Anda di halaman 1dari 77

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa setiap tahunya ada

300-500 juta kasus malaria di dunia, dengan lebih dari satu juta

kematian,sedangakan di Indonesia Malaria merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko

tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu Malaria secara langsung

menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (KemenKes

RI, 2017).

Malaria merupakan penyakit menular umumnya menyerang daerah

tropis dan subtropis (H. M. Muslim, 2009). Penyakit Malaria sudah dikenal

sejak zaman Yunani. Menurut Depkes RI, setiap 30 detik seorang anak

meninggal akibat penyakit ini. Menurut Centers for Disease Control anda

Prevention (CDC), terdapat sekitar 219 juta kasus Malaria di dunia dan

sebanyak 660.000 kematian terjadi akibat Malaria terutama di Afrika (dr.

Rendi Aji Prihaningtyas, 2014).

Malaria salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah

kesehatan di masyarakat luas dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

bangsa Indonesia (KemenKes RI, 2017). Sampai saat ini Malaria masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Dr dr Anies M.Kes,

PKK, 2006).
2

Di Indonesia rata-rata kasus klinis Malaria diperkirakan 15 juta tiap

tahunnya. Penduduk yang tinggal di daerah Malaria diperkirakan sekitar 85,1

juta dengan tingkat endemisitas rendah, sedang, hingga tinggi (Ririh

Yudhastuti, 2008).

Menurut survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2011, terdapat 15 juta

kasus malaria dengan 38 ribu kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 70%

penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. Dari 484

kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/kota merupakan daerah

endemis malaria (MenKes RI, 2011).

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar luas

yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia termasuk di

Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, karena dapat menyebabkan tingginya

angka kesakitan dan kematian serta sering menimbulkan KLB. 5 kabupaten di

Sulawesi Tengah tergolong daerah endemis dan penduduknya sebagian besar

berdomisili di desa endemis.

Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan dunia termasuk

Indonesia karena mengakibatkan dampak yang luas dan berpeluang menjadi

penyakit emerging dan re-emerging. Kondisi ini dapat terjadi karena adanya

kasus impor, resistensi obat dan beberapa insektisida yang digunakan dalam

pengendalian vektor, serta adanya vektor potensial yang dapat menularkan dan

menyebabkan Malaria. Selain itu, Malaria umumnya merupakan penyakit di


3

daerah terpencil, sulit dijangkau dan banyak ditemukan di daerah miskin atau

sedang berkembang.

Penyakit Malaria berkaitan erat dengan beberapa hal berikut:

1. Adanya perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat-tempat

perindukan nyamuk penular Malaria.

2. Mobilitas penduduk yang cukup tinggi.

3. Perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang dari

musim kemarau.

4. Krisis ekonomi yang berkepanjangan memberikan dampak pada daerah-

daerah tertentu dengan adanya masyarakat yang mengalami gizi buruk

sehingga rentan untuk terserang Malaria.

5. Tidak efektifnya pengobatan karena Plasmodium Falciparum resisten

terhadap klorokuin dan meluasnya daerah resisten.

6. Menurunnya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap upaya

penanggulangan Malaria secara terpadu.

Kesehatan merupakan kebutuhan manusia dalam kelangsungan hidup

sehari-hari, sehingga merupakan hal yang mutlak dalam kebutuhan hidup

setiap orang namun untuk mendapatkan kesehatan yang tinggi di tuntut untuk

menjaga dan memelihara keseimbangan lingkungan. Dimana manusia itu

hidup.karena kesehatan merupakan dambaan setiap orang untuk dapat

berkarya dan meningkatkan produktivitas baik secara individu dan kelompok

(Harjianto,2002)
4

Strategi pembangunan kesehatan nasional di arahkan untuk

meningkatkan kesadaran,minat dan kemampuan penduduk untuk hidup sehat

sehingga tercapai status kesehatan yang tinggi ( Harjianto,2002).

Kondisi penyakit malaria di Sulawesi tengah saat inimasih merupakan

salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan masyarakat

dan sangat mempengaruhi angka kesakitan,kematian bayi,dan ibu hamil atau

ibu melahirkan serta menurunkan produktivitas tenaga kerja dan memberi

dampak negatif terhadap dunia pariwisata.

Berdasarkan data di peroleh dari dinas kesehatan profinsi Sulawesi

tengah dan kasus positif malaria pada tahun 2015 berjumlah (1,06%)per mil,

tahun 2016 menurun menjadi ( 0,65%), tahun 2017 berjumlah ( 0,24 %)

Sedangkan Data seKabupaten Donggala yang mempunyai wilayah

yang endemis malaria. Berdasarkan data Jumlah Kasus dan Kematian

Penyakit Malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala Tahun 2015-2017,

kasus Malaria pada Tahun 2015, sebanyak 356 kasus. Kasus Malaria pada

Tahun 2016 sebanyak 304 kasus sedangkan Kasus Malaria pada Tahun 2017

sebanyak 58 kasus. Dengan kasus tertinggi sebanyak 356 kasus pada Tahun

2015 dan terendah Tahun 2017 sebanyak 58 kasus.

Berdasarkan data jumlah sediaan darah diperiksa yang positif Malaria

menurut jenis kelamin dan UPTD Puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten

Donggala Tahun 2017, dari 4.830 orang yang sediaan darahnya diperiksa

terdapat 58 orang yang positif Malaria dengan kasus tertinggi terjadi pada
5

UPTD Puskesmas Lembasada sebanyak 17 kasus kemudian puskesmas tompe

sebanyak 13 kasus.

Upaya penanggulangan kasus Malaria di UPT Puskesmas Lembasada

dilaksanakan melalui kegiatan penemuan dan pengobatan penderita klinis.

Kegiatan ini dilaksanakan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Lembasada yang

pelaksanaan secara pasif yaitu menunggu penderita yang datang berobat ke

pelayanan kesehatan terdekat dan memeriksakan sediaan darah dan

pengobatan melakukan rujukan ke UPT Puskesmas Lembasada.

Jumlah kasus penemuan penderita Malaria yang ditemukan dengan

pemeriksaan sediaan darah di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Lembasada

pada Tahun 2015 sebanyak 782 orang yang sediaan darahnya diperiksa.

Terdapat sediaan darah positif sebanyak 105 kasus, dengan kasus tertinggi di

Desa Ongulara, yaitu sebanyak 135 kasus. Sedangkan pada Tahun 2016

sebanyak 747 orang yang sediaan darahnya diperiksa. Terdapat sediaan darah

positif sebanyak 93 kasus, dengan kasus tertinggi di Desa Ongulara, yaitu

sebanyak 43 kasus. Dan pada Tahun 2017, dari 984 orang yang sediaan

darahnya diperiksa terdapat 15 orang yang positif Malaria dengan kasus

tertinggi di Desa Ongulara, yaitu sebanyak 8 kasus.

Kejadian malaria dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah

faktor lingkungan, faktor pendidikan dan pengetahuan, faktor pekerjaan, adat

istiadat dan kebiasaan serta perilaku masyarakat. Selama ini upaya yang

dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah penyakit menular, masih

banyak berorientasi pada penyembuhan penyakit. Upaya ini masih kurang


6

efektif karena banyak mengeluarkan biaya. Sedangkan upaya yang lebih

efektif dalam mengatasi masalah kesehatan dengan memelihara dan

meningkatkan kesehatan dengan berperilaku hidup sehat. Namun, hal ini

ternyata belum disadari dan dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat

(Kusumawati, 2004).

Perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan.

Dengan perkataan lain, perilaku adalah keseluiruhan (totalitas) pemahaman

dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal

dan eksternal. Perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan mempunyai

bentangn yang sangat luas. (Notoatmodjo, 2010)

Pengetahauan masyarakat tentang kesehatan terutama malaria sangat

minim sehingga cara masyarakat dalam menyikapi masalah kesehatan

khususnya malaria masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian

masyarakat belum mengetahui tempat-tempat perindukan dari malaria, bahkan

masyarakat pun belum mengetahui waktu atau jamnya nyamuk Anopheles

menggigit. Sehingga masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat

mencegah malaria.

Mengingat besarnya kasus yang terjadi di Desa ongulara kecamatan

Banawa Selatan Kabupaten Donggala maka peneliti merasa tertarik untuk

meneliti dengan judul”Gambaran prilaku masyarakat terhadap penyakit

malaria di Desa Ongulara Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten

Donggala”.
7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalahnya

bagaimana Gambaran Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Malaria Di Desa

Ongulara Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan

gambaran perilaku masyarakat tentang penyakit malaria.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit

malaria.

b. Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap penyakit malaria.

c. Untuk mengetahui tindakan masyarakat terhadap penyakit malaria.

d. Untuk mengetahui jumlah kasus penyakit malaria di daerah penelitian.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala dalam

penanggulangan malaria dan mencegah KLB terulang dimasa datang.

2. Sebagai masukan bagi Puskesmas Lembasada dalam penanggulangan

malaria dan mencegah KLB terulang dimasa datang.


8

3. Sebagai masukan bagi masyarakat di Kabupaten Donggala, khususnya

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Lembasada dalam upaya

penanggulangan malaria.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi untuk penelitian

lebih lanjut.
9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Malaria

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium.

Penyakit ini sudah dikenal sejak zaman Yunani kuno tetapi diketahui bahwa

ditularkan melalui nyamuk pada tahun 1897. Pada awalnya diduga sebagai

penyakit kutukan, kemudian diduga akibat hawa buruk yang sering terjadi di

sekitar rawa yang berbau busuk, sehingga disebut Malaria dari kata mal area

yang artinya udara buruk (bad air). Terdapat banyak jenis Malaria sesuai

dengan jenis Plasmodiumnya. Ada 4 jenis Malaria, yaitu Malaria vivax yang

disebabkan oleh Plasmodium vivax, Malaria malariae yang disebabkan oleh

Plasmodium malariae, Malaria falsiparum disebabkan oleh Plasmodium

falsiparum dan Malaria ovale disebabkan Plasmodium ovale. Pencegahan dan

pemberantasan penyakit Malaria ialah dengan memutus mata rantai

penularannya, yaitu membunuh bibit penyakit di tubuh manusia dengan

pengobatan, membunuh vektor dan memperbaiki lingkungan. Vektor penyakit

Malaria ialah nyamuk Anopheles (Dr. Hadi Siswanto, MPH, 2003).

Penyakit Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita

oleh penduduk di daerah tropis atau subtropis, yaitu di negara-negara sekitar

garis khatulistiwa. Penyakit tersebut semula banyak ditemukan di daerah

rawa-rawa dan dikira disebabkan oleh udara rawa yang buruk, sehingga
10

penyakit tersebut dikenal sebagai penyakit Malaria (mal = jelek; aria = udara).

Kemudian ternyata bahwa pendapat tersebut keliru.

Di Indonesia penyakit tersebut merupakan penyakit rakyat yang selalu

ada pada beberapa orang disuatu daerah (penyakit yang bersifat endemis),

karena penyakit tersebut sudah lama diderita oleh banyak penduduk di daerah

penatai, daerah persawahan, perkebunan dan hutan (David Werner, dkk,

2010).

Perkataan malaria berasal dari bahasa Italia (mala = jelek; aria =

udara), jadi dahulu orang menduga bahwa penyakit Malaria disebabkan oleh

udara yang kotor. Dalam penelitian yang lebih modern ternyata penyakit

Malaria disebabkan oleh parasit bersel tunggal yang disebut protozoa dan

dipindahkan ke dalam tubuh manusia melalui nyamuk Anopheles (Dra. V.

Nuraini Widjajanti Apt, 1991).

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan Plasmodium, yaitu

makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa.

Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang

mengandung Plasmodium di dalamnya. Plasmodium yang terbawa melalui

gigitan nyamuk akan hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah

manusia (KemenKes RI, 2016).


11

B. Epidemiologi Penyakit Malaria

Epidemiologi penyakit malaria adalah ilmu yang mempelajari tentang

penyebaran malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam

masyarakat. Dalam epidemiologi malaria ada 3 faktor yang harus selalu

diperhatikan dan diselidiki hubunganya yaitu host (manusia dan nyamuk),

agent (penyebab penyakit) dan environment (lingkungan). Manusi disebut

host intermediate, dimana siklus aseksual parasit malaria terjadi dan nyamuk

malaria disebut host definitive dimana siklus malaria berlangsung (Depkes RI,

1999).

1. Host (Pejamu)

Dalam penularan yang terjadi pada penyakit malaria ada 2 jenis

yaitu manusia dan nyamuk Anopheles, dijelaskan sebagai berikut:

a. Manusia

Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit pada

manusia adalah:

1) Usia : anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria

dibandingkan orang dewasa.

2) Jenis kelamin : Proporsi penduduk yang meninggal akibat malaria

11 orang laki-laki dan wanita 8 orang per 100.000 penduduk.

Berarti proporsi penderita malaria lebih banyak pada laki-laki

sekalipun bedanya tidak begitu menyolok (Depkes RI, 1999).

3) Ras : beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai

kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya penderita “sickle


12

cell anemia” yaitu suatu kelainan dimana sel darah merah penderita

berubah bentuk mirip arit.

4) Riwayat malaria sebelumnya : orang yang terinfeksi malaria

sebelumnya akan terbentuk imunitas, sehingga tahun lebih lama

terhadap infeksi malaria, contoh penduduk asli daerah endemik

akan lebih tahan dibandingkan dengan transmigran yang datang

dari daerah non endemis.

5) Sosial Budaya/cara hidup : cara hidup sangat berpengaruh terhadap

penularan malaria, misalnya tidur tidak memakai kelambu dan

senang berada di luar rumah pada malam hari tanpa memakai baju

tertutup.

6) Sosial ekonomi : keadaan sosial ekonomi masyarakat di daerah

endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria.

b. Nyamuk Anopheles spp.

Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, yang

diperlukan untuk pertumbuhan telurnya. Beberapa perilaku nyamuk

yang penting diketahui yaitu:

1) Tempat istirahat/hinggap

a) Eksofilik : nyamuk lebih suka istirahat/hinggap di luar

rumah.

b) Endofilik : nyamuk lebih suka istirahat/hinggap di dalam

rumah.
13

2) Tempat menggigit

a) Eksofagik : lebih suka menggigit di luar rumah.

b) Endofagik : lebih suka menggigit di dalam rumah.

3) Objek yang digigit

a) Antrofilik : lebih suka menggigit manusia

b) Zoofilik : lebih suka menggigit hewan (Depkes RI,

1999).

2. Faktor Agent (penyebab)

Agent adalah plasmodium penyebab penyakit malaria, yang

berkembang dan bertambah banyak dalam tubuh nyamuk, yang kemudian

ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut.

3. Faktor Environment (lingkungan)

Environment adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk

berada. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungan sesuai

dengan yang dibutuhkan oleh nyamuk berkembang biak.

Faktor lingkungan dapat dikelompokkan 4 kelompok yaitu:

a. Lingkungan Fisik

1) suhu udara

suhu sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus

sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu makin

pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah

suhu, makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Masa inkubasi

ekstrinsik adalah masa berlangsungnya siklus sporogoni untuk


14

menghasilkan sporosoit yaitu bentuk parasit yang siap untuk

ditularkan ke badan manusia.

2) Kelembaban udara

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk

Anopheles spp. Kelembaban 63% adalah angka terendah yang

memungkinkan adanya penularan, kecepatan berkembang biak,

kebiasaan menggigit dari nyamuk.

3) Hujan

Hujan mempengaruhi perkembangan jentik nyamuk

menjadi dewasa. Hal ini tergantung pada curah hujan, jumlah hari

hujan, jenis vektor dan perindukannya. Hujan yang diselingi panas

akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk

Anopheles spp.

4) Angin

Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam

merupakan saat terbang nyamuk ke dalam atau ke luar rumah,

adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak

antara manusia dan nyamuk. Jarak terbang nyamuk dapat

diperpanjang atau diperpendek tergantung arah angin.


15

5) Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva

nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat

teduh, sebaliknya Anopheles hyrcanus lebih menyukai tempat yang

terbuka.

6) Arus air

Anopheles barbirostis menyukai tempat perindukan yang

airnya statis atau mengalir sedikit. Anopheles minimus menyukai

tempat perindukan yang aliran airnya cukup deras dan Anopheles

letifer di tempat air tergenang (Depkes RI, 1999).

b. Lingkungan Kimia

Pengaruh lingkungan kimia adalah kadar garam dari tempat

perindukan, contoh Anopheles sundaicus tumbuh optimal di air payau

dengan kaar garam antara 12%-18% dan tidak dapat berkembang biak

pada kadar garam >40%.

c. Lingkungan Biologik

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang, dan berbagai jenis

tanaman lain dapat mempengaruhi jentik nyamuk, karena dapat

mengahalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari

serangan makhluk hidup lain.

Adanya berbagai jenis ikan pemakan jentik seperti ikan kepala

timah, gambusia, nila, mujair akan mempengaruhi populasi nyamuk

disuatu daerah.
16

Selain itu serangga air seperti Dytiscidae, Belostoma sp., dan

Ephemeroptera terbukti dapat mengurangi jentik nyamuk Anopheles

spp.

d. Lingkungan Sosial Budaya

Faktor lingkungan sosial budaya setempat juga mempengaruhi

besar kecilnya kontak antara manusia dengan vektor (Oemijati, 1991).

Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam,

dimana vektor lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar

jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah

dan penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda

sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat, akan mempengaruhi

angka kesakitan malaria (Depkes RI, 1999).

Akibat perubahan lingkungan yang kian cepat, memungkinkan

timbulnya perindukan buatan manusia itu sendiri (man made breeding

place). Pembangunan jalan dan pembukaan tempat pemukiman baru,

adalah contoh kegiatan pembangunan yang menimbulkan perubahan

lingkungan yang menguntungkan bagi nyamuk malaria (Depkes RI,

1999).
17

C. Penyebab Penyakit Malaria

1. Parasit

Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua

macam siklus kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus

dalam tubuh nyamuk.

a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia

Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan

siklus ini terdiri dari :

1) Siklus di luar sel darah merah

Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan

dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut hipnosoit.

Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang

nantinya dapat menyebabkan kumat / kambuh atau rekurensi (long

term relapse). Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali

bahkan sampai jangka waktu 3-4 tahun. Sedangkan untuk

Plasmodium ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila

pengobatannya tidak dilakukan dengan baik. Setelah sel hati pecah

akan keluar merozoit yang masuk ke eritrosit (fase eritrositer)


18

Gambar 2.1.
Siklus di luar sel darah merah

2) Fase dalam sel darah merah

Fase hidup dalam sel darah merah/eritrositer terbagi dalam:

a) Fase sisogoni yang menimbulkan demam

b) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi

sumber penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria.

Kambuh pada Plasmodium falciparum disebut rekrudensi

(short term relapse), karena siklus didalam sel darah merah

masih berlangsung sebagai akibat pengobatan yang tidak

teratur.

Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit dan

sebagian kecil siap untuk diisap oleh nyamuk vektor malaria.

Setelah masuk tubuh nyamuk vektor malaria, mengalami siklus

sporogoni karena menghasilkan sporozoit yaitu bentuk parasit

yang sudah siap untuk ditularkan kepada manusia .


19

Gambar 2.2.
Siklus dalam sel darah merah

b. Fase seksual dalam tubuh nyamuk

Fase seksual ini biasa juga disebut fase sporogoni karena

menghasilkan sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk

ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Lama dan masa

berlangsungnya fase ini disebut masa inkubasi ekstrinsik, yang sangat

dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara.

Prinsip pengendalian malaria, antara lain didasarkan pada fase

ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk agar lebih pendek dari

masa inkubasi ekstrinsik, sehingga fase sporogoni tidak dapat

berlangsung. Dengan demikian rantai penularan akan terputus (Basuki,

2000).
20

Gambar 2.3.
Siklus dalam tubuh nyamuk

2. Nyamuk Anopheles

Penyakit malaria pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles

vektor betina. Di seluruh dunia terdapat sekitar 2000 spesies nyamuk

Anopheles, 60 spesies diantaranya diketahui sebagai vektor malaria. Di

Indonesia terdapat sekitar 80 jenis nyamuk Anopheles, 22 spesies

diantaranya telah terkonfirmasi sebagai vektor malaria. Sifat masing-

masing spesies berbeda-beda tergantung berbagai faktor seperti

penyebaran geografis, iklim dan tempat perkembangbiakannya. Semua

nyamuk vektor malaria hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat,

contohnya nyamuk vektor malaria yang hidup di air payau (Anopheles

sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles aconitus) atau

di mata air (Anopheles balabacensis dan Anopheles maculatus). Nyamuk


21

Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bias

hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada

daerah dengan ketinggian lebih dari 2500 meter dari permukaan laut.

Tempat perkembangbiakannya bervariasi (tergantung spesiesnya)

dan dapat dibagi menjadi tiga ekosistem yaitu pantai, hutan dan

pegunungan. Biasanya nyamuk Anopheles betina vektor menggigit

manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbang

(flight range) antara 0,5 – 3 km dari tempat perkembangbiakannya. Jika

ada angin yang bertiup kencang, dapat terbawa sejauh 20 – 30 km.

Nyamuk Anopheles juga dapat terbawa pesawat terbang, kapal laut atau

angkutan lainnya dan menyebarkan malaria ke daerah yang semula tidak

terdapat kasus malaria. Umur nyamuk Anopheles dewasa dialam bebas

belum banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 -5

minggu.

Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur

yang diletakkan nyamuk betina diatas permukaan air akan menetas

menjadi larva, melakukan pergantian kulit (sebanyak 4 kali) kemudian

tumbuh menjadi pupa dan menjadi nyamuk dewasa. Waktu yang

dibutuhkan untuk perkembangan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi

antara 2 – 5 minggu tergantung spesies, makanan yang tersedia, suhu dan

kelembaban udara.
22

3. Manusia yang rentan terhadap infeksi malaria

Secara alami penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang

mudah dan ada yang tidak mudah terinfeksi malaria, meskipun gejala

klinisnya ringan. Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis

malaria hingga kini masih menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah

diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah

pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini

terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum mempunyai

kekebalan sehingga rentan terinfeksi.

4. Lingkungan

Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan penyakit

malaria di suatu daerah. Adanya danau, air payau, genangan air di hutan,

persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu

daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria

karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perkembangbiakan

nyamuk vektor malaria.

5. Iklim

Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam

penularan penyakit malaria. Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada

musim kemarau dengan sedikit hujan dibandingkan pada musim hujan.

Pada saat musim kemarau dengan sedikit hujan, genangan air yang

terbentuk merupakan tempat yang ideal sebagai tempat perkembangbiakan

nyamuk vektor malaria. Dengan bertambahnya tempat perkembangbiakan


23

nyamuk, populasi nyamuk vektor malaria juga bertambah sehingga

kemungkinan terjadinya transmisi meningkat (Harijanto P.N, 2000).

D. Cara Penularan Malaria

Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua

macam yaitu :

1. Penularan secara alamiah (natural infection)

Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya

kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis

yang menjadi vector penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara

alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah

terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja

dan menjelang malam hari. Beberapa vector mempunyai waktu puncak

menggigit pada tengah malam dan menjelang pajar. Setelah nyamuk

Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium

seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet

di perut nyamuk yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan

membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk.

Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit

manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam

darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.

Secara sederhana dapat dilihat pada gambar dibawah ini:


24

Gambar 2.4.
Cara penularan malaria secara alamiah (Depkes RI, 2003)

2. Penularan tidak alamiah (not natural infection)

a. Malaria bawaan

Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita

malaria. Penularannya terjadi melalui tali pusat atau plasenta

(transplasental)

b. Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.

c. Secara oral

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung

(P.gallinasium), burung dara (P.relection) dan monyet (P.knowlesi).


25

E. Vektor Malaria

1. Morfologi Nyamuk Anopheles

Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna, selama hidupnya

mengalami 4 fase perkembangan yaitu dari telur berubah menjadi larva,

berubah lagi menjadi pupa, dan terakhir menjadi dewasa. Stadium telur,

larva, dan pupa hidup di dalam air, sedangkan stadium dewasa hidup di

darat dan udara. Karena itu, morfologi nyamuk termasuk Anopheles spp.

dapat dipelajari pada setiap siklus hidupnya.

Gambar 2.5.
Morfologi Larva Anopheles spp.

Berbeda dengan spesies nyamuk lain, telur nyamuk Anopheles

mempunyai pelampung dan diletakkan satu per satu terpisah di permukaan

air. Telur yang baru diletakkan berwarna putih, tetapi sesudah 1-2 jam

berubah menjadi hitam (Hoedojo, 2000 dalam Heni Prasetyowati, dkk,

2013). Telur menetas menjadi larva dengan ciri khas tidak mempunyai

tabung udara (siphon), beberapa ruas abdomen memiliki bulu kipas, pada

beberapa ruas abdomen terdapat tergal plate, adanya utar-utar pada

beberapa ruas abdomen. Pada waktu istirahat larva nyamuk Anopheles

sejajar dengan permukaan air dan bebas berenang di air.


26

Gambar 2.6.
Perbedaan Fase Perkembangan Nyamuk Anopheles
dengan Genera yang Lain.

Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri dari kepala, dada dan perut.

Bagian kepala terdiri dari proboscis, palpi, dan antenna. Bagian dada

terdiri dari scutellum, halter, sayap dan urat-uratnya, sedangkan perut

tersusun atas ruas-ruas abdomen. Sayap Anopheles terdiri dari costa, sub

costa, urat-urat sayap, jumbai. Bagian kaki terdiri dari coxa, femur, tibia,

tarsus. Nyamuk Anopheles dewasa bisa dikenali dari ciri-ciri yang

khasnya yang terdapat pada bagian-bagian tubuhnya.


27

Ciri-ciri khas nyamuk Anopheles dewasa yaitu mempunyai

proboscis dan palpi sama panjang, scutellum berbentuk satu lengkungan

(½ lingkaran), urat sayap bernoda pucat dan gelap, jumbai biasanya

terdapat noda pucat. Pada palpi bergelang pucat atau sama sekali tidak

bergelang. Kaki Anopheles panjang dan langsing. Pada kaki belakang

sering terdapat bintik-bintik (bernoda pucat). Nyamuk betina dewasa

memiliki palpi dan proboscis sama panjang, sedangkan palpi nyamuk

jantan pada bagian ujung berbentuk alat pemukul. Pada saat menggigit

nyamuk Anopheles membentuk sudut 45o-60o. Nyamuk Anopheles lebih

menyukai mengisap darah di luar bangunan (eksofagik) dan istirahat di

dalam bangunan (endofilik) (Depkes, 2007 dalam Heni Prasetyowati, dkk,

2013).

Gambar 2.7.
Morfologi Nyamuk Anopheles Betina Dewasa
28

2. Bionomik Anopheles

Kehidupan pradewasa (telur, larva, pupa) nyamuk Anopheles

berada di air, pemilihan macam tempat genangan air dilakukan secara

genetik oleh seleksi alam yang berbeda antar spesies nyamuk. Larva

nyamuk biasanya berkumpul pada bagian-bagian dimana diperoleh

makanan dan terlindung terutama dari arus air dan predator.

a. Telur

Telur Anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaan air,

biasanya peletakkan dilakukan pada malam hari. Telur berbentuk

seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya

konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebuah

lateral sehingga telur dapat mengapung di permukaan air. Jumlah telur

yang dikeluarkan oleh nyamuk betina Anopheles bervariasi, biasanya

antara 100-150 butir (Santoso, 2002 dalam Heni Prasetyowati, dkk,

2013). Telur Anopheles tidak dapat bertahan lama di bawah

permukaan air, dan akan gagal menetas bila di bawah permukaan air

dalam waktu lama (melebihi 92 jam). Suhu optimal bagi telur

Anopheles adalah 28°C-36°C. Suhu di bawah 20°C dan di atas 40°C

adalah suhu yang tidak menguntungkan bagi perkembangan telur

(Santoso, 2002 dalam Heni Prasetyowati, dkk, 2013).


29

Gambar 2.8.
Telur Anopheles dengan Pelampung di Kedua Sisinya

b. Larva

Larva nyamuk mempunyai 4 bentuk (instar) pertumbuhan yang

masing-masing instar mempunyai ukuran dan bulu yang berbeda

(Santoso, 2002 dalam Heni Prasetyowati, dkk, 2013). Stadium larva

Anopheles yang di tempat perindukan tampak mengapung sejajar

dengan permukaan air dengan spirakel selalu kontak dengan udara

luar. Sekali-sekali larva Anopheles mengadakan gerakan-gerakan turun

ke dalam/bawah air untuk menghindari predator/musuh alaminya, atau

karena adanya rangsangan di permukaan seperti gerakan-gerakan dan

lain-lain. Untuk perkembangan hidupnya, larva nyamuk memerlukan

kondisi lingkungan yang mengandung makanan antara lain

mikroorganisme terutama bakteri, ragi dan protozoa yang cukup kecil

sehingga dapat dengan mudah masuk mulutnya (Santoso, 2002 dalam

Heni Prasetyowati, dkk, 2013).


30

Gambar 2.9.
Larva Anopheles

Tanaman air tidak hanya menggambarkan sifat fisik atau

genangan air, tetapi juga menggambarkan susunan kimia dan suhu air.

Dengan demikian, keberadaan berbagai jenis tanaman air dapat

dijadikan indikator keberadaan larva nyamuk spesies tertentu.

Penyebaran larva pada tempat-tempat perindukan tidaklah merata.

Pada tempat- tempat perindukan yang kecil larva akan selalu

berkumpul didaerah pinggir atau sekitar benda-benda yang terapung di

air atau tanaman air (Depkes 2004 dalam Heni Prasetyowati, dkk,

2013).
31

c. Pupa

Stadium pupa merupakan masa tenang, umumnya tidak aktif

tapi dapat juga melakukan gerakan-gerakan yang aktif. Apabila sedang

tidak aktif, pupa berada mengapung di permukaan air. Kemampuannya

mengapung disebabkan adanya ruang udara yang cukup besar di sisi

bawah sefalotoraks.

Pupa tidak menggunakan rambut dan kait untuk melekat pada

permukaan air, tetapi dengan bantuan dua terompet yang cukup besar

yang berfungsi sebagai spirakel dan dua rambut panjang stellate yang

berada pada segmen satu abdomen (Santoso, 2002 dalam Heni

Prasetyowati, dkk, 2013). Pupa mempunyai tabung pernapasan

(respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek dan digunakan

untuk pengambilan O2 dari udara (Gandahusada, 1998 dalam Heni

Prasetyowati, dkk, 2013). Perubahan dari pupa menjadi dewasa

biasanya antara 24 jam sampai dengan 48 jam tergantung pada kondisi

lingkungan terutama suhu (Santoso, 2002 dalam Heni Prasetyowati,

dkk, 2013).

Gambar 2.10.
Pupa Anopheles
32

d. Nyamuk Dewasa

Pada stadium dewasa, palpus nyamuk jantan dan betina

mempunyai panjang hampir sama dengan panjang palpus bagian

apikal berbentuk gada (club form), sedangkan pada nyamuk betina

ruas tersebut mengecil. Sayap pada bagian pinggir (costa dan vena)

ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran

belang-belang hitam dan putih. Di samping itu, bagian ujung sisik

sayap membentuk lengkung (tumpul). Bagian posterior abdomen tidak

seruncing nyamuk Aedes dan juga tidak setumpul nyamuk Mansonia,

tetapi sedikit melancip (Gandahusada, 1998 dalam Heni Prasetyowati,

dkk, 2013).

Nyamuk Anopheles terutama hidup di dearah tropik dan

subtropik, namun bisa juga hidup di daerah beriklim sedang dan

bahkan di Arktika. Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian lebih

dari 2000-2500m, sebagian besar hidup di dataran rendah.

Gambar 2.11.
Perbedaan Anopheles Jantan dan Betina
33

Daerah yang disenangi nyamuk yang tersedia tempat

beristirahat, adanya hospes yang disukai dan tempat untuk

berkembangbiak. Setiap nyamuk pada waktu beraktivitas akan

melakukan orientasi terhadap habitatnya untuk mengetahui keadaan-

keadaan yang disenangi untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya, dan

akan berkumpul pada tempat yang disenanginya.

Pergerakan populasi nyamuk pada berbagai bagian habitatnya

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, kelembaban, daya tarik

hospes, daya tarik terhadap tempat berkembangbiak dan tempat

istirahat. Suhu dan kelembaban yang tidak baik serta tidak tersedianya

sumber darah menyebabkan nyamuk berpindah tempat untuk mencari

yang lebih cocok sebagai tempat berkembangbiak.

Nyamuk Anopheles betina umumnya hanya satu kali kawin

dalam hidupnya. Untuk proses perkembangan telurnya, nyamuk

memerlukan darah dengan frekuensi kebutuhan tergantung pada

spesiesnya serta dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara.

Nyamuk jantan tidak memerlukan darah. Di daerah iklim tropis, siklus

pematangan telur (gonotropic) umumnya berlangsung 48-96 jam.

Nyamuk Anopheles pada umumnya mencari darah (menggigit)

pada malam hari, mulai senja hingga pagi. Nyamuk akan terbang

berkeliling sampai menemukan hospes yang cocok. Berdasarkan

kesukaan menggigit untuk mengisap darah pada berbagai hospes,

nyamuk dibedakan menjadi antropofilik jika nyamuk lebih suka


34

mengisap darah manusia, zoofilik jika nyamuk lebih suka mengisap

darah binatang, dan indiscriminate endofagik biter jika nyamuk

mengisap darah tanpa kesukaan tertentu terhadap hospes (tidak

spesifik). Berdasarkan tempat menggigitnya nyamuk dikatakan

eksofagik apabila nyamuk lebih banyak menggigit di luar rumah.

Tetapi nyamuk yang bersifat eksofagik bisa saja menjadi endofagik

jika ada hospes yang cocok di dalam rumah. Bila hospes yang disukai

tidak ada, nyamuk akan mengisap darah dari hospes lain yang tersedia.

Orientasi terhadap hospes diakibatkan adanya bau spesifik dari hospes,

suhu dan kelembaban yang dapat dideteksi dari jarak yang cukup jauh.

Nyamuk Anopheles mempunyai dua cara istirahat yaitu

istirahat sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan

telur, dan istirahat sementara pada waktu sebelum dan sesudah mencari

darah. Nyamuk mempunyai perilaku istirahat berbeda-beda, An.

aconitus lebih banyak beristirahat di tempat dekat tanah, sedangkan

An. sundaicus beristirahat ditempat yang lebih tinggi (Depkes, 1999;

Warrel dan Gilles, 2002 dalam Heni Prasetyowati, dkk, 2013). Pada

waktu malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah untuk mengisap

darah lalu keluar, ada pula yang terlebih dahulu istirahat hinggap di

dinding untuk istirahat sebelum atau sesudah mengisap darah.

Beberapa Anopheles spp. memiliki kepadatan populasi yang

berbeda-beda. Kepadatan populasi nyamuk An. aconitus sangat

dipengaruhi oleh musim tanam padi. Larvanya mulai ditemukan di


35

sawah kira-kira pada waktu padi berumur 2-3 minggu setelah tanam

dan paling banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga

sampai menjelang panen. Di daerah yang musim tanamnya tidak

serempak dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi pada berbagai

umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua

puncak kepadatan yang terjadi sekitar Bulan Februari-April dan sekitar

Bulan Juli- Agustus (Barodji, 1987 dalam Saputra, 2001 dalam Heni

Prasetyowati, dkk, 2013).

Kepadatan larva nyamuk An. balabacencis bias ditemukan

pada musim penghujan maupun kemarau. Larva An. balabacencis

ditemukan di genangan air yang berasal dari mata air, seperti

penampungan air yang dibuat untuk mengairi kolam, untuk merendam

bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki kerbau dan kebun salak.

Puncak kepadatan An. maculatus dipengaruhi oleh musim.

Pada musim kemarau kepadatan meningkat, hal ini disebabkan banyak

terbentuk tempat perindukan berupa genangan air di pinggir sungai

dengan aliran lambat atau tergenang. Perkembangbiakan nyamuk An.

Maculates cenderung menurun bila aliran sungai menjadi deras

(flushing) yang tidak memungkinkan adanya genangan di pinggir

sungai sebagai tempat perindukan (Saputra, 2001 dalam Heni

Prasetyowati, dkk, 2013).


36

F. Pengobatan Malaria

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal dengan

membunuh semua stadium parasit yang ada dalam tubuh manusia. Adapun

tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan

parasitologik serta memutuskan rantai penularan (Depkes RI, 2009).

Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan resistensi

parasit terhadap klorokuin. Untuk suatu serangan malaria falciparum akut

dengan parasit yang resisten terhadap klorokuin, bisa diberikan kuinin atau

kuinidin secara intravena. Pada malaria lainnya jarang terjadi resistensi

terhadap klorokuin, karena itu biasanya diberikan klorokuin dan primakuin

(Mahdiana, 2010).

Malaria dapat diobati dengan obat-obatan yang memerlukan resep

dokter, mulai dari Kinine, Klorokuin, Sulfadoxin, sampai Clindamycin. Jenis

obat dan lama waktu pengobatan tergantung dari status kekebalan penderita,

status gizi, jenis malaria yang di derita, usia pasien, dan seberapa parah

penyakit tersebut pada saat mulai diobati. Turut diperhatikan juga resistensi

terhadap pengobatan malaria seperti klorokuin atau kina (Tapan, 2004).

Yang termasuk obat-obat anti malaria adalah Amodiakuin, Artesunate,

Primakuin, Kina, Artemer, Dihydroartemisinin (DHA), Piperaquin,

Atovaquone, Progunil, Klorokuin (Depkes RI, 2009).


37

G. Pencegahan Malaria

Pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi gigitan nyamuk malaria

adalah:

1. Menghindari gigitan nyamuk malaria

a. Kebiasaan menggunakan kelambu

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan

kelambu secara teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi

kejadian malaria. Penduduk yang tidak menggunakan kelambu

mempunyai resiko 6,44 kali terkena malaria .

Kelambu membantu menjaga nyamuk menjauh dari orang-

orang dan sangat mengurangi infeksi dan penularan malaria. Jaring

bukan penghalang sempurna dan mereka sering diperlakukan dengan

insektisida untuk membunuh nyamuk yang dirancang sebelum

memiliki waktu untuk mencari cara melewati net. Jaring insektisida

(ITN) diperkirakan akan dua kali lebih efektif sebagai jaring tidak

diobati.

Distribusi kelambu diresapi dengan insektisida seperti

permetrin atau deltametrin telah terbukti menjadi metode yang sangat

efektif pencegahan malaria, dan juga salah satu metode yang paling

hemat biaya pencegahan. ITN telah terbukti menjadi metode

pencegahan paling efektif-biaya terhadap malaria dan merupakan

bagian dari WHO Millenium Development Goals (MDGs).


38

b. Kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk

Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot,

obat poles atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak

dengan nyamuk (Depkes RI, 1992).

Menurut Depkes RI (1999) bahwa zat penolak nyamuk

repellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan status sosial

masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.

c. Memasang kawat kasa

Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria,

terutama yang berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk

ke dalam rumah adalah ventilasi yang tidak di pasang kawat kasa dapat

mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Langit-langit atau

pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari

kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang

masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya

langitlangit pada semua atau sebagian ruangan rumah. Kualitas

dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman

bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5

mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah.

Mereka yang tinggal di daerah endemis malaria, sebaiknya

memasang kawat nyamuk di jendela dan ventilasi rumah dengan

jumlah lubang pada kawat yang optimal 14-16 per inci (2,5 cm).
39

2. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria

a. Kebersihan lingkungan

Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria

adalah jarak rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang

disenangi nyamuk Anopheless seperti adanya semak yang rimbun akan

menghalangi sinar matahari menembus permukaan tanah, sehingga

adanya semak-semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh

serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang

disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk

pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi

nyamuk, dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga

jumlah populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani dkk,

2008).

Masyarakat atau keluarga di daerah endemis malaria, yaitu

daerah yang seringkali terjangkit penyakit malaria juga sangat perlu

menjaga kebersihan lingkungan.

H. Pengendalian Penyakit Malaria

Tujuan pengendalian malaria di daerah-daerah yang endemik malaria

adalah menurunkan serendah-rendahnya dampak malaria terhadap kesehatan

masyarakat dengan menggunakan semua sumber daya yang tersedia. Tujuan

pengendalian malaria tidak untuk mengeliminasi malaria secara total karena

kalau demikian akan melakukan program eradikasi.


40

Pengendalian nyamuk secara kimia dapat dilakukan dengan

menggunakan insektisida, yaitu penyemprotan dalam rumah dan di sekitar

rumah untuk membunuh nyamuk dewasa atau membunuh jentik-jentik

nyamuk dengan larvasida (Sembel, 2009).

Aktivitas-aktivitas utama yang dapat dilakukan untuk intervensi

pengendalian malaria antara lain adalah pendidikan kesehatan terhadap

komunitas untuk diberi informasi tentang apa yang harus dibuat untuk

mencegah dan mengobati malaria (Sembel, 2009).

Penanggulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan

rantai penularan antara Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai

penularan ini harus ditujukan kepada sasaran yang tepat, yaitu:

1. Pemberantasan Vektor

Penanggulangan vector dilakukan dengan cara membunuh nyamuk

dewasa (penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya

nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam

tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus

(Depkes RI, 2003).

Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau

menghilangkan tempat-tempat perindukan, sehingga perkembangan

jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan berpengaruh terhadap

terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003).


41

Penangulangan vector dapat dilakukan dengan memanfaatkan ikan

pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan,

ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber protein bagi masyarakat.

Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai

pengendali vektor telah dilakukan. Ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi

diberbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut.

2. Pengendalian Vektor

Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan

pertimbangan, Rasioanal, Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable

yang sering disingkat RESSA yaitu:

a. Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan

memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya

memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan :

desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan

PR > 3%.

b. Effective : Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian

vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode

tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan

penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan Laporan

masyarakat.

c. Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus

dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat


42

penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus dapat

dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara

lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.

d. Acceptable : Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung

oleh masyarakat setempat (Depkes RI, 2005).

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor

adalah sebagai berikut:

a. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan

yang ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau

kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.

b. Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara

kimiawi, kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang memiliki banyak

tempat perindukan yang potensial (Breeding Pleaces). Yang dimaksud

dengan tempat perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang

permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran

dengan aliran air yang lambat.

c. Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati

(pengendalian dengan ikan pemakan jentik), dilakukan pada desadesa

di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat perindukan vektor

potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air,

anak sungai, saluran air persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air

payau, dll.
43

d. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan

yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan

modifikasi dan manipulasi faktor lingkungan dan interaksinya dengan

manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan vector dan

mengurangi kontak antara manusia dan Vektor (Depkes RI, 2005).

e. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara

kimiawi yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah

pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan insektisida

permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.

I. Gejala Klinis Malaria dan Masa Inkubasi

Keluhan dan tanda klinis, merupakan petunjuk yang penting dalam

diagnosa malaria. Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain Plasmodium,

imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya

infeksi sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai waktu inkubasi,

sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam

darah disebut periode prepaten (Harijanto P.N, 2000).

1. Gejala Klinis

Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias

malaria), yaitu:

a. Periode dingin. Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering,

penderita sering membungkus diri dengan selimut dan pada saat

menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, pucat
44

sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15

menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

b. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi

cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400°C atau lebih

respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan

syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam

atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.

c. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai

basah, temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita

bangun akan merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti

biasa.

Di daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi, sering kali

orang dewasa tidak menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya

mengandung parasit malaria. Hal ini merupakan imunitas yang terjadi

akibat infeksi yang berulang-ulang. Limpa penderita biasanya membesar

pada serangan pertama yang berat/ setelah beberapa kali serangan dalam

waktu yang lama. Bila dilakukan pengobatan secara baik maka limpa akan

berangsur-berangsur mengecil.

Keluhan pertama malaria adalah demam, menggigil, dan dapat

disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

Untuk penderita tersangka malaria berat, dapat disertai satu atau lebih

gejala berikut: gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, kejang-kejang,

panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning, perdarahan di hidung, gusi
45

atau saluran pencernaan, nafas cepat, muntah terus-menerus, tidak dapat

makan minum, warna air seni seperti the tua sampai kehitaman serta

jumlah air seni kurang sampai tidak ada (Depkes RI, 2003).

2. Masa Inkubasi

Masa inkubasi dapat terjadi pada:

a. Masa inkubasi pada manusia (intrinsik)

Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing Plasmodium.

Masa inkubasi pada inokulasi darah lebih pendek dari infeksi

sporozoid. Secara umum masa inkubasi Plasmodium falsiparum adalah

9 sampai 14 hari, Plasmodium vivax adalah 12 sampai 17 hari,

Plasmodium ovale adalah 16 sampai 18 hari, sedangkan Plasmodium

malariae bisa 18 sampai 40 hari. Infeksi melalui transfusi darah, masa

inkubasinya tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya

bisa sampai kira-kira 2 bulan.

b. Masa inkubasi pada nyamuk (ekstrinsik)

Setelah darah masuk kedalam usus nyamuk maka protein

eritrosit akan dicerna oeleh enzim tripsin kemudian oleh enzim

aminopeptidase dan selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan

komponen karbohidrat akan dicerna oleh glikosidase. Gametosit yang

matang dalam darah akan segera keluar dari eritrosit selanjutnya akan

mengalami proses pematangan dalam usus nyamuk untuk menjadi

gamet (melalui fase gametogenesis). Adapun masa inkubasi atau

lamanya stadium sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax 8-


46

10 hari, Plasmodium palsifarum 9-10 hari, Plasmodium ovale 12-14

hari dan Plasmodium malariae 14-16 hari (Depkes RI, 2003).

J. Jenis Malaria

1. Malaria Falsiparum Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala

demam timbul intermiten dan dapat kontinyu. Jenis Malaria ini paling

sering menjadi Malaria berat yang menyebabkan kematian.

2. Malaria Vivaks Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam

berulang dengan interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus

Malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium vivax.

3. Malaria Ovale Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis

biasanya bersifat ringan. Pola demam seperti pada Malaria vivaks.

4. Malaria Malariae Disebabkan oleh Plasmodium Malariae. Gejala demam

berulang dengan interval bebas demam 3 hari.

5. Malaria Knowlesi Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam

menyerupai Malaria falsiparum (Kemenkes RI, 2017).

K. Gejala Malaria

Gejala demam tergantung jenis Malaria. Sifat demam akut

(paroksismal) yang didahului oleh stadium dingin (menggigil) diikuti demam

tinggi kemudian berkeringat banyak. Gejala klasik ini biasanya ditemukan

pada penderita non imun (berasal dari daerah non endemis). Selain gejala

klasik di atas, dapat ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah,
47

diare, pegal-pegal, dan nyeri otot. Gejala tersebut biasanya terdapat pada

orang-orang yang tinggal di daerah endemis (imun) (Kemenkes RI, 2017).

L. Bahaya Malaria

1. Jika tidak ditangani segera dapat menjadi Malaria berat yang

menyebabkan kematian.

2. Malaria dapat menyebabkan anemia yang mengakibatkan penurunan

kualitas sumber daya manusia.

3. Malaria pada wanita hamil jika tidak diobati dapat menyebabkan

keguguran, lahir kurang bulan (prematur) dan berat badan lahir rendah

(BBLR) serta lahir mati (Kemenkes RI, 2017).

M. Perilaku Masyarakat

1. Batasan Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau akitivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut

pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,

binatang sampai dengan, manusia itu berperilaku, karena mereka

mempunyai akitivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan

perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau akitivitas dari

manusia itu sendiri yang mempunyai bentengan yang sangat luas antara

lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
48

dimaksud dengan perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2007).

Skiner (1938) seorang ahli psikologim merumuskan bahwa

perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organism tersebut

merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus

Organisme Respons. (Dalam Notoatmodjo, 2007), Skinner membedakan

adanya dua respons.

a. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini

disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons

yang relatif tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan

keinginan untuk makan, cahaya terang yang menyebabkan mata

tertutup, dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup

perilaku emosional, misalnya yang mendengar berita musibah menjadi

sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraanya dengan

mengadakan pesta dan sebagainya.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul

dan berkembang kemudian diikiuti oleh stimulus atau perangsang

tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce,

karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas


49

kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap

uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan

dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan

lebih baik lagi melaksanakan tugasnya.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku

dapat dibedakan menjadi dua

a. Perilaku tertutup (cover behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahun/kesadaran, dan sikap

yang rejadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum

dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut

cover behavior atau unobservable behavior, misalnya seorang ibu

hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa

HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang dalam bentuk stimulus dalam bentuk

tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah

jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan

mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu

disebut overt behavior, tindakan nyata atau praktik (practice) misal,

seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke


50

puskesmas untuk diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara

teratur, dan sebagainya.

Seperti telah disebutkan di atas, sebagian besar perilaku

manusia adalah operant response. Oleh sebab itu, untuk membentuk

jenis respons atau perilaku diciptakan adanya suatu kondisi tertentu

yang disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku

dalam operant conditioning menurut Skiner adalah sebagai berikut.

1) Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat

atau reinforce berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku

yang akan dibentuk.

2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen

kecil yang akan membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian

komponenkomponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat

untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.

3) Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan

sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-

masing komponen tersebut.

4) Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan

komponen yang telah disusun. Apabila komponen pertama telah

dilakukan, maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan

komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering

di lakukan.
51

5) Kalau ini sudah terbentuk maka dilakukan komponen (perilaku)

yang kedua yang kemudian di beri hadiah (komponen pertama

tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-ulang sampai

komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan

komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh

perilaku yang diharapkan terbentuk.

2. Perilaku Kesehatan

Sejalan dengan pembatasan perilaku menurut Skiner tersebut maka

perilaku kesehatan (Health Behavior) adalah respon seseorang terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan

factor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti

lingkungan makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan

perkataan lain pelayanan kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan

seseorang baik yang dapat diamati (Observable) maupun yang tidak dapat

diamati (Unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah

atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain,

meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau

terkena masalah kesehatan. (Notoatmodjo, 2010).


52

Oleh sebab itu, perilaku kesehatan pada garis besarnya

dikelompokkan menjadi dua, (Notoatmodjo, 2010) yakni:

a. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat

Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior), yang

mencakup perilaku-perilaku (overt dan covert behavior) dalam

mencegah atu menghindari dari penyakit dan penyebab

penyakit/masalah, atau penyebab masalah kesehatan (perilaku

preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan

(perilaku promotif). Contoh : makan dengan gizi seimbang, olahraga

teratur, tidak merokok dan meminum-minuman keras, menghindari

gigitan nyamuk, menggosok gigi setelah makan, cuci tangan pakai

sabun sebelum makan, dan sebagainya.

b. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk

memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya.

Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health

seeking behavior). Perilaku ini mencakup tinadakan-tindakan yang

diambil seseorang atau anaknya bila sakit atau terkena masalah

kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau terlepas dari masalah

kesehatan yang dideritanya. Tempat pencarian kesembuhan ini adalah

tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan, baik fasilitas atau pelayanan

kesehatan tradisional (dukun, sinshe, paranormal), maupun pengobatan

modern atau professional (rumah dsakit, puskesmas, poliklinik dan

sebagainya).
53

Becker (1979) membuat klasifikas lain tentang perilaku kesehatan,

dan membedakannya menjadi tiga, (Dalam Notoatmodjo, 2010) yaitu:

a. Perilaku Sehat

Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan

yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan

kesehatan, antara alin:

1) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet).

2) Kegiatan fisik secara teratur dan cukup.

3) Tidak merokok dan meminum-minuman keras serta menggunakan

narkoba.

4) Istirahat yang cukup.

5) Pengendalian atau manajemen stress.

6) Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.

b. Perilaku Sakit (Illness behavior)

Perilaku sakit adalah berakaitan dengan tindakan atau kegiatan

seseorang yang sakit dan/atau terkena masalah kesehatan pada dirinya

atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi

masalah kesehatan yang lainnya. Pada saat orang sakit atau anaknya

sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara lain:

1) Didiamkan saja (no action)

2) Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self

treatment atau self medication).


54

3) Mencari penyembuhan atau pengobatn keluar yakni ke fasilitas

pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi 2, yakni :

Tradisional dan pelayanan kesehatan modern atau professional.

c. Perilaku Peran Orang Sakit

Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran

(roles), yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai

orang sakit (obligation). Menurut Becker, hak dan kewajiban orang

yang sedang sakit adalh merupakan perilaku peran orang sakit (the sick

role behavior). Perilaku peran orang sakit ini antara lain:

1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

2) Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang

tepat untuk memperoleh kesembuhan.

3) Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi

nasihatnasihat dokter atau perwat untuk mempercepat

kesembuhannya.

4) Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses

penyembuhannya.

5) Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan

sebagainya.
55

3. Domain Perilaku

Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (convert),

dan perilaku terbuka (overt) seperti telah diuraikan sebelumnya, tetapi

sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang

bersangkutan. Dengan perkataan lain, perilaku adalah keseluiruhan

(totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil

bersama antara factor internal dan eksternal. Perilaku seseorang adalah

sangat kompleks, dan mempunyai bentangn yang sangat luas. Benyamin

Bloom (1998) seorang ahli psikologi peendidikan, membedakan adanya 3

area wilayah, ranah atau dominan perilaku ini, yakni koginitif (cognitive),

afektif (affective), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor) atau peri cipta,

peri rasa, dan peri tindak.

Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian

dominan oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis,

dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku sebagai berikut:

a. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil

tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimiliki (mata,

hidung, telinga dan sebagainya).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas

atau tingkat yang berbeda. Secara garis besar dibaginya dalam 6

tingkat pengetahuan, yaitu:


56

1) Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori

yang telah ada sebelumnya mengemati sesuatu. Misalnya : tahu

bahwa tomat yang mengandung vitamin C, jamban adalah tempat

membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh

gigitan nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui

atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menguasai

pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa tandatanda anak yang kurang

gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagimana cara melakukan PSN

(pemberantasan sarang nyamuk). Dan sebagainya.

2) Memahami (comperehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut

harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara

pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan sekedar

menyebutkan 3 M (mengubur,menutup, dan menguras), tetapi

harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras dan

sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami

onjek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan

prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya,


57

seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus

dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat ia

bekerja atau dimana saja. Orang yang telah paham metodologi

penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian di mana

saja, dan seterusnya.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau

objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu

sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut

telazh dapat membedakan, atau memisahkan, mengolompokkan,

membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek

tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes

Agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (floe chart)

siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk merangkum

atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-

komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau

meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal


58

yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan

tentang artikel yang telah dibaca.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang

anak menderita malnutrisi atau tidak seseorang dapat menilai

manfaat ikut keluarga dan berencana, dan sebagainya.

b. Sikap (Attitude)

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus

atau objek tertentu, yang sudah melibatkan factor pendapat dan emosi

yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-

tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefenisikan sangat

sederhana, yakni; “An individual’s attitude is syndrome of response

consistency with regard to object”. Jadi jelas, disini dikatakan bahwa

sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons

stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosia menyatakan

bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan

bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi


59

sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan

tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi

(tertutup).

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempuyai tingkat-

tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seorang atau subjek mau

menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap

seseorang terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui

atau diukur dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan

tentang ante natal care dilingkungannya.

2) Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau

tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

Misalnya, seorang ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal care

ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia

menjawab atau menaggapinya.

3) Menghargai (valuing)

Mengharagai diartikan subjek, atau seseorang memberikan

nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya

dengan orang lain dan bahkan mengajak atau memoengaruhi atau

mengajurkan orang lain merespons.


60

4) Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung

jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah

mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus

berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan

atau adanya risiko lain.

c. Tindakan atau Praktik (Practice)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah

kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud

dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu factor lain,

yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Seorang

ibu hamil sudah tahu bahwa periksa hamil itu penting untuk

kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa

hamil. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan

bidan, Posyandu, atau Puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau

fasilitas tersebut mudah dicapainya. Apabila tidak, kemungkinan ibu

tersebut tidak akan memeriksakan kehamilannya.

Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan

menurut kualitasnya, yaitu:

1) Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu

tetapi masih bergantung pada tuntunan atau menggunakan

panduan.
61

2) Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau

mempraktikan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik

atau tindakan medis.

3) Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah

berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas

atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau

tindakan atau perilaku yang berkualitas.

4. Pengukuran Dan Indikator Perilaku Kesehatan

Seperti telah diuraikan sebelumnya , bahwa perilaku mencakup 3

dominan, yakni: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) , dan tindakan

atau praktik (practice). Oleh sebab itu,mengukur perilaku dan

perbahannya, khususnya perilaku kesehatan juga mengacu kepada 3

domain tersebut, secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pengetahuan kesehatan (health knowledge)

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang

diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan.

Pengetahuan tentang cara-cara memeliharanya kesehatan ini meliputi:

1) Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis

penyakit dan tanda-tandanya atau gejala peyebabnya, cara

penularannya, cara pencegahannya cara mengatasi atau menangani

sementara).
62

2) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau

mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air

bersih, pembuanga air limbah, pembuangan kotoran manusia,

pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan

sebagainya.

3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang

profesional maupun yang tradisional.

4) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan

rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat

umum.

5) Dan seterusnya.

Oleh sebab itu, untuk mengukur pengetahuan kesehatan

seperti tersebut diatas, adalah dengan mengajukkan pertanyaan-

pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-

pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan

adalah “tingginya pengetahuan” responden tentang kesehatan, atau

besarnya presentase kelompok responden atau masyarakat tentang

variabel-variabel atau komponen-komponen kesehatan. Misalnya,

berapa % sesponden atau masyarakat yang tahu tentang cara-cara

mencegah penyakit demam berdarah, atau berapa % masyarakat

atau responden yang mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang

ASI esklusif, dan sebagainya.


63

b. Sikap terhadap kesehatan (health attitudeI)

Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang

terhadap hal-hal yang berkualitas dengan pemeliharaan kesehatan,

yang mencakup sekurang-kurangnya 4 variabel, yaitu:

1) Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit

dan tanda tanda-tanda atau gejalanya, penyebabnya cara

penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau

menaganinya sementara).

2) Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi

kesehatan, antara lain: gizi makanan, sarana air bersih,

pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia,

pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara dan

sebagainya.

3) Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang professional

maupun tradisional.

4) Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan rumah

tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan di tempat-

tempat umum.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun

tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau

objek yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana pendapat responden

tentang imunisasi pada anak balita, bagaimana responden tentang


64

keluarga berencana, dan sebagainya. Pertanyaan secara langsung juga

dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan

mennggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadapa pertanyaan-

pertanyaan terhadap objek tertentu, dengan menggunakan skala

Lickert. Misalnya: Beri pendapat anda tentang pertanyaan-pertanyaan

di bawah ini dengan memberikan penilaian sebagai berikut:

1) bila sangat tidak setuju

2) bila tidak setuju

3) bila biasa saja

4) bila setuju Bi

5) la sangat setuju

Contoh:

1) Demam berdarah adalah penyakit yang sangat berbahaya

2) Anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan kematian ibu

3) Penderita HIV/AIDS tidak perlu dikucilkan atau diisolasi, dan

sebagainya.

Sikap juga dapat diukur dari pertanyaan-pertanyaan secara tidak

langsung, misalnya :

1) Apabila anda diundang untuk mendengarkan ceramah tentang

Napza, apakah anda mau hadir?

2) Seandaianya akan dibangun Polindes di desa ini, apakah anda mau

membantu dana? Dan sebagainya.


65

c. Praktik Kesehatan (health practice)

Praktik kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah

semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangaka memelihara

kesehatan. Tindakan atau praktik kesehatan ini juga meliputi 4 faktor

seperti pengetauan dan sikap kesehatan tersebut di atas, yaitu:

1) Tindakan atau praktik sehubungan dengan pencegahan penyakit

menular dan tidak menular dan praktik tentang mengatasi atau

menangani sementara penyakit yang diderita.

2) Tindakan atau praktik sehubungan dengan gizi makanan, sarana air

bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia,

pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan

sebagainya.

3) Tindakan atau praktik sehubungan dengan penggunaan (utilisasi)

fasilitas pelayanan kesehatan.

4) Tindakan atau praktik untuk menghindari kecelakaan baik

kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan

kecelakaan di tempat-tempat umum.

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan

melalui dua cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung.

Pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara langsung, yakni

dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan subjek

dalam rangka memelihara kesehatannya, misalnya: dimana responden


66

membuang air besar, makanan yang disajikan ibu dalam keluarga

untuk mengamati praktik gizi, dan sebagainya.

Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode

mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-

pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan

berhubungan dengan kesehatan.

Contoh: untuk mengetahui perilaku gizi ibu terhadap anak

balitanya, dengan menanyakan makanan apa saja yang diberikan

kepada anaknya selama 24 jam terakhir. Untuk mengetahui perilaku

ante natal care, dapat menanyakan apakah pada kehamilan terakhir

melakukan periksa hamil, berapa kali, dimana, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010).

N. Perilaku Masyarakat Terhadap malaria

Sebagaimana kita ketahui bersama masyarakat Indonesia terdiri dari

banyak suku bangsa yang mempunyai latar belakang budaya yang beraneka

ragam. Lingkungan budaya tersebut sangat mempengaruhi tingkah laku

manusia yang memilki budaya tersebut, sehingga dengan keanekaragaman

budaya menimbulkan, variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal,

termasuk dalam perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Factor inilah yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Tradisi dalam

mastyarakat yang berpengaruh negative terhadap kesehatan masyarakat serta

beberapa sikap yang sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat khususnya


67

penyakit malaria. Seperti kebiasaan masyarakat bepergian jauh apalagi pergi

ke tempat yang endemis malaria, kebiasaan masyarakat keluar malam,

kebiasaan masyarakat yang tidak mau menggunakan obat anti nyamuk serta

berbagai macam sikap dan kebiasaan masyarakat yang mempengaruhi

terjadinya malaria.

Menurut Hendrik L. Blum factor perilaku adalah salah satu yang

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Factor perilaku pula penyebab

timbulnya berbagai penyakit menular termasuk penyakit malaria.

Pengetahauan masyarakat tentang kesehatan terutama malaria sangat minim

sehingga cara masyarakat dalam menyikapi masalah kesehatan khususnya

malaria masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian masyarakat

belum mengetahui tempat-tempat perindukan dari malaria, bahkan masyarakat

pun belum mengetahui waktu atau jamnya nyamuk Anopheles menggigit.

Sehingga masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mencegah malaria.

Sebagian masyarkat ada yang sudah menyadari akan bahayanya

penyakit menular terutama malaria akan tetapi tidak ada tindakan atau

perlakuan yang mereka lakukan untuk bagaimana supaya terhindar dari

penyakit malaria. Sehingga masih banyak terjadi masalah-masalah kesehatan

di lingkungan masyarakat terutama penyakit malaria.


68

Praktik atau perilaku masyarakat ataupun keluarga terhadap upaya

mengurangi gigitan nyamuk malaria adalah :

1. Kebiasaan menggunakan kelambu

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu

secara teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria.

Penduduk yang tidak menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali

terkena malaria.

2. Kebiasaan memakai obat anti nyamuk

Menurut Depkes RI (1992) Untuk menghindari gigitan nyamuk

digunakan obat semprot, obat poles, atau obat nyamuk bakar sehingga

memperkecil kontak dengan nyamuk. (Dalam Mobonggi, 2011)

3. Tidak membiasakan berada di luar rumah pada malam hari

Nyamuk penular malaria mempunyai keaktifan menngigit pada

malam hari. Nyamuk Anopheles paling aktif mencari darah pada pukul

21.00-03.00. Menurut kebiasaan penduduk berada di luar rumah pada

malam hari antara pukul 21.00-22.00 menghisap darag jam tersebut sangat

tinggi. Sehingga harus menghindari kebiasaan berada di luar rumah pada

malam hari.
69

O. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen/
Variabel Dependen/Terikat
Bebas

Perilaku Masyarakat
1. Pengetahuan Masyarakat
tentang Malaria
2. Sikap Masyarakat Penyakit Malaria
terhadap Malaria
3. Tindakan Masyarakat
terhadap Malaria

Gambar 2.12.
Skema Kerangka Konsep
70

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif, untuk

menggambarkan perilaku masyarakat meliputi pengetahuan, sikap dan

tindakan tentang malaria.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ongulara Kecamatan Banawa

Selatan Kabupaten Donggala.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret sampai dengan April 2019.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga (KK)

yang berada di Desa Ongulara yang berjumlah 827 jiwa.

2. Sampel

Jumlah sampel penelitian ditentukan berdasarkan rumus yang

dikutip dari Notoatmodjo (1993) sebagai berikut : (Rumus Penentuan

Besar Sampel untuk Penelitian Survei).


71

N
n=
1+ N (d 2)

827
n=
1=827 ¿ ¿

827
n=
9.27

n=89,21 jiwa atau 89 jiwa

n = Besarnya sampel

N = Besarnya populasi

d = Tingkat kepercayaan (0,1)

Dari perhitungan rumus di atas diperoleh besar sampel sebanyak

89 jiwa untuk Desa Ongulara.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara:

a. Wawancara

Dilakukan dengan kunjungan ke rumah responden dengan

menggunakan kuesioner dan metode wawancara.

b. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan terhadap masyarakat dan

lingkungan rumah.
72

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Donggala dan Puskesmas, dan registrasi Desa serta literatur yang relevan

dengan penelitian.

E. Definisi Operasional

1. Perilaku adalah pengetahuan, sikap dan tindakan tentang penyakit malaria.

2. Pengetahuan adalah hal-hal yang menyangkut pengetahuan responden

tentang penyakit malaria yang terdiri dari pengertian, penyebab, cara

penularan dan cara penanggulangan.

3. Sikap adalah tanggapan responden terhadap penyakit malaria yaitu sangat

setuju, setuju, kurang setuju dan tidak setuju.

4. Tindakan adalah perbuatan nyata responden terhadap penyakit malaria.

5. Penyakit malaria adalah penyakit dengan tanda/gejala demam, menggigil

dan sakit kepala.

F. Kriteria Objektif

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert (Sugiono,

2002).

1. Pengetahuan

Pengetahuan ini dapat diukur dengan memberikan skor terhadap

kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan 25, total skor 75

dengan kriteria sebagai berikut:


73

a. Untuk pertanyaan yang mempunyai dua (2) pilihan:

1) Jawaban a (tahu) = 3

2) Jawaban b (tidak tahu) = 0

b. Untuk pertanyaan yang mempunyai 3 pilihan:

1) Jawaban a = 3

2) Jawaban b = 2

3) Jawaban c = 1

Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam tiga kategori:

a. Tinggi apabila jawaban responden (KK) benar >75% atau memiliki

nilai (skor)>56 dari pertanyaan yang diajukan.

b. Sedang apabila jawaban responden benar 75%-45% atau memiliki nilai

(skor) 34-36 dari pertanyaan yang diajukan.

c. Rendah apabila responden menjawab, 45% atau memiliki nilai (skor)

<34 dari pertanyaan yang diajukan.

2. Sikap

Diukur dengan pemberian skor terhadap kuesioner yang telah

diberikan bobot. Jumlah pertanyaan 15, total skor 45 dengan kriteria

sebagai berikut:

a. Jawaban sangat setuju = 3

b. Jawaban setuju = 2

c. Jawaban kurang setuju = 1

d. Jawaban tidak setuju = 0


74

Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam kategori:

a. Baik apabila jawaban responden benar >75% atau memiliki nilai (skor)

>34 dari pertanyaan yang diajukan.

b. Sedang apabila jawaban responden benar 45%-75% atau memiliki nilai

(skor) 34-20 dari pertanyaan yang diajukan.

c. Buruk jika responden menjawab <45% atau memiliki nilai (skor) 20

dari pertanyaan yang diajukan.

3. Tindakan

Diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner yang telah

diberi bobot. Jumlah pertanyaan 10, total skor 20 dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Jawaban a (ya) = 2

b. Jawaban b (kadang-kadang) = 1

c. Jawaban c (tidak pernah) = 0

Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam tiga kategori:

a. Baik apabila jawaban responden benar >75% atau memiliki nilai (skor)

>15 dari pertanyaan yang diajukan.

b. Sedang apabila jawaban responden benar 45%-75% atau memiliki nilai

(skor) 9-15 dari pertanyaan yang diajukan.

c. Buruk jika responden menjawab <45% atau memiliki nilai (skor) <9

dari pertanyaan yang diajukan.


75

G. Tehnik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dianalisis kemudian dibuat dalam tabel distribusi

frekuensi dan diuraikan dalam bentuk narasi.


76

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, B, 2000Aplikasi Metode Kasus Kontrol, bagian Ilmu Kedokteran


Komunitas. Fakultas Kedokteran Indonesia: Jakarta.

David Werner, Carol Thuman, & Jane Maxwell, 2010. Apa yang Anda kerjakan
bila tidak ada Dokter. ANDI: Yogyakarta.

Depkes RI, 1992. Undang-Undang Kesehatan No 23 Tahun 1992 Tentang


Kesehatan. Depkes RI: Jakarta.

Depkes RI, 1999. Modul Epidemiologi Malaria. Dikjen PPM dan PLP: Jakarta.

Depkes RI, 1999. Modul Pedoman Kegiatan Kader. Dikjen PPM dan PLP:
Jakarta.

Depkes RI, 2003. Epidemiologi Malaria. Direktorat Jenderal PPM-PL,


Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Depkes RI, 2003. Manajemen Puskesmas. Depkes RI: Jakarta.

Depkes RI, 2003. Pengobatan Malaria kabupaten. Direktorat Jenderal PPM-PL,


Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Depkes RI, 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 23 tahun 2005


Tentang Kesehatan. Depkes RI: Jakarta.

Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI: Jakarta.

Dra. V. Nuraini Widjajanti Apt, 1991. Obat-Obatan. Kanisius: Yogyakarta.

Dr. Hadi Siswanto, MPH, 2003. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan. EGC:
Jakarta.

Dr dr Anies M.Kes, PKK, 2006. Seri Lingkungan dan Penyakit Manajemen


Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah dan Menanggulangi Penyakit
Menular. PT Elex Media Komputindo: Jakarta.

dr. Rendi Aji Prihaningtyas, 2014. Deteksi dan Cepat Obati 30 + Penyakit yang
Sering Menyerang Anak. MEDIA PRESSINDO: Yogyakarta.

Handayani, W dan Haribowo, A.S, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba medika: Jakarta.
77

Harijanto P.N, 2000. Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan


Penanganan. EGC: Jakarta.

Heni Prasetyowati, 2013. Fauna Anopheles. Health Advoacy: Surabaya.

H. M. Muslim, M.Kes, 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. EGC: Jakarta.

KemenKes RI, 2011. Buku Saku Menuju Eliminasi Malaria. Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan: Jakarta.

KemenKes RI, 2016. Malaria. Pusat Data dan Informasi: Jakarta.

KemenKes RI, 2017. Buku Saku Penetalaksanaan Kasus Malaria. Ditjen


Pencegahan dan Pengendalian Penyakit: Jakarta.

Kusumawati, D., 2004, Bersahabat dengan Hewan Coba, Gadjah Mada Press,
Yogyakarta, 3-7.

Mahdiana, R. 2010. Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Tora Book:


Yogyakarta.

Notoatmodjo, S, 1993. Pengantar Pendidikan dan Imu Perilaku Kesehatan. Andi


Offset: Yogyakarta.

Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S, 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka


Cipta.

Oemijati, S, 1991. Masalah Malaria di Indonesia. Kumpulan Makalah Simposium


Malaria. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Ririh Yudhastuti, 2008. Gambaran Faktor Lingkungan Daerah Endemis Malaria.


JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.4, NO.2: 9 – 20.

Sembel D.T, 2009. Entomologi Kedokteran. ANDI: Yogyakarta.

Sunaryo, 2004. Psikologi Untuk Pendidikan. EGC: Jakarta.

Tapan, E. 2004. Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah,
Malaria,Tifus. Pustaka Populer Obor: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai