. Rosana Y. Pemeriksaan laboratorium mikrobiologi infeksi menular seksual. Dalam:
Daili SF, Makes WIB, Zubier F, editor. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2009.h.53-5.
10. Murphy G. Kulit. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins Sl, editor. Buku Ajar Patologi.
Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2007.h.893-4.