Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada 2017, diperkirakan 219 juta kasus

malaria terjadi di seluruh dunia (kepercayaan 95% Interval [CI]: 203-262 juta),

dibandingkan dengan 239 juta kasus pada tahun 2010 (95% CI: 219-285 juta) dan 217

juta kasus pada tahun 2016 (95% CI: 200–259 juta). Sebagian besar kasus malaria

pada tahun 2017 berada di Wilayah Afrika (200 juta atau 92%), diikuti oleh Wilayah

Asia Tenggara dengan 5% kasus dan Mediterania Timur Wilayah dengan 2%. Lima

belas negara di sub-Sahara Afrika dan India membawa hampir 80% dari malaria

global beban. Lima negara menyumbang hampir setengah dari semua kasus malaria di

seluruh dunia: Nigeria (25%), Republik Demokratik Kongo (11%), Mozambik (5%),

India (4%) dan Uganda (4%). Tingkat kejadian malaria menurun secara global antara

2010 dan 2017, dari 72 menjadi 59 kasus per 1000 populasi berisiko. Meskipun ini

merupakan pengurangan 18% selama periode tersebut, namun jumlah kasus per 1000

populasi yang berisiko telah mencapai 59 selama 3 tahun terakhir (WHO, 2018).

Malaria adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat

menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita,

ibu hamil, selain itu Malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat

menurunkan produktivitas kerja (KemenKes RI, 2017).

Penyakit Malaria penyakit menular umumnya menyerang daerah tropis dan

subtropis (H. M. Muslim, 2009). Penyakit Malaria sudah dikenal sejak zaman Yunani.

Menurut Depkes RI, setiap 30 detik seorang anak meninggal akibat penyakit ini.
2

Menurut Centers for Disease Control anda Prevention (CDC), terdapat sekitar 219

juta kasus Malaria di dunia dan sebanyak 660.000 kematian terjadi akibat Malaria

terutama di Afrika (Rendi Aji Prihaningtyas, 2014).

Kesehatan merupkan kebutuhan manusia dalam kelangsungan hidup sehari-

hari,sdehingga merupakan hal yang mutlak dalam kebutuhan setiap hidup orang.

Namun untuk mendapatkan kesehatan yang tinggi di tuntut untuk menjaga dan

memelihara kesehatan lingkungan. Dimana manusia itu hidup, karena kesehatan

merupakan dambaan setiap orang untuk dapat berkarya dan meningkatkan

produktivitas baik secara individu dan kelompok (Harjianto,2002).

Di Indonesia rata-rata kasus klinis Malaria diperkirakan 15 juta tiap tahunnya.

Penduduk yang tinggal di daerah Malaria diperkirakan sekitar 85,1 juta dengan

tingkat endemisitas rendah, sedang, hingga tinggi (Ririh Yudhastuti, 2008).

Menurut survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2011, terdapat 15 juta kasus

malaria dengan 38 ribu kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 70% penduduk

Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. Dari 484 kabupaten/kota

yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/kota merupakan daerah endemis malaria

(MenKes RI, 2011).

Kondisi penyakit malaria di Sulawesi Tengah saat ini masih merupakan salah

satu penyakit menular yang menjadi permasalahn kesehatan masyarakat dan sangat

mempengaruhi Angka kesakitan, kematian bayi, dan ibu hamil atau ibu melahirkan

serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja dan memberi dampak negatif

terhadap dunia pariwisata.

Berdasarkan data yang di peroleh dari dinas kesehatan provinsi Sulawesi

tengah dan kasus positif akibat malaria atau API (Annual Parasite Incidence), dengan

target < 1% (per 1000 penduduk). yang merupakan target capaian indikator program
3

malaria. Pada tahun 2015 (1,60 ‰), dengan jumlah kasus sebanyak 4357 orang, tahun

2014 (0,65‰) dengan jumlah kasus sebanyak 4211 dan pada tahun 2017 (0,24 ‰)

dengan jumlah kasus sebanyak 2911 orang (Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi

Tengah, 2016).

Sedangakan data seKabupaten Donggala yang mempunyai wilayah yang

endemis malaria. Berdasarkan data Jumlah Kasus dan Kematian Penyakit Malaria

Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala Tahun 2016-2017, Kasus Malaria pada Tahun

2016 sebanyak 304 kasus sedangkan Kasus Malaria pada Tahun 2017 dari 4.830

orang dengan sedian daranya di periksa terdapat sebanyak 58 orang positif malaria

Dengan kasus tertinggi terjadi pada UPTD Puskesmas Iembasada sebanyak 17 kasus

kemudian puskesmas tompe sebanyak 13 kasus.

Dan Untuk Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Lembasada sendiri pada Tahun

2016 sebanyak 747 orang yang sediaan darahnya diperiksa. Terdapat sediaan darah

positif sebanyak 93 kasus, dengan kasus tertinggi di Desa Ongulara, yaitu sebanyak

43 kasus. Sedangkan pada Tahun 2017 sebanyak 984 orang yang sediaan darahnya

diperiksa. Terdapat sediaan darah positif sebanyak 15 kasus, dengan kasus tertinggi di

Desa Ongulara, yaitu sebanyak 8 kasus. Dan pada Tahun 2018 untuk desa Ongulara

dengan jumlah jiwa 827, dari 23 orang yang sediaan darahnya diperiksa terdapat 4

kasus yang positif Malaria dengan kasus tertinggi di Desa Ongulara di tahun 2018

angka kasus malaria menurun.

Kejadian malaria dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor

lingkungan, faktor pendidikan dan pengetahuan, faktor pekerjaan, adat istiadat dan

kebiasaan serta perilaku masyarakat. Selama ini upaya yang dilakukan masyarakat

untuk mengatasi masalah penyakit menular, masih banyak berorientasi pada

penyembuhan penyakit. Upaya ini masih kurang efektif karena banyak mengeluarkan
4

biaya. Sedangkan upaya yang lebih efektif dalam mengatasi masalah kesehatan

dengan memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan berperilaku hidup sehat.

Namun, hal ini ternyata belum disadari dan dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat

(Kusumawati, 2004).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil judul”Gambaran

Prilaku Masyarakat tentang penyakit malaria Di desa Ongulara Kecamatan Banawa

Selatan Kabupaten Donggala”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalahnya bagaimana

Gambaran Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Malaria Di Desa Ongulara Kecamatan

Banawa Selatan Kabupaten Donggala?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran

perilaku masyarakat tentang penyakit malaria.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit malaria.

b. Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap penyakit malaria.

c. Untuk mengetahui tindakan masyarakat terhadap penyakit malaria.

d. Untuk mengetahui jumlah kasus penyakit malaria di daerah penelitian.


5

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi

Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala dan Puskesmas

Lembasada dalam penanggulangan malaria dan mencegah KLB terulang dimasa

datang.

2. Bagi Institusi

Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan

referensi bagi kalangan yang akan melakukan penelitian lebih lanjut dengan topik

yang berhubungan dengan judul penelitian di atas.

3. Bagi Peneliti

Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan, serta

memperluas wawasan peneliti.


6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Malaria

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium. Penyakit ini

sudah dikenal sejak zaman Yunani kuno tetapi diketahui bahwa ditularkan melalui

nyamuk pada tahun 1897. Pada awalnya diduga sebagai penyakit kutukan, kemudian

diduga akibat hawa buruk yang sering terjadi di sekitar rawa yang berbau busuk, sehingga

disebut Malaria dari kata mal area yang artinya udara buruk (bad air). Terdapat banyak

jenis Malaria sesuai dengan jenis Plasmodiumnya. Ada 4 jenis Malaria, yaitu Malaria

vivax yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, Malaria malariae yang disebabkan oleh

Plasmodium malariae, Malaria falsiparum disebabkan oleh Plasmodium falsiparum dan

Malaria ovale disebabkan Plasmodium ovale. Pencegahan dan pemberantasan penyakit

Malaria ialah dengan memutus mata rantai penularannya, yaitu membunuh bibit penyakit

di tubuh manusia dengan pengobatan, membunuh vektor dan memperbaiki lingkungan.

Vektor penyakit Malaria ialah nyamuk Anopheles (Dr. Hadi Siswanto, MPH, 2003).

Penyakit Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh

penduduk di daerah tropis atau subtropis, yaitu di negara-negara sekitar garis

khatulistiwa. Penyakit tersebut semula banyak ditemukan di daerah rawa-rawa dan dikira

disebabkan oleh udara rawa yang buruk, sehingga penyakit tersebut dikenal sebagai

penyakit Malaria (mal = jelek; aria = udara). Kemudian ternyata bahwa pendapat tersebut

keliru.

Di Indonesia penyakit tersebut merupakan penyakit rakyat yang selalu ada pada

beberapa orang disuatu daerah (penyakit yang bersifat endemis), karena penyakit tersebut
7

sudah lama diderita oleh banyak penduduk di daerah penatai, daerah persawahan,

perkebunan dan hutan (David Werner, dkk, 2010).

Perkataan malaria berasal dari bahasa Italia (mala = jelek; aria = udara), jadi

dahulu orang menduga bahwa penyakit Malaria disebabkan oleh udara yang kotor. Dalam

penelitian yang lebih modern ternyata penyakit Malaria disebabkan oleh parasit bersel

tunggal yang disebut protozoa dan dipindahkan ke dalam tubuh manusia melalui nyamuk

Anopheles (Dra. V. Nuraini Widjajanti Apt, 1991).

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan Plasmodium, yaitu makhluk

hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan melalui

gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung Plasmodium di dalamnya.

Plasmodium yang terbawa melalui gigitan nyamuk akan hidup dan berkembang biak

dalam sel darah merah manusia (KemenKes RI, 2016).

B. Cara Penularan Malaria

Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu :

1. Penularan secara alamiah (natural infection)

Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang

lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi

vector penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan

nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar

spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vector mempunyai

waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang pajar. Setelah nyamuk
8

Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual

(gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk

yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada

lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk

ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh

nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu

menjadi sakit. Secara sederhana dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1.
Cara penularan malaria secara alamiah (Depkes RI, 2003)

2. Penularan tidak alamiah (not natural infection)

a. Malaria bawaan

Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria.

Penularannya terjadi melalui tali pusat atau plasenta (transplasental)

b. Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.

c. Secara oral

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung (P.gallinasium), burung

dara (P.relection) dan monyet (P.knowlesi).


9

C. Pencegahan Malaria

Pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi gigitan nyamuk malaria adalah:

1. Menghindari gigitan nyamuk malaria

a. Kebiasaan menggunakan kelambu

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara

teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria. Penduduk

yang tidak menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali terkena malaria .

Kelambu membantu menjaga nyamuk menjauh dari orang-orang dan

sangat mengurangi infeksi dan penularan malaria. Jaring bukan penghalang

sempurna dan mereka sering diperlakukan dengan insektisida untuk membunuh

nyamuk yang dirancang sebelum memiliki waktu untuk mencari cara melewati

net. Jaring insektisida (ITN) diperkirakan akan dua kali lebih efektif sebagai jaring

tidak diobati.

Distribusi kelambu diresapi dengan insektisida seperti permetrin atau

deltametrin telah terbukti menjadi metode yang sangat efektif pencegahan malaria,

dan juga salah satu metode yang paling hemat biaya pencegahan. ITN telah

terbukti menjadi metode pencegahan paling efektif-biaya terhadap malaria dan

merupakan bagian dari WHO Millenium Development Goals (MDGs).


10

b. Kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk

Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat poles

atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan nyamuk (Depkes

RI, 1992).

Menurut Depkes RI (1999) bahwa zat penolak nyamuk repellent yang

intensitasnya berbeda sesuai dengan status sosial masyarakat akan mempengaruhi

angka kesakitan malaria.

c. Memasang kawat kasa

Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria, terutama

yang berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk ke dalam rumah

adalah ventilasi yang tidak di pasang kawat kasa dapat mempermudah nyamuk

masuk kedalam rumah. Langit-langit atau pembatas ruangan dinding bagian atas

dengan atap yang terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus

sebagai penghalang masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya

langitlangit pada semua atau sebagian ruangan rumah. Kualitas dinding yang tidak

rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu kasar ataupun kayu/papan

yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke

dalam rumah.

Mereka yang tinggal di daerah endemis malaria, sebaiknya memasang

kawat nyamuk di jendela dan ventilasi rumah dengan jumlah lubang pada kawat

yang optimal 14-16 per inci (2,5 cm).

2. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria

a. Kebersihan lingkungan
11

Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak

rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk

Anopheless seperti adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari

menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun

berakibat lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini merupakan

tempat istirahat yang disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang

digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang

disenangi nyamuk, dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga

jumlah populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani dkk, 2008).

Masyarakat atau keluarga di daerah endemis malaria, yaitu daerah yang

seringkali terjangkit penyakit malaria juga sangat perlu menjaga kebersihan

lingkungan.

D. Perilaku Masyarakat

1. Batasan Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau akitivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan,

manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai akitivitas masing-masing.

Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan

atau akitivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentengan yang sangat luas

antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

(Notoatmodjo, 2007).
12

Skiner (1938) seorang ahli psikologim merumuskan bahwa perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organism tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut

teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. (Dalam Notoatmodjo, 2007),

Skinner membedakan adanya dua respons.

a. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting

stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya :

makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang yang

menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons ini juga

mencakup perilaku emosional, misalnya yang mendengar berita musibah menjadi

sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraanya dengan mengadakan

pesta dan sebagainya.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikiuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang

ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respons.

Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik

(respons terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh

penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut

akan lebih baik lagi melaksanakan tugasnya.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua

a. Perilaku tertutup (cover behavior)


13

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahun/kesadaran, dan sikap yang rejadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

Oleh sebab itu, disebut cover behavior atau unobservable behavior, misalnya

seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu

bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang dalam bentuk stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat

oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyata atau praktik

(practice) misal, seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa

anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara

teratur, dan sebagainya.

Seperti telah disebutkan di atas, sebagian besar perilaku manusia adalah

operant response. Oleh sebab itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku

diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning.

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skiner

adalah sebagai berikut.

1) Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforce

berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.

2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang

akan membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponenkomponen


14

tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya

perilaku yang dimaksud.

3) Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara,

mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen

tersebut.

4) Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen

yang telah disusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka

hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku

(tindakan) tersebut cenderung akan sering di lakukan.

5) Kalau ini sudah terbentuk maka dilakukan komponen (perilaku) yang kedua

yang kemudian di beri hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah

lagi). Demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu

dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai

seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.

2. Perilaku Kesehatan

Sejalan dengan pembatasan perilaku menurut Skiner tersebut maka perilaku

kesehatan (Health Behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek

yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan factor-faktor yang mempengaruhi

sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan makanan, minuman, dan pelayanan

kesehatan. Dengan perkataan lain pelayanan kesehatan adalah semua aktivitas atau

kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (Observable) maupun yang tidak dapat

diamati (Unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari

penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari

penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. (Notoatmodjo, 2010).


15

Oleh sebab itu, perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan

menjadi dua, (Notoatmodjo, 2010) yakni:

a. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat

Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior), yang mencakup

perilaku-perilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atu menghindari

dari penyakit dan penyebab penyakit/masalah, atau penyebab masalah kesehatan

(perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan

(perilaku promotif). Contoh : makan dengan gizi seimbang, olahraga teratur, tidak

merokok dan meminum-minuman keras, menghindari gigitan nyamuk,

menggosok gigi setelah makan, cuci tangan pakai sabun sebelum makan, dan

sebagainya.

b. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk

memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Perilaku ini

disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior).

Perilaku ini mencakup tinadakan-tindakan yang diambil seseorang atau anaknya

bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau

terlepas dari masalah kesehatan yang dideritanya. Tempat pencarian kesembuhan

ini adalah tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan, baik fasilitas atau pelayanan

kesehatan tradisional (dukun, sinshe, paranormal), maupun pengobatan modern

atau professional (rumah dsakit, puskesmas, poliklinik dan sebagainya).

Becker (1979) membuat klasifikas lain tentang perilaku kesehatan, dan

membedakannya menjadi tiga, (Dalam Notoatmodjo, 2010) yaitu:

a. Perilaku Sehat
16

Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang

berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara

alin:

1) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet).

2) Kegiatan fisik secara teratur dan cukup.

3) Tidak merokok dan meminum-minuman keras serta menggunakan narkoba.

4) Istirahat yang cukup.

5) Pengendalian atau manajemen stress.

6) Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.

b. Perilaku Sakit (Illness behavior)

Perilaku sakit adalah berakaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang

yang sakit dan/atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya,

untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang

lainnya. Pada saat orang sakit atau anaknya sakit, ada beberapa tindakan atau

perilaku yang muncul, antara lain:

1) Didiamkan saja (no action)

2) Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment

atau self medication).

3) Mencari penyembuhan atau pengobatn keluar yakni ke fasilitas pelayanan

kesehatan, yang dibedakan menjadi 2, yakni : Tradisional dan pelayanan

kesehatan modern atau professional.

c. Perilaku Peran Orang Sakit

Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles),

yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit

(obligation). Menurut Becker, hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalh
17

merupakan perilaku peran orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran

orang sakit ini antara lain:

1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

2) Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat

untuk memperoleh kesembuhan.

3) Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasihatnasihat

dokter atau perwat untuk mempercepat kesembuhannya.

4) Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya.

5) Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya.

3. Domain Perilaku

Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (convert), dan perilaku

terbuka (overt) seperti telah diuraikan sebelumnya, tetapi sebenarnya perilaku adalah

totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, perilaku

adalah keseluiruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan

hasil bersama antara factor internal dan eksternal. Perilaku seseorang adalah sangat

kompleks, dan mempunyai bentangn yang sangat luas. Benyamin Bloom (1998)

seorang ahli psikologi peendidikan, membedakan adanya 3 area wilayah, ranah atau

dominan perilaku ini, yakni koginitif (cognitive), afektif (affective), rasa (afektif), dan

karsa (psikomotor) atau peri cipta, peri rasa, dan peri tindak.

Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian dominan oleh

Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3

tingkat ranah perilaku sebagai berikut:

a. Pengetahuan (knowledge)
18

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimiliki (mata, hidung, telinga dan

sebagainya).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat

yang berbeda. Secara garis besar dibaginya dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya mengemati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa tomat yang

mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit

demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti, dan

sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menguasai pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa tandatanda anak yang kurang

gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagimana cara melakukan PSN

(pemberantasan sarang nyamuk). Dan sebagainya.

2) Memahami (comperehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,

tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam

berdarah, bukan sekedar menyebutkan 3 M (mengubur,menutup, dan

menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras

dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami onjek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui


19

tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang

proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan

di tempat ia bekerja atau dimana saja. Orang yang telah paham metodologi

penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian di mana saja, dan

seterusnya.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila

orang tersebut telazh dapat membedakan, atau memisahkan,

mengolompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek

tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan

nyamuk biasa, dapat membuat diagram (floe chart) siklus hidup cacing kremi,

dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang

telah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau

kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat

membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.


20

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan

sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-

norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau

menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak seseorang dapat

menilai manfaat ikut keluarga dan berencana, dan sebagainya.

b. Sikap (Attitude)

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan factor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Campbell (1950) mendefenisikan sangat sederhana, yakni; “An individual’s

attitude is syndrome of response consistency with regard to object”. Jadi jelas,

disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam

merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosia menyatakan bahwa sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan

tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

perilaku (tindakan) atau reaksi (tertutup).

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempuyai tingkat-tingkat

berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:

1) Menerima (receiving)
21

Menerima diartikan bahwa seorang atau subjek mau menerima

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap seseorang terhadap periksa

hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran si ibu

untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care dilingkungannya.

2) Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu yang

mengikuti penyuluhan ante natal care ditanya atau diminta menanggapi oleh

penyuluh, kemudian ia menjawab atau menaggapinya.

3) Menghargai (valuing)

Mengharagai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan

bahkan mengajak atau memoengaruhi atau mengajurkan orang lain

merespons.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab

terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap

tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada

orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.

c. Tindakan atau Praktik (Practice)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk

bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu factor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau

sarana dan prasarana. Seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa hamil itu

penting untuk kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk
22

periksa hamil. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan

bidan, Posyandu, atau Puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut

mudah dicapainya. Apabila tidak, kemungkinan ibu tersebut tidak akan

memeriksakan kehamilannya.

Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut

kualitasnya, yaitu:

1) Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih

bergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

2) Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan

sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan medis.

3) Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.

Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja,

tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang

berkualitas.

4. Pengukuran Dan Indikator Perilaku Kesehatan

Seperti telah diuraikan sebelumnya , bahwa perilaku mencakup 3 dominan,

yakni: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) , dan tindakan atau praktik

(practice). Oleh sebab itu,mengukur perilaku dan perbahannya, khususnya perilaku

kesehatan juga mengacu kepada 3 domain tersebut, secara rinci dapat dijelaskan

sebagai berikut :
23

a. Pengetahuan kesehatan (health knowledge)

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh

seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-

cara memeliharanya kesehatan ini meliputi:

1) Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan

tanda-tandanya atau gejala peyebabnya, cara penularannya, cara

pencegahannya cara mengatasi atau menangani sementara).

2) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi

kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuanga air limbah,

pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi

udara, dan sebagainya.

3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun

yang tradisional.

4) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga,

maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum.

5) Dan seterusnya.

Oleh sebab itu, untuk mengukur pengetahuan kesehatan seperti

tersebut diatas, adalah dengan mengajukkan pertanyaan-pertanyaan secara

langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau

angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah “tingginya pengetahuan”

responden tentang kesehatan, atau besarnya presentase kelompok responden

atau masyarakat tentang variabel-variabel atau komponen-komponen

kesehatan. Misalnya, berapa % sesponden atau masyarakat yang tahu tentang

cara-cara mencegah penyakit demam berdarah, atau berapa % masyarakat atau


24

responden yang mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang ASI esklusif,

dan sebagainya.

b. Sikap terhadap kesehatan (health attitudeI)

Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap

hal-hal yang berkualitas dengan pemeliharaan kesehatan, yang mencakup

sekurang-kurangnya 4 variabel, yaitu:

1) Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda

tanda-tanda atau gejalanya, penyebabnya cara penularannya, cara

pencegahannya, cara mengatasi atau menaganinya sementara).

2) Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan,

antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah,

pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi

udara dan sebagainya.

3) Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang professional maupun

tradisional.

4) Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan rumah tangga, maupun

kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan di tempat-tempat umum.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Misalnya,

bagaimana pendapat responden tentang imunisasi pada anak balita, bagaimana

responden tentang keluarga berencana, dan sebagainya. Pertanyaan secara

langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan

mennggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadapa pertanyaan-pertanyaan

terhadap objek tertentu, dengan menggunakan skala Lickert. Misalnya: Beri


25

pendapat anda tentang pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memberikan

penilaian sebagai berikut:

1) bila sangat tidak setuju

2) bila tidak setuju

3) bila biasa saja

4) bila setuju Bi

5) la sangat setuju

Contoh:

1) Demam berdarah adalah penyakit yang sangat berbahaya

2) Anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan kematian ibu

3) Penderita HIV/AIDS tidak perlu dikucilkan atau diisolasi, dan sebagainya.

Sikap juga dapat diukur dari pertanyaan-pertanyaan secara tidak langsung,

misalnya :

1) Apabila anda diundang untuk mendengarkan ceramah tentang Napza, apakah

anda mau hadir?

2) Seandaianya akan dibangun Polindes di desa ini, apakah anda mau membantu

dana? Dan sebagainya.

c. Praktik Kesehatan (health practice)

Praktik kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan

atau aktivitas orang dalam rangaka memelihara kesehatan. Tindakan atau praktik

kesehatan ini juga meliputi 4 faktor seperti pengetauan dan sikap kesehatan

tersebut di atas, yaitu:

1) Tindakan atau praktik sehubungan dengan pencegahan penyakit menular dan

tidak menular dan praktik tentang mengatasi atau menangani sementara

penyakit yang diderita.


26

2) Tindakan atau praktik sehubungan dengan gizi makanan, sarana air bersih,

pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah,

perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.

3) Tindakan atau praktik sehubungan dengan penggunaan (utilisasi) fasilitas

pelayanan kesehatan.

4) Tindakan atau praktik untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah

tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan di tempat-tempat

umum.

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua

cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang

paling baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu

mengamati tindakan subjek dalam rangka memelihara kesehatannya, misalnya:

dimana responden membuang air besar, makanan yang disajikan ibu dalam

keluarga untuk mengamati praktik gizi, dan sebagainya.

Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat

kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap

subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan kesehatan.

Contoh: untuk mengetahui perilaku gizi ibu terhadap anak balitanya,

dengan menanyakan makanan apa saja yang diberikan kepada anaknya selama 24

jam terakhir. Untuk mengetahui perilaku ante natal care, dapat menanyakan

apakah pada kehamilan terakhir melakukan periksa hamil, berapa kali, dimana,

dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).


27

E. Perilaku Masyarakat Terhadap malaria

Sebagaimana kita ketahui bersama masyarakat Indonesia terdiri dari banyak suku

bangsa yang mempunyai latar belakang budaya yang beraneka ragam. Lingkungan

budaya tersebut sangat mempengaruhi tingkah laku manusia yang memilki budaya

tersebut, sehingga dengan keanekaragaman budaya menimbulkan, variasi dalam perilaku

manusia dalam segala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Factor inilah yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Tradisi dalam

mastyarakat yang berpengaruh negative terhadap kesehatan masyarakat serta beberapa

sikap yang sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat khususnya penyakit malaria.

Seperti kebiasaan masyarakat bepergian jauh apalagi pergi ke tempat yang endemis

malaria, kebiasaan masyarakat keluar malam, kebiasaan masyarakat yang tidak mau

menggunakan obat anti nyamuk serta berbagai macam sikap dan kebiasaan masyarakat

yang mempengaruhi terjadinya malaria.

Menurut Hendrik L. Blum factor perilaku adalah salah satu yang mempengaruhi

derajat kesehatan masyarakat. Factor perilaku pula penyebab timbulnya berbagai penyakit

menular termasuk penyakit malaria. Pengetahauan masyarakat tentang kesehatan

terutama malaria sangat minim sehingga cara masyarakat dalam menyikapi masalah

kesehatan khususnya malaria masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian

masyarakat belum mengetahui tempat-tempat perindukan dari malaria, bahkan

masyarakat pun belum mengetahui waktu atau jamnya nyamuk Anopheles menggigit.

Sehingga masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mencegah malaria.

Sebagian masyarkat ada yang sudah menyadari akan bahayanya penyakit menular

terutama malaria akan tetapi tidak ada tindakan atau perlakuan yang mereka lakukan

untuk bagaimana supaya terhindar dari penyakit malaria. Sehingga masih banyak terjadi

masalah-masalah kesehatan di lingkungan masyarakat terutama penyakit malaria.


28

Praktik atau perilaku masyarakat ataupun keluarga terhadap upaya mengurangi

gigitan nyamuk malaria adalah :

1. Kebiasaan menggunakan kelambu

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara

teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria. Penduduk yang

tidak menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali terkena malaria.

2. Kebiasaan memakai obat anti nyamuk

Menurut Depkes RI (1992) Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan

obat semprot, obat poles, atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak

dengan nyamuk. (Dalam Mobonggi, 2011)

3. Tidak membiasakan berada di luar rumah pada malam hari

Nyamuk penular malaria mempunyai keaktifan menngigit pada malam hari.

Nyamuk Anopheles paling aktif mencari darah pada pukul 21.00-03.00. Menurut

kebiasaan penduduk berada di luar rumah pada malam hari antara pukul 21.00-22.00

menghisap darag jam tersebut sangat tinggi. Sehingga harus menghindari kebiasaan

berada di luar rumah pada malam hari.


29

F. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Masyarakat

Perilaku

Pengetahuan Sikap Tindakan

Kurang
Cukup Kurang Negatif Positif Baik
Baik

Penyakit
Malaria
Gambar 2.2.
Skema Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Bagaimana perilaku masyarakat meliputi pengetahuan, sikap dantindakan

terhadap penyakit Malaria di Desa Ongulara Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten

Donggala?
30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey

yang bersifat deskriptif dan bertujuan untuk memperoleh gambaran dan informasi tentang

perilaku masyarakat terhadap penyakit Malaria di Desa Ongulara Kecamatan Banawa

Selatan Kabupaten Donggala.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Adapun tempat penelitian dilaksanakan di Desa Ongulara Kecamatan Banawa

Selatan Kabupaten Donggala.

2. Waktu Penelitan

Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2019.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi Populasi dalam penelitian adalah semua mayarakat yang berada di Desa

Ongulara yang berjumlah 827 jiwa

2. Sampel Penelitian

Jumlah sampel penelitian ditentukan berdasarkan rumus yang dikutip dari

Notoatmodjo (1993) sebagai berikut : (Rumus Penentuan Besar Sampel untuk

Penelitian Survei).
31

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (Independent Variable) adalah perilaku masyarakat yang terdiri atas

(pengetahuan, sikap dan tindakan).

2. Variabel terikat (Dependent Variable) adalah penyakit Malaria.

Variabel Bebas Variabel Terikat


Perilaku (pengetahuan, Penyakit Malaria
sikap dan tindakan)

E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Pengetahuan

Yang dimaksud dengan pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala

sesuatu yang diketahui oleh responden tentang penyakit Malaria.

a. Alat Ukur : Kuesioner

b. Cara Ukur : Wawancara

c. Sakala Ukur : Ordinal

d. Hasil Ukur :

1) 0 = Kurang, apabila responden memperoleh nilai < 60% dari total skor

pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner.

2) 1 = Cukup, apabila responden memperoleh ≥ 60% dari total skor pertanyaan

yang tercantum dalam kuesioner.


32

2. Sikap

Yang dimaksud dengan sikap dalam penelitian ini adalah semua pendapat atau

penilaian responden terhadap penyakit Malaria.

a. Alat Ukur : Kuesioner

b. Cara Ukur : Wawancara

c. Sakala Ukur : Ordinal

d. Hasil Ukur :

1) 0 = Negatif, apabila responden memperoleh nilai < 60% dari skor pertanyaan

yang tercantum dalam kuesioner.

2) 1 = Positif, apabila responden memperoleh ≥ 60% dari total skor pertanyaan

yang tercantum dalam kuesioner.

3. Tindakan

Yang dimaksud dengan tindakan dalam penelitian ini adalah perbuatan nyata

responden terhadap penyakit malaria.

a. Alat Ukur : Kuesioner

b. Cara Ukur : Wawancara

c. Sakala Ukur : Ordinal

d. Hasil Ukur :

1) 0 = Kurang baik, apabila responden memperoleh nilai < 60% dari total skor

pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner.

2) 1 = Baik, apabila responden memperoleh ≥ 60% dari total skor pertanyaan

yang tercantum dalam kuesioner.


33

4. Penyakit Malaria

Penyakit Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit

protozoa dari genes plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Diperoleh dari wawancara langsung dengan masyarakat yang ada di Desa

Ongulara Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala.

2. Data Sekunder

Diperoleh dari Instansi-Instansi seperti Pusekesmas Lembasada atau Instansi

lain yang berhubungan dengan penelitian.

G. Tehnik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dianalisis kemudian dibuat dalam tabel distribusi frekuensi

dan diuraikan dalam bentuk narasi.

Anda mungkin juga menyukai