Anda di halaman 1dari 149

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Ny. D PADA An. R DENGAN SCABIES


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KERKOPAN
KOTA MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

OLEH :

SUCI INDAH SARI

NIM. P1337420516028

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2019
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan kualitas lingkungan yang menurun merupakan faktor utama

terjadinya penyakit berbasis lingkungan, seperti sanitasi yang buruk,

perkampungan kumuh dan padat serta terabaikannya perilaku hidup bersih.

Diantaranya yaitu diare, ISPA, tuberculosis, DBD, cacingan,keracunan

makanan, malaria dan penyakit kulit (Anies, 2015).

Penyakit kulit merupakan salah satu yang masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat Indonesia. Menurut data depkes RI prevalensi di seluruh

Indonesia tahun 2012 adalah 8,46 % kemudian meningkat ditahun 2013

menjadi 9 % dan Scabies menduduki urutan ketiga dari 12 masalah kulit yang

tersering. Sebanyak 14 provinsi terlibat dalam prevalensi nasional di atas, yaitu

Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung,

DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur,

Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

World Health Organization (WHO) menyatakan angka kejadian pada

tahun 2014 sebanyak 130 juta orang didunia. Sedangkan menurut

Internasional Alliance for the Control Of Scabies (IACS) pada tahun yang

sama, prevalensinya bervariasi mulai dari 0,3% menjadi 46%. Di negara maju,

layanan kesehatan berkontribusi penuh terhadap wabah yang ada di masyarakat

1
2

sedangkan di negara berkembang sistem perawatan kesehatan masih terbebani

biaya yang cukup besar. Yang paling rentan adalah anak-anak dan orang tua di

tempat miskin sumber daya. Angka tertinggi terjadi di negara beriklim tropis di

mana infestasi bersifat endemik, terutama di wilayah padat penduduk yang

kumuh.Beberapa negara berkembang memiliki sekitar 6 - 27% populasi,

menyerang semua ras dan kelompok umur (Ridwan dkk, 2017).

Prevalensi Scabies di Indonesia menurut data Depkes RI sudah terjadi

penurunan dari tahun ke tahun terlihat dari datatahun 2008 sebesar 5,60-

12,96%, tahun 2009 sebesar 4,9-12,95 % dan data terakhir yang didapat

tercatat tahun 2013 yaitu 3,9–6 %. Walaupun terjadi penuruan prevalensi

namun dapat dikatakanIndonesia belum terbebas dari Scabies dan masih

menjadi salah satu masalah penyakit menular.

Berdasarkan data di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

di 20 puskesmas menunjukkan bahwa kejadian terbanyak terdapat di daerah

Cilacap 46,8% kasus, urutan kedua adalah di daerah Bukateja 34,2%, dan

urutan ketiga terdapat di daerah Semarang dengan jumlah 19%.

Untuk di wilayah Puskesmas Kerkopan Kota Magelang sendiri terbagi

menjadi 2 wilayah yaitu Kemirirejo dengan angka kejadian pria 18 dan wanita

16, total terdapat 34 kasus. Sedangkan di wilayah Cacaban untuk pria ada 42

dan wanita 47 dengan total 89 kasus per satu tahun 2018.

Hasil penelitian menunjukkan laki-laki cenderung lebih rentan

terinfeksi 58% dibandingkan wanita dengan 42% (Akmal dkk. 2013).

Berdasarkan beberapa prevalensi di atas, dapat disimpulkan bahwa

Scabies masih menjadi salah satu penyakit kulit yang banyak ditemukan di
3

masyarakat. Hal ini disebabkan dari kurangnya perhatian keluarga terhadap

pola perilaku hidup sehat disertai penularan yang sangat mudah. Sehingga

untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih tinggi, keluarga harus mau

danmampu untuk mengubah perilaku untuk hidup sehat.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk

mengangkat studi kasus Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Scabies di

Wilayah Kerja Puskesmas Kerkopan Kota Magelang.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah penatalaksanaan Asuhan Keperawatanpada pasien dengan

Scabies di Wilayah kerja Puskesmas Kerkopan Kota Magelang.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu mengelola dan menerapkan Asuhan Keperawatan Keluarga

dengan Scabies di Wilayah Kerja Puskesmas Kerkopan Kota Magelang.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menggambarkan hasil asuhan keperawatan keluarga dengan

Scabies di Wilayah Kerja Puskesmas Kerkopan Kota Magelang,

meliputi :

1) Melaksanakan pengkajian keluarga mencakup identitas, riwayat

kesehatan, data umum serta data penunjang dan pemeriksaan fisik

baik pasien maupun keluarga.

2) Menganalisa data, menegakkan diagnosa dan prioritas masalah

keperawatan yang ditemukan pada keluarga.

3) Merumuskan rencana keperawatan untuk melakukan tindakan

mm
4

keperawatan yang tepat pada keluarga.

4) Melaksanakan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah

pada keluarga.

5) Melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan

pada keluarga.

b. Membahas kesenjangan yang ditemukan pada teori dan kasus pada

pelayanan kesehatan.

D. Manfaat Penulisan

Diharapkan proposal ini memberikan manfaat kepada :

1. Bagi Masyarakat

Diharapkan mampu mengetahui masalah Scabies, sehingga dapat

melakukan perawatan kepada anggota keluarga yangmenderita dan

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia di masyarakat guna

meningkatkan derajat kesehatan di dalam keluarga.

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

a. Merupakan penelitian awal untuk nantinya dapat dilakukan

penelitian lebih lanjut berhubungan dengan asuhan keperawatan

keluarga khususnya Scabies.

b. Hasil laporan kasus ini dapat digunakan sebagai sumber

kepustakaan guna meningkatkan pengetahuan khususnya di bidang

asuhan keperawatan keluarga dengan penyakit Scabies.

3. Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman

dalam menangani permasalahan Scabies yang terjadi di suatu keluarga.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Pengertian

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi kuman

atau kutu sarcoptes scabei var. hominis (Puspasari, 2018, p. 65).

Scabies adalah suatu infestasi tungau (sarchoptes scabie). Yang

menyebabkan bruntus-bruntus kecil kemerahan dan rasa gatal di sela-sela

jari tangan, pergelangan tangan, sikut, ketiak, disekitar puting payudara

wanita, alat kelamin pria (penis dan kantung zakar), di sepanjang garis ikat

pinggang dan sekitar pantat bagian bawah (Susanto & Ari, 2013, p. 37).

Penyakit kulit menular yang ditandai dengan keluhan utama gatal

terutama di malam hari yang disebabkan sarcoptes scabei var hominis

(Murtiastutik dkk, 2009, p. 61).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

Scabies adalah penyakit kulit yang diakibatkan oleh kuman sarcoptes

scabei var hominis yang utamanya dirasakan pada malam hari dengan rasa

gatal yang hebat di tangan, kelamin, dan beberapa lipatan kulit di tubuh.

2. Etiologi

Scabies disebabkan infeksi kuman sarcoptes scabei var. hominis.

Merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung, perutnya

rata, berwarna putih kotor, dan tidak bermata (Puspasari, 2018, p. 65).
6

Infestasi ini mudah menyebar melalui kontak fisik dan sering

menyerang seluruh penghuni dalam satu rumah. Faktor utamanya adalah

sanitasi buruk, perkampungan kumuh dan padat serta terabaikannya

perilaku hidup bersih. Dapat ditularkan melalui pakaian, seprei dan benda-

benda lain yang digunakan secara bersama-sama, masa hidupnya sangat

sebentar dan pencucian dapat menghilangkan tungau ini. Tungau betina

membuat terowongan dibawah lapisan kulit paling atas dan menyimpan

telurnya dalam lubang. Beberapa hari kemudian akan menetas menjadi

tungau muda (larva). Infeksinya dapat menyebabkan gatal-gatal hebat,

kemungkinan merupakan suatu reaksi terhadap tungau tersebut (Susanto &

Ari, 2013, p. 37-38).

Penularan dapat secara langsung melalui berjabat tangan, tidur

bersama, dan hubungan seksual (Handoko, 2013). Dapat juga menular

secara tidak langsung melalui pakaian, handuk, sprei, dan sarung bantal

(Baker, 2010).

3. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis Scabies menurut Puspasari (2018, p. 66) :

a. Pruritus (gatal pada malam hari).

b. Pada umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya

keluarga atau perumahan sekitar.

c. Kunikulus (adanya terowongan) pada tempat yang berwarna putih atau

keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok dengan panjang

rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan akan ditemukan papula atau

vesikel. Biasanya ditemukan di sela-sela jari tangan, pergelangan


7

tangan bagian volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan,

aerola mammae (wanita), lipatan glutea, umbilikus, bokong, perut

bagian bawah, dan genitalia eksternal (pria). Pada bayi menyerang

telapak tangan dan telapak kaki, bahkan permukaan kulit. Sementara

itu, pada remaja dan orang dewasa timbul pada kulit kepala dan

wajah.

d. Pemeriksaan diagnostik dalam menemukan tungau, karena lesi yang

timbul hanya sedikit sehingga perlu dicermati dengan benar.

4. Klasifikasi

Menurut Harahap dalam Puspasari (2018, p. 66), Scabies

dibedakan menjadi :

a. Scabies cultivated

Ditandai dengan lesi berupa papula dan terowongan yang

jumlahnya sedikit sehingga sulit untuk ditemukan. Mandi secara

teratur dapat menghilangkannya.

b. Scabies nodular

Lesi yang berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal. Timbul

akibat reaksi hipersensitivitas terhadap tungau Scabies. Biasanya

terdapat di daerah tertutup, seperti pada genetalia laki-laki, inguinal,

dan aksila. Nodus ini dapat menetap beberapa minggu hingga lebih dari

satu bulan dan bahkan satu tahun.

c. Scabies pada bayi dan anak

Lesi Scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk

kepala, leher, telapak tangan dan telapak kaki. Tetapi, terowongan


8

jarang ditemukan karena sering terjadi infeksi sekunder berupa

impetigo atau eksim. Bahkan pada bayi dapat menyerang area wajah.

d. Scabies pada klien bedrest

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus

tinggal di tempat tidur dapat terkena penyakit ini yang lesinya terbatas.

e. Scabies incognito

Sering ditunjukkan dengan gejala klinis yang tidak biasa,

distribusi atopik, dan lesi yang luas. Pemakaian obat dapat

menyamarkan gejala dan tanda scabies, tetapi dapat pula menyebabkan

lesi bertambah. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan respons

imun seluler.

f. Scabies yang ditularkan oleh hewan

Sarcoptes scabei varian canis dapat menyerang melalui hewan.

Seperti misalnya peternak atau gembala. Gejala yang ditimbulkan

ringan, sedikit rasa gatal, tidak timbul terowongan dan lesi timbul pada

tempat-tempat kontak.

g. Scabies Norwegia atau scabies krustosa

Terjadi akibat defisien imunologik sehingga sistem imun tubuh

gagal membatasi proliferasi tungau sehingga dengan mudah

berkembang biak. Ditandai dengan lesi yang luas dengan krusta,

distrofi kuku, skuama generalisata, dan hiperkeratosis yang tebal.

Biasanya terdapat pada kepala yang berambut, telinga, bokong, siku,

lutut, telapak tangan, dan kaki. Rasa gatal yang ditimbulkan tidak

menonjol.
9

5. Patofisiologi
Sarcoptes scabei var. hominis betina yang berada di lapisan kulit

stratum corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam kulit

yang mana fase tersebut bisa dihilangkan dengan tetap menjaga kebersihan

diri. Di dalam terowongan inilah sarcoptes betina bertelur dan dalam

waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yang memakan sel-

sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal (Potter & Perry,

2010 dalam Purpasari, 2018, p. 65).

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies,

tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi

disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang

memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi endemik. Pada saat

itu kelainan kulit mulai muncul infeksi, terasa gatal dan menyerupai

dermatitis dengan ditemukannya papula, vesikel, urtika, eritema, dan lesi

yang menyebabkan rusaknya integritas kulit dengan ketidaktahuan tentang

proses penyakit tersebut. Selanjutnya akan timbul erosi, ekskoriasi, krusta,

dan infeksi sekunder yang beresiko infeksi lebih parah jika digaruk secara

terus-menerus karena pecahnya papula yang dapat menyebabkan

penyebaran penyakit yang akan menimbulkan kecemasan penderita.

(Djuanda dkk, 2013, p. 123).

6. Penatalaksanaan

a. Farmakologi

Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus

diobati (termasuk penderita yang hiposensitisasi).


10

Jenis obat topikal :

1) Belerang endap (sulfur prespitatum) dengan kadar 4-20% dalam

bentuk salep atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap

stadium telur, maka penggunannya tidak boleh kurang dari 3 hari.

Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan

kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi

berumur kurang dari 2 tahun.

2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%) efektif terhadap semua stadium,

diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,

sering memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah

dipakai.

3) Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan = gammexane)

kadarnya 1% dalam krim atau losion, termasuk obat pilihan

karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan

jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di

bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan

saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada

gejala diulangi seminggu kemudian.

4) Krotamiton 10% dalam krim atau losion juga merupakan obat

pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti scabies dan anti gatal

harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.

5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik

dibandingkaan gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi hanya

sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi


11

setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2

tahun.

(Djuanda dkk, 2013, p. 124).

b. Non farmakologi

1) Semua baju dan alat-alat tidur dicuci dengan air panas serta mandi

dengan sabun.

2) Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah yang berkontak

dengan penderita harus diperiksa dan bila juga menderita Scabies

juga diobati bersamaan agar tidak terjadi penularan.

(Murtiastutik, 2009, p. 62).

3) Memberikan kompres dingin untuk meringankan iritasi

4) Gunakan telapak tangan ketika menggosok area kulit yang luas

atau cubit kulit dengan lembut untuk mengurangi rasa gatal.

Dengan penggunaan yang benar, kandungan obat herbal pada

tanaman dapat juga membantu proses pengendalian scabies, seperti :

1) Daun sirih/betle (Piper betle)

Gambar 2.1 Daun Sirih

Daun sirih ini dapat mengobati penyakit Scabies

dikarenakan mengandung antiseptik alamiah yang dapat

mematikan tungau (kompasiana.com).


12

2) Lemon/lemon (Citrus limon)

Gambar 2.2 Lemon

Lemon dipercaya dapat mengatasi gatal akibat Scabies

karena kandungan asam yang terdapat dalam lemon, juga dapat

menyerap racun yang menjadi penyebab rasa gatal.

3) Kunyit/tumeric (curcuma longa)

Gambar 2.3 Kunyit

Ekstrak kunyit dapat menyembuhkan rasa gatal di kulit

akibat scabies.

4) Daun kemangi/basil (Ocimum xcitriodorum)

Gambar 2.4 Daun Kemangi

Daun kemangi mengandung kapur barus dan thymol yang

mana kedua bahan ini dipercaya sangat ampuh untuk mengatasi

rasa gatal yang diakibatkan oleh Scabies.


13

5) Daun salam/bay leaf (Syzygium polyanthum)

Gambar 2.5 Daun Salam

Daun ini dipercaya dapat menghilangkan gatal karena

Scabies di kulit dengan menggosoknya pada lokasi yang sakit

dengan sebelumnya dihancurkan terlebih dahulu agar keluar

sedikit cairan atau getah yang akan digunakan untuk dioleskannya

ke bagian tubuh yang gatal.

6) Lidah buaya/aloe vera (Aloe vera)

Gambar 2.6 Lidah Buaya

Manfaat lidah buaya juga bisa digunakan untuk

menghilangkan rasa gatal yang diakibatkan dari Scabies dengan

cara mengoleskan lendir lidah buaya yang sudah dipotong ke

bagian kulit yang gatal dan terasa terbakar, kandungan aloe vera

dapat menimbulkan rasa sejuk pada kulit.

(A Medium Corporation).
14

7. Komplikasi

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat timbul menurut

Puspasari (2018, p. 68) yaitu :

a. Urtikaria

b. Infeksi sekunder

c. Folikulitis

d. Furunkel

e. Infiltrat

f. Eksema infantum

g. Pioderma

h. Impetigo

B. Konsep Dasar Keluarga

1. Pengertian

Merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang

yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah,

hubungan perkawinan, dan adopsi (Bakhri, 2017, p. 10).

Kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan

keterikatan aturan emosional dan individu mempunyai peran masing-

masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman dalam Suprajitno,

2014, p. 1).

Keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang

menempatkan keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan dan

melibatkan anggota dalam tahap pengkajian, diagnosis keperawatan,

pppppp
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Depkes dalam

mmm
15

Keperawatan Keluarga dan Komunitas, 2016, p. 50).

2. Tujuan Dasar

Karena merupakan unit dasar dari masyarakat. Unit dasar ini

memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan individu-

individu yang dapat menentukan keberhasilan kehidupan individu tersebut,

serta berfungsi sebagai buffer atau sebagai perantara antara masyarakat

dan individu, yakni mewujudkan semua harapan dan kewajiban

masyarakat dengan memenuhi kebutuhan setiap anggota serta menyiapkan

peran anggotanya menerima peran di masyarakat (Padila, 2015, p. 22-23).

3. Tipe-tipe Keluarga

Secara umum tipe keluarga dibagi menjadi dua, yaitu tradisional

dan modern (nontradisional).

a. Tipe Keluarga Tradisional

Ada beberapa ciri atau tipe keluarga tradisional, sebagai

berikut :

1) Keluarga Inti (Nuclear Family)

Merupakan keluarga kecil dalam satu rumah. Dalam

keseharian hidup bersama dan saling menjaga. Mereka adalah

ayah, ibu, dan anak-anak.

2) Keluarga Besar (Extended Family)

Cenderung tidak hidup bersama-sama dalam kehidupan

sehari-hari. Memiliki beberapa anak, lalu anak-anaknya menikah


16

dan memiliki anak, dan kemudian menikah lagi dan memiliki

anak pula.

3) Keluarga Dyad (Pasangan Inti)

Tipe ini biasanya terjadi pada sepasang suami-istri yang

baru menikah. Mereka telah membina rumah tangga tetapi belum

dikaruniai anak atau keduanya bersepakat untuk tidak memiliki

anak lebih dulu. Akan tetapi jika di kemudian hari memiliki anak,

maka status tipe ini menjadi keluarga inti.

4) Keluarga Single Parent

Single parent adalah kondisi seseorang tidak memiliki

pasangan lagi. Hal ini disebabkan karena perceraian atau

meninggal dunia. Akan tetapi, single parent mensyaratkan adanya

anak, baik anak kandung maupun anak angkat. Jika ia sendirian,

maka tidak bisa dikatakan sebagai keluarga meski sebelumnya

pernah membina rumah tangga.

5) Keluarga Single Adult (Bujang Dewasa)

Yaitu pasangan yang mengambil jarak atau berpisah

sementara waktu untuk kebutuhan tertentu, misalnya bekerja atau

kuliah.

b. Tipe Keluarga Modern (Nontradisional)

1) The Unmarriedteenege Mother

Kehidupan seorang ibu bersama anaknya tanpa

pernikahan.

2) Resonstituded Nuclear
17

Yang tadinya berpisah, kemudian kembali membentuk

keluarga inti melalui perkawinan kembali.

3) The Stepparent Family

Kehidupan anak dengan orang tua tirinya inilah yang

dimaksud
dengan The Stepparent Family.

4) Commune Family

Tipe keluarga ini biasanya hidup dalam penampungan

atau memang memiliki kesepakatan bersama untuk hidup satu

atap. Hal ini berlangsung dalam waktu yang singkat, sampai

dengan waktu yang lama. Mereka tidak memiliki hubungan darah

namun memutuskan hidup bersama dalam satu rumah, satu

fasilitas, dan pengalaman yang sama.

5) The Non Marital Heterosexual Conhibiting Family

Tanpa ikatan pernikahan, seseorang memutuskan untuk

hidup bersama dengan pasangannya. Namun dalam waktu yang

relatif singkat, seorang itu kemudian berganti pasangan lagi dan

tetap tanpa hubungan pernikahan.

6) Gay and Lesbian Family

Seseorang dengan jenis kelamin yang sama menyatakan

hidup bersama sebagaimana pasangan suami-istri (martial

partners).

7) Cohibiting Couple

Misalnya dalam perantauan, karena merasa satu negara

atau satu daerah, kemudian dua atau lebih orang bersepakatan


18

untuk tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. Kehidupan

mereka sudah seperti kehidupan berkeluarga. Alasan untuk hidup

bersama ini bisa beragam.

8) Group-Marriage Family

Beberapa dan
bersama orang dewasa
mereka menggunakan
merasa alat-alatsehingga
sudah menikah, rumah

tangga ber
berbagi sesuatu termasuk seksual dan membesarkan anaknya

bersama.

9) Group Network Family

Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau nilai-nilai,

hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya, dan saling

menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan

dan tanggung jawab membesarkan anaknya.

10) Foster Family

Seorang anak kehilangan orang tuanya, lalu ada sebuah

keluarga yang bersedia menampungnya dalam kurun waktu

tertentu. Ini dilakukan hingga anak tersebut bisa bertemu dengan

orang tua kandungnya. Bisa jadi orang tua anak menitipkan

kepada seseorang dalam waktu tertentu hingga kembali

mengambil anaknya.

11) Institusional

Anak atau orang dewasa yang tinggal dalam suatu panti.

Dengan alasan dititipkan oleh keluarga atau memang ditemukan

dan kemudian ditampung oleh panti atau dinas sosial.


19

12) Homeless Family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai

perlindungan yang permanen karena krisis personal yang

dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem

kesehatan mental.

(Bakhri, 2017, p. 16).

4. Struktur Keluarga

Struktur keluarga menurut Harmoko (2012, p. 18) terdiri dari :

a. Patrilineal

Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak

saudara dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun

melalui jalur ayah.

b. Matrilineal

Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak

saudara dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun

melalui jalur ibu.

c. Matrilokal

Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah istri.

d. Patrilokal

Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah suami.

e. Keluarga kawinan
20

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga dan beberapa sanak.

Menurut Parad dan Caplan yang diadopsi oleh Friedman dalam

buku Dion dan Betan (2013, p. 14) menjelaskan ada 4 dimensi struktur

keluarga, yaitu:
a. Pola dan Proses Komunikasi

Adalah proses tukar menukar perasaan, keinginan, kebutuhan-

kebutuhan dan opini. Pola dan proses komunikasi ini akan


kebutuhan

menggambarkan bagaimana cara dan komunikasi dalam keluarga

diterapkan baik antar sesama orang tua dengan anak, anak dengan

anak dan anggota keluarga besar dengan keluarga inti.

b. Struktur Peran

Struktur peran keluarga dapat menggambarkan peran masing-

masing anggota keluarga dalam keluarganya sendiri (informal) dan

perannya di lingkungan masyarakat (formal).

c. Struktur Kekuatan

Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan

anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain

untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.

d. Struktur Nilai-Nilai Keluarga

Nilai adalah suatu ide, sikap dan kepercayaan yang secara

sadar maupun tidak sadar mengikuti seluruh anggota keluarga dalam

suatu budaya yang lazim.


21

Ciri-ciri struktur keluarga menurut Padila (2015, p. 24-25)

yaitu :

a. Terorganisir

Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota.

b. Ada keterbatasan

Setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka juga

mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya

masing-masing.

c. Ada perbedaan dan kekhususan


Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya

tersendiri.
5. Fungsi Keluarga

Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman dalam buku

Suprajitno (2014, p. 13) yaitu :

a. Fungsi afektif (the affective function)

Adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala

sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan

orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan

psikososial anggota keluarga.

b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social

placement function)

Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk

berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan

dengan orang lain di luar rumah.

c. Fungsi reproduksi (the reproduction function)


22

Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan keluarga.

d. Fungsi ekonomi (the economic function)

Yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga

secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan

individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

e. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan (the health care function)

Yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan

anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini

dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

Fungsi keluarga menurut Harmoko (2012, p. 32) yaitu :

a. Fungsi Biologis

Yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara dan

membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

b. Fungsi Psikologis

Memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga,

memberikan perhatian di antara keluarga, memberikan kedewasaan

kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas pada

keluarga.

c. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma

tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing dan

meneruskan nilai-nilai budaya.


23

d. Fungsi Ekonomi

Yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi

kebutuhan keluarga di masa yang akan datang.

e. Fungsi Pendidikan

Yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,

ketrampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat

yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang

akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, serta

mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

6. Tahapan dan Tugas Perkembangan Keluarga

perkembangan keluarga
Berubahnya tahap dengan berpedoman
perkembangan keluargapada fungsidengan
diikuti yang
perubahan
dimiliki tugas Gambaran tugas perkembangan keluarga dapat dilihat
keluarga.

sesuai tahap perkembangannya (Suprajitno, 2014, p. 4).

Menurut Duval dalam (Bakri, 2017, p. 43-45), membagi keluarga

dalam 8 tahap perkembangan, yaitu :

a. Keluarga Baru (Berganning Family)

Dimulai ketika dua individu membentuk keluarga melalui

perkawinan. Pada tahap ini, pasangan baru memiliki tugas

perkembangan untuk membina hubungan intim yang memuaskan di

dalam keluarga, membuat berbagai kesepakatan untuk mencapai

tujuan bersama, termasuk dalam hal merencanakan anak, persiapan

menjadi orang tua, dan mencari pengetahuan prenatal care.


24

b. Keluarga dengan Anak Pertama < 30 bulan (Child Bearing)

Tahap keluarga dengan anak pertamalah masa transisi

pasangan suami istri yang dimulai sejak anak pertama lahir sampai

berusia kurang dari 30 bulan. Pada masa ini sering timbul konflik

yang dipicu kecemburuan pasangan akan perhatian yang lebih

ditujukan kepada anggota keluarga baru. Adapun tugas perkembangan

pada tahap ini yaitu kesadaran akan perlunya beradaptasi dengan

perubahan anggota keluarga, mempertahankan keharmonisan

pasangan suami istri, berbagai peran dan tanggung jawab, juga

mempersiapkan biaya untuk anak.

c. Keluarga dengan Anak Prasekolah

Tahap ini berlangsung sejak anak pertama berusia 2,5 tahun

hingga 5 tahun. Adapun tugas perkembangan yang mesti dilakukan

ialah memenuhi kebutuhan anggota keluarga, membantu anak

bersosialisasi dengan lingkungan, cermat membagi tanggung jawab,

mempertahankan hubungan keluarga, serta mampu membagi waktu

untuk diri sendiri, pasangan dan anak.

d. Keluarga dengan Anak Usia Sekolah (6-13 tahun)

Tahapan ini berlangsung sejak anak pertama menginjak

sekolah dasar sampai memasuki awal masa remaja. Dalam hal ini,

sosialisasi anak semakin melebar. Tidak hanya di lingkungan rumah,

melainkan juga di sekolah dan lingkungan yang lebih luas lagi. Tugas

perkembangannya adalah anak harus sudah diperhatikan minat dan

bakatnya sehingga orang tua bisa mengarahkan dengan tepat,


25

membekali anak dengan berbagai kegiatan kreatif agar motoriknya

berkembang dengan baik, dan memperhatikan anak akan risiko

pengaruh teman serta sekolahnya.

e. Keluarga dengan Anak Remaja (13-20 tahun)

Orang tua perlu memberikan kebebasan yang seimbang dan

bertanggung jawab. Hal ini mengingat bahwa remaja adalah seorang

yang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi. Ia ingin mengatur

kehidupannya sendiri tetapi masih membutuhkan bimbingan. Oleh

sebab itu, komunikasi antara orang tua dan anak harus terus dijaga.

Selain itu, beberapa peraturan juga sudah mulai diterapkan untuk

memberikan batasan tertentu tetapi masih dalam tahap wajar.

Misalnya dengan membatasi jam malam dan lain sebagainya.

f. Keluarga dengan Anak Dewasa (anak 1 meninggalkan rumah)

Tahapan ini dimulai sejak anak pertama meninggalkan rumah.

Artinya keluarga sedang menghadapi persiapan anak yang mulai

mandiri. Dalam hal ini, orang tua mesti merelakan anak untuk pergi

jauh dari rumahnya demi tujuan tertentu. Adapun tugas perkembangan

pada tahap ini, antara lain membantu dan mempersiapkan anak untuk

hidup mandiri, menjaga keharmonisan dengan pasangan, memperluas

keluarga inti menjadi keluarga besar, bersiap mengurusi keluarga

besar (orang tua pasangan) mamasuki masa tua, dan memberikan

contoh kepada anak-anak mengenai lingkungan rumah yang positif.


26

g. Keluarga Usia Pertengahan (Midle Age Family)

Ditandai dengan perginya anak terakhir dari rumah dan salah

satu pasangan bersiap negatif atau meninggal. Tugas perkembangan

keluarganya, yaitu menjaga kesehatan, meningkatkan keharmonisan

dengan pasangan, anak, dan teman sebaya, serta mempersiapkan masa

tua.

h. Keluarga Lanjut Usia

Masa usia lanjut adalah masa-masa akhir kehidupan manusia.

Maka tugas perkembangan dalam masa ini yaitu beradaptasi dengan

perubahan kehilangan pasangan, kawan, ataupun saudara. Selain itu

melakukan “life review” juga penting, disamping tetap

mempertahankan kedamaian rumah, menjaga kesehatan, dan

mempersiapkan kematian.

7. Tugas Keluarga

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga.

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh

diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan

karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana

keluarga habis.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,

dengan pertimbangan siapa di antara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.


27

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan

benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh

keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami

gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau

perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan

dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila

keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk

pertolongan pertama.

d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

keluarga.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi

keluarga.

(Suprajitno, 2014, p. 17-18).

8. Peran Keluarga

Menurut Bakri (2017, p. 35) peran masing-masing anggota

keluarga sebagai berikut :

a. Peran ayah

Menentukan perilaku dan arahan hidup keluarga,

pemimpin/kepala keluarga pencari nafkah, pelindung, pemberi rasa

aman, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya.


28

b. Peran ibu

Peran ibu cenderung menjadi teman dan pendidik pertama bagi

anak, ibu juga berperan sebagai salah satu anggota kelompok dari

peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari

lingkungannya, bahkan dapat pula berperan sebagai pencari nafkah

tambahan dalam keluarga.

c. Peran anak

Anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat

perkembangannya, baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

1. Pengertian

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan

yang diberikan melalui praktik keperawatan dengan sasaran keluarga.

Asuhan ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang

dialami keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan

(Suprajitno, 2014, p. 27).

Merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan

pendekatan yang sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan

individu-individu sebagai anggota keluarga. Tahapan dari proses

keperawatan keluarga meliputi pengkajian, perumusan diagnose

keperawatan, penyusunan perencanaan, perencanaan asuhan dan penilaian

(Padila, 2015, p. 91).


29

2. Tujuan Keperawatan Keluarga

Menurut Suprajitno (2014, p. 27) tujuan keperawatan keluarga

adalah :

a. Tujuan Umum

Ditingkatkannya kemampuan keluarga dalam mengatasi

masalah kesehatannya secara mandiri.

b. Tujuan Khusus

1) Mengenal masalah kesehatan keluarga.

2) Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah

kesehatan keluarga.

3) Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada

anggota keluarga yang sakit, mempunyai gangguan fungsi tubuh,

dan/atau keluarga yang membutuhkan bantuan, sesuai dengan

kemampuan keluarga.

4) Memelihara dan memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis,

dan sosial) sehingga dapat meningkatkan kesehatan keluarga.

5) Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (misalnya,

puskesmas, posyandu, atau sarana keshatan lain) untuk

memperoleh pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan keluarga.

3. Proses Keperawatan

Sebagai sebuah proses, keperawatan keluarga membutuhkan

berbagai tahapan yang harus dilalui. Tahapan ini harus dilakukan secara

runtut dan sistematis sehingga tidak ada satu poin pun yang terlewatkan.

Kesalahan pada satu tahap akan berdampak pada hasil yang tidak tepat.
30

Hal ini bukan menyelesaikan masalah, tetapu justru akan menambah

masalah (Bakri, 2017, p. 101-102).

4. Tahapan Proses Asuhan Keperawatan Keluarga

a. Pengkajian

Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat

mengumpulkan informasi secara terus-menerus tentang keluarga yang

dibinanya. Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan

keperawatan keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat

dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan

menggunakan bahasa ibu (yang digunakan setiap hari), lugas, dan

sederhana.

Pada kegiatan pengkajian ada beberapa tahap yang perlu

dilakukan, yaitu :

1) Membina hubungan yang baik

Hubungan yang baik antara perawat-klien (keluarga)

merupakan model utama pelaksanaan asuhan keperawatan.

Hubungan tersebut dapat dibentuk dengan menerapkan

komunikasi terapeutik yang merupakan strategi perawat untuk

memberikan bantuan kepada klien untuk memenuhi kebutuhan

kesehatannya. Beberapa hal yang perlu dilakukan :

a) Diawali dengan perawat memperkenalkan diri dengan sopan

dan ramah.

b) Menjelaskan tujuan kunjungan.


31

c) Meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah untuk

membantu keluarga menyelesaikan masalah kesehatan yang

ada di keluarga.

d) Menjelaskan luas kesanggupan bantuan perawat yang dapat

dilakukan.

e) Menjelaskan kepada keluarga siapa tim kesehatan lain yang

menjadi jaringan perawat.

2) Pengkajian awal

Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari

unit pelayanan kesehatan.

3) Pengkajian lanjutan (tahap kedua)

Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk

memperoleh data yang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan

keluarga yang berorientasi pada pengkajian awal. Di sini perawat

perlu mengungkap keadaan keluarga hingga penyebab dari

masalah kesehatan yang paling mendasar.

(Suprajitno, 2014, p. 29).

Data pengkajian didapat dengan berbagai cara, metode dalam

pengumpulan data yang digunakan adalah :

1) Wawancara

Dialog atau bertanya jawab secara langsung pada anggota

keluarga, tidak hanya pada pasien tetapi bisa kepada anggota

keluarga lainnya.
32

2) Observasi

Perawat melakukan pengamatan terhadap pasien,

keluarga, dan lingkungan. Apakah di dalam keluarga atau

lingkungan ada hal-hal yang memang berdampak buruk pada

pasien atau justru mendukung.

3) Pemeriksaan fisik

Perawat memeriksa keseluruhan fisik pasien. Jika dirasa

perlu, perawat bisa memeriksa fisik seluruh anggota keluarga

secara head to toe.

4) Studi dokumentasi

Cara ini bisa dilakukan dengan melihat catatan tertulis,

audio, visual (foto), maupun audio visual yang dimiliki pasien

maupun keluarga. Cara ini juga dapat digunakan untuk

melakukan rekontruksi suatu peristiwa.

(Bakri, 2017, p. 102).

Dalam pengumpulan data yang perlu dikaji menurut

Suprajitno (2014, p. 30-37) adalah :

1) Data umum

Data ini mencakup kepala keluarga (KK), alamat dan

telepon, pekerjaan, pendidikan, dan komposisi keluarga.

Selanjutnya komposisi keluarga dibuat genogramnya.

Genogram merupakan alat pengkajian informatif yang

digunakan untuk mengetahui keluarga, riwayat dan sumber-

sumber keluarga. Diagram ini menggambarkan hubungan vertikal


33

(lintas generasi) dan horizontal (dalam generasi yang sama) untuk

memahami kehidupan keluarga dihubungkan dengan pola

penyakit. Genogram keluarga harus memuat tiga generasi

(keluarga inti dan keluarga masing-masing orang tua) (Padila,

2015, p. 92-93).

Laki-laki Perempuan Identifikasi


klien yang sakit

Meninggal Menikah Pisah

Cerai Anak Anak


Gambar 2.7 Keterangan Genogram
Kandung(Padila, 2012 :Angkat
94)

a) Tipe keluarga

Aborsi Kembar Tinggal


dalam satu rumah

Gambar 2.7 Keterangan Genogram (Padila, 2015, p.

94).

a) Tipe keluarga

Menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga. Untuk

menentukan tipe keluarga, lakukan identifikasi terhadap KK-

nya.
34

b) Suku bangsa

Mengkaji asal/suku bangsa keluarga (pasangan), dapat

digunakan untuk mengidentifikasi budaya suku keluarga

yang terkait dengan kesehatan, juga dapat mengidentifikasi

bahasa sehari-hari yang digunakan oleh keluarga.

c) Agama

Mengidentifikasi agama dan kepercayaan keluarga

yang dianut yang dapat memengaruhi kesehatan.

d) Status sosial ekonomi keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh

penghasilan seluruh anggota keluarga (orang tua maupun

anak yang telah bekerja dan membantunya). Status sosial

ekonomi juga dipengaruhi oleh kebutuhan dan barang yang

dimiliki oleh keluarga.

e) Aktivitas rekreasi keluarga

Yang dimaksud rekreasi keluarga bukan hanya

bepergian ke luar rumah secara bersama atau sendiri menuju

tempat rekreasi tetapi kesempatan berkumpul di rumah untuk

menikmati hiburan radio atau televisi bersama juga

bercengkerama.

2) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

a) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap pekembangan keluarga ditentukan oleh usia

anak tertua dari keluarga inti.


35

b) Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Bagian ini menjelaskan tentang tugas keluarga yang

belum terpenuhi dan kendala yang dihadapi oleh keluarga.

Juga dilakukan pengidentifikasian mengapa tugas keluarga

belum terpenuhi dan upaya yang telah dilakukannya.

c) Riwayat kesehatan keluarga inti

Menjelaskan riwayat kesehatan keluarga inti, riwayat

kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian

terhadap upaya pencegahan penyakit, upaya dan pengalaman

keluarga terhadap pelayanan kesehatan dalam rangka

pemenuhan kebutuhan kesehatan.

d) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya (generasi di atasnya)

Menjelaskan riwayat kesehatan generasi di atas orang

tentang riwayat penyakit keturunan, upaya generasi tersebut

tentang upaya penanggulangan penyakit, upaya kesehatan

yang dipertahankan sampai saat ini.

3) Data lingkungan

a) Karakteristik rumah

Menjelaskan tentang hasil identifikasi rumah yang

dihuni keluarga meliputi luas, tipe, jumlah ruangan,

pemanfaatan ruangan, jumlah ventilasi, perletakan prabot

rumah tangga, sarana pembuangan air limbah dan kebutuhan

MCK (mandi, cuci, dan kakus), sarana air bersih dan minum
36

yang digunakan. Keadaan rumah akan lebih mudah dipelajari

bila digambar dengan sebagai denah rumah.

b) Karakteristik tetangga dan komunitasnya

Menjelaskan tentang karakteristik dari tetangga dan

komunitas setempat, yaitu tempat keluarga bertempat tinggal,

meliputi kebiasaan, seperti lingkungan fisik, nilai atau norma

serta aturan/kesepakatan penduduk setempat, dan budaya

setempat yang memengaruhi kesehatan.

c) Mobilitas geografis keluarga

Menggambarkan mobilitas keluarga dan anggota

keluarga. Mungkin keluarga sering berpindah tempat atau ada

anggota keluarga yang tinggal jauh dan sering berkunjung

pada keluarga yang dibina.

d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan

keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang

ada dan sejauh mana keluarga berinteraksi dengan

masyarakat sekitarnya.

e) Sistem pendukung keluarga

Jumlah anggota keluarga yang sehat dan fasilitas

keluarga yang menunjang kesehatan (ASKES,

JAMSOSTEK, kartu sehat, asuransi, atau yang lain),

dukungan psikologis anggota keluarga atau masyarakat, dan


37

fasilitas sosial yang ada di sekitar keluarga yang dapat

digunakan untuk meningkatkan upaya kesehatan.

4) Struktur keluarga

a) Struktur peran

Menjelaskan peran masing-masing anggota keluarga

secara formal maupun informal baik di keluarga atau di

masyarakat.

b) Nilai atau norma keluarga

Menjelaskan nilai atau norma yang dipelajari dan

dianut oleh keluarga yang berhubungan dengan kesehatan.

c) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan bagaimana cara keluarga berkomunikasi,

siapa pengambil keputusan utama, dan bagaimana peran

anggota keluarga dalam menciptakan komunikasi. Perlu

dijelaskan pula hal-hal apa saja yang juga memengaruhi

komunikasi keluarga.

d) Struktur kekuatan keluarga

Menjelaskan kemampuan keluarga untuk

memengaruhi dan mengendalikan anggota keluarga untuk

mengubah perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.

5) Fungsi keluarga

a) Fungsi ekonomi

Menjelaskan bagaimana upaya keluarga dalam

pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan serta


38

pemanfaatan lingkungan rumah untuk meningkatkan

penghasilan keluarga. Juga diuraikan kemampuan keluarga

dalam pemanfaatan sumber yang ada di masyarakat sekitar

untuk meningkatkan status kesehatannya.

b) Fungsi mendapatkan status sosial

Menjelaskan tentang upaya keluarga untuk

memperoleh status sosial di masyarakat tempat tinggal

keluarga.

c) Fungsi pendidikan

Menjelaskan upaya yang dilakukan oleh keluarga

dalam pendidikan selain upaya yang diperoleh dari sekolah

atau masyarakat sekitar.

d) Fungsi sosialisasi

Menjelaskan tentang hubungan anggota keluarga,

sejauh mana anggota keluarga belajar tentang disiplin, nilai,

norma, budaya, dan perilaku yang berlaku di keluarga dan

masyarakat.

e) Fungsi pemenuhan (perawatan/pemeliharaan) kesehatan

Tujuan pengkajian yang berkaitan dengan tugas

keluarga di bidang kesehatan :

(1) Mengetahui kemampuan keluarga untuk mengenal

masalah kesehatan. Hal yang perlu dikaji adalah sejauh

mana keluarga mengetahui fakta dari masalah kesehatan,

meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab,


39

dan faktor yang memengaruhi serta persepsi keluarga

terhadap masalah kesehatan terutama yang dialami

anggota keluarga.

(2) Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil

keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, perlu

dikaji tentang :

(a) Kemampuan keluarga memahami sifat dan luasnya

masalah.

(b) Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga ?

(c) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah

yang dialami ?

(d) Apakah keluarga merasa takut terhadap akibat dari

masalah kesehatan yang dialami anggota keluarga ?

(e) Apakah keluarga mempunyai sikap yang tidak

mendukung (negatif) terhadap upaya kesehatan yang

dapat dilakukan pada anggota keluarga ?

(f) Apakah keluarga mempunyai kemampuan untuk

menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan ?

(g) Apakah keluarga mempunyai kepercayaan terhadap

tenaga kesehatan ?

(h) Apakah
(3) Untuk keluargasejauh
mengetahui telahmana
memperoleh informasi
kemampuan tentang
keluarga

kesehatan
merawat yang tepat
anggota untuk yang
keluarga melakukan
sakit,tindakan
perlu ?dikaji

(i) rangka mengatasi masalah kesehatan ?


tentang:
40

(a) Pengetahuan keluarga tentang penyakit yang dialami

anggota keluarga (sifat, penyebaran, komplikasi,

kemungkinan setelah tindakan, dan cara

perawatannya).

(b) Pemahaman keluarga tentang perawatan yang perlu

dilakukan.

(c) Pengetahuan keluarga tentang peralatan, cara, dan

fasilitas untuk merawat anggota keluarga yang

mempunyai masalah kesehatan.

(d) Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki

keluarga (anggota keluarga yang mampu dan dapat

bertanggung jawab, sumber keuangan/finansial,

fsilitas fisik, dukungan psikososial).

(e) Bagaimana sikap keluarga terhadap anggota keluarga

yang sakit atau membutuhkan bantuan kesehatan.

(4) Untuk mengetahui kemampuan keluarga

memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang sehat,

perlu dikaji tentang :

(a) Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki

oleh keluarga di sekitar lingkungan rumah.

(b) Kemampuan keluarga melihat keuntungan dan

manfaat pemeliharan lingkungan.


41

(c) Pengetahuan keluarga tentang pentingnya dan sikap

keluarga terhadap sanitasi lingkungan yang higenis

sesuai syarat kesehatan.

(d) Pengetahuan keluarga tentang upaya pencegahan

penyakit yang dapat dilakukan keluarga.

(e) Kebersamaan anggota keluarga untuk meningkatkan

dan memelihara lingkungan rumah yang menunjang

kesehatan keluarga.

(5) Untuk mengetahui kemampuan keluarga menggunakan

fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat, perlu dikaji

tentang :

(a) Pengetahuan keluarga tentang keberadaan fasilitas

pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau keluarga.

(b) Pemahaman keluarga tentang keuntungan yang dapat

diperoleh dari fasilitas kesehatan.

(c) Tingkat kepercayaan keluarga terhadap fasilitas dan

petugas kesehatan yang melayani.

(d) Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang

kurang menyenangkan tentang fasilitas dan petugas

kesehatan yang melayani.

(e) Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas

kesehatan dan bila tidak dapat apa penyebabnya.


42

f) Fungsi religius

Menjelaskan tentang keagamaan yang dipelajari dan

dijalankan oleh keluarga yang berhubungan dengan

kesehatan.

g) Fungsi rekreasi

Menjelaskan kemampuan dan kegiatan keluarga untuk

melakukan rekreasi secara bersama baik di luar dan di dalam

rumah, juga tentang kuantitas yang dilakukan.

h) Fungsi reproduksi

Menjelaskan bagaimana rencana keluarga memiliki

dan upaya pengendalian jumlah anggota keluarga. Perlu juga

diuraikan bagaimana keluarga menjelaskan kepada anggota

keluarga tentang pendidikan seks dini dan benar kepada

anggota keluarganya.

i) Fungsi afeksi

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota

keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga,

dukungan anggota keluarga, hubungan psikososial dalam

keluarga, dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap

saling menghargai.

6) Stres dan koping keluarga

a) Stresor jangka pendek dan panjang

Stresor jangka pendek adalah stresor yang dialami

keluarga dan memerlukan waktu penyelesaian lebih kurang 6


43

bulan. Stresor jangka panjang adalah stresor yang dialami

keluarga dan memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 6

bulan. Kemampuan keluarga berespons terhadap stresor

menjelaskan bagaimana keluarga berespons terhadap stresor

yang ada. Strategi koping yang digunakan menjelaskan

tentang strategi koping (mekanisme pembelaan) terhadap

stresor yang ada. Disfungsi strategi adaptasi menjelaskan

tentang perilaku keluarga yang tidak adaptif ketika

mempunyai masalah.

7) Pemeriksaan kesehatan

Pemeriksaan kesehatan pada individu anggota keluarga

yang dilakukan tidak berbeda jauh dengan pemeriksaan pada

klien di klinik (rumah sakit) meliputi pengkajian kebutuhan dasar

individu, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

perlu.

8) Harapan keluarga

Perlu dikaji bagaimana harapan keluarga terhadap perawat

(petugas kesehatan) untuk membantu menyelesaikan masalah

kesehatan yang terjadi.

b. Analisa Data

1) Analisa data

Setelah dilakukan pengkajian, maka dapat dirumuskan

masalah kesehatan dalam keperawatan keluarga. Rumusan

masalah kesehatan keluarga yang dibuat tersebut harus


44

menggambarkan keadaan kesehatan dan status kesehatan keluarga

(Bakri, 2017, p. 113).

2) Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai

individu, keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu

proses pengumpulan data dan analisis data secara cermat,

memberikan dasar untuk menetapkan tindakan-tindakan dimana

perawat bertanggung jawab untuk melaksanakannya.

Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan

berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian. Komponen

diagnose keperawatan meliputi problem atau masalah, etiologi

atau penyebab, dan sign atau tanda yang selanjutnya dikenal

dengan PES.

a) Problem atau masalah (P)

b) Etologi atau penyebab (E)

c) Sign atau tanda (S)

(Harmoko, 2012, p. 86)

Tipologi dari diagnose keperawatan, meliputi :

a) Diagnosis aktual (terjadi devisit atau gangguan kesehatan)

Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda

dan gejala dari gangguan kesehatan, dimana masalah

kesehatan yang dialami oleh keluarga memerlukan bantuan

untuk segera ditangani dengan cepat. Pada diagnosis


45

keperawatan aktual, faktor yang berhubungan merupakan

etiologi, atau faktor penunjang lain yang telah mempengaruhi

perubahan status kesehatan, sedangkan faktor tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam empat katagori, yaitu :

(1) Patofisiologi (biologi atau);

(2) Tindakan yang berhubungan

(3) Situasional (lingkungan, personal)

(4) Maturasional

Secara umum faktor-faktor yang berhubungan atau

etiologi dari diagnosis keperawatan keluarga adalah :

(1) Ketidaktahuan (kurangnya pengetahuan, pemahaman, dan

kesalahan persepsi).

(2) Ketidakmauan (sikap dan motivasi).

(3) Ketidakmampuan (kurangnya ketrampilan terhadap suatu

prosedur atau tindakan, kurangnya sumber daya keluarga,

baik finansial, fasilitas, sitem pendukung, lingkungan

fisik, dan psikologis).

b) Diagnosis resiko tinggi (ancaman kesehatan)

Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi

gangguan, tetapi tanda tersebut dapat menjadi masalah aktual

apabila tidak segera mendapatkan bantuan pemecahan dari

tim kesehatan dan keperawatan. Faktor-faktor resiko untuk

diagnosis resiko dan resiko tinggi memperlihatkan keadaan


46

dimana kerentanan meningkat terhadap klien atau kelompok.

Faktor ini membedakan klien atau kelompok resiko tinggi

dari yang lainnya pada populasi yang sama mempunyai

resiko.

c) Diagnosis potensial (keadaan sejahtera atau wellness)

Suatu keadaan jika keluarga dalam keadaan sejahtera,

kesehatan keluarga dapat ditingkatkan. Diagnosis

keperawatan kesejahteraan tidak mencakup faktor-faktor

yang berhubungan.

(Harmoko, 2012, p. 86).

3) Diagnosa Keperawatan Keluarga dengan Scabies

(NANDA, 2018).

a) Defisien pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah (00126)

(1) Definisi : ketiadaan atau defisien informasi kognitif yang

berkaitan dengan topik tertentu, atau kemahiran.

(2) Batasan karakteristik :

(a) Kurang pengetahuan

(b) Perilaku tidak tepat

(c) Ketidakakuratan mengikuti perintah

(d) Ketidakakuratan melakukan tes

(3) Faktor yang berhubungan :

(a) Kurang informasi


47

(b) Kurang minat untuk belajar

(c) Kurang sumber pengetahuan

(d) Keterangan yang salah dari orang lain

(4) Kondisi terkait :

(a) Gangguan fungsi kognitif

(b) Gangguan memori

(5) NOC

Pengetahuan : Manajemen penyakit akut (1844)

(a) Klien dapat mengetahui fator-faktor penyebab dan

faktor yang berkontribusi.

(b) Klien dapat mengetahui tanda dan gejala

memburuknya penyakit.

(c) Klien dapat mengetahui strategi mencegah

komplikasi.

(6) NIC

Pengajaran : Proses penyakit (5602)

(a) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga terkait

dengan penyakit yang spesifik.

(b) Demonstrasikan pilihan terapi penanganan tentang

cara penatalaksanaan non farmakologi.

(c) Berikan pendidikan kesehatan (pengertian, penyebab,

tanda dan gejala, penatalaksanaan farmakologis dan

non farmakologis).
48

(d) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin

diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang

akan datang dan mengontrol proses penyakit.

b) Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan (00108)

(1) Definisi : ketidakmampuan melakukan pembersihan diri

seksama secara mandiri.

(2) Batasan karakteristik :

(a) Ketidakmampuan menjangkau sumber air

(b) Ketidakmampuan mengakses kamar mandi

(c) Ketidakmampuan mengatur air mandi

(3) Faktor yang berhubungan :

(a) Penurunan motivasi

(b) Kendala lingkungan

(4) Kondisi terkait :

(a) Gangguan fungsi kognitif

(b) Gangguan persepsi

(c) Ketidakmampuan merasakan hubungan spasial

(d) Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh

(e) Gangguan muskuloskeletal atau neuromuskular

(5) NOC

Perawatan diri: Kebersihan (0305)

(a) Mencuci tangan saat akan dan setelah melakukan

kegiatan
49

(b) Mempertahankan penampilan yang rapi

(c) Mempertahankan kebersihan tubuh

Perawatan diri: Mandi (0301)

(a) Mendapat air bersih untuk mandi

(b) Mengatur air

(c) Mandi dengan bersiram

(6) NIC

Bantuan perawatan diri: mandi atau kebersihan (1801)

(a) Monitor kebersihan dengan kemampuan merawat diri

klien

(b) Monitor integritas kulit

(c) Dukung klien dan keluarga berpartisipasi dalam

perawatan kesehatan.

(d) Jaga ritual kebersihan

c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang

sakit (00046)

(1) Definisi : kerusakan pada epidermis atau dermis.

(2) Batasan karakteristik :

(a) Nyeri akut

(b) Gangguan integritas kulit

(c) Area panas lokal

(d) Kemerahan
50

(3) Faktor yang berhubungan :

Eksternal

(a) Ekskresi

(b) Sekresi

Internal

(a) Gangguan volume cairan

(b) Nutrisi tidak adekuat

(c) Faktor psikogenik

(4) Populasi berisiko

(a) Usia ekstrem

(5) Kondisi terkait

(a) Gangguan metabolisme

(b) Gangguan pigmentasi

(c) Gangguan sensasi

(d) Perubahan hormonal

(6) NOC

Respon alergi: lokal (0705)

(a) Rasa gatal setempat (lokal) tidak ada

(b) Ruam kulit mulai menghilang

(c) Eritema tidak ditemukan

(7) NIC

Manajemen pruritus (3550)

(a) Tentukan penyebab dari (terjadinya) pruritus

(b) Berikan kompres dingin untuk meringankan iritasi


51

(c) Anjurkan untuk mempertahankan potongan kuku

dalam keadaan pendek

(d) Instruksikan klien mandi dengan air hangat

(e) Instruksikan untuk menggunakan telapak tangan

ketika menggosok area kulit yang luas atau cubit kulit

dengan lembut menggunakan area diantara ibu jari

dan telunjuk untuk mengurangi rasa gatal.

d) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga mengambil keputusan (00004).

(1) Definisi : rentan mengalami invasi dan multiplikasi

organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan.

(2) Faktor risiko :

(a) Gangguan integritas kulit

(b) Vaksinasi tidak adekuat

(c) Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan

patogen

(d) Stasis cairan tubuh

(3) Populasi berisiko :

(a) Terpajan pada wabah

(4) Kondisi terkait :

(a) Penyakit kronis

(b) Perubahan pH sekresi

(c) Prosedur invasif

(d) Supresi respons inflamasi


52

(5) NOC

Pengetahuan: Manajemen Penyakit Akut (1844)

(a) Strategi untuk mencegah komplikasi

(b) Strategi untuk mencegah orang lain tertular penyakit

(c) Mengetahui kapan mendapatkan bantuan dari seorang

profesional kesehatan

(6) NIC

Perlindungan infeksi (6550)

(a) Anjurkan cara cuci tangan yang benar

(b) Anjurkan untuk meminum antibiotik seperti yang

diresepkan.

(c) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan

gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya ke

pemberi layanan kesehatan.

(d) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai bagaimana

menghindari infeksi.

e) Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

memanfaatkan fasilitas kesehatan (00146).

(1) Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang

samar disertai respons otonom (sumber sering kali tidak

spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasan takut

yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini

merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan


53

individu akan adanya bahaya dan memampukan individu

untuk bertindak menghadapi ancaman.

(2) Batasan karakteristik :

Perilaku

(a) Penurunan produktivitas

(b) Insomnia

(c) Gelisah

Afektif

(a) Ketakutan

(b) Perasaan tidak adekuat

(c) Sangat khawatir

(d) Berfokus pada diri sendiri

Fisiologis

(a) Wajah tegang

(b) Peningkatan keringat

(c) Peningkatan ketegangan

Simpatis

(a) Peningkatan refleks

(b) Mulut kering

(c) Wajah memerah

Parasimpatis

(a) Perubahan pola tidur

(b) Keletihan

(c) Mual
54

Kognitif

(a) Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah

(b) Melamun

(c) Cenderung menyalahkan orang lain

(3) Faktor yang berhubungan :

(a) Penularan interpersonal

(b) Stresor

(c) Ancaman pada status terkini

(4) Populasi beresiko :

(a) Terpapar pada toksin

(b) Riwayat keluarga tentang ansietas

(c) Perubahan besar

(d) Krisis situasi

(5) NOC

Tingkat kecemasan (1211)

(a) Klien dapat beristirahat.

(b) Klien tidak memiliki perasaan gelisah.

(c) Klien tidak panik.

(d) Tidak ada perasaan takut.

(e) Klien tidak cemas.

(6) NIC

Peningkatan koping (5230)

(a) Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien

terhadap proses penyakit.


55

(b) Dukung kemampuan mengatasi situasi secara

berangsur-angsur.

(c) Instruksikan pasien untuk menggunakan tehnik

relaksasi sesuai dengan kebutuhan.

(d) Dukung keluarga untuk memverbalisasi perasaan

mengenai sakitnya anggota keluarga.

4) Prioritas masalah

Skala prioritas selalu dibutuhkan untuk meminimalisir

risiko, memaksimalkan perawatan dan pengobatan, serta untuk

pengambilan keputusan yang tepat. Skala prioritas ini diperoleh

dari berbagai data yang telah didapatkan di depan, untuk

kemudian diolah dan pada akhirnya skala prioritas ini akan

membantu dalam pemetaan penanganan pada pasien, baik untuk

perawat maupun keluarga (Bakri, 2017, p. 119).

Setelah data dialanisis dan ditetapkan menjadi masalah

keperawatan keluarga, selanjutnya masalah kesehatan keluarga

yang ada, perlu diprioritaskan bersama keluarga dengan

memperhatikan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh

keluarga (Achjar, 2012, p. 21).

Tabel 2.1

Skala prioritas masalah keluarga (Bailon & Maglaya,

dalam Harmoko, 2012, p. 90).

Kriteria masalah keluarga :


56

Kriteria Skor Bobot


Sifat masalah 1

Tidak / kurang sehat 3


Ancaman kesehatan 2
Krisis atau keadaan sejahtera 1

Kemungkinan masalah untuk


2
dipecahkan
Dengan mudah 2
Hanya sebagian 1
Tidak dapat 0

Potensi masalah untuk dicegah 1

Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1

Menonjolnya masalah 1
Masalah berat, harus segera
ditangani 2
Ada masalah, tetapi tidak perlu 1
segera ditangani 0
Masalah tidak dirasakan

Setelah menentukan skala prioritas, langkah selanjutnya

adalah membuat skoring. Perhitungan skoring menurut Bailon

dan Maglaya (1978) dalam Bakri (2017, p. 120) sebagai berikut :


Skor
x
Bobot

Angka tertinggi

a) Tentukan angka dari skor tertinggi terlebih dahulu. Biasanya

angka tertinggi adalah 5.

b) Skor yang dimaksud diambil dari skala prioritas. Tentukan

skor pada setiap kriteria.


57

c) Skor dibagi dengan angka tertinggi.

d) Kemudian dikalikan dengan bobot skor.

e) Jumlahkan skor dari semua kriteria.

Dalam menentukan prioritas beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi :

a) Kriteria I

Skor yang lebih besar (3) diberikan pada tidak/kurang

sehat karena kondisi ini biasanya disadari dan dirasakan oleh

keluarga, ancaman kesehatan skor dua dan keadaan sejahtera

skor satu.

b) Kriteria II

Untuk kriteria kedua, prawat perlu memperhatikan

faktor-faktor sebagai berikut :

(1) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan

untuk menangani masalah.

(2) Sumber daya keluarga baik dalam bentuk pengetahuan,

ketrampilan dan waktu.

(3) Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas,

organisasi masyarakat dan dukungan masyarakat.

c) Keiteria III

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan :

(1) Kepelikan masalah yang berhubungan dengan penyakit

atau masalah.
58

(2) Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka

waktu masalah itu ada.

(3) Tindakan yang sedang dijalankan, yaitu tindakan-

tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah.

(4) Adanya kelompok high risk atau kelompok yang sangat

peka menambah masalah.

d) Kriteria IV

Perawat perlu manilai persepsi atau bagaimana

keluarga melihat masalah kesehatan tersebut (Padila, 2015, p.

109-110).

c. Perencanaan

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang

diidentifikasikan pada diagnosis keperawatan tahap ini, dimulai

setelah menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan

rencana dokumentasi (Nursalam dalam Bakri, 2017, p. 126).

Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin

dicapai serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada

(Anderson & Mc Farlane dalam Achjar, 2012, p. 22).

Tujuan terdiri dari jangka panjang dan jangka pendek.

Penetapan tujuan jangka panjang (tujuan umum) mengacu pada

bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di keluarga, sedangkan

penerapan tujuan jangka pendek (tujuan khusus) mengacu pada

bagaimana mengatasi etiologi (E). Tujuan jangka pendek harus


59

SMART (S = spesifik, M = measurable/dapat diukur, A =

achievable/dapat dicapai, R = reality, T = time limited/punya limit

waktu) (Achjar, 2012, p. 22).

d. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun,

oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik ini dilaksanakan untuk

memodifikasi faktor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan

pasien.

Tujuan dari pelaksanaan ini adalah membantu pasien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan

memfasilitasi koping (Nursalam dalam Bakri, 2017, p. 127).

Menurut Murwani dalam Bakri (2017, p. 127-128), tindakan

keperawatan terhadap keluarga, yaitu :

1) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga

Mendiskusikan berbagai informasi kepada keluarga

tentang masalah-masalah kesehatan. Cara-cara yang dapat

dilakukan adalah :

a) Memberikan informasi.

b) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan.

c) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.

2) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan

Memberikan berbagai informasi dan pertimbangan

sehingga bisa menjadi stimulus bagi keluarga untuk memutuskan

perawatan yang yang tepat, seperti :


60

yang tepat, seperti :

a) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan.

b) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga.

c) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan.

3) Memberikan kepecayaan diri dalam merawat anggota keluarga

Memotivasi keluarga agar merasa percaya diri untuk

merawat anggota keluarga yang sakit. Dapat dilakukan dengan

beberapa cara, yaitu :

a) Melakukan demonstrasi cara perawatan.

b) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah.

c) Mengawasi keluarga melakukan perawatan.

4) Membantu keluarga mewujudkan lingkungan sehat

Perawat berperan sebagai konsultan bagaimana agar

keluarga mampu mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat,

sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup anggota

keluarganya. Cara yang bisa dilakukan :

a) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga.

b) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal

mungkin.

5) Memotivasi keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan

Meningkatkan kesadaran dalam mengakses fasilitas

kesehatan di masyarakat, seperti :

a) Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan

keluarga.
61

b) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan.

e. Penilaian

Evaluasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah

diberikan, kemudian dilakukan penilaian untuk melihat

keberhasilannya. Jika tindakan yang dilakukan belum berhasil, maka

perlu dicari cara atau metode lainnya.

Tahapan ini dapat dilakukan secara formatif dan sumatif.

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses

asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi

akhir.

Untuk melakukan evaluasi, disusun menggunakan SOAP

secara operasional :

1) S = berbagai persoalan yang disampaikan oleh keluarga setelah

dilakukan tindakap keperawatan.

2) O = berbagai persoalan yang ditemukan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

3) A = analisis dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada

tujuan yang terkait dengan diagnosis.

4) P = perencanaan direncanakan kembali setelah mendapatkan hasil

dari respons keluarga pada tahapan evaluasi.

(Bakri, 2017, p. 129).

D. Konsep Tumbuh Kembang Anak

1. Pengertian pertumbuhan dan perkembangan


Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan dalam besar,

jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa

diukur dengan
62

diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram) ukuran panjang (cm,

meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan

nitrogen tubuh).

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan

serta struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang

teratur, dapat diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil dari proses

diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang

terorganisasi dan berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing

dapat memenuhi fungsinya. Dalam hal ini perkembangan juga termasuk

perkembangan emosi, intelektual dan perilaku sebagai hasil interaksi

dengan lingkungan.

(Soetjiningsih dalam Yuliastati dan Arnis, 2016, p. 28).

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling

berhubungan dan berkelanjutan pada masa bayi dan masa kanak-kanak.

Pertumbuhan merujuk pada peningkatan ukuran fisik. Perkembangan

adalah proses berurut, yang selama proses tersebut bayi dan kanak-kanak

memperoleh berbagai keterampilan dan fungsi. Maturasi merujuk pada

peningkatan fungsionalitas berbagai sistem tubuh atau keterampilan

perkembangan. Mengamati keadekuatan pertumbuhan dan perkembangan

pada berbagai usia merupakan bagian penting dari pengkajian perawatan

bayi dan anak (Kyle & Carrman, 2015, p. 2).

2. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

Depkes dalam Yuliastati dan Arnis (2016, p. 30) menjelaskan

bahwa zzzzzzzzzzzzzzzzz
63

kualitas tumbuh dan kembang anak dipengaruhi oleh dua faktor

yaitu faktor yang berasal dari dalam (internal) dan faktor yang berasal dari

luar (eskternal).

a. Faktor internal

1) Ras/etnik atau bangsa

Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika tidak

memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.

2) Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh

pendek,gemuk
tinggi, pendek, gemukatau
ataukurus.
kurus.

3) Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat terjadi pada masa

prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.

4) Jenis kelamin

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang

lebih cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa

pubertas pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.

5) Genetik

Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu

potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa

kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

Salah satu contohnya adalah tubuh kerdil.


64

6) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan

pertumbuhan dan perkembangan seperti pada sindrom down dan

sindrom turner.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal terbagi menjadi 3 hal yaitu faktor prenatal,

faktor persalinan dan faktor pasca persalinan.

1) Faktor prenatal

a) Gizi

Nutrisi yang dikonsumsi ibu selama hamil akan

mempengaruhi pertumbuhan janin yang dikandungnya. Oleh

karena itu asupan nutrisi pada saat hamil harus sangat

diperhatikan. Pemenuhan zat gizi menurut kaidah gizi

seimbang patut dijalankan. Dalam setiap kali makan,

usahakan ibu hamil mendapat cukup asupan karbohidrat,

protein, lemak, vitamin dan mineral.

b) Mekanis

Trauma dan posisi fetus yang abnormal dapat

menyebabkan kelainan kongenital seperti club foot, dislokasi

panggul, falsi fasialis, dan sebagainya.

c) Toksin/zat kimia

Beberapa obat-obatan seperti aminopterin, thalidomid

dapat menyebabkan kelainan kongenital palatoskisis.


65

d) Endokrin

Diabetes mellitus pada ibu hamil dapat menyebabkan

makrosomia, kardiomegali, hyperplasia adrenal.

e) Infeksi

Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh

TORCH (toksoplasma, rubella, cytomegalo virus, herpes

simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada janin, seperti

katarak, bisu tuli, mikrosepali, retardasi mental dan kelainan

jantung kongenital.

f) Psikologis ibu

Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan

salah/kekerasan mental pada ibu selama hamil serta gangguan

psikologis lainnya dapat mempengaruhi pertumbuhan janin.

2) Faktor persalinan

Komplikasi yang terjadi pada saat proses persalinan

seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kerusakan

jaringan otak bayi.

3) Faktor pasca persalinan

a) Gizi

Untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, maka

bayi dan anak memerlukan gizi/nutrisi yang adekuat. Pada

masa bayi, makanan utamanya adalah ASI. Berikan hak anak

untuk mendapatkan ASI eksklusif, yaitu diberikan sampai

bayi berusia 6 bulan. Setelah itu tambahkan makanan


66

pendamping ASI (MP ASI), yang diberikan sesuai dengan

usia anak. Pemberian MP ASI harus diberikan secara

bertahap sesuai dengan usia anak. Secara garis besar

pemberiannya terbagi menjadi 2 tahapan, yaitu untuk anak

usia 6 bulan, dan untuk anak yang berusia 9 bulan ke atas.

Keduanya berbeda dalam rasa dan teksturnya, sesuai dengan

perkembangan dan kemampuan anak.

b) Penyakit kronis/kelainan congenital.

Penyakit-penyakit kronis seperti tuberculosis, anemia

serta kelainan kongenital seperti kelainan jantung bawaan

atau penyakit keturunan seperti thalasemia dapat

mengakibatkan gangguan pada proses pertumbuhan.

c) Lingkungan fisik dan kimia

Lingkungan sering disebut milieu adalah tempat anak

hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak

(provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya

sinar matahari, paparan sinar radio aktif, zat kimia tertentu

(plumbum, mercuri, rokok dan sebagainya) mempunyai

dampak negatif terhadap pertumbuhan anak.

d) Psikologis

Faktor psikologis yang dimaksud adalah bagaimana

hubungan anak dengan orang di sekitarnya. Seorang anak yang

tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa
67

tertekan akan mengalami hambatan dalam proses pertumbuhan dan

perkembangannya.

e) Endokrin

Gangguan hormon, seperti pada penyakit hipotiroid dapat

menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.

f) Sosio-ekonomi

Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan,

kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan. Keadaan

seperti ini dapat menghambat proses pertumbuhan dan

perkembangan anak.

g) Lingkungan pengasuhan

Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak.

h) Obat-obatan

Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat

pertumbuhan, demikian juga dengan pemakaian obat perangsang

terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi

hormon pertumbuhan.

3. Tahap pertumbuhan dan perkembangan anak

Tahap pertumbuhan dan perkembangan anak menurut Kyle &

Carrman (2014, p. 2- 19).

a. Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi

Bayi menunjukkan peningkatan yang fenomenal pada

keterampilan motorik kasar dan halus merka selama 12 bulan pertama


68

kehidupan. Keterampilan motorik kasar berkembang dalam cara

sefalokaudal (dari kepala ke ekor). Dengan kata lain, bayi belajar

untuk mengangkat kepala sebelum belajar berguling dan duduk.

Keterampilan motorik halus berkembang dalam cara proksimodistal

(dari pusat ke perifer). kepalan tangan bayi menggenggam dalam cara

seluruh tangan dan akhirnya berkembang menjadi genggaman

menjepit halus.

Tabel 2.2 Perkembangan Keterampilan Motorik Bayi

Usia Keterampilan Motorik Kasar Keterampilan Motorik Halus


1 Mengangkat dan menggerakkan Genggaman tangan sebagian
bulan kepala kesamping dalam posisi besar mengepal
tengkurap Pergerakan tangan
Kepala jatuh ke belakang ketika involunter
ditarik duduk
Punggung bulat ketika sedang duduk
2 Mengangkat kepala dan dada, posisi
bulan menahan
Kendali kepala membaik
3 Mengangkat kepala hingga 450 Menahan tangan di depan
bulan dalam posisi tengkurap wajah, tangan terbuka
Kepala sedikit jatuh ke belakang
ketika dilakukan perasat tarik
untuk duduk
4 Mengangkat kepala dan melihat ke Memukul benda
bulan sekeliling
Berguling dari posisi telungkup ke
posisi telentang
Kepala mendahului tubuh ketika
tarik duduk
5 Berguling dari posisi telungkup ke Menggenggam mainan
bulan posisi telentang dan kembali lagi (rattle)
Duduk dengan punggung tegak lurus
ketika disangga
6 Duduk tripot Melepaskan benda di tangan
bulan untuk mengambil benda
lainnya
7 Duduk sendiri dengan menggunakan Memindahkan benda dari
bulan tangan untuk menyangga satu tangan ke tangan
lainnya
8 Duduk tanpa disangga Genggaman menjepit yang
69

bulan kasar
9 Merangkak, abdomen tidak Memukul benda bersamaan
bulan mengenai lantai
10 Menarik untuk berdiri, Genggaman menjepit yang
bulan Meluncur halus
12 Duduk dari posisi berdiri,
bulan Berjalan secara mandiri

b. Pertumbuhan dan Perkembangan Todler

Masa todler memiliki rentang dari usia 1 hingga 3 tahun. Baik

pertumbuhan fisik maupun pemerolehan keterampilan motorik baru

sedikit melambat selama usia todler. Penyempurnaan keterampilan

motorik, dilanjutkandengan pertumbuhan kognitif, dan kemahiran

keterampilan bahasa yang tepat sangat penting selama masa todler.

Tabel 2.3 Penanda Keterampilan Motorik Todler

Usia Keterampilan Motorik Kasar Keterampilan Motorik Halus


12-15 Berjalan secara mandiri Makan sendiri dengan
bulan menggunakan jari
Menggunakan jari telunjuk
untuk menunjuk
18 Memanjat tangga dengan Menguasai meraih,
bulan bantuan menggenggam, dan
Menarik mainan sambil melepaskan: tumpukan
berjalan balok meletakkan benda
dalam lubang
Membalik halaman buku (satu
per satu dengan buku
papan, banyak jika buku
kertas)
Melepaskan sepatu dan kaos
kaki
Menumpuk empat kubus
24 Berlari Membangun menara enam
bulan Menendang bola atau tujuh kubus
Dapat berdiri dengan hanya Tangan kanan atau kiri
menjejakkan ujung jari saja Mengimitasi gerakan sirkuler
(berjinjit) dan vertikel
Membawa beberapa mainan, Menulis dengan tergesa-gesa
atau mainan besar sambil dan melukis
berjalan Mulai memutar tombol
Memanjat ke atas dan ke Memasukkan pin bulat ke
70

bawah dari furnitur tanpa lubang


bantuan

36 Memanjat dengan baik Membuka baju sendiri


bulan Mengayuh sepeda roda tiga Menyalin lingkaran
Berlari dengan mudah Membangun menara 9 atau 10
Berjalan naik dan turun kubus
tangga dengan kaki Memegang pensil dalam
bergantian posisi menulis
Membungkuk dengan mudah Memasang atau melepaskan
tanpa terjatuh penutup, kacang, baut
Membalikkan satu halaman
buku pada satu waktu

c. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Prasekolah

Anak-anak prasekolah, antara 3 dan 6 tahun, tumbuh lebih

lambat daripada tahun sebelumnya, dan anak prasekolah yang sehat

bertubuh ramping dan tangkas, dengan postur tubuh yang tegak.

Perkembangan kognitif, bahasa, dan psikososial sangat penting selama

periode prasekolah. Seiring dengan keterampilan kognitif, pemikiran

magis berlebihan. Sebagian besar tugas yang dimulai selama periode

toodler dikuasai dan disempurnakan selama periode prasekolah,

terutama koordinasi motorik halus. Anak harus belajar untuk

menoleransi perpisahan dari orang tua, memiliki rentang perhatian

yang lebih panjang, dan terus belajar keterampilan yang akan

mengarah kekeberhasilan di kemudian hari pada periode usia sekolah.

Tabel 2.4 Perkembangan Keterampilan Motorik Prasekolah

Usia Keterampilan Motorik Kasar Keterampilan Motorik Halus


4 tahun Melempar bola dengan ayunan Menggunakan gunting dengan
tangan yang tinggi baik
Menendang bola ke depan Mengopi huruf kapital
Menangkap bola yang Menggambar lingkaran dan
memantul bujur sangkar
Melompat pada satu kaki Mengopi palang atau wajik
Berdiri pada satu kaki Menggambar orang dengan
71

hingga 5 detik dua hingga empat bagian


Mengangkat dan Mengikat tali sepatu
menurunkan kaki secara
bergantian
Bergerak ke belakang dan ke
depan dengan gesit
5 tahun Berdiri satu kaki selama 10 detik Menulis beberapa huruf
atau lebih lama Menggambar orang dengan
Berayun dan memanjat dengan tubuh dan minimal enam
baik bagian
Dapat meloncat secara beulang Berpakaian/melepaskan
menggunakan tali yang pakaian tanpa bantuan
melingkar Dapat belajar mengikat tali
Melakukan jungkir balik sepatu
Dapat belajar bermain sepatu Menggunakan garpu,
luncur dan berenang sendok, dan pisau (diawasi)
dengan baik
Mengopi segitiga dan pola
geometri lainnya
Sebagian besar memerhatikan
kebutuhan toileting sendiri

d. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Sekolah

Anak-anak usia sekolah, antara usia 6 dan 12 tahun,

mengalami periode pertumbuhan fisik yang lambat secara progresif,

sedangkan pertumbuhan sosial dan perkembangan mereka mengalami

akselerasi serta peningkatan dalam kompleksitas. Mereka bergerak ke

arah pemikiran yang lebih abstrak. Fokus dunia mereka meluas dari

berpengaruh keluarga menjadi pengaruh guru, teman sebaya dan

individu lain (mis, pelatih, media). Anak pada tahap ini menjadi lebih

mandiri secara bertahap seraya berpartisipasi dalam aktivitas di luar

rumah.

Tabel 2.5 Perkembangan Keterampilan Motorik Usia Sekolah

Usia Keterampilan Motorik Kasar Keterampilan Motorik Halus

6-12 Peningkatan koordinasi, Koordinasi dan


72

tahun keseimbangan dan ritme: keseimbangan tangan-mata


kemampuan untuk meningkat: peningkatan
mengendarai sepeda roda ketelitian menulis,
dua, melompati tali, mereproduksi kata, menjahit,
berdansa, berpain sepatu membangun model dan
luncur, berenang. Anak usia keahlian lainnya; kemampuan
sekolah yang lebih besar untuk memainkan instrumen
dapat menunjukkan musik
ketidaknyamanan karena
tubuh mereka tumbuh lebih
cepat daripada kemampuan
mereka untuk
mengompensasi

e. Perkembangan dan Pertumbuhan Remaja

Rentang remaja adalah periode transisi dari masa kanak-kanak

menjadi dewasa yang biasanya antara usia 11 dan 20 tahun. Remaja

merupakan waktu pertumbuhan yang cepat dengan perubahan

dramatis pada ukuran dan proporsi tubuh. Selama waktu ini,

karakteristik seksual berkembang dan maturitas reproduktif tercapai.

Secara umum, anak perempuan memasuki pubertas lebih awal (pada

usia 9 hingga 10 tahun) daripada anak laki-laki (pada usia 10 hingga

11 tahun).

Tabel 2.6 Perkembangan Keterampilan Motorik Remaja

Usia Keterampilan Motorik Kasar Keterampilan Motorik Halus


Remaja Perkembangan daya tahan: Peningkatan kemampuan
awal (11- koordinasi dapat menjadi untuk memanipulasi objek;
14 tahun); masalah akibat pacu tulisan tangan rapi;
remaja tumbuh yang tidak ketangkasan jari semakin
menengah seimbang; remaja halus dan koordinasi mata-
(14-16 menengah, kecepatan dan tangan yang tepat
tahun); akurasi meningkat serta
remaja koordinasi membaik;
akhir (17- peningkatan daya saing
20 tahun)
73
74

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian deskriptif adalah suatu data yang mendeskripsikan

(memaparkan) peristiwa-peristiwa secara sistematis yang terjadi pada masa

kini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan saat ini

(Nursalam, 2015, p. 160).

Berdasarkan metode tersebut, penulis akan memaparkan kasus serta

menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan memfokuskan tindakan

pada salah satu masalah yang utama dalam keluarga yaitu Asuhan

Keperawatan Keluarga Dengan Scabies di Wilayah Kerja Puskesmas

Kerkopan Kota Magelang.

B. Subjek Penelitian.

Ketika menentukan subjek penelitian terdapat kriteria inklusi, yang

merupakan karakteristik umum dari subjek penelitian yang akan diteliti.

Sedangkan kriteria esklusi adalah menghilangkan subjek yang sudah

memenuhi kriteria inklusi karena berbagai faktor.

Kedua kriteria tersebut termasuk ke dalam purposive sampling.

Purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih

di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel

tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya

(Nursalam, 2015, p. 172).


75

1. Kriteria Inklusi

a. Klien terdiagnosa Scabies.

b. Klien masih dalam fase pengobatan.

c. Klien yang ketika dikelola masih terdapat tanda dan gejala yang

signifikan.

d. Klien dan keluarga mampu berkomunikasi dengan baik.

e. Klien bersedia menjadi responden.

2. Kriteria Eksklusi

a. Klien yang menderita Scabies dengan komplikasi.

b. Klien dan keluarga yang tidak bersedia dijadikan responden.

C. Fokus Studi

Fokus studi pada Karya Tulis Ilmiah ini adalah Asuhan Keperawatan

Keluarga dengan Scabies.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional asuhan keperawatan keluarga dengan Scabies

merupakan proses keperawatan yang telah diberikan kepada klien untuk

memecahkan permasalahan. Beberapa tindakan yang dilakukan yaitu

pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menentukan rencana

tindakan, melakukan tindakan keperawatan, serta mengevaluasi yang sudah

diberikan kepada klien dan keluarga.

E. Tempat dan Waktu

1. Lokasi penelitian
76

Lokasi pengambilan kasus yang digunakan adalah di Puskesmas Kerkopan

Kota Magelang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 6 hari pada tanggal 4 sampai 9 Februari

2019.

F. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah upaya untuk menggali berbagai informasi

tentang masalah klien dan keluarga melalui pemberian pertanyaan, pengukuran

atau pemeriksaan, dan observasi terhadap klien (Induniasih dan Hendrasih,

2017, p. 58).

Menurut Nursalam (2015, p. 186-188) jenis instrumen penelitian yang

dapat digunakan pada ilmu keperawatan, diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Pengukuran Biofisiologis

Pengukuran yang digunakan pada tindakan keperawatan yang

berorientasi pada fisiologi. Instrumen pengumpulan datanya dibedakan

menjadi dua bagian, yaitu :

a. In-vivo : observasi proses fisiologis tubuh, tanpa pengambilan bahan

atau spesimen dari tubuh klien.

b. In-vitro : pengambilan suatu bahan atau spesimen dari klien.

2. Pengukuran Observasi : Tidak terstruktur dan terstuktur

Pengukuran dipergunakan sebagai fakta dan akurat dalam membuat

suatu kesimpulan. Jenis pengukuran observasi dibedakan menjadi dua,

sebagai berikut :

a. Tidak terstuktur
77

Peneliti secara langsung mengobservasi dan mencatat apa yang

dilihat dengan sedikit perencanaan. Metode ini meliputi penjelasan

informasi yang lebih banyak dipergunakan untuk menganalisis data.

Pada penelitian keperawatan, peneliti terlibat secara penuh dan

berhubungan dengan subjek khususnya terhadap kegiatan-kegiatan

yang berhubungan dengan masalah penelitian.

b. Terstuktur

Peneliti secara cermat mendefinisikan apa yang akan

diobservasi melalui suatu perencanaan. Tidak hanya mengobservasi

fakta yang ada pada subjek tetapi lebih didasarkan pada perencanaan

penelitian yang sudah disusun, pencatatan, dan pemberian kode

terhadap hal-hal yang sudah ditetapkan.

Instrumen observasi antara lain :

a. Catatan anecdotal

Bertujuan untuk mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa

menurut urutan kejadian.

b. Catatan berkala

Bertujuan untuk mencatat gejala secara berurutan menurut

waktu atau kejadian, tetapi tidak secara terus-menerus.

c. Checklist dan Rating Scale

Pada suatu pengukuran, peneliti menggunakan pendekatan

berdasarkan kategori sistem yang telah dibuat untuk mengobservasi

suatu peristiwa dan perilaku dari subjek. Hal yang sangat penting

adalah adanya sistem kategori yaitu mendefinisikan perilaku. Setiap


78

kategori harus dijelaskan secara mendalam dengan definisi operasional

supaya dapat mengkaji kejadian yang timbul.

3. Wawancara

a. Tidak terstuktur

Pertanyaan yang diajukan mencakup permasalahan seperti

kepribadian, perasaan, dan emosi. Terdapat beberapa jenis pengukuran

wawancara :

1) Wawancara langsung tanpa adanya suatu topik khusus yang

dibicarakan. Tujuannya adalah untuk menggali persepsi subjek

secara umum tanpa adanya intervensi jawaban.

2) Focus interview. Jenis ini dipergunakan dengan menggunakan

pertanyaan secara luas. Biasanya berhubungan dengan suatu

dorongan agar subjek bersedia berbicara secara terbuka.

3) Focus group discussion (FGD), adalah suatu teknik penelitian

kualitatif bertujuan mendapatkan informasi berdasarkan

pengamatan subjektif dari sekelompok sasaran terhadap situasi atau

produk tertentu.

4) Riwayat hidup merupakan penjabaran tentang pengalaman hidup

seseorang.

5) Catatan kehidupan (diaries). Digunakan untuk menanyakan tentang

kehidupan yang terjadi selama ini berdasarkan catatan

kehidupannya.
79

b. Terstuktur

Strategi yang memungkinkan adanya suatu kontrol dari

pembicaraan sesuai dengan isi yang diinginkan. Daftar pertanyaan

biasanya disusun sebelum wawancara dan ditanyakan secara urut.

Peneliti hanya diperkenankan bertanya apa adanya sesuai dengan

pertanyaan yang telah disusun.

4. Skala

Skala merupakan bagian dari desain penilaian penomoran terhadap

pendapat subjek mengenai hal-hal yang dirasakan atau keadaan

fisiologisnya.

Jenis pengukuran ini sering dipergunakan untuk menilai

kecemasan, konsep diri, koping, depresi, harapan, nyeri, kepuasan,

dukungan sosial dan stress.

G. Cara Pengolahan Data

Pada tahap ini data mentah atau raw data yang telah dikumpulkan lalu

diolah atau dianalisis sehingga dapat menjadi sebuah informasi.

Pengolahan secara manual dapat dilakukan pada situasi dimana aplikasi

pengolahan data tidak dapat digunakan. Tahapan analisis secara maual adalah

sebagai berikut :

1. Editing

Penyuntingan data adalah tahapan dimana data yang sudah

dikumpulkan dari hasil format pengkajian untuk disunting

kelengkapannya. Jika pada tahap ini ditemukan ketidaklengkapan dalam

pengkajian, maka harus melakukan pengumpulan data ulang.


80

Kriteria yang harus ditekankan dalam tahap penyuntingan :

a. Lengkap : semua data yang diinginkan terpenuhi.

b. Keterbacaan tulisan.

c. Relevan : data yang didapat sesuai dengan responden.

d. Konsistensi jawaban : ada tidaknya hal-hal yang saling bertentangan.

2. Coding

Suatu kegiatan merubah data dalam bentuk huruf menjadi angka

atau bilangan. Kode adalah simbol tertentu untuk memberikan identitas.

3. Tabulasi Data

Tabulasi
penelitian. data adalah
Pengolahan membuat
data dengan penyajian
aplikasi sesuai
hampir samadengan
dengantujuan
cara

manual
manual, tetapi ada beberapa tahapan yang dilakukan menggunakan

aplikasi.

4. Processing

Proses setelah semua format pengkajian lengkap dan benar serta

telah dikode jawaban responden ke dalam aplikasi pengolahan data.

5. Cleaning Data

Pengecekan kembali apakah dijamin kebenarannya atau masih

terdapat kesalahan.

(Masturoh dan Anggita, 2018, p. 243-246).

H. Penyajian Data

Data disajikan secara narasi atau terstruktur dan disertai dengan

beberapa ungkapan verbal dari subjek penelitian yang merupakan data

pendukung.
81

I. Etika Penelitian

Penelitian keperawatan umunya melibatkan manusia sebagai subjek

yang merupakan makhluk holistik, psikologis, sosial, spiritual dan integrasi

aspek fisik. Penelitian pada salah satu aspek dapat menyebabkan masalah pada

aspek yang lain. Sehingga perlu dikawal dengan etika yang memberikan

jaminan bahwa keuntungannya jauh melebihi efek samping yang ditimbulkan.

Berdasarkan hal tersebut maka harus dilaksanakan dengan memperhatikan

kaidah-kaidah etik.

Izin penelitian menunjukkan bahwa pihak institusi telah menyetujui

untuk dijadikan sebagai tempat meniliti, sedangkan persetujuan etik

menunjukkan suatu penelitian sudah melalui pengecekan komite etik dan

dinyatakan bebas dari permasalahan yang dapat merugikan.

Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan,

tidak boleh ada paksaan atau penekanan. Subjek berhak mendapat informasi

yang terbuka dan lengkap tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan dan

manfaat, prosedur, resiko, keuntungan yang mungkin didapat dan kerahasiaan

informasi.

Secara umum terdapat empat prinsip utama dalam etik penelitian

keperawatan (Polit dan Beck dalam Dharma, 2013, p. 237) :

1. Peneliti melakukan beberapa hal yang berhubungan dengan informed

consent, antara lain :

a. Mempersiapkan formulir persetujuan yang akan ditanda tangani oleh

responden.
82

b. Memberikan penjelasan langsung mencakup seluruh data yang tertulis

dalam formulir informed consent dan yang diperlukan untuk

memperjelas pemahaman tentang pelaksanaannya.

c. Memberikan kesempatan untuk bertanya tentang aspek-aspek yang

belum dipahami dari penjelasan yang telah disampaikan dan

menjawab seluruh pertanyaan dengan terbuka.

d. Menyediakan waktu yang cukup untuk menentukan pilihan.

e. Meminta subjek untuk menandatangani formulir informed consent,

untuk setuju ikut serta dalam penelitian.

2. Menghargai privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and

confidentiality).

Penelitian menyebabkan terbukanya informasi tentang subjek,

sehingga peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi menyangkut

privasi yang tidak ingin identitas dan segala data tentang dirinya diketahui

orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara meniadakan seperti

nama dan alamat kemudian diubah dengan kode tertentu.

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness).

Prinsip keterbukaan mengandung makna bahwa penelitian

dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara

profesional. Sedangkan untuk keadilan berarti bahwa memberikan

keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan subjek.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefits).


83

Penting halnya untuk mempertimbangkan manfaat sebesar-

besarnya dimana hasilnya akan diterapkan (beneficience). Ini harus

diperhatikan ketika akan mengajukan usulan untuk mendapatkan

pesetujuan dari komite etik penelitian.

(Dharma, 2012, p. 235-239).

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, penulis tidak akan

mencantumkan nama pada hasil laporan. Penulis hanya mencantumkan jenis

kelamin, tingkat pendidikan, suku bangsa, umur serta menggunakan kode

nomer urut masing-masing subjek pada waktu pengambilan data dilakukan.

Tujuan dari etika penulisan tersebut untuk menjaga kerahasiaan

identitas pasien maupun keluarga yang kemungkinan akan terjadi ancaman.

Kerahasiaan mengenai informasi responden dijamin dan hanya beberapa data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai proposal karya tulis ilmiah.


84

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pengelolaan Asuhan Keperawatan Keluarga terhadap An. R dengan

kasus Scabies di Wilayah Kerja Puskesmas Kerkopan Kota Magelang

dilaksanakan selama 4 kali pertemuan dimulai tanggal 4, 5, 6, Februari 2019

serta satu hari terakhir untuk melakukan evaluasi keseluruhan yaitu tanggal 9

Februari 2019.

1. Pengkajian

Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2019 pukul 16.00

sampai 17.30 WIB di rumah klien. Setelah dilakukan pengkajian di hari

pertama, penulis mendapatkan data bahwa keluarga klien merupakan type

extended familly atau keluarga besar yaitu ibu, 2 anak, dan menantu. Ny. D

yang merupakan ibu dari An. R asli suku Jawa, serta menggunakan bahasa

jawa dalam berkomunikasi sehari-hari.

Tabel 4.1 Keterangan Keluarga Ny. D pada An. R

N Nama Umur Sex Tgl Lahir Pendidik Pekerjaan Hubungan

o (L/P) an

1 Ny. D 50 th P 4-4-1969 SMP ART KK

2 Nn. T 25 th P 24-3-1994 SMK Karyawan Anak

3 An. R 11 th L 15-7-2007 SD Pelajar Anak

4 Tn. Y 26 th L 30-5-1993 SMK Karyawan Menantu


85

Berdasarkan data yang didapat, keluarga ini menganut agama

Islam, tidak ada kepercayaan atau budaya yang mempengaruhi ataupun

berhubungan dengan kesehatan. Sumber pendapatan berasal dari Ny. D

yang bekerja sebagai asisten rumah tangga, ditambah penghasilan bersama

dari Nn. T bekerja sebagai karyawan begitu pula suaminya yaitu Tn. Y.

Perkiraan pendapatan perbulan Ny. D sebanyak Rp. 1.000.000,- sedangkan

tambahan dari anak dan menantunya kurang lebih Rp. 500.000,- dengan

pengeluaran pasti kurang lebih Rp. 250.000,- dan pengeluaran yang tidak

dapat dipastikan nominalnya. Pendapatan tersebut cukup untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari, dan sudah mampu memenuhi persiapan anak untuk

hidup mandiri maka keluarga tersebut termasuk keluarga sejahtera tahap

VI.

Pengkajian selanjutnya dilakukan tanggal 5 Februari 2019 pukul

15.30 sampai 16.00 WIB, dengan data bahwa An. R merupakan anak ke

tiga dari dua bersaudara.

Gambar 4.1 Keterangan Genogram Keluarga Ny. D Pada An. R


86

Klien menderita Scabies sejak sekitar 2 bulan yang lalu ketika

ajaran baru di Pondok Pesantrennya. Ibunya mengatakan bahwa sakitnya

ini sudah pernah terjadi sebelumnya. Tetapi An. R tidak pernah dibawa ke

pelayanan kesehatan karena ibunya percaya akan cepat sembuh dengan

pemberian obat salep didapatkan dari Apotek. Menurut Ny. D, gatal-gatal

kambuh lagi akibat An. R memakan makanan seperti ikan, telur dan ayam.

Ketika ada anggota keluarga menderita sakit ringan seperti masuk angin,

flu atau batuk, biasanya juga akan dibelikan obat dahulu di Apotek.

Mereka lebih percaya dengan pengobatan medis daripada pengobatan

alternatif, karena mereka berkeyakinan bahwa adanya pelayanan kesehatan

dapat membantu mencapai kesehatan secara optimal.

Gambar 4.2 Keterangan Denah Rumah Keluarga Ny. D Pada An. R

Hasil pengkajian lingkungan, keluarga menempati rumah milik

pribadi dengan luas 40 m2. Tipe rumah permanen dengan lantai keramik

dan atap genteng. Terdapat 8 ruang pada rumah An. R terdiri dari teras, 2

ruang tamu, 2 kamar tidur, ruang keluarga, ruang makan dan dapur, WC

atau kamar madi dan terakhir gudang. Terdapat 3 buah jendela di ruang

tamu dan satu di kamar tidur menjadikannya ventilasi cukup baik.


87

Pencahayaan malam hari menggunakan listrik, jika siang hari

pencahayaan kurang pada ruang makan atau dapur dan salah satu kamar

tidur, karena berada di bagian dalam dan tengah. Penataan ruang cukup

rapi dan bersih namun masih terdapat beberapa barang berdebu.

Pengelolaan sampah rumah tangga dibuang di tempat pembuangan sampah

yang tersedia, selanjutnya akan diangkut truk sampah Pemerintah. Jenis

jamban yaitu jamban jongkok dengan kebersihan cukup. Tetapi segala

pembuangan MCK (mandi, cuci, kakus) langsung menuju ke sungai yang

berada di bawah rumah. Sumber air yang digunakan adalah PDAM. Air

tersebut digunakan untuk memasak, mencuci, mandi, minum dan

keperluan lainnya. Terdapat beberapa penyimpanan air di ember dalam

kamar mandi dengan keadaan terbuka, dikuras setiap kali telah digunakan.

Keluarga Ny. D ibu dari An. R tinggal di pemukiman padat dengan

jarak antar rumah saling menempel. Hubungan dengan masyarakat sangat

baik, tetangga sekitar rumah saling tolong-menolong dan berinteraksi baik.

Waktu berkumpul seluruh anggota keluarga hanya sebulan sekali di

minggu awal karena An. R berada di Pondok Pesantren. Ketika dapat

berkumpul secara lengkap, itupun pada malam hari karena keluarganya

bekerja sampai sore bahkan malam hari. Kegiatan berkumpul tersebut

digunakan untuk berbincang-bincang dan menonton televisi.

Mereka dikenal sebagai keluarga yang aktif dalam berbagai

kegiatan di masyarakat, terutama Ny. D merupakan ketua Dasa Wisma,

sekertaris di PKK, pemegang arisan di pertemuan bapak-bapak serta


88

anggota di kelompok pengajian. Sedangkan An. R aktif mengikuti

berbagai kegiatan di Pondok Pesantrennya.

Ketika An. R sakit maka Ny. D yang paling peduli terhadap

kesehatannya, membelikan obat di Apotek dan mengantar berobat ke

Puskesmas Kerkopan berjarak kurang lebih 1 kilometer dengan

mengendarai sepeda motor. Klien memiliki kartu berobat KIS (Kartu

Indonesia Sehat) sehingga dalam pengobatan tidak mengeluarkan banyak

biaya.

An. R merasa terganggu dengan penyakitnya. Ketika di malam hari,

rasa gatal makin parah menjadikannya tidak bisa tidur. Saat pagi dan siang

hari sulit melakukan berbagai aktivitas yang ada di Pondok Pesantren

maupun di rumah. Keluarga klien selalu menanamkan nilai dan norma

yang menjadi anutan di masyarakat, seperti membiasakan berbuat baik

pada orang lain dan saling membantu karena mereka beranggapan jika kita

berbuat baik maka suatu saat hal baik akan berbalik kepada kita. An. R

sekeluarga menggunakan Bahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari-hari.

Komunikasi dilakukan secara terbuka dengan saling berbagi cerita satu

sama lain, dan jika suatu saat ada masalah akan didiskusikan secara

bersama-sama. Pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah dan

bebas dalam berpendapat. Tetapi jika sudah tidak bisa diputuskan

bersama-sama, maka Ny. D sebagai kepala keluarga yang akan mengambil

keputusan, sehingga termasuk sebagai pengambil keputusan utama.

Pengkajian terhadap fungsi ekonomi yaitu untuk pemenuhan

kebutuhan sandang dan pangan klien dan ibunya berasal dari penghasilan
89

murni Ny. D. Pendapatan setiap bulan dirasa cukup untuk memenuhi

kebutuhan sehari-harinya. Sedangkan untuk kebutuhan Nn. T dan Tn. Y

sudah menggunakan penghasilan mereka sendiri. Lingkungan masyarakat

sekitar mempercayai keluarga ini dikarenakan aktif ikut serta di berbagai

organisasi. Dalam masalah pendidikan, sangat mengutamakan masa depan

anak-anaknya, salah satunya dengan menyekolahkan An. R di salah satu

Sekolah Dasar Negeri dan juga ke Pondok Pesantren untuk memperdalam

ilmu agamanya.

Kemampuan An. R mengenal masalah Scabies yaitu klien hanya

sebatas mengetahui kalau itu penyakit gatal-gatal, begitu juga ibunya.

Klien mengatakan gatal sampai susah tidur. Ketika ditanya mengenai

proses terjadinya Scabies, tanda dan gejala, pengobatan, penatalaksanaan,

dan komplikasi mereka masih belum mengetahuinya. Lalu mereka

bertanya apa yang harus dilakukan ketika merasakan gatal. Saat ditanya,

An. R juga jarang menggunakan obat yang dibawa dari rumah saat sedang

berada di Pondok dengan alasan lupa.

Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit belum

cukup baik, karena ketika klien merasa gatal ibunya hanya membelikannya

obat luar dan tidak tahu bagaimana penanganan lain untuk mengatasi gatal

yang dirasakan. Bahkan, Ny. D membiarkan anaknya untuk menggaruk-

garuk luka tanpa mengetahui akibatnya. Mereka tidak tahu informasi

tentang penatalaksanaan ataupun pengobatan Scabies dengan cara alami

dan hal apa saja yang tidak boleh dilakukan dapat memperburuk penyakit.

Pemeliharaan lingkungan rumah rapi, hanya sedikit berdebu di bagian


90

tertentu. Keluarga hanya bisa membersihkan seluruh bagian rumah jika

mendapat libur kerja. Sedangkan menurut informasi, lingkungan di

Pondok tempat tinggal klien juga dalam keadaan lembab. An. R belum

mampu merubah kondisi lingkungan tempat tinggalnya supaya terhindar

dari penularan penyakit khususnya Scabies. An. R masih sering berbagi

pakaian, handuk, bahkan peralatan mandi yang sama, yang seharusnya

tidak dilakukan. Pemanfaatan fasilitas kesehatan cukup baik, Ny. D

sesegera mungkin memberikan obat yang dibelinya dari Apotek dan jika

belum juga sembuh klien dengan segera dibawa ke pusat pelayanan

kesehatan.

Pengkajian untuk fungsi religius yaitu Ny. D selalu menjelaskan

bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Jadi kebersihan akan

membawanya pada kesehatan yang akan meningkatkan keimanan. Tetapi

An. R selalu mengatakan kalau tidak terkena penyakit tersebut maka

bukanlah seorang santri dimana ibu klien tidak setuju terhadap pernyataan

tersebut dan membenarkan pemikiran anaknya. Dalam fungsi rekreasi,

hanya dapat berkumpul dengan anggota keluarga secara lengkap hanya

sekitar satu bulan sekali. Ny. D mengatakan jarang sekali untuk berekreasi

keluar rumah dikarenakan kesusahan menyamakan waktu. Klien berjenis

kelamin laki-laki dan tidak memiliki gangguan pada sistem reproduksinya

begitu pula dengan anggota yang lain. Hubungan setiap anggota keluarga

sangat baik, mereka saling menjaga satu sama lain dan memberikan

dukungan jika ada salah satu anggota yang sedang tertimpa masalah.
91

Pengelolaan stress dan koping keluarga dengan stressor jangka

pendek yaitu kekhawatiran terhadap masalah kesehatan An. R karena gatal

dan benjolan di kulit sering muncul. Sedangkan untuk stressor jangka

panjang seperti kejadian di masa lalu berupa cobaan keluarga yang

ditinggal pergi selamanya oleh suami maupun ayah dari Ny. D dan juga

An. R. Mereka berusaha menangani masalah kesehatan dengan

penanganan mandiri di rumah dan juga layanan kesehatan seperti

Puskesmas. Penyelesaian dalam menghadapi suatu masalah dilakukan

melalui musyawarah. Keluarga Ny. D beranggapan tidak ada suatu

masalah tanpa jalan keluar jika selalu mendekatkan diri kepada Allah

S.W.T. Tidak terdapat strategi adaptasi disfungsional.

Tabel 4.2 Tabel Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Ny. D Nn. T An. R Tn. Y


KU Baik Baik Baik Baik
Kesadaran Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis
TTV TD:150/100m TD:120/85mmH TD:110/70mmH TD:130/90mm
mHg g g Hg
N:80x/menit N:78x/menit N:100x/menit N:90x/menit
RR:21x/menit RR:23x/menit RR:22x/menit RR:21x/menit
S:36,8oC S:37oC S:37,2oC S:36oC
Kepala Rambut mulai Rambut hitam, Rambut hitam, Rambut hitam,
beruban, tanpa lurus, tanpa lesi, lurus, tanpa lesi, lurus, tanpa
lesi, bersih dan rapi dan bersih rapi dan bersih lesi, rapi dan
rapi bersih
Mata Simetris, Simetris, Simetris, Simetris,
konjungtiva konjungtiva konjungtiva konjungtiva
tidak anemis, tidak anemis, tidak anemis, tidak anemis,
sklera tidak sklera tidak sklera tidak sklera tidak
ikterik ikterik ikterik ikterik

Hidung Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada


sekret, tidak sekret, tidak ada sekret, tidak ada sekret, tidak
ada pembesaran pembesaran ada
pembesaran polip polip pembesaran
polip polip
92

Mulut Mukosa bibir Mukosa bibir Mukosa bibir Mukosa bibir


lembab lembab lembab lembab
Telinga Simetris, tidak Simetris, tidak Simetris, tidak Simetris, tidak
ada serumen ada serumen ada serumen ada serumen
Leher Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
pembengkakan pembengkakan pembengkakan pembengkakan
kelenjar tyroid kelenjar tyroid kelenjar tyroid kelenjar tyroid

Paru-paru I:Pergerakan I:Pergerakan I:Pergerakan I:Pergerakan


simetris simetris simetris simetris
P:Nyeri tekan P:Nyeri tekan(-), P:Nyeri tekan(-), P:Nyeri tekan
(-), vokal vokal vemitus vokal vemitus (-), vokal
vemitus teraba teraba teraba vemitus teraba
P:Resonan P:Resonan P:Resonan P:Resonan
A:Vesikuler A:Vesikuler A:Vesikuler A:Vesikuler

Jantung I:IC tak I:IC tak nampak I:IC tak nampak I:IC tak
nampak P:IC teraba di P:IC teraba di nampak
P:IC teraba di ICS 4 ICS 4 P:IC teraba di
ICS 4 P:Pekak P:Pekak ICS 4
P:Pekak A:S1=S2 reguler A:S1=S2 reguler P:Pekak
A:S1=S2 A:S1=S2
reguler reguler
Abdomen I:tidak ada lesi, I:tidak ada lesi, I:tidak ada lesi, I:tidak ada lesi,
tidak ada asites tidak ada asites, tidak ada asites, tidak ada asites
A:Bising usus cembung akibat terdapat bekas A:Bising usus
10x/menit hamil usia 8 luka gatal 8x/menit
P:Nyeri tekan bulan masuk A:Bising usus P:Nyeri tekan
(-) trimester III 10x/menit (-)
P:Tympani A:Bising usus P:Nyeri tekan (-) P:Tympani
9x/menit P:Tympani
P:Nyeri tekan (-)
P:Tympani

Extremitas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada


kelainan kelainan kelainan kelainan
extremitas extremitas extremitas extremitas
maupun edema maupun edema maupun edema maupun edema

Kulit Turgor kulit Turgor kulit Turgor kulit Turgor kulit


baik dan baik dan lembab baik dan lembab baik dan
lembab terdapat lembab
benjolan, lesi
dan berwarna
kemerahan
93

Harapan dari keluarga yaitu pihak Puskesmas rutin melakukan

penyuluhan dan kunjungan rumah untuk memberikan berbagai macam

informasi mengenai masalah kesehatan di masyarakat.

2. Analisa Data

Berdasarkan hasil pengkajian, kemampuan klien mengenal masalah

Scabies yaitu hanya sebatas mengetahui bahwa itu penyakit gatal-gatal,

begitu juga ibunya. Klien mengatakan gatal sampai susah tidur. Ketika

ditanya mengenai proses terjadinya Scabies, tanda dan gejala, pengobatan,

penatalaksanaan, dan komplikasi Ny. D dan An. R masih belum

mengetahuinya. Jika mulai merasa gatal dan terdapat benjolan di kulit hal

biasa dilakukan yaitu mengoleskan obat yang sudah dibeli dari Apotek.

Lalu Ny. D juga bertanya apa yang harus dilakukan seandainya rasa gatal

masih tetap dirasakan meskipun sudah diberikan obat.

Sedangkan hasil pengkajian kemampuan klien dan keluarga dalam

memodifikasi lingkungan didapatkan hasil bahwa lingkungan di Pondok

Pesantren tempat tinggalnya juga dalam keadaan lembab dan kurang

bersih. Klien belum mampu merubah kondisi lingkungan tempat

tinggalnya di Pondok supaya terhindar dari penularan penyakit khususnya

Scabies dan masih sering berbagi pakaian, handuk, bahkan peralatan

mandi yang sama, seharusnya tidak dilakukan.

Dari data yang diperoleh, dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai

berikut :

a. Defisien pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

mengenal masalah kesehatan An. R.


94

b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

dan An. R memodifikasi lingkungan.

3. Diagnosa Keperawatan

Dari hasil proses skoring yang dilakukan, Defisien pengetahuan

tentang Scabies berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal

masalah kesehatan An. R.

Tabel 4.3 Keterangan skoring 1


No Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran
3
1 Sifat masalah: 3 1 /3 x 1 = 1 Masalah sudah
(Tidak/kurang terjadi
sehat)
2
2 Kemungkinan 2 2 /2 x 2 = 2 Masalah dapat
masalah dapat dipecahkan atau
dipecahkan diubah karena klien
(Dengan mudah) dan keluarga ingin
mengetahui tentang
penyakitnya dan
cara perawatan
ataupun
pengobatannya.
2
3 Potensi masalah 2 1 /3 x 1 =2/3 Permasalahan
untuk dicegah defisien
(Cukup) pengetahuan dapat
dicegah dengan
melakukan
penyuluhan atau
pendidikan
kesehatan mengenai
Scabies.
2
4 Menonjolnya 2 1 /2 x 1 =1 Klien dan keluarga
masalah tidak mengetahui
(Harus segera penyakit Scabies
ditangani) tentang proses
terjadinya,
penatalaksanaannya,
komplikasi dan cara
pencegahannya.
Total Skor 3 5/3
95

Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga dan An. R memodifikasi lingkungan.

Tabel 4.4 Keterangan Skoring II

No Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran


3
1 Sifat masalah: 3 1 /3 x 1 =1 Masalah sudah
(Tidak/kurang terjadi
sehat)

1
2 Kemungkinan 1 2 /2 x 2 = 1 Menjelaskan hal-hal
masalah dapat yang sebaiknya
dipecahkan dilakukan, seperti
(Hanya rutin memakai obat
sebagian) salep, peningkatan
perawatan diri agar
tidak terjadi
penyebaran

2
3 Potensi masalah 2 1 /3 x 1=2/3 Masalah dapat
untuk dicegah dicegah dengan
(Cukup) pemberian
penyuluhan atau
pendidikan
kesehatan tentang
hal-hal yang
sebaiknya tidak
dilakukan, seperti
berbagi pakaian
yang sama, handuk,
peralatan mandi dan
juga meningkatkan
kebersihan
lingkungan

1
4 Menonjolnya 1 1 /2 x 1=1/2 Klien dan keluarga
masalah kurang paham
(Ada, tapi tidak mengenai
perlu segera penatalaksanaan
ditangani) Scabies.

Total Skor 2 5/6


96

Prioritas masalah keperawatan :

a. Defisien pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah kesehatan An. R dengan total skoring

3 5/3.

b. Defisit perwatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

dan An. R memodifikasi lingkungan dengan total skoring 2 5/6.

4. Pelaksanaan asuhan keperawatan

a. Defisien pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah kesehatan An. R.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa pendidikan

kesehatan 1 x 30 menit klien dan keluarga mampu menunjukkan

pemahaman dari informasi yang telah diberikan dengan kriteria

hasil:

Klien dan keluarga dapat menjelaskan apa itu Scabies, faktor

penyebab, tanda gejala, komplikasi, penatalaksanaan maupun

pengobatan secara farmakologi dan non farmakologi.

1) Intervensi

Pengajaran : proses penyakit

a) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga terkait

penyakitnya.

b) Kenali pengetahuan klien dan keluarga mengenai

kondisinya.
97

c) Memberikan pendidikan kesehatan mengenai (pengertian,

faktor penyebab, tanda gejala, penatalaksanaan maupun

pengobatan, dan komplikasi).

d) Evaluasi tentang pemahaman klien maupun keluarga

mengenai informasi yang sudah diberikan.

2) Implementasi

Implementasi atau tindakan keperawatan dilakukan pada

5 Februari 2019 pukul 16.00 WIB, melibatkan orang tua yaitu

ibu dengan memberikan pendidikan kesehatan yaitu

menjelaskan pengertian, faktor penyebab, tanda gejala,

penatalaksanaan maupun pengobatan, serta komplikasi dari

penyakit tersebut.

3) Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan pada 6 Februari 2019 pukul 15.00 WIB.


jjjjjjjjjjjj
S : An. R dan ibunya mengatakan sudah mengetahui jika

menderita Scabies. Setelah diberikan informasi lebih

lanjut mngenai penyakit tersebut mereka menjadi lebih

paham tentang pengertian, penyebab, tanda gejala,

komplikasi, dan penatalaksaan maupun pengobatannya.

Klien dan keluarga mengatakan senang mendapatkan

informasi sehingga bisa lebih memahami. Klien dan

keluarga menjelasakan kembali Scabies adalah penyakit

kulit disebabkan oleh infeksi tungau sarcoptes scabei var.

hominis. Tanda gejala paling dominan adalah gatal-gatal


98

utamanya di malam hari dan terdapat benjolan di kulit.

Dan jika sudah semakin parah dapat menyebabkan

beberapa infeksi di kulit seperti urtikaria, folikulitis, dll.

An. R dan keluarga menyebutkan bahan-bahan alami yang

dapat dijadikan obat yaitu daun sirih, lemon, kunyit, daun

kemangi, daun salam, dan lidah buaya yang digunakan

dengan mengoleskannya ke bagian tubuh yang gatal.

O: Klien dan keluarga terlihat sangat antusias dan

memperhatikan dengan seksama saat diberikan informasi

seputar Scabies serta aktif bertanya saat diberikan

penyuluhan.

A: Defisien pengetahuan berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga mengenal masalah An. R.

Mereka sudah mampu mengerti masalah Scabies

(pengertian, tanda gejala, faktor penyebab, komplikasi,

serta penatalaksanaan maupun pengobatannya).

P: Pertahankan kondisi pengetahuan An. R dan keluarga

untuk dapat mengenal perawatan dan tindakan alternatif

yang dapat dilakukan, serta motivasi untuk selalu

memperhatikan jika ada perubahan kondisi kesehatan.

b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan An. R

dan keluarga memodifikasi lingkungan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa pendidikan

kesehatan 1 x 30 menit klien dan keluarga mampu menunjukkan


99

pemahaman dari informasi yang telah diberikan dengan kriteria

hasil:

Klien dan keluarga mendapatkan alasan untuk melakukan

perilaku hidup bersih dan sehat, menggunakan strategi untuk

mengoptimalkan kesehatan menggunakan jasa pelayanan kesehatan

sesuai dengan kebutuhan, berpartisipasi dalam memodifikasi

lingkungan dan perilaku hidup sehat menghindari hal-hal yang dapat

menimbulkan kembali penyakit tersebut, dan dapat melakukan

tindakan pencegahan.

1) Intervensi

Bantuan perawatan diri :

a) Identifikasi kebersihan dengan keampuan merawat diri.

b) Dukung klien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan

kesehatan.

Pendidikan kesehatan :

a) Bantu klien dan keluarga untuk memperjelas keyakinan

akan nilai-nilai kesehatan.

b) Identifikasi sumber daya (tenaga, ruang, peralatan, uang)

yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang

menunjang kesehatan.

c) Menjelaskan cara mencegah kembali timbulnya Scabies

dengan menghindari pemakaian pakaian, handuk, peralatan

mandi, dll secara bersama-sama.


100

d) Menjelaskan cara untuk menghindari penularan ataupun

penyebaran dengan tidak kontak secara langsung.

2) Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan masalah kedua yaitu

defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan An.

R dan keluarga dalam memodifikasi lingkungan dilakukan pada

6 Februari 2019 pada pukul 15.30 WIB melibatkan An. R dan

orang tua klien yaitu ibunya. Tindak keperawatan tersebut

meliputi mengidentifikasi kebersihan kemampuan merawat diri

klien, mendukung klien dan keluarga berpartisipasi dalam

perawatan kesehatan untuk berperilaku hidup bersih. Membantu

memperjelas akan nilai-nilai kesehatan. Mengidentifikasi

sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan

yang menunjang kesehatan. Memberikan informasi tindakan

pencegahan dengan cara menghindari pemakaian pakaian,

handuk, peralatan mandi secara bersama-sama dan juga

penjelasan untuk menghindari penyebaran atau penularan

dengan tidak melakukan kontak langsung terhadap penderita.

3) Evaluasi

Evaluasi dilakukan pada 6 Februari 2019 pada pukul 16.00

WIB.

S : An. R mengatakan hal yang menghambatnya dalam

meningkatkan perilaku bersih dan sehat adalah lingkungan

di Pondok Pesantrennya karena semua akses seperti


101

misalnya sanitasi terbatas dan bergiliran. Ny. D

mengatakan Puskesmas menjadi tempat berobat pertama

ketika rasa gatal dan benjolan mulai muncul. Mereka

paham akan pentingnya kesehatan dengan mau memulai

hidup bersih dan sehat. Klien dan keluarga sangat senang

karena sudah diberikan beberapa informasi tentang

penatalaksanaan dan juga pencegahannya dengan

memodifikasi lingkungan yang ada di sekitar.

O: Klien dan keluarga terlihat sangat antusias dan

memperhatikan dengan seksama saat diberikan informasi

seputar pentingnya menjaga lingkungan, serta aktif

bertanya saat diberikan penyuluhan.

A: Defisit perawatan diri berhubungan dengan

ketidakmampuan An. R dan keluarga dalam memodifikasi

lingkungan. Saat dikaji ulang mereka mampu menjelaskan

kembali secara singkat tentang informasi yang sudah

diberikan.

P: Pertahankan kondisi pengetahuan An. R dan keluarga

untuk dapat memodifikasi lingkungan juga meningkatkan

perilaku hidup bersih dan sehat, serta motivasi untuk

selalu menjaga lingkungan.

5. Evaluasi sumatif

Evaluasi sumatif merupakan evaluasi keseluruhan yang dilakukan

tanggal 9 Februari 2019 pukul 16.00 WIB yang bertujuan untuk


102

mendapatkan data perubahan perilaku pada An. R dalam kehidupan sehari-

hari selama di Pondok Pesantren. Dari hasil penyuluhan yang telah

diberikan dan penatalaksanaan lingkungan didapatkan data subjektif An. R

mengatakan sudah mulai menerapkan perilaku hidup bersih seperti tidak

berbagi pakaian atau peralatan pribadi secara bersamaan, mengurangi

kontak langsung dan memakai obat yang dibawanya dari rumah secara

rutin. Data objektif yang didapatkan dari observasi, klien sudah

mengetahui informasi mengenai penyakitnya sehingga dapat terjadi

perubahan perilaku menjadi sesuai dengan yang dianjurkan yaitu

berkurangnya rasa gatal dan jumlah benjolan yang ada di kulit klien.

Masalah defisien pengetahuan berhubungan dengan

ketidakmampuan An. R dan keluarga mengenal masalah dan defisit

perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan An. R dan keluarga

memodifikasi lingkungan sudah teratasi.

B. Pembahasan

Penulis akan membahas masalah yang muncul pada keluarga Ny. D

dengan An. R selama dilaksanakan asuhan keperawatan pada keluarga dengan

masalah Scabies di wilayah kerja Puskesmas Kerkopan. Pembahasan meliputi

kesenjangan antara hal yang ditemukan di lapangan dengan teori yang ada

selama dilakukan proses keperawatan. Proses pengelolaan kasus dilakukan

penulis dari mulai tahap pengkajian yaitu pengumpulan data, analisa data,

perumusan masalah, menemukan masalah keperawatan, menentukan skala

prioritas dari masalah, menyusun perencanaan, melakukan tindakan

keperawatan (implementasi), serta melakukan evaluasi tindakan keperawatan.


103

Sebagai sebuah proses, keperawatan keluarga membutuhkan berbagai tahap

harus dilalui. Tahapan ini dilakukan secara runtut dan sistematis sehingga tidak

ada satu poin pun yang terlewatkan. Kesalahan pada satu tahap akan

berdampak pada hasil yang tidak tepat. Hal ini bukan menyelesaikan masalah,

tetapi justru akan menambah masalah. (Bakri, 2017, p. 101-102).

Langkah awal, penulis telah melakukan pengkajian di rumah pasien

pada tanggal 4 Februari 2019 pukul 16.00 WIB. Pada kunjungan pengkajian

hari pertama lima tugas keluarga di bidang kesehatan. Pada kunjungan kedua

pada 5 Februari 2019 pada pukul 15.30 WIB hingga 16.00 WIB, penulis

mendapatkan data-data umum. Penulis mengumpulkan informasi dengan cara

wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. (Bakri, 2017,

p. 102).

Keluarga Ny. D dengan An. R merupakan tipe extended family yaitu

terdapat 2 keluarga inti tinggal dalam satu rumah dengan beranggotakan ibu

sebagai KK, 2 anak termasuk salah satunya adalah An. R dan menantu. Mereka

tinggal di Cacaban, merupakan wilayah kerja Puskesmas Kerkopan, Kota

Magelang. Penulis menyimpulkan sesuai dalam buku yang ditulis oleh Bakri

(2017, p. 16). Keluarga klien memiliki pendapatan cukup untuk digunakan

dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Ny. D selalu mempertahankan

hubungan harmonis dalam keluarganya maupun di lingkungan masyarakat.

Sehingga termasuk dalam keluarga sejahtera tahap IV yaitu telah mampu

memenuhi persiapan anak untuk hidup mandiri. (Duval dalam Bakri, 2017, p.

43-45).
104

Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pengkajian kulit yang didapatkan

bahwa kulit klien terdapat benjolan terowongan (kunikulus), lesi, dan berwarna

kemerahan yang gatal utamanya dirasakan pada malam hari (pruritus) seperti

dikatakan oleh para ahli (Puspasari, 2018, p. 66) yang merupakan tanda dan

gejala dari penyakit Scabies.

Hasil pengkajian dianalisis dan didapatkan masalah keperawatan, dalam

hal ini sangat memungkinkan bahwa penulis menemukan lebih dari satu

masalah yaitu defisiensi pengetahuan dan defisit perawatan diri. Setelah data

dianalisis dan ditetapkan masalah keperawatan, selanjutnya masalah kesehatan

yang ada perlu diprioritaskan bersama dengan memperhatikan sumber daya

dan sumber dana yang dimiliki. Proses skoring dengan cara menentukan skor

setiap kriteria, skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan bobot (Achjar,

2010, p. 21).

Penulis telah menemukan 2 diagnosa keperawatan pada keluarga Ny. D dengan

klien An. R, yaitu :

1. Defisien pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

mengenal masalah kesehatan An. R.

Alasan penulis mengambil masalah keperawatan ini sebagai

prioritas dikarenakan saat dilakukan skoring hasil skor dari masalah

keperawatan ini paling tinggi dari beberapa masalah yang ditemukan

penulis yaitu dengan jumlah 3 5/3. Masalah ini ditegakkan karena An. R

dan keluarga tidak mengetahui secara detail seperti pengertian, faktor

penyebab, tanda gejala, komplikasi, dan penatalaksanaan maupun

pengobatannya. Hal ini didukung dengan teori menurut NANDA (2018).


105

Defisien pengetahuan adalah ketiadaan atau defisien informasi kognitif

yang berkaitan dengan topik tertentu, atau kemahiran dengan batasan

karakteristik kurang pengetahuan, perilaku tidak tepat, ketidakakuratan

mengikuti perintah, dan ketidakakuratan melakukan tes.

Untuk itu penulis menekankan pentingnya untuk dilakukan

penyuluhan atau pemberian pendidikan kesehatan mengenai pengertian,

penyebab, tanda gejala, komplikasi, serta penatalaksanaan maupun

pengobatannya.

Perencanaan untuk defisien pengetahuan berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan An. R adalah

dengan menjelaskan tentang pengertian, faktor penyebab, tanda gejala

komplikasi serta penatalaksanaan maupun pengobatan Scabies. Penulis

menggunakan metode penyuluhan atau PENKES karena sesuai dengan

panduan penyusunan perencanaan keperawatan yaitu dalam Nursing

Intervention Classification (NIC).

Implementasi atau tindakan keperawatan dilakukan pada 5 Februari

2019 pukul 16.00 WIB, melibatkan orang tua yaitu ibu klien dengan

memberikan pendidikan kesehatan dengan menjelaskan pengertian, faktor

penyebab, tanda gejala, penatalaksanaan maupun pengobatan, serta

komplikasi dari penyakit tersebut.

Evaluasi dilakukan pada 6 Februari 2019 jam 15.00 WIB. Klien dan

keluarga mengatakan sudah mengetahui jika klien menderita Scabies,

menjadi lebih paham tentang pengertian, penyebab, tanda gejala,

komplikasi, dan penatalaksaan maupun pengobatannya. Klien dan


106

keluarga menjelasakan kembali Scabies adalah penyakit kulit yang

disebabkan oleh infeksi tungau sarcoptes scabei var. hominis. Tanda

gejala yang paling dominan adalah gatal-gatal utamanya di malam hari dan

terdapat benjolan di kulit. Dan jika sudah semakin parah dapat

menyebabkan beberapa infeksi di kulit seperti urtikaria, folikulitis, dll. An.

R dan keluarga menyebutkan bahan-bahan alami yang dapat dijadikan obat

yaitu daun sirih, lemon, kunyit, daun kemangi, daun salam, dan lidah

buaya yang digunakan dengan mengoleskannya ke bagian tubuh yang

gatal.

2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan An. R dan

keluarga memodifikasi lingkungan.

Masalah kedua ini ditegakkan karena klien dan keluarga belum

mampu memodifikasi lingkungan khususnya untuk berperilaku hidup

bersih dan sehat sesuai dalam (NANDA, 2018) defisit perawatan diri yaitu

ketidakmampuan melakukan pembersihan diri.

Karena itu penulis menekankan pentingnya untuk dilakukan

penyuluhan atau pemberian pendidikan kesehatan pada An. R dan keluarga

mengenai bagaimana cara mencegah dan menghindari Scabies dengan

meningkatkan perilaku hidup bersih sehat dan merubah lingkungan.

Perencanaan permasalahan defisit perawatan diri An. R

berhubungan dengan ketidakmampuan kelurga dalam memodifikasi

lingkungan adalah identifikasi kebersihan merawat diri klien, sumber daya

yang diperlukan untuk menunjang kesehatan, bagaimana cara mencegah

timbulnya kembali Scabies dan menghindari agar tidak terjadi penularan


107

ataupun penyebaran penyakit salah satunya dengan mencuci semua baju

dan alat tidur dengan air panas serta mandi menggunakan sabun

(Murtiastutik, 2009, p. 62).

Tindakan keperawatan dilaksanakan penulis pada 6 Februari 2019

pukul 16.00 WIB melibatkan An. R dan ibunya. Tindak keperawatan

tersebut meliputi mengidentifikasi kebersihan kemampuan merawat diri

klien, mendukung klien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan

kesehatan untuk berperilaku hidup bersih. Membantu memperjelas akan

nilai-nilai kesehatan. Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan. Memberikan informasi

tindakan pencegahan dengan cara menghindari pemakaian pakaian,

handuk, peralatan mandi secara bersama-sama dan juga penjelasan untuk

menghindari penyebaran atau penularan dengan tidak melakukan kontak

langsung terhadap penderita.

Evaluasi dilakukan pada 6 Februari 2019 pada pukul 16.30 WIB.

An. R mengatakan hal yang menghambatnya dalam meningkatkan

perilaku bersih dan sehat adalah lingkungan di Pondoknya karena semua

akses seperti misalnya sanitasi yang terbatas juga bergiliran dan memakai

hampir semua barang secara bersamaan dengan santri lain. Tetapi setelah

mengetahui itu termasuk faktor penyebab timbulnya Scabies, An. R

bersedia untuk memulai hidup bersih dan sehat begitu juga dalam

keluarga. Mereka paham akan pentingnya kesehatan dengan mau memulai

PHBS. Klien dan keluarga sangat senang karena sudah diberikan beberapa
108

informasi tentang penatalaksanaan dan juga pencegahannya dengan

memodifikasi lingkungan yang dapat dengan mudah dilakukan.

Setelah penulis melakukan evaluasi setiap tindakan keperawatan

pada dua masalah keperawatan yang telah dibahas sebelumnya, pada

tanggal 9 Februari 2019 pukul 16.00 WIB penulis melakukan evaluasi

sumatif, bertujuan untuk mendapatkan data perubahan perilaku pada An. R

dalam kehidupan sehari-hari selama di Pondok Pesantren. Dari hasil

penyuluhan yang telah diberikan tentang Scabies dan penatalaksanaan

lingkungan didapatkan data subjektif An. R mengatakan sudah mulai

menerapkan perilaku hidup bersih seperti tidak berbagi pakaian atau

peralatan pribadi secara bersamaan, mengurangi kontak langsung dan

memakai obat yang dibawanya dari rumah secara rutin. Data objektif yang

didapatkan dari observasi, klien sudah mengetahui informasi mengenai

penyakitnya sehingga dapat terjadi perubahan perilaku menjadi sesuai

dengan yang dianjurkan yaitu berkurangnya rasa gatal dan jumlah benjolan

yang ada di kulit klien.

Kedua masalah keperawatan utama yang ditemukan pada An. R dan

keluarga meliputi defisien pengetahuan berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga mengenal masalah An. R dan defisit perawatan

diri berhubungan dengan ketidakmampuan An. R dan keluarga

memodifikasi lingkungan sudah teratasi.


109

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan keluarga pada An.

R dengan Scabies di wilayah kerja Puskesmas Kerkopan yang dilakukan pada

tanggal 4 sampai 6 Februari 2019 dan kunjungan terakhir 9 Februari 2019,

dapat diambil kesimpulan :

1. Penulis melakukan pengkajian pada An. R dengan didampingi Ny. D

selaku ibunya pada tanggal 4 Februari 2019 pukul 16.00 – 17.30 WIB dan

5 Februari 2019 pukul 15.30 – 16.00 WIB. Beberapa hal yang dikaji antara

lain : identitas, riwayat kesehatan dan pengkajian fokus. Pengkajian

tersebut dilakukan melalui wawancara, observasi klien selama kunjungan

rumah serta mengambil data dari keluarga di Puskesmas Kerkopan.

2. Dari data-data yang diperoleh, ditemukan masalah keperawatan yaitu

defisiensi pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

mengenal masalah kesehatan An. R dengan total skor 3 5/3. Masalah

keperawatan kedua yaitu defisit perwatan diri berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga dan An. R memodifikasi lingkungan dengan

total skoring 2 5/6.

3. Intervensi yang disusun oleh penulis bertujuan untuk dapat menambah

pengetahuan tentang penyakit Scabies yang mencakup pengertian, faktor

penyebab, tanda gejala, komplikasi, penatalaksanaan maupun pengobatan

secara farmakologi dan non farmakologi. Memberikan motivasi untuk


110

melakukan perilaku hidup bersih dan sehat, menggunakan strategi untuk

mengoptimalkan kesehatan menggunakan jasa pelayanan kesehatan sesuai

dengan kebutuhan, berpartisipasi dalam memodifikasi lingkungan dan

perilaku hidup sehat menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan

kembali penyakit tersebut, dan dapat melakukan tindakan pencegahan.

Pemberian informasi dilakukan dengan cara pendidikan kesehatan,

menggunakan metode ceramah, tanya jawab, media cetak berupa leaflet

dan melakukan diskusi bersama keluarga.

4. Implementasi atau tindakan keperawatan dilaksanakan penulis pada

tanggal 5 dan 6 Februari 2019, dengan hasil klien dan keluarga menjadi

paham dan dapat menjelaskan kembali informasi dari pendidikan

kesehatan yang sudah disampaikan mengenai Scabies mencakup

pengertian, faktor penyebab, tanda gejala, komplikasi, penatalaksanaan

maupun pengobatan secara farmakologi dan non farmakologi.

Menjelaskan kembali bagaimana perilaku hidup bersih dan sehat, strategi

untuk mengoptimalkan kesehatan menggunakan jasa pelayanan kesehatan

yang tersedia sesuai dengan kebutuhan, berpartisipasi dalam memodifikasi

lingkungan dan perilaku hidup sehat untuk menghindari hal-hal yang dapat

menimbulkan kembali penyakit tersebut, dan dapat melakukan tindakan

pencegahan seperti tidak berkontak langsung dengan penderita juga tidak

memakai pakaian atau barang pribadi lainnya secara bersamaan.

5. Pada hari terakhir kunjungan rumah yaitu tanggal 9 Februari 2019

dilakukan penulis untuk mengevaluasi keluarga. Didapatkan data subyektif

An. R mengatakan sudah menerapkan obat secara rutin dan beberapa


111

tindakan non farmakologi seperti yang sudah dijelaskan di leaflet sudah

mulai menerapkan perilaku hidup bersih seperti tidak berbagi pakaian atau

peralatan pribadi secara bersamaan, mengurangi kontak langsung dan

memakai obat yang dibawanya dari rumah secara rutin. Dengan data

objektif yang didapatkan dari observasi, klien sudah mengetahui tentang

informasi Scabies dan komplikasinya sehingga dapat terjadi perubahan

perilaku menjadi sesuai yang dianjurkan. Terkaji benjolan kemerahan

mulai berkurang begitu pula rasa gatalnya. Berdasarkan dari data evaluasi

yang telah dilakukan klien mengalami perubahan perilaku selama di

Pondok Pesantren. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah

keperawatan defisiensi pengetahuan berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan An. R dan defisit

perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dan An. R

memodifikasi lingkungan sudah teratasi dengan cukup baik.

6. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga Ny. D pada An. R

dengan Scabies ditemukan beberapa kesenjangan seperti :

a. Gejala yang ada dalam teori tidak seluruhnya muncul pada pasien,

pasien hanya merasakan gatal utamanya pada malam hari (pruritus)

dan benjolan (kunikulus) di permukaan kulit.

b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada An. R sebanyak dua

masalah keperawatan dimana pada teori ditemukan lima diagnosa

keperawatan lain yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,

ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga


112

memanfaatkan fasilitas kesehatan dan resiko infeksi berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan. Menurut

penulis, An. R dan keluarga sudah sadar untuk melakukan perawatan

dengan memberikan obat kulit yang dibelinya di Apotek. Sedangkan

untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan An. R dibawa ibunya untuk

pemeriksaan lebih lanjut di Puskesmas Kerkopan dan keluarga sudah

dapat mengambil keputusan yang tepat dengan dibawanya An. R ke

Puskesmas maka akan mencegah terjadinya resiko yang semakin

parah.

B. SARAN

Berdasarkan hasil laporan kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan

Keluarga pada An. R dengan Scabies di Wilayah Kerja Puskesmas

Kerkopan Kota Magelang” maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :

1. Bagi Masyarakat terutama Klien dan Keluarga

Penderita Scabies sebaiknya melakukan perawatan dengan memberikan

obat pada kulit yang terkena penyakit dengan rutin, keluarga juga berperan

penting untuk mengingatkan dan memberikan contoh berperilaku hidup

bersih dan sehat agar terhindar dari penyakit tersebut.

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

a. Hasil laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai panduan dalam

pengelolaan keluarga dengan masalah Scabies.

b. Hasil laporan kasus ini dapat menjadi sumber informasi dan bahan

perbandingan melakukan Asuhan Keperawatan Keluarga dengan

Scabies serta dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan teori terbaru.


113

DAFTAR PUSTAKA

Achjar, Komang Ayu Heni. (2012). Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga.
Jakarta: CV Sagung Seto.
A.Ridwan, Sahrudin, K. Ibrahim. (2017). Hubungan Pengetahuan, Personal Hygiene,
dan Kepadatan Hunian dengan Gejala Penyakit Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren
Darul Muklisin Kota Kendari 2017. Jimkesmas, (online), Vol. 2 No. 6,
(https://media.neliti.com/media/publications/198175-hubungan-pengetahuan-personal-
hygiene-da.pdf, diakses pada 21 Desember 2018).
Bakri, M. H. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka
Mahardika.
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M & Wagner, Cheryl
M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). Oxford: Elsevier Global Right.
Dharma, Kelana Kusuma. (2013). Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta: CV. Trans Info Media.
Dion, Y. & Betan, Y. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Praktik.
Djuanda, Hamzah & Aisah. (2013). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Herdman, Heather & Kamitsuru, Shigemi. (2018). Nanda International Inc. Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
https://cdn.idntimes.com/contentimages/post/20170607/4629d131b55b086b928bc722f
8cd9ddde.jpg, diakses pada 8 Januari 2019.
https://www.detikepri.com/wpcontent/uploads/2018/08/manfaatlemon640x480.jpg,
diakses pada 8 Januari 2019.
http://cdn2.tstatic.net/aceh/foto/bank/images/daunkemangi_20180505_151112.jpg,
diakses pada 8 Januari 2019.
http://cdn2.tstatic.net/medan/foto/bank/images/kunyit_20171106_054324.jpg, diakses
pada 8 Januari 2019.
https://asset.kompas.com/crop/125x0:710x390/750x500/data/photo/2014/03/27/11051
30lidah-buaya780x390.jpg, diakses pada 8 Januari 2019.
Induniasih & Hendrasih. (2017). Metodologi Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Masturoh & Nauri Anggita T. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Kemenkes RI.
114

Murtiastutik, Ervianti, Agusni & Suyoso. (2009). Penyakit Kulit & Kelamin.
Surabaya: DEP/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK. Unair/RSUD Dr. Soetomo.
N. Hasna Ibadurrahmi, Silvia Veronica. 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terhadap kejadian penyakit Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Qotrun Nada Cipayung
Depok Tahun 2016. Jurnal Profesi Medika. (online), Vol. 10 No. 1,
(https://ejournal.upnvj.ac.id/index.php/JPM/article/view/12/8, diakses pada 21 Desember
2018).
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Padila. (2015). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medikal.
Puspasari, Scholastica Fina Aryu. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Integumen. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Putri, Dani Novita. (2017). Personal Hygiene Dan Kejadian Penyakit Kulit Pada
Penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa Cokrodirjan Yogyakarta. KTI dipublikasikan.
Yogyakarta: Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta. (online),
(http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/107/1/Dani%20Proposal%20D3%2029%20Mei.pdf,
diakses pada 27 Desember 2019).
Rizki, R. (2017). Ternyata daun sirih dapat mengobati penyakit scabies. (online),
(https://www.kompasiana.com/rulirizki176/589a9e1c3097730e232f6bb8/ternyata-daun-sirih-
dapat-mengobati-penyakit-scabies diakses pada 8 Januari 2019).
Sastroasmoro & Sofyan Ismael. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Jakarta: CV. Sagung Seto.
Sinatra, Y. (2018). 5 Tanaman Herbal Untuk Untuk Gudik dan Kudis. (online),
(https://medium.com/@yunansinatra/5-tanaman-herbal-untuk-untuk-gudik-dan-kudis-
1148efd7de69 diakses pada 8 Januari 2019).
Suprajitno. (2014). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Susanto, Clevere R. & GA, Made Ari M. (2013). Penyakit Kulit dan Kelamin.
Yogyakarta: Nuha Medika.
T. Naftassa, Zaira & Putri. (2017). Hubungan jenis kelamin, tingkat pendidikan dan
pengetahuan terhadap kejadian skabies pada santri pondok pesantren qotrun nada kota depok.
Jurnal Biomedika Universitas Muhammadiyah Surakarta. (online), Vol. 10 No. 2,
(http://journals.ums.ac.id/index.php/biomedika/article/download/7022/4164, diakses pada 21
Desember 2018).
Widagdo, Wahyu. (2016). Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Jakarta: Kemenkes
RI.
115
116
117
118
119
120

LAMPIRAN 2

SATUAN ACARA PENYULUHAN SCABIES DAN PENCEGAHAN PENULARAN

SCABIES

Pokok bahasan : Scabies

Sub pokok bahasan : Penyakit dan cara pencegahan

Hari dan tanggal :Selasa 5 Februari 2019 dan 6 Februari 2019

Sasaran : Keluarga Ny. D dan An. R

Tempat : Cacaban, Kota Magelang

Waktu : 30 menit / 1 pertemuan

Penyuluh : Suci Indah Sari

A. Tujuan :

i. Tujuan Umum

Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa pendidikan kesehatan pada

An. R dan keluarga, diharapkan dapat mengetahui apa itu scabies dan

menerapkan tindakan pencegahannya.

ii. Tujuan Khusus :

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, diharapkan sasaran mampu :

a. Mengetahui pengertian scabies.

b. Mengetahui penyebab scabies.

c. Menyebutkan kembali tanda dan gejala scabies.

d. Menyebutkan kembali komplikasi scabies.

e. Mengetahui cara pengobatan farmakologi maupun non farmakologi.


121

f. Menyebutkan berbagai cara untuk menghindari atau mencegah scabies.

B. Sasaran : Klien yang menderita scabies.

C. Metode Pembelajaran : Ceramah, Diskusi dan Tanya Jawab

D. Media Pembelajaran : Leaflet dan SAP

E. Kegiatan Belajar Mengajar :

Tahap Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan Peserta Waktu


Kegiatan Penyuluhan
Pendahuluan 1. Memberikan salam dan Memperhatikan dan 5 menit
mendengarkan
perkenalan
2. Menyampaikan pokok
bahasan
3. Menjelaskan tujuan
penyuluhan
Penyuluhan 1. Penjelasan tentang: Memperhatikan, 15 menit
mendengarkan,
a. Pengertian scabies
mencatat, dan
b. Penyebab scabies mengajukan
pertanyaan
c. Tanda dan gejala
scabies
d. Beberapa
komplikasi scabies
e. Cara pengobatan
dengan
farmakologi
maupun non
farmakologi
f. Cara pencegahan
dan penularan
penyakit
2. Tanya Jawab
Penutup 1. Melakukan evaluasi Mendengarkan, 10 menit
memperhatikan, dan
122

dengan memberikan menjawab


pertanyaan
pertanyaan secara lisan
2. Menyimpulkan materi
3. Memberi salam penutup

G. Waktu Pelaksanaan : Selasa 5 Februari 2019 dan 6 Februari 2019.

H. Materi : Terlampir

1. Pengertian Scabies.

2. Penyebab timbulnya Scabies.

3. Tanda dan gejala Scabies.

4. Komplikasi yang dapat muncul.

5. Cara pengobatan dengan farmakologi dan non farmakologi.

6. Cara menghindari penularan dan mencegah timbulnya

Scabies.

I. Metode Evaluasi :Tanya Jawab

1. Mengajukan pertanyaan

a. Jelaskan apa pengertian dari Scabies ?

b. Jelaskan penyebab timbulnya Scabies ?

c. Apa saja tanda dan gejala Scabies ?

d. Apa saja komplikasi yang dapat muncul ?

e. Bagaimana pengobatannya secara farmakologi dan non

farmakologi ?

f. Bagaimana pencegahan agar terhindar dari Scabies ?

2. Jawaban.
123

a. Evaluasi struktur :

1. SAP sudah siap satu hari sebelum dilaksanakan kegiatan

2. Alat dan tempat sudah siap

3. Penyuluh dan peserta sudah siap

b. Evaluasi proses :

1. Penyuluh menyampaikan dengan baik

2. Peserta duduk dan mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan

penyuluh

c. Evaluasi hasil :

1. Kegiatan berjalan dengan baik

2. Peserta dapat memahami apa yang disampaikan penyuluh

3. Peserta aktif bertanya dalam sesi tanya jawab

4. Peserta dapat menyebutkan dan menjelaskan sedikit pertanyaan yang

disampaikan oleh penyuluh sebagai hasil evaluasi

K. Daftar Pustaka :

Djuanda, Hamzah & Aisah. (2013). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
https://cdn.idntimes.com/contentimages/post/20170607/4629d131b55b086b928bc722f
8cd9ddde.jpg, diakses pada 8 Januari 2019.
https://www.detikepri.com/wpcontent/uploads/2018/08/manfaatlemon640x480.jpg,
diakses pada 8 Januari 2019.
http://cdn2.tstatic.net/aceh/foto/bank/images/daunkemangi_20180505_151112.jpg,
diakses pada 8 Januari 2019.
http://cdn2.tstatic.net/medan/foto/bank/images/kunyit_20171106_054324.jpg, diakses
pada 8 Januari 2019.
124

https://asset.kompas.com/crop/125x0:710x390/750x500/data/photo/2014/03/27/11051
30lidah-buaya780x390.jpg, diakses pada 8 Januari 2019.
Murtiastutik, Ervianti, Agusni & Suyoso. (2009). Penyakit Kulit & Kelamin.
Surabaya: DEP/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK. Unair/RSUD Dr.
Soetomo.
Puspasari, Scholastica Fina Aryu. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Integumen. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Susanto, Clevere R. & GA, Made Ari M. (2013). Penyakit Kulit dan Kelamin.
Yogyakarta: Nuha Medika.
L. Lampiran Materi:
1. Materi

2. Media

Materi berupa :

1. Pengertian

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi kuman atau kutu

sarcoptes scabei var. hominis (Puspasari, 2018, p. 65).

2. Penyebab

Scabies disebabkan infeksi kuman sarcoptes scabei var. hominis. Merupakan

tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung, perutnya rata, berwarna

putih kotor, dan tidak bermata (Puspasari, 2018, p. 65).

Infestasi ini mudah menyebar melalui kontak fisik dan sering menyerang

seluruh penghuni dalam satu rumah. Faktor utamanya adalah sanitasi buruk,

perkampungan kumuh dan padat serta terabaikannya perilaku hidup bersih.

Dapat ditularkan melalui pakaian, seprei dan benda-benda lain yang digunakan

secara bersama-sama, masa hidupnya sangat sebentar dan pencucian dapat

menghilangkan tungau ini (Susanto & Ari, 2013, p. 37-38).


125

3. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis scabies menurut Puspasari (2018, p. 66) :

e. Pruritus (gatal pada malam hari).

f. Pada umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya keluarga

atau perumahan sekitar.

g. Kunikulus (adanya terowongan) pada tempat yang berwarna putih atau

keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok dengan panjang rata-rata

1 cm, pada ujung terowongan akan ditemukan papula atau vesikel.

Biasanya ditemukan di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian

volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, aerola mammae

(wanita), lipatan glutea, umbilikus, bokong, perut bagian bawah, dan

genitalia eksternal (pria). Pada bayi menyerang telapak tangan dan telapak

kaki, bahkan permukaan kulit. Sementara itu, pada remaja dan orang

dewasa timbul pada kulit kepala dan wajah.

h. Pemeriksaan diagnostik dalam menemukan tungau, karenalesi yang timbul

hanya sedikit sehingga perlu dicermati dengan benar.

4. Komplikasi

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat timbul menurut Puspasari (2018, p.

68) yaitu :

i. Urtikaria

j. Infeksi sekunder

k. Folikulitis

l. Furunkel

m. Infiltrat
126

n. Eksema infantum

o. Pioderma

p. Impetigo

5. Pengobatan

a. Jenis obat topikal :

1) Belerang endap (sulfur prespitatum) dengan kadar 4-20% dalam

bentuk salep atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap

stadium telur, maka penggunannya tidak boleh kurang dari 3 hari.

Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan

kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur

kurang dari 2 tahun.

2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%) efektif terhadap semua stadium,

diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,

sering memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

3) Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan = gammexane) kadarnya

1% dalam krim atau losion, termasuk obat pilihan karena efektif

terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi

iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan

wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat.

Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi

seminggu kemudian.

4) Krotamiton 10% dalam krim atau losion juga merupakan obat pilihan,

mempunyai dua efek sebagai anti scabies dan anti gatal harus

dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.


127

5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkaan

gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus

setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak

dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 tahun.

(Djuanda dkk, 2013, p. 124).

b. Non farmakologi

Dengan penggunaan yang benar, kandungan obat herbal pada

tanaman dapat juga membantu proses pengendalian scabies, seperti :

7) Daun sirih/betle (Piper betle)

Gambar 2.1 Daun Sirih

Daun sirih ini dapat mengobati penyakit scabies dikarenakan

mengandung antiseptik alamiah yang dapat mematikan tungau

(kompasiana.com).

8) Lemon/lemon (Citrus limon)

Gambar 2.2 Lemon


128

Lemon dipercaya dapat mengatasi gatal akibat scabies karena

kandungan asam yang terdapat dalam lemon, juga dapat menyerap

racun yang menjadi penyebab rasa gatal.

9) Kunyit/tumeric (curcuma longa)

Gambar 2.3 Kunyit

Ekstrak kunyit dapat menyembuhkan rasa gatal di kulit akibat

scabies.

10) Daun kemangi/basil (Ocimum xcitriodorum)

Gambar 2.4 Daun Kemangi

Daun kemangi mengandung kapur barus dan thymol yang

mana kedua bahan ini dipercaya sangat ampuh untuk mengatasi rasa

gatal yang diakibatkan oleh scabies.

11) Daun salam/bay leaf (Syzygium polyanthum)


129

Gambar 2.5 Daun Salam

Daun ini dipercaya dapat menghilangkan gatal karena scabies

di kulit dengan menggosoknya pada lokasi yang sakit dengan

sebelumnya dihancurkan terlebih dahulu agar keluar sedikit cairan

atau getah yang akan digunakan untuk dioleskannya ke bagian tubuh

yang gatal.

12) Lidah buaya/aloe vera (Aloe vera)

Gambar 2.6 Lidah Buaya

Manfaat lidah buaya juga bisa digunakan untuk

menghilangkan rasa gatal yang diakibatkan dari scabies dengan cara

mengoleskan lendir lidah buaya yang sudah dipotong ke bagian kulit

yang gatal dan terasa terbakar, kandungan aloe vera dapat

menimbulkan rasa sejuk pada kulit.

(A Medium Corporation).

6. Pencegahan

a. Semua baju dan alat-alat tidur dicuci dengan air panas serta mandi dengan

sabun.

b. Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah yang berkontak dengan

penderita harus diperiksa dan bila juga menderita Scabies juga diobati

bersamaan agar tidak terjadi penularan.


130

(Murtiastutik, 2009, p. 62).

c. Memberikan kompres dingin untuk meringankan iritasi

d. Gunakan telapak tangan ketika menggosok area kulit yang luas atau cubit

kulit dengan lembut untuk mengurangi rasa gatal.

(NIC, 2018)

e. Mencuci tangan saat akan dan setelah melakukan kegiatan

f. Mendapat air bersih untuk mandi

(NOC, 2018)

g. Penularan dapat secara langsung melalui berjabat tangan, tidur bersama,

dan hubungan seksual(Handoko, 2013).

h. Ditularkan melalui pakaian, seprei dan benda-benda lain yang digunakan

secara bersama-sama(Susanto & Ari, 2013, p. 37-38).


131
132
133
134
135
136
137

LAMPIRAN 5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama Lengkap : Suci Indah Sari


2. NIM : P 1337420516028
3. Tanggal Lahir : 31 Mei 1998
4. Tempat Lahir : Salatiga
5. Alamat Rumah
a. RT/RW : RT. 03 / RW. 08
b. Kelurahan : Tegalrejo
c. Kecamatan : Argomulyo
d. Kab/Kota : Salatiga
6. Telepon
a. Rumah :-
b. HP : 085806525792
c. Email : suciindahs31598@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Salatiga 01, lulus tahun 2010
2. SMP Negeri 3 Salatiga, lulus tahun 2013
3. SMA Negeri 3 Salatiga, lulus tahun 2016

Magelang, 19 Maret 2019

Suci Indah Sari

NIM. P1337420516028

Anda mungkin juga menyukai