Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh. Penyakit kulit ini merupakan
salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup dan kerja sehari-hari. Di
berbagai belahan dunia, laporan kasus scabies masih sering ditemukan pada keadaan
lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan yang
rendah dan kualitas hygiene pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek (Djuanda,
2010).
Scabies menurut WHO merupakan suatu penyakit signifikan bagi kesehatan
masyarakat karena merupakan kontributor yang substansial bagi morbiditas dan mortalitas
global. Prevalensi scabies di seluruh dunia dilaporkan sekitar 300 juta kasus pertahun nya
(Nugrahaeni, 2016)
Di negara industri seperti Jerman, scabies terjadi secara sporadik atau dalam bentuk
endemik yang panjang (Ariza et al. 2013). Prevalanesi scabies di India dilaporkan 20,4%
(Baur et, al 2013). Scabies merupakan salah satu penyakit kulit yang terabaikan di negara
Papua New Guinea (PNG), Fiji, Vanuatu, SolomoIslands Australia, New Zealand,
Melanesia, Polynesian dan pulau Micronesian di Pacific (Kline et al. 2013). Di Afrika
seperti Ethiophia, Nigeria, cenderung mengabaikan penyakit kulit scabies, karena menurut
pendapat masyarakat penyakit ini tidak membahayakan jiwa (Onayemi et al. 2012),
sedangkan di Queensland barat laut, scabies merupakan beban kesehatan utama yang
memerlukan pencegahan berbasis komunitas (Whitehall et al. 2013).
Insiden scabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai
saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi dan permulaan
epidemi berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Insidennya di Indonesia masih cukup tinggi,
terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Menurut Depkes RI, berdasarkan
data dari puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008, angka kejadian scabies adalah
5,6%-12,95%. Scabies di Indonesia menduduki urutan ke tiga dari dua belas penyakit kulit
tersering (Aminah, Dkk, 2015 )
Pada tahun 2017 WHO memasukan scabies ke daftar penyakit neglected tropical
disease (NTD) atau penyakit tropis terabaikan. Menurut Prof. dr. William R. Faber, pakar
dalam bidang NTD, Department of Dermatology Academic Medical
Center (AMC), University of Amsterdam, Belanda. “Penyakit-penyakit tropis ini disebut
terlupakan karena secara eksklusif hanya diderita oleh orang-orang terlupakan pula, yaitu
orang-orang paling miskin di area paling terbelakang,”
Scabies adalah salah satu kondisi penyakit kulit yang paling umum yang diderita
negara berkembang seperti india , afrika dan beberapa negara di Asia. Secara global, ini
diperkirakan lebih dari 200 juta orang setiap saat, dengan perkiraan prevalensi dalam
berbagai literatur terkait skabies baru-baru ini dari 0,2% hingga 71%. Dan juga infeksi
scabies pada anak sekitar 5-10 % dan apabila mewabah rentan berkontribusi menaikan
biaya terhadap biaya ekonomi yang signifikan terhadap layanan kesehatan (WHO:2017)
Penularan dapat secara langsung melalui berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual (Handoko, 2013). Dapat juga menular secara tidak langsung melalui
pakaian, handuk, sprei, dan sarung bantal (Baker, 2010). Prevalensi yang tinggi yang
ditunjukkan pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi karena tingkat
kebersihan yang rendah menyebabkan penyakit ini mudah menular. Penularan umumnya
terjadi karena tungau dapat berpindah dengan cepat dari satu orang ke orang lain yang
sehat, terutama jika orang sehat tersebut melakukan kegiatan sehari-hari bersama dengan
penderita skabies dan bersentuhan.
Penderita umumnya adalah orang yang sangat jarang mandi serta jarang menjaga
kebersihan Iingkungannya. Sehingga dikatakan bahwa penularan skabies terutama adalah
karena kontak Iangsung, seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada
orang dewasa hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak dan
remaja penularan didapat dari orang tua atau temannya. Penularan melalui kontak tidak
Iangsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk yang dahulu dikatakan
mempunyai peran kecil dalam penularan. Namun demikian,menurut penelitian masa kini
menunjukkan bahwa cara ke dua ini menjadi lebih berperan dalam penularan skabies, dan
dinyatakan sebagai sumber penular utama adalah selimut dan pakaian
Menurut penelitian Hasna Ibdurahmi ,dkk di tahun 2016 faktor yang mempengaruhi
kejadian scabies adalah pengetahuan dengan p= 0,045 (p < 0,05) , sikap dengan p =0,017,
perilaku p=0,001, kepadatan penghuni (kamar) p=0,007,kelembapan udara p=0,029,
pencahayaan alami p=0,029, suhu kamar p= 0,070 , dan ventilasi p = 0,031 sedangkan yang
tidak ada hubungan yaitu jenis kelamin p= 0,584 (p > 0,05) dan usia p= 0,300.
Menurut penelitian Hilma di tahun 2014 yang dilakukan di pondok pesantren
Mlangi Nogotirto Gamping sleman Jogjakarta didapatkan hasil yang memiliki hubungan
terhadap kejadian scabies adalah tingkat pengetahuan p= 0,038 (p < 0,05), frekuensi kontak
tidak langsung berhubungan dengan kejadian scabies p= 0,008 sedangkan tingkat higienitas
tidak memiliki hubungan terhadap kejadian scabies dengan p =0,4 (p < 0,05) serta
kepadatan hunian pun tidak memiliki hubungan dengan kejadian scabies.
Pada penelitian Dr. M . Djamil di tahun 2015 di wilayah kerja Puskesmas Lubuk
Buaya Kota padang mendapatkan hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan
bermakna antara personal hygiene dengan p=0,022 (p < 0,05) kepadatan hunian kamar p =
0,002 luas ventilasi kamar p=0,035 sedangkan ketersediaan air bersih p= 0,454 (p > 0,05)
dan status gizi p value 0,23 dinilai tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap
kejadian scabies.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Prevalensi skabies tinggi pada kelompok padat hunian, higiene buruk, dan ekonomi
kurang seperti di panti asuhan, pesantren, barak tentara, penjara (Sungkar, 2013). Lembaga
Pemasyarakatan adalah satuan usaha pemasyarakatan yang menampung, merawat dan
membina narapidana. Tingginya prevalensi skabies di lembaga pemasyarakatan menurut
penelitian Humananada N, dkk tahun 2014 diantaranya karena kondisi fasilitas belum
sepenuhnya optimal, kebiasaan yang kurang bersih dan tidak terpeliharanya personal
hygiene (penggunaan handuk secara bersama), tidur bersama penderita scabies, kepadatan
penghuni,perlengkapan kebersihan dan fasilitas kebersihan yang dipakai bersama-sama ,
sanitasi, perilaku individu dan buruknya personal hygiene.
Menurut data Laporan Bulanan di klinik Lembaga Pemasyarakatan klas II A
Narkotika Jakarta di tahun 2019 di bulan februari jumlah penderita scabies adalah tujuh
puluh tujuh orang dari empat ratus Sembilan puluh delapan pasien. Sedangkan di bulan
bulan sebelumnya bisa dilihat di grafik berikut :

penderita scabies 2
100
90
80
70
60
50
40
30 penderita scabies 2
20
10
0

Namun terkadang penyakit scabies dianggap penyakit biasa atau lumrah karena
tidak menyebabkan kematian.Padahal jika scabies dengan banyak garukan atau luka akan
membuat bakteri lainnya bisa masuk ke dalam tubuh dan berpotensi menjadi sepsis yang
dapat menyebabkan kematian. Maka daripada Itu Peneliti tertarik untuk mengambil judul
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian scabies pada narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan klas II A Narkotika Jakarta. Adapun untuk penelitian ini yang
dihubungkan dengan beberapa faktor yaitu pengetahuan , personal hygiene , kelembapan
ventilasi, kepadatan hunian dan dukungan dari lapas itu sendiri. Penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai upaya pencegahan terjadinya penyakit scabies di lembaga
pemasyarakatan supaya tidak terus menerus menjadi penyakit yang mengurangi tingkat
kualitas hidup narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan.

1.3 TUJUAN
1. 3.1. Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada
pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan klas II A Narkotika Jakarta.
1. 3.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan narapidana mengenai scabies di lembaga
pemasyarakatan klas II A narkotika Jakarta
b. Untuk mengetahui personal hygiene narapidana di di lembaga pemasyarakatan
klas II A narkotika Jakarta
c. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan di lembaga pemasyarakatan klas II A
narkotika Jakarta
d. Untuk mengetahui dukungan pihak lapas terhadap penyakit scabies di lembaga
pemasyarakatan klas II A narkotika Jakarta

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1.4.1 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pencegahan
scabies di lembaga pemasyarakatan serta pengembangan kesehatan lingkungan
di lembaga pemasyarakatan klas II A narkotika Jakarta.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Dapat menjadi media bahan bacaan atau bahan untuk penelitian selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai