Anda di halaman 1dari 5

A.

Scabies dalam Pandangan Global Health

Scabies atau kudis merupakan penyakit kulit manusia yang disebabkan oleh
Scabies kutu Sarcoptes scabiei var. hominis. Kasus tertinggi penyakit ini ditemukan pada
anak-anak yang tinggal di negara-negara miskin sumber daya dengan iklim
tropis. Diagnosis sulit dilakukan karena rendahnya beban tungau, manifestasi
Kelompok 17 atipikal dan berpotensi menyebabkan kebingungan dengan penyakit kulit lainnya,
terutama untuk orang-orang di negara dimana penyakit kulit tropis terabaikan/
Annisa Angraini 2010912320028 NTSDs (Stamm & Strowd, 2017).
Scabies termasuk ke dalam daftar NTSDs WHO meskipun tidak termasuk
Annisa Fitriani 2010912220035 dalam daftar target tujuh NTSDs yang diusulkan panel informal yang dibentuk
untuk memberikan panduan dalam mendukung arah strategis baru WHO.
Asti Aulia Etisia 2010912220019 Organisasi seperti International Alliance for the Control of Scabies (IACS)
berperan dalam mengadvokasi pengembangan strategi pengendalian penyakit
Elsa Fahrina H 2010912320030 terpadu yang berkomitmen untuk memajukan agenda pengendalian scabies
secara global dengan mempromosikan pertukaran ide dan mengembangkan
Paujiah 2010912120013 rencana aksi untuk prioritas bidang advokasi, epidemiologi, kontrol strategis, dan
penelitian biologi (Stamm & Strowd, 2017).

Stamm LV, Strowd LC. 2017. Perspective piece ignoring the "itch": the global health problem
of scabies. The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 97(6): 1647-1649.
A. Scabies dalam Pandangan Internasional
Skabies sering diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas penanganannya rendah, namun sebenarnya skabies kronik dan
berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Skabies menimbulkan ketidaknyamanan karena menimbulkan lesi yang sangat gatal.
Akibatnya, penderita sering menggaruk dan mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh bakteri Group A Streptococci (GAS) serta
Staphylococcus aureus. Komplikasi akibat infestasi sekunder GAS dan S. Aureus sering terdapat pada anak-anak di Negara Berkembang

World Health Organization (WHO) menyatakan angka kejadian skabies pada tahun 2014 sebanyak 130 juta orang didunia. Tahun 2014
menurut Internasional Alliance for the Control Of Scabies (IACS) kejadian skabies bervariasi mulai dari 0,3% menjadi 46%. Kejadian skabies
pada tahun 2015 berprevalensi tinggi di beberapa Negara di antaranya Mesir diperoleh (4,4%), Nigeria (10,5%), Mali (4%), Malawi (0,7%),
dan Kenya (8,3%). Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Beberapa negara yang sedang berkembang
prevalensi skabies sekitar 6% - 27% populasi umum, menyerang semua ras dan kelompaok umur serta cenderung tinggi pada anakanak dan
remaja yang berjenis kelamin laki-laki. Paling sering disebabkan karena faktor pencetus yaitu personal hygien yang buruk. Dimana hygien
perorangan adalah perawatan diri sendiri untuk mempertahankan kesehatan, pemeliharaan personal hygien sangat menentukan status
kesehatan, dimana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit menular seperti
skabies tersebut

Bancin MM, dkk. 2020. Prevalensi penderita scabies di poli kulit dan kelamin rsud. Jurnal Riset dan Inovasi Pendidikan 2(1): 20-28.
C. Scabies dalam Pandangan Kesehatan Masyarakat
Crusted scabies merupakan bentuk penyakit kulit menular dan digolongkan sebagai neglected tropical disease.
Crusted Scabies disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei var. hominis. Tungau mikroskopis ini tinggal dan bertelur di
lapisan kulit epidermis yang akan menimbulkan respon imun di host berupa rasa gatal. Transmisi terjadi melalui perpindahan
tungau dewasa dari satu individu yang terinfeksi ke orang lain dengan kontak langsung kulit ke kulit dan secara tidak langsung
lewat pakaian, handuk, atau sprei yang terkontaminasi. Skabies menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Diperkirakan
setiap tahunnya lebih dari 300 juta orang telah terinfeksi skabies di dunia. Penyakit ini mempengaruhi semua jenis ras dan
ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi.
Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies. Peranan yang dimaksud adalah
penegakkan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit serta menularnya
penyakit ke komunitas karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada pemukiman yang padat.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi tingginya angka prevalensi skabies di negara-negara berkembang. Faktor-
faktor yang berperan penting diantaranya adalah kemiskinan yang berhubungan dengan rendahnya tingkat kebersihan diri
(personal hygiene), akses air yang sulit, dan kepadatan penduduk. Tingginya kepadatan penduduk atau hunian dan interaksi
atau kontak fisik antar individu memudahkan perpindahan dan infestasi tungau scabies. Penyakit skabies pada umumnya
menyerang individu yang hidup berkelompok seperti di asrama, pesantren, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit,
perkampungan padat, dan rumah jompo.

Nanda DD, Diana M, Intan KD. 2019. Penatalaksanaan holistik crusted scabies sebagai neglected tropical disease. Jurnal Medula
9(3): 438-444.
D. Multidisiplin yang terlibat dalam Scabies
Kondisi medis yang kompleks membuat pasien memerlukan analisis layanan multidisiplin spesialistik bahkan

subspesialistik. Kondisi itu mengharuskan pasien datang ke rumah sakit untuk menjumpai tim dokter yang terdiri dari berbagai

spesialis dan subspesialis manfaat terbaik bagi pasien (beneficence). Perawatan pasien multidisiplin memiliki potensi menghadirkan

aspek manfaat yang besar. Hadirnya dokter-dokter dengan kemampuan analisis mendalam dan beragam terkait kondisi medis pasien

akan mampu menghadirkan penilaian yang detil dan komprehensif, yang akan membantu kesembuhan pasien (Prawiroharjo dkk,

2020).
.
Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies. Peranan yang dimaksud adalah

penegakkan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit serta menularnya penyakit

ke komunitas karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada pemukiman yang padat. Oleh karena itu, penanganan masalah

penyakit menular, termasuk skabies juga menjadi salah satu penyakit yang perlu menggunakan pendekatan oleh dokter keluarga

secara holistik (Nanda dkk, 2019).

Nanda DD, Diana M, Intan KD. 2019. Penatalaksanaan holistik crusted scabies sebagai neglected tropical disease. Jurnal Medula 9(3): 438-444.
Prawiroharjo P, Rozaliyani A, Hatta GF, Baharuddin M. 2020. Tinjauan etik penentuan dan pola koordinasi dokter penanggungjawab pelayanan
(DPJP) pada layanan medis multidisiplin. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia 4(1): 21-26.
E. Negara yang Terlibat dan Upaya yang dilakukan untuk Penyakit Scabies
Skabies masih menjadi permasalahan di negara berkembang. Prevalensi skabies di dunia masih tergolong
cukup tinggi yaitu berkisar 300 juta kasus per tahun. Penyakit skabies endemis di wilayah beriklim tropis dan
subtropis,3,4 seperti Afrika, Amerika Selatan, Karibia, Australia Tengah dan Selatan, dan Asia.5,6 Pada kawasan
negara industri seperti di Negara Jerman, skabies terjadi secara sporadik atau dalam bentuk endemik yang lama.
Penelitian Baur melaporkan prevalensi skabies di India sebesar 20,4persen. Penelitian yang dilakukan Onayemi juga
melaporkan prevalensi skabies di Nigeria 28,6 persen.
Pencegahan skabies pada manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan
penderita dan mencegah penggunaan barang-barang penderita secara bersama-sama. Pakaian, handuk, dan
barangbarang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas. Pakaian
dan barang-barang asal kain dianjurkan untuk disetrika sebelum digunakan. Sprei penderita harus sering diganti
dengan yang baru maksimal tiga hari sekali. Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air (bantal, guling, selimut)
disarankan dimasukkan kedalam kantung plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah
sinar matahari. Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang sehat akan mempercepat
kesembuhan dan memutus siklus hidup Sarcoptes scabies. Tingkat pengetahuan mempengaruhi kejadian skabies
dikarenakan pengetahuan memegang peranan penting dalam upaya pencegahan penularan skabies yaitu melalui
praktik kebersihan diri yang baik.

Anggreni PMD, Indira IGAAE. 2019. Korelasi faktor predisposisi kejadian scabies pada anak-anak di Desa Songan, Kecamatan Kintaman,
Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Jurnal Medika 8(6).

Kurniawan B, Prabowo M. 2016. Pengaruh pengetahuan dengan pencegahan penyebaran penyakit scabies. Majority 5(2):63-68

Anda mungkin juga menyukai