Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN 14 APRIL 2023


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PUSKESMAS MINASA UPA

SKABIES

Disusun Oleh :

Muh. Ridzky Afdal Massalinri

111 2021 2140

Pembimbing :

dr. Hj. Ratih Deviyanti

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KULIT & KELAMIN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Muh. Ridzky Afdal Massalinri
NIM : 111 2021 2140
Universitas : Universitas Muslim Indonesia
Judul : Skabies
Telah menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “ Skabies” serta telah
disetujui dan telah dibacakan dihadapan supervisor pembimbing dalam rangka
kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Menyetujui,
Makassar, 14 April 2023

Dokter Pembimbing Klinik, Penulis,

dr. Hj. Ratih Deviyanti Muh. Ridzky Afdal Massalinri


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat,karunia,serta taufik dan hidayah-Nyalah sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan topik “Skabies” disusun
sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi program profesi dokter bagian
Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia.
Keberhasilan penyusunan laporan kasus ini adalah berkat
bimbingan,kerja sama,serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak
yang telah diterima penulis sehingga penyusunan laporan kasus ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas
kepada dr. Hj. Ratih Deviyanti pembimbing yang telah ikhlas memberikan
petunjuk dan saran serta nasehat penyusunan laporan kasus ini
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala
dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Sebagai manusia biasa,penulis
menyadari sepenuhnya akan keterbatasan baik dalam penguasaan ilmu
maupun pengalaman, sehingga laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk saran dan kritik yang sifatnya membangun dari
berbagai pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Aamiin ya robbal alamin. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Makassar,14 April 2023

Muh. Ridzky Afdal Massalinri


DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II LAPORAN KASUS 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 5
3.1 Definisi 5
3.2 Epidemiologi 5
3.3 Cara Penularan (transmisi) 5
3.4 Etiologi dan Patogenesis 6
3.5 Gejala Klinis dan Diagnosis 8
3.6 Penunjang Diagnosis 10
3.7 Diagnosis Banding 11
3.8 Tatalaksana 11
3.9 Pencegahan 13
3.10 Prognosis 13

BAB IV DIAGNOSTIK HOLISTIK…………………………………………………..14

BAB V PENUTUP 15
DAFTAR PUSTAKA16

BAB I
PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu kecil)
yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit tersebut merupakan masalah
kesehatan masyarakat terutama di wilayah beriklim tropis dan subtropis.
Jumlah penderita skabies di dunia lebih dari 300 juta setiap tahun dengan
angka yang bervariasi di setiap negara.1

Ditandai gatal malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat


predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat
terlihat polimorfi tersebar di seluruh badan.2

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadopsi skabies sebagai


penyakit tropis yang terabaikan (NTD) pada tahun 2017. 3 Menurut Global
Burden of Disease Study tahun 2015, sekitar 204 juta orang terkena skabies di
seluruh dunia. Infeksi lebih sering terjadi di lingkungan yang kurang mampu dan
miskin sumber daya di mana terdapat kepadatan penduduk dan kurangnya
kebersihan. Di negara berkembang, skabies sering terjadi sebagai wabah
institusional. Prevalensinya lebih tinggi pada anak-anak.4

Menurut data KEMENKES RI prevalensi penyakit kulit di Indonesia


di tahun 2012 adalah 8,46% kemudian meningkat di tahun 2013
sebesar 9% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit
yang sering terjadi. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi penyakit
kulit diatas prevalensi nasional dan provinsi Sumatera Barat salah satunya.5

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


1) Nama : An. NM
2) Jenis Kelamin : laki-laki
3) Usia : 8 Tahun
4) Pekerjaan : Pelajar
5) Alamat : BTN Minasa Upa F2/13
6) No. RM : 01-38-02
2.2 Anamnesis
1) Keluhan Utama : bintik bintik merah
2) Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang ke poli umum puskesmas minasa upa dengan
keluhan bitnik-bintik pada kedua tangan, kaki, dan perut yang
sudah dialami sejak seminggu yang lalu. Gatal (+). Awalnya kecil
namun lama kelamaan bertambah banyak. Gatal pada malam
hari. Rasa panas pada lesi (-), Demam (-), riwayat sakit yang
sama sebelumnya (-). Riwayat keluarga mengalami hal yang
sama ada, yaitu ibu, dan saudara dari pasien. Riwayat kontak
dengan penderita penyakit yang sama (+), yaitu sepupu pasien
yang berkunjung kerumah setelah Kembali dari pesantren.
Riwayat kontak dengan serangga atau tanaman (-).
2.3 Pemeriksaan Fisik dan Status Dermatologi
Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : sakit ringan
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tinggi Badan : 125 cm
4) Berat Badan : 16 kg
5) IMT : Normal
6) Tanda-tanda vital :
a) TD : 90/80 mmhg
b) Denyut Nadi : 70 x/menit
c) Pernapasan : 22 x/ menit
d) Suhu : 37,2 C

Status Dermatologis
1) Distribusi : Generalisata
2) Lokasi : Region truncus anterior et inferior
3) Bentuk :reguler
4) Ukuran : miliar
5) Effloresensi : papul eritem, makula hiperpigmentasi, ekskoriasi
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
2.5 Diagnosa
Skabies
2.6 Terapi
1) Permethrin Cr III
2) Cetirizine 3 x ½
2.7 Prognosis
1) Quo ad Vitam : bonam
2) Quo ad Functionam : bonam
3) Quo ad Sanationam : bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 . Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu
kecil) yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit tersebut
merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di wilayah beriklim
tropis dan subtropis. Jumlah penderita skabies di dunia lebih dari 300
juta setiap tahun dengan angka yang bervariasi di setiap negara.1
3.2 . Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadopsi skabies sebagai
penyakit tropis yang terabaikan (NTD) pada tahun 2017. 3 Menurut Global
Burden of Disease Study tahun 2015, sekitar 204 juta orang terkena
skabies di seluruh dunia. Infeksi lebih sering terjadi di lingkungan yang
kurang mampu dan miskin sumber daya di mana terdapat kepadatan
penduduk dan kurangnya kebersihan. Di negara berkembang, skabies
sering terjadi sebagai wabah institusional. Prevalensinya lebih tinggi
pada anak-anak.4
Menurut data KEMENKES RI prevalensi penyakit kulit di
Indonesia di tahun 2012 adalah 8,46% kemudian meningkat di
tahun 2013 sebesar 9% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12
penyakit kulit yang sering terjadi. Sebanyak 14 provinsi mempunyai
prevalensi penyakit kulit diatas prevalensi nasional dan provinsi
Sumatera Barat salah satunya.5
3.3 . Cara Penularan (transmisi)
Cara Penularan (transmisi) :
1) Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat
tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. 2
2) Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk,
sprei, bantal, dan lain-lain. Penularannya biasanya oleh Sarcoptes
scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh
bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes scabiei var. animalis yang
kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka
yang banyak memelihara binatang peliharaan, misalnya anjing.2
3.4 . Etiologi dan Patogenesis
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes, penemunya adalah seorang ahli
biologi Diacinto Cestoni (1637-1718). Pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei var.hominis. Selain itu, terdapat S. scabiei yang lain, misalnya
pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggung cembung, bagian perut rata, dan mempunyai
8 kaki. Tungau ini translusen, berwama putih kotor, dan tidak bermata.
Ukuran yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250- 350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di
depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki
ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
perekat. 2
Gambar 1. Siklus Hidup Sarcoptes scabiei9
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut; setelah kopulasi
(perkawinan) yang tejadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-
kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali
oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum komeum dengan kecepatan 2-3 milimeter
sehari sambil meletakkan telumya 2 hingga 50. Bentuk betina yang
dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas biasanya
dalam waktu 3 sampai 10 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga
keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidup
mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12
hari. 2
Aktivitas S.scabiei di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan
menimbulkan respons imunitas selular dan humeral serta mampu
meningkatkan lgE baik di serum maupun di kulit. Masa inkubasi
berlangsung lama 4-6 minggu. Skabies sangat menular, transmisi
melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak langsung melalui
berbagai benda yang terkontaminasi (seprei, sarung bantal, handuk
dsb). Tungau skabies dapat hidup di luar tubuh manusia selama 24-36
jam. Tungau dapat ditransmisi melalui kontak seksual, walaupun
menggunakan kondom, karena kontak melalui kulit di luar kondom.
Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan
oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan
waktu kira-kira sebulan setelah investasi. Pada saat itu, kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan
lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan
infeksi sekunder.2
3.5 . Gejala Klinis dan Diagnosis

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal


sebagai berikut:2

1) Pruritus noktuma, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan


oleh aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab
dan panas.
2) Penyakit ini menyerang sekelompok manusia, misalnya dalam
sebuah keluarga, sehingga seluruh keluarga terkena infeksi, di
asrama, atau pondokan. Begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Waiau pun seluruh anggota keluarga mengalami investasi tungau,
namun tidak memberikan gejala. Hal ini dikenal sebagai
hiposensitisasi. Penderita bersifat sebagai pembawa (carrier).
3) Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwama putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus
atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan
ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam
kulit menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Namun,
kunikulus biasanya sukar terlihat, karena sangat gatal pasien
selalu menggaruk, kunikulus dapat rusak karenanya. Tempat
predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
komeum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mame (perempuan), umbilikus, bokong, genitalia eksterna
(lakilaki), dan perut bagian belakang. Pada bayi, dapat menyerang
telapak tangan, telapak kaki, wajah dan kepala.

Gambar 2. Skabies8

4) Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang


diagnosis. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau.
Selain tungau dapat ditemukan telur dan kotoran (skibala).
Varian skabies:2

1) Skabies Norwegia (skabies berkrusta)


Bentuk skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta
pada tangan dan kaki, kuku yang distrofik, serta skuama yang
generalisata. Bentuk ini sangat menular, tetapi rasa gatalnya
sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam jumlah yang
sangat banyak. Penyakit terdapat pada pasien dengan retardasi
mental, kelemahan fisis, gangguan imunologik dan psikosis.
2) Skabies nodular
Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat
terapi, sering terjadi pada bayi dan anak, atau pada pasien
dengan imunokompremais.
3.6 . Penunjang Diagnosis

Cara menemukan tungau:2

1) Carilah mula-mula terowongan kemudian pada ujung yang


tertihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan
diletakkan di atas sebuah objek, lalu ditutup dengan kaca
penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.
2) Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas
selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3) Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2
jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa
dengan mikroskop cahaya.
4) Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewamaan
hematoksilin eosin (H.E)
3.7 . Diagnosis Banding
Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan
the greatest imitator, karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit
dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding ialah prurigo,
pedikulosis korporis, dan dermatitis.

Gambar 1.Prurigo

Gambar 2. Dermatitis
3.8 . Tatalaksana
Cara pengobatan ialah seluruh anggota keluarga harus diobati
(termasuk penderita yang hiposensitisasi). Jenis obat topikal: 2
1) Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap
stadium telur, maka penggunaan dilakukan selama 3 hari berturut-
turut. Kekurangan yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian
serta kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada
bayi berumur kurang dari 2 tahun.
2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal dan panas
setelah dipakai.
3) Gama benzena heksa klorida (gemeksan = gammexane)
kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena
efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang
memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6
tahun dan ibu hamil karena toksis terhadap susunan saraf pusat.
Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala, diulangi
seminggu kemudian .
4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat
pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal;
harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.
5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, efektivitas sama, aplikasi
hanya sekali, dan dibersihkan dengan mandi setelah 8-10 jam.
Pengobatan diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada
bayi di bawah umur 2 bulan. Di luar negeri dianjurkan pemakaian
iverrnectin (200 µg/kg) per oral, terutama pasien yang persisten
atau resisten terhadap permetrin.
3.9 . Pencegahan
Skabies menyebar dengan cepat dari orang ke orang melalui
kontak kulit biasa atau penularan melalui pakaian atau
seprai. Penatalaksanaan meliputi penanganan segera orang yang
terinfeksi dan kontak dekat mereka serta dekontaminasi tempat tidur,
handuk, dan pakaian.6
Isolasi penting dilakukan pada lingkungan yang ramai seperti
rumah sakit, untuk menghentikan penyebaran infeksi. Tempat tidur,
handuk, dan pakaian dari individu yang terinfeksi harus dicuci dengan
mesin dalam air panas (setidaknya 75 derajat Celcius) dan dikeringkan
dengan udara panas. Obat topikal dapat diberikan untuk menutup kontak
untuk terapi profilaksis 7

3.10. Prognosis
Dengan memerhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain higiene,
serta semua orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka
penyakit ini dapat diberantas dan prognosis baik2

BAB IV
DIAGNOSTIK HOLISTIK

A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. AM
b. Umur : 8 tahun
c. Jenis kelamin : Laki - Laki
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Pelajar
f. Alamat : BTN. Minasa Upa F2/13
g. Status : Belum menikah
h. Tanggal Kunjungan : 13 April 2023
B. Penetapan Masalah Pasien :
a. Riwayat medis : Scabies
b. Riwayat penyakit keluarga :-
c. Riwayat kebiasaan :
 Memakai handuk secara bersamaan dengan orang tua dan
saudara
 Sehari-harinya melakukan aktivitas sekolah
 Tidak menjaga kebersihan tubuh dengan baik

d. Riwayat social ekonomi : Menengah kebawah


e. Riwayat gizi :-
f. Diagnostik Holistik
1. Aspek Personal
a) Alasan kedatangan :Pasien mengeluh gatal di tangan,
badan, dan kaki
b) Kekhawatiran : Rasa Gatal yang hebat apabila di
malam hari

c) Persepsi : Keluhan yang dirasakan


akibat kontak langsung
dengan sepupu yang
menderita penyakit yang
sama setelah keluar dari
pesantren
d) Harapan : Penyakitnya bisa sembuh dan tidak
timbul
keluhan lagi serta tidak terjadi
komplikasi.
2. Aspek Klinik : Scabies
3. Aspek Risiko Internal :
- Pola kebersihan, pasien memakai handuk yang
bersamaan orang tua dan saudaranya
- Kurangnya pemahaman pasien mengenai penularan
penyakit yang di derita
4. Aspek Risiko Eksternal
a) Lingkungan tempat tinggal : Peran keluarga dalam
keluarga, membantu membersihkan pakaian dengan
mencuci pakaian yang sebelumnya terkontaminasi
dengan air panas.

b) Sosial ekonomi :Biaya hidup ditanggung oleh


ayah untuk kebutuhan sehari – hari pasien

Karakteristik Demografi Keluarga

Nama Kepala Keluarga :

Tn.HI

Alamat lengkap : BTN.

Minasa Upa F2/13

Bentuk keluarga : Nuclear Family (Keluarga Inti)


Penderita
No Nama Kedudukan L/p Umur Pendidikan Pekerjaan Klinik Ket
Tn. HI Kepala 42 Swasta
1 keluarga L tahun SMA -
32 IRT
2 Ny. IR Istri P tahun SMA -
An. ND 15 -
3 Anak ke 1 P tahun SMP Alergi
Dingin
8
4 An. NZ Anak ke 2 L tahun SD - -
3
5 An. AR Anak ke 3 L tahun - - -

C. Fungsi Keluarga :

No Fungsi Isian

1 Biologis A. Anggota Keluarga :


1. Tn. HI
2. Ny. IR
3. Anak ke 1
4. Anak ke 2
5. Anak ke 3

Bentuk keluarga: Nuclear Family (Keluarga


Inti)

B. Riwayat melahirkan:
 Melahirkan: pasien merupakan anak ke
2 dari 3 bersaudara, dan lahir secara
normal
 anak ke 2 dari 3 bersaudara
 Riwayat penyakit lain: -
C. Penyakit yang pernah diderita:
 Penyakit Menular : -
 Penyakit kronis : -
D. Penyakit yang diderita saat ini :
-
E . Riwayat komsumsi
obat :
2 Sosial A. Kedudukan sosial dalam masyarakat :
Masyarakat biasa
B. Keaktifan dalam
kegiatan masyarakat
: Tetangga ramah
3 Psikologi A. Penderita tinggal serumah dengan :
Orang tua dan saudaranya
B. Hubungan antar
anggota keluarga
: Harmonis
C. Penyelesaian
masalah dalam
keluarga : Baik
4 Ekonomi dan A. Penghasilan utama keluarga dari : ayah
Pemenuhan
Kebutuhan B. Pekerjaan Penderita : siswa SD
C. Pekerjaan anggota keluarga lain :
ayahnya pegawai swasta, ibunya IRT
D. Sehari – hari
makan dengan :
nasi, sayur, ayam,
tempe, ikan, tahu
E. Biaya Berobat :
Jamkesda
5 Penguasaan A. Keputusan penting
Masalah dan keluarga dipegang oleh :
Kemampuan
Eradaptasi Musyawarah kekeluargaan
B. Cara menyelesaikan masalah
dengan keluarga : Diskusi
keluarga
C. Hubungan dengan
masyarakat
sekitarnya : Baik

D. Fungsi Fisiologis (APGAR M terhadap Keluarga)

Nama Anggota Keluarga : Sering Kadang Jarang

2 1 0

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga


saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas



dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan


mendukung keinginan saya untuk melakukan √
kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya


mengekspresikan kasih sayang dan merespon √
emosi saya seperti kemarahan, perhatian , dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya



membagi waktu bersama- sama
Untuk An. Muhammad Nazran APGAR score dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Adaptation :Keluarga bersama-sama menyelesaikan masalah (2)
Partnership :anak selalu meminta pendapat orang tua dan
saudaranya(2)

Growth : Jika terdapat masalah akan diputuskan bersama


melalui hasil diskusi keluarga (2)
Affection : Saling memperhatikan dan mendukung serta menolong satu
sama lain (2)
Resolve : Sering menghabiskan waktu bersama keluarga (2)

Total APGAR score = 10 tidak ada disfungsi keluarga

E. S.C.R.E.E.M sebagai berikut :

SUMBER PATOLOGIS KET

Social Tidak Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya Baik

Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, dapat dilihat


Culture dari sikap pasien dan keluarga yang menghargai adat istiadat Baik
dalam kehidupan sehari-hari.

Religious Pemahaman terhadap ajaran agama baik Baik

Ekonomi keluarga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan


Economic Baik
makan sehari-hari

Educational Tingkat pendidikan dan pengetahuan keluarga kurang baik. Baik

Keluarga ini menganggap pemeriksaan rutin kesehatan sebagai


Baik
Medical kebutuhan.
Kesimpulan :

Dalam keluarga pasien tidak terdapat fungsi patologis.


Keluarga pasien sering berpartisipasi dalam kegiatan di
lingkungannya, memiliki pemahaman agama yang baik,
memiliki ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, dan tingkat pengetahuan yang baik sehingga
menganggap pemeriksaan rutin kesehatan sebagai
kebutuhan.

F. Struktur Keluarga (Genogram)

Keterangan :

LAKI - LAKI

PEREMPUAN

PASIEN
G. Pola Interaksi Keluarga

Ayah Ibu

Anak 1 Anak 2 Anak 3

Hubungan Baik

H. Keadaan rumah dan lingkungan


1. Ukuran rumah : 5 x 11 m2
2. Halaman depan rumah

I. Denah Rumah
J. Daftar Masalah
- Masalah medis : penderita adalah seorang anak berusia 8
tahun, dengan keluhan gatal pada daerah tangan, badan, dan
kaki
- Masalah non medis : kurangnya pengetahuan pasien
mengenai factor – factor yang dapat menyebabkan scabies
serta hal – hal apa saja yang dapat mencegahnya

EDUKASI :

1. Pasien dan keluarga dapat diedukasi menganai penyakit scabies yang


ditularkan oleh tungau Sarcoptes Scabei melalui kontak antara kulit ke
kulit atau kontak dari benda – benda yang terkontaminasi seperti sprei,
handuk dan baju.
2. Pasien dan keluarga dapat diberitahu untuk mencuci pakaian pada air
panas dan menjemurnya hingga kering untuk mematikan tungau pada
benda – benda.

3. Keluarga atau orang terdekat pasien yang mengalami kontak erat


sebaiknya diberikan terapi profilaksis secara topical, tujuannya adalah
untuk memutus mata rantai penularan dan eradiksi scabies

BAB V

PENUTUP

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu kecil)
yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit tersebut merupakan masalah
kesehatan masyarakat terutama di wilayah beriklim tropis dan subtropis. 1
Ditandai gatal malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat
predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat
terlihat polimorfi tersebar di seluruh badan.2

Infeksi lebih sering terjadi di lingkungan yang kurang mampu dan miskin
sumber daya di mana terdapat kepadatan penduduk dan kurangnya
kebersihan. Prevalensinya lebih tinggi pada anak-anak.4

Skabies menyebar dengan cepat dari orang ke orang melalui kontak kulit
biasa atau penularan melalui pakaian atau seprai. Penatalaksanaan meliputi
penanganan segera orang yang terinfeksi dan kontak dekat mereka serta
dekontaminasi tempat tidur, handuk, dan pakaian.6

Isolasi penting dilakukan pada lingkungan yang ramai seperti rumah


sakit, untuk menghentikan penyebaran infeksi. Tempat tidur, handuk, dan
pakaian dari individu yang terinfeksi harus dicuci dengan mesin dalam air panas
(setidaknya 75 derajat Celcius) dan dikeringkan dengan udara panas.7

Perspektif Islam :
Nabi Muhammad SAW yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah SWT itu suci
dan menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan,
Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai
keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu.” (HR Tirmidzi)
DAFTAR PUSTAKA

1. Saleha Sungkar, D. A. P. E., Sp ParK, and Badan Penerbit. "Etiologi,


Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan, dan Pencegahan."
2. Menaldi, S. L. S., K. Bramono, and W. Indriatmi. "Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi 7. Badan Penerbit FK UI. Jakarta: 2016." TEMPLATE
PERKULIAHAN BLOK 13.
3. World Health Organization. Report of the Tenth Meeting of the WHO
Strategic and Technical Advisory Group for Neglected Tropical Diseases.
WHO Publications; 2017.
4. Arora, Pooja, et al. "Scabies: a comprehensive review and current
perspectives." Dermatologic Therapy 33.4 (2020): e13746.
5. Kemenkes. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Republik Indonesia.Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
RI(Internet). 2013
6. Kandi V. Laboratory Diagnosis of Scabies Using a Simple Saline Mount:
A Clinical Microbiologist's Report. Cureus. 2017 Mar 19;9(3):e1102.
[PMC free article] [PubMed]
7. Anderson KL, Strowd LC. Epidemiology, Diagnosis, and Treatment of
Scabies in a Dermatology Office. J Am Board Fam Med. 2017 Jan
02;30(1):78-84. [PubMed]
8. EDISI, I. "Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer." (2014).
9. Currie BJ dan McCarthy JS. Permethrin and ivermectin for scabies. N
Egl J Med.2010;362(8):717-725.

27

Anda mungkin juga menyukai