Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

KONDILOMA AKUMINATA DAN SIFILIS

Pembimbing:

dr. Dwi Nurwulan Pravitasari, Sp.KK

Oleh:

Agustya Elya Risnanda – 202310401011001

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSU UMM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus

yang berjudul Kondiloma Akuminata dan Sifilis. Penyusunan laporan kasus ini

merupakan salah satu tugas yang didapat oleh penulis selama mengikuti

kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit di RSU Universitas

Muhammadiyah Malang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ratna Wulandari, Sp.KK,

dr. Dwi Nurwulan Pravitasari, Sp.KK, dan dr. Sri Adila Nurainiwati, Sp.KK atas

bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus

ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini jauh dari kata

sempurna sehingga sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun.

Semoga laporan kasus ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua

pihak.

Malang, 17 Desember 2023

Penulis
BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama : Sumiarti Pekerjaan : IRT
Umur : 42th 1bln 14hr Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan Suku Bangsa : Jawa Indonesia
Alamat : Jl. Wojowangi, Batu Tgl Pemeriksaan : 4/12/2023
NO. RM : 1921460

DATA BASE
Anamnesis
1. Keluhan Utama : Nyeri divagina
2. RPS : Nyeri di vagina, sudah berlangsung sejak 1 bulan
yll, nyeri dirasa terus-menerus, nyeri disertai rasa panas dan gatal (seperti
nedas), terutama saat tergesek CD dan dibuat duduk, untuk mengurangi rasa
nyeri biasanya dengan berbaring sampai dirasa keluhan nyeri berkurang,
belum mengkonsumsi obat-obatan sama sekali, disertai muncul benjolan pada
vagina, benjolan awalnya kecil semakin lama bertambah besar ukurannya,
keluar cairan dari vagina atau keputihan (-), demam (-), penurunan berat badan
(-)
3. RPD :
a. Sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan serupa
b. Alergi antibiotik (+), lupa nama obatnya
c. Riwayat penyakit tumor atau keganasan (-)
4. RPK :
a. Anggota keluarga lain tidak ada yang mengeluhkan hal serupa
5. RPSos :
a. IRT
b. Menikah 2x, pernikahan kedua sudah berlangsung selama 8 tahun
c. Pasien melakukan kontak seksual hanya dengan suami
d. Pasien melakukan kontak seksual 1x/mgg dan tidak menggunakan kondom
e. Suami kedua memiliki riwayat kontak seksual 1x dengan wanita lain 4
tahun yll
f. Suami kedua, 2 tahun yll pernah mengeluhkan terdapat luka di penis
namun tidak dibawa ke dokter dan dibiarkan sembuh sendiri
Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Tampak sakit
b. Kesadaran : CM, GCS E4V5M6
2. Status Lokalis Regio : Genetalia eksterna (introitus dan perineum)
3. Efloresensi : papul verukosa, multiple, sewarna kulit,
bentuk seperti kembang kol
Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium VDRL dan TPHA
ASSESMENT
1. Diagnosis : Kondiloma akuminata
2. Diagnosis Sekunder : Sifilis
3. Diagnosis Banding :-

INITIAL PLANNING
1. Dianosis :-
2. Terapi : Dirujuk ke RSSA
3. Monitoring :-
4. Edukasi :
a. Menjelaskan hasil pemeriksaan laboratorium kepada pasien
b. Menjelaskan diagnosis atau penyakit yang diderita kepada pasien
c. Menjelaskan faktor risiko dan penyebab dari penyakit yang diderita
kepada pasien
d. Menjelaskan pengobatan yang harus dijalani oleh pasien
e. Menjelaskan rencana rujukan ke RS lain beserta alasannya kepada pasien

LAMPIRAN FOTO
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kondiloma Akuminata

1.1 Definisi dan Etiologi KA

Kondiloma akuminata (KA) disebut juga sebagai genital warts atau

masyarakat awam mengenalnya sebagai kutil kelamin merupakan infeksi

menular seksual yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV)

(Saputra, 2018; Cohee, Hurff and Gazewood, 2020). Istilah infeksi

menular seksual (IMS) mengacu pada infeksi oleh patogen (baik virus

maupun bakteri) yang didapat atau ditularkan melalui aktivitas seksual

dengan individu terinfeksi (Tambolang et al., 2020). Terdapat lebih dari

100 jenis HPV teridentifikasi dengan 40 strain telah diketahui, namun

yang dapat menyebakan KA adalah strain 6 dan 11 (Pennycook KB,

McCready TA, 2023).

1.2 Epidemiologi KA

Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual

yang paling sering terjadi pada masyarakat. Prevalensi KA didunia

dilaporkan mengalami peningkatan antara 160-289 per 100.000 orang

pertahun (Ratnasari, 2018). Prevalensi KA di US sejak tahun 1987 terus

menunjukkan peningkatan, dimana penderita terbesar berada pada rentang

usia 17-33 tahun. Pada tahun 2021 sekitar 10-20% atau setara dengan 20

juta dari keseluruhan jumlah penduduk di US menderita KA (Diţescu et

al., 2021). Di Indonesia pravelensi kondiloma akuminata berkisar antara 5

sampai 19% (Efendi et al., 2022).


1.3 Patogenesis KA

Human papilloma virus (HPV) merupakan virus DNA double helic

epitheliotropic. HPV dibagi menjadi 2 berdasarkan sifat onkogeniknya,

yaitu low risk HPV tipe 6 &11 dan high risk HPV tipe 10&18 (Clanner-

Engelshofen et al., 2020; Quinlan, 2021). HPV ditularkan melalui

hubungan seksual antara individu yang terinfeksi dengan pasangannya

yang sehat. Pada saat coitus terjadi kemungkin timbul mikrolesi sehingga

virus HPV akan melakukan invasi pada individu sehat melalui mikrolesi

tersebiut. Selanjutnya virus akan masuk ke inti sel basal dan terjadi

stimulasi pembelahan cepat serta ekspresi gen HPV. Selanjutnya virus

bergerak ke lapisan epidermis yang lebih atas dan terjadi differensiasi

lebih lanjut (terbentuk capsid dan partikel protein virus lain). Akhirnya

terjadi pelepasan virus bersama epithel yang deskuamasi dan menginfeksi

lapisan basal lain (Diţescu et al., 2021). Dibawah ini adalah gambar

patogenesis kondiloma akuminata.

(Diţescu et al., 2021)


1.4 Tanda dan Gejala KA

Masa inkubasi kondiloma akuminata selama 2 minggu hingga 9

bulan dan kelainan fisik mulai muncul 2-3 bulan setelah kontak. Terdapat

3 bentuk klinis KA, yaitu:

1. Bentuk Akuminata merupakan lesi lunak karena tidak berkeratin,

berbentuk seperti kembang kol, terutama di daerah mukosa yang

hangat, lembab dan tidak berambut.

2. Bentuk keratotic, yaitu menyerupai kutil biasa, di daerah kering, kulit

anogenital.

3. Bentuk papul terdapat di daerah dengan keratinisasi sempurna yaitu di

penis, bagian lateral vulva, perineum, perianal, permukaan halus, licin

dan tersebar diskrit.

Diagnosis kondiloma akuminata dapat ditegakkan melalui

anamnesis dan pemeriksaan fisik.

1. Anamnesis, didapatkan keluhan pasien berupa:


a. Benjolan/tonjolan di daerah genital dan/atau genital yang

seringkali tidak nyeri

b. Terdapat riwayat kontak seksual sebelumnya

2. Pemeriksaan fisik

Secara visual dengan melihat lesi yang tumbuh di daerah anogenital,

dapat dipastikan dengan menggunakan tes asam asetat. Perubahan

warna pada lesi menjadi putih atau acetowhite merupakan hasil positif

yang memberikan gambaran adanya infeksi HPV.

(PERDOSKI, 2021)
1.5 Pemeriksaan Penunjang KA

Pemeriksaan penunjang

1. Kolposkopi digunakan untuk melihat lesi kondiloma akuminata

subklinis dengan menggunakan sumber Cahaya yang kuat dan lensa

binokuler untuk melihat lesi.

2. Biopsi, yaitu pemeriksaan patologi anatomi apabila les berukuran lebih

dari 2 cm, ber pigmentasi, atau tidak bereaksi dengan terapi adekuat.

(PERDOSKI, 2021)

1.6 Diagnosis Banding KA

Beberapa lesi kulit yang menyerupai kondiloma akuminata yaitu:

1. Kondiloma lata merupakan salah satu bentuk sipilis stadium sekunder.

Lesi berupa papul-papul dengan permukaan lebih halus dan bentuk

lebih bulat dari KA

2. Karsinoma sel skuamosa, merupakan keganasan dan kadang sulit

dibedakan dengan KA. Perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi.

1.7 Terapi KA

Pemilihan jenis terapi untuk kondiloma akuminata tergantung dari

ukuran, jumlah, lokasi lesi, ketersediaan alat dan obat, keinginan pasien,

serta pengalaman dokter. Pilihan obat meliputi:

1. Tinctura podofilin 25%, Indikasi:

a. Harus diaplikasikan oleh dokter

b. Lesi dengan permukaan verukosa

c. Tidak boleh pada ibu hamil dan menyusui, serta lesi yang luas

d. Efikasi 19-79%, rekurensi 17-74%


2. Asam trikloroasetat 80-90%, Indikasi:

a. Harus diaplikasikan oleh dokter

b. Lesi di genitalia eksterna, serviks dan di dalam anus

c. Dapat digunakan pada ibu hamil

d. Efikasi 70-81%, rekurensi 36%

3. Podofilotoksin 0,5%, Indikasi:

a. Dapat diaplikasi oleh pasien

b. 2. Terapi diberikan 2 kali sehari selama 3 hari, selanjutnya istirahat

4 hari, diulang selama 4-5 sesi

c. Tidak boleh digunakan pada ibu hamil

4. Krioterapi, Indikasi:

a. Harus diaplikasikan oleh dokter

b. Lesi di genitalia eksterna, vagina, serviks, meatus uretra, dan di

dalam anus

c. Efikasi 79-88%, rekurensi 24-40%

5. Bedah Kauterisasi, Indikasi:

a. Harus dilakukan oleh dokter

b. Lesi di anogenital, terutama lesi berukuran besar

c. Efikasi 94%, rekurensi 23%

6. Laser CO2, Indikasi:

a. Harus dilakukan oleh dokter

b. Lesi di anogenital, vagina dan serviks, terutama lesi berukuran

besar

c. Efikasi 67-100%, rekurensi 7-25%


7. Bedah eksisi, Indikasi:

a. Lesi yang sangat besar sehingga menimbulkan obstruksi atau tidak

dapat dilakukan terapi dengan cara lainnya

b. Efikasi 89-93%, rekurensi 18-19%

(PERDOSKI, 2021)

1.8 Prognosis KA

Banyak kasus terjadi infeksi berulang akibat kontak seksual atau

masa inkubasi HPV yang lama. Morbiditas disebabkan karena pruritus,

perdarahan, dan beban psikososial akibat lesi genital. Mortalitas terjadi

karena transformasi kondiloma akuminata menjadi karsinoma sel

skuamosa.

(Pennycook KB, McCready TA, 2023)

2. Sifilis

2.1 Definisi dan Etiologi Sifilis

Sifilis merupakan infeksi menular seksual (IMS) atau sexually

transmitted infection (STI) yang disebabkan oleh Treponema pallidum.

Penyakit ini dijuluki sebagai “great imitator and mimicker” karena sangat

banyak manifestasi gejala klinisnya dan menyerupai berbagai penyakit

lainnya (Tudor et al, 2023).


1. Ordo : Spirochaetales

2. Famili : Spirochaetaceae

3. Filum : Spirochaete

4. Spesies : T. pallidum

5. Bentuk : Spiral (motil)

6. Gol. : Gram (-)

2.2 Epidemiologi Sifilis

Diperkirakan 5 miliar individu menderita sifilis tiap tahunnya,

terutama dinegara negara dengan tingkat ekonomi rendah-menengah.

Sifilis sekunder di US meningkat dari tahun 2001 sampai 2018 mencapai

35.063 kasus. Prevalensi Sifilis di dunia sejak 2017 meningkat sebanyak

71% dan penderita terbanyak adalah individu yang mengalami

penyimpangan seksual laki-laki- suka laki-laki (LSL) (Ricco and Westby,

2020).

2.3 Patogenesis Sifilis

Coitus Hipertrofi endotel

Mikrolesi Aliran darah menurun

Infiltrasi T. pallidum Erosi dan ulkus


(Afek primer)

Berada diantara
endotel kapiler dan Masuk aliran darah
sekitar jaringan
perivaskuler

Afer sekunder
Inflamasi (6-8mgg paska primer)
2.4 Tanda dan Gejala Sifilis

Sifilis dibagi menjadi 4 stage, yaitu:

1. Sifilis primer

a. Masa inkubasi selama 10-90 hari

b. Khas: Chancre (ulkus genitalia) yang muncul 2-3mgg pasca

terpapar T.pallidum

2. Sifilis Sekunder

a. Muncul 6-8mgg pasca stage primer

b. Masa inkubasi selama 1-3bln

c. Khas: Kondiloma lata atau makulopapular/papulosquamous

exanthema

3. Sifilis laten

a. Hanya dapat dideteksi dengan tes serologi

b. Berlangsung selama 1 tahun tanpa gejala (Early latent) atau >1

tahun tanpa gejala (Late latent)

4. Sifilis Tertiary

a. Sifilis latent untreatment

b. Cardiovascular sifilis (aneurisma aorta, valve insufisiensi, CAD)

atau neurosifilis

(Ricco and Westby, 2020)

2.5 Pemeriksaan Penunjang Sifilis

1. Direct Detection dengan mikroskop lapangan gelap (Dark Field)

a. Lesi sifilis dibersihkan dengan NaCl

b. Serum diperoleh dari dasar/dalam lesi melalui penekanan


c. Letakkan diatas gelas objek dan tetesi dengan minyak emersi

d. Amati dengan mikroskop lapang gelap

e. T. pallidum berbentuk ramping dan aktif bergerak

2. Uji serologis non-Treponema → untuk monitoring terapi

a. Rapid Plasma Reagin (RPR)

b. Venereal Disease Research Laboratory (VDLR)

c. Automated Reagin Test (ART)

3. Uji serologis Treponema → melihat antibodi Treponema

a. Enzim immunoassay (EIA)

b. Chemiluminescence Immunoassay (CIA)

c. Fluorescent Treponemal Antibody Absorbed Assay (FTA-ABS)

d. Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)

(PERDOSKI, 2019)

2.6 Diagnosis Banding Sifilis

1. Sifilis primer: herpes simpleks geniltalis

2. Sifilis sekunder: pitiriasis rosea

(PERDOSKI, 2019)

2.7 Terapi Sifilis

Rekomendasi Terapi Terapi Alternatif Follow


Stage Up

Primer dan First line: Hamil: Bulan ke 6


Sekunder Benzathine penicillin G, Eritromisin 500mg 4x1 dan 12
2.4jt Unit, diberikan selama 14 hari (oral)
IM dosis tunggal
Tidak Hamil:
Second line:  Doksisiklin 100mg
Procaine penicillin, 1,2ji 2x1 (oral) atau
Unit diberikan IM  Tetrasiklin 500mg
selama 10 hari 4x1 (oral
Selama 14 hari

First line: Hamil: Bulan ke


Benzathine penicillin G, Eritromisin 500mg 4x1 6, 12, 18,
Early Laten 2.4jt Unit, diberikan selama 14 hari (oral) dan 24
IM dosis tunggal
Tidak Hamil:
Second line:  Doksisiklin 100mg
Procaine penicillin, 1,2ji 2x1 (oral) atau
Unit diberikan IM  Tetrasiklin 500mg
selama 10 hari 4x1 (oral
Selama 14 hari

Late Latent Benzathine penicillin G, Doksisiklin 100mg 2x1


2.4jt units diberikan IM (oral) atau selama 28hari
3 dosis dalam 1 mgg
(O'Byrne P, MacPherson P. Syphilis, 2019; Ricco and Westby 2020)
BAB III

PEMBAHASAN

 Diagnosis kondiloma akuminata → anamnesis mengeluh nyeri, gatal, benjolan

semakin membesar di vagina. Kemudian dari pmx fisik ditemukan adanya

papul berjonjot dengan morfologi akuminata (seperti bunga kol, sewarna

dengan kulit) → sesuai teori.

 Diagnosis Sifilis → anamnesis didapatkan suami riwayat luka dikelamin,

multipatner, pmx penunjang vdrl dan tpha reaktif → sesuai teori (1:4 termasuk

kategori harus mendapat terapi).


DAFTAR PUSTAKA

Arando Lasagabaster M, Otero Guerra L. Syphilis. Enferm Infecc Microbiol Clin (Engl
Ed). 2019 Jun-Jul;37(6):398-404. English, Spanish. doi:
10.1016/j.eimc.2018.12.009. Epub 2019 Feb 7. PMID: 30738716.

Clanner-Engelshofen, B. M. et al. (2020) ‘Condylomata acuminata: A retrospective


analysis on clinical characteristics and treatment options’, Heliyon, 6(3), p.
e03547. doi: 10.1016/j.heliyon.2020.e03547.

Cohee, M. W., Hurff, A. and Gazewood, J. D. (2020) ‘Benign anorectal conditions:


Evaluation and management’, American Family Physician, 101(1), pp. 24–33.

Diţescu, D. et al. (2021) ‘Clinical and pathological aspects of condyloma acuminatum –


review of literature and case presentation’, Romanian Journal of Morphology and
Embryology, 62(2), pp. 369–383. doi: 10.47162/RJME.62.2.03.

Efendi, A. et al. (2022) ‘Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Angka Kejadian
Kondiloma Akuminata Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin RSUD Dr. H. Abdoel
Moeloek Bandar Lampung Periode 2018-2020’, MAHESA : Malahayati Health
Student Journal, 2(1), pp. 165–170. doi: 10.33024/mahesa.v2i1.4070.

O'Byrne P, MacPherson P. Syphilis. BMJ. 2019 Jun 28;365:l4159. doi:


10.1136/bmj.l4159. Erratum in: BMJ. 2019 Jul 19;366:l4746. PMID: 31253629;
PMCID: PMC6598465.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). 2021

Quinlan, J. D. (2021) ‘Human Papillomavirus: Screening, Testing, and Prevention’,


American family physician, 104(2), pp. 152–159.

Pennycook KB, McCready TA. Kondiloma Akuminata. [Diperbarui 2023 21 Juni]. Di:
StatPearls [Internet]: Penerbitan StatPearls; 2023 Januari.

Ratnasari, D. T. (2018) ‘Kondiloma Akuminata’, Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya


Kusuma, 5(2), p. 18. doi: 10.30742/jikw.v5i2.336.

Ricco, J. and Westby, A. (2020) ‘Syphilis: Far from Ancient History’, American family
physician, 102(2), pp. 91–98.

Saputera, M. D. (2018) ‘KOH 5 % untuk Terapi Alternatif Kondiloma Akuminata di


Pusat Pelayanan Kesehatan Primer’, Cdk, 45(6), pp. 462–464.

Tambolang, V. D. et al. (2020) ‘Kondiloma Akuminatum : Case Report’, Jurnal Medical


Profession (MedPro), 2(6), pp. 69–73.

Theodoridis, T. and Kraemer, J. (2019). Fitzpatrick Dermatology 9th Edition


Tudor ME, Al Aboud AM, Leslie SW, et al. Syphilis. [Updated 2023 May 30]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534780/

Anda mungkin juga menyukai