PENDAHULUAN
tungau Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (Boediardja, 2015). Insiden
2008). Hal ini menimbulkan gatal di malam hari (pruritus nokturna) sehingga
lesi tersebut. Luka bekas garukkan dapat mempermudah masuknya bakteri seperti
satu kondisi dermatologis yang paling umum dan sebagian besar dapat terjadi di
negara berkembang. Secara global, skabies dapat mengenai lebih dari 130 juta
orang setiap saat dengan tingkat kejadian skabies bervariasi dari 0,3 % sampai 46
Malaysia dan didapatkan prevalensi skabies sebanyak 30%. Selain itu, pada
daerah kumuh Banglades ditemukan prevalensi skabies pada anak usia enam
tahun sebanyak 23-29% (Ratnasari, 2014). Skabies termasuk penyakit kulit yang
endemis di wilayah beriklim tropis dan subtropis, seperti Afrika, Mesir, Amerika
India, dan Asia tenggara (Walton, 2007). ditemukan prevalensi skabies pada anak
usia enam tahun sebanyak 23-29% (Ratnasari, 2014). Angka kejadian skabies
meningkat pada kelompok masyarakat yang hidup dengan kondisi kebersihan diri
12,95% (Haeri, 2013). Skabies menduduki peringkat ketiga dari dua belas
penyakit kulit tersering (Audhah, 2012). Hal ini dikarenakan iklim tropis
lingkungan terutama penyediaan air bersih dan sanitasi yang tidak baik (Nufika,
2012). Selain itu rendahnya pengetahuan masyarakat tentang cara penyebaran dan
pengumpulan data dari sembilan rumah sakit di tujuh kota besar di Indonesia.
Studi ini memperoleh 892 penderita skabies dengan insiden tertinggi terdapat
pada kelompok usia anak sekolah (5-14 tahun) sebanyak 54,6% dan 63%
dengan kejadian 106.568 kasus. Laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang
diurutan pertama dan gastritis diurutan kedua. Kejadian skabies pada tahun 2014
Puskesmas Lubuk Buaya dengan jumlah 255 kasus dari 22 puskesmas yang ada di
penyebab dan bahaya penyakit skabies membuat penyakit ini dianggap sebagai
penyakit yang biasa saja karena tidak membahayakan jiwa, namun sebenarnya
skabies kronis dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti
infeksi sekunder. Hal ini lah yang harus segera dicegah dalam pola perilaku
personal hygine dengan kejadian skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum
, palarik air pacah. Didapatkan 34 orang dari 138 orang santri yang menjadi
sampel mengalami skabies. Serta lebih dari setengah responden memiliki personal
hygiene yang baik dan gambaran masing-masing personal hygiene santri baik.
Pada tahun 2001, WHO menetapkan skabies sebagai penyakit yang berhubungan
dengan air (water-related disease). Oleh karena itu, penyediaan air bersih yang
cukup untuk masyarakat merupakan salah satu upaya pencegahan terhadap water-
related disease. Oleh karena itu, penyediaan air bersih yang cukup untuk
dengan wilayah kerja Lubuk Buaya telah diteliti oleh Yunita ( 2015 )dan sebagai
perbandingan penulis tertarik untuk mengetahui faktor resiko skabies di wilayah
kerja Puskesmas Air Dingin sebagai Puskesmas dengan prevalensi nomor dua
adalah : “Faktor resiko yang Kejadian Skabies di Wilayah Kerja Puskesmas Air
Puskesmas Air Dingin Kota Padang berdasarkan usia, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan
skabies. Selain itu, dapat dilakukan upaya promosi kesehatan dan preventif
3. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
hidup ke arah yang lebih baik. Hal ini berhubungan dengan upaya