Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT MALARIA

Dosen Pengampu :

Kurniawati, S.kep. Ners. M.Kep

Disusun Oleh :

Shayla Nur Aida (7121003)

Putri Dila Nur Auliya (7121011)

PROGRAM STUDI D III KEPERAlWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG

2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Pembuatan Laporan Pendahuluan dan konsep asuhan keperawatan pada penyakit
malaria. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan dari banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Kurniawati, S.kep. Ners. M.Kep selaku pembimbing dan yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu,kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria
menjadi salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat be
rdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi bahkan mengancam
keselamatan jiwa manusia. (Erdinal, 2006) .
Penyakit malaria dapat dicegah dan disembuhkan. Dengan demikian tindakan
pencegahan merupakan salah satu tindakan yang penting untuk mengatasi peny
akit malaria. UndangUndang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan menyatakan bahwa upaya pencegahan penyakit menular adalah
tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
Pencegahan penyakit malaria yang paling efektif adalah dengan melibatkan
peran serta masyarakat melalui perubahan perilaku yang berhubungan dengan
pemberantasan penyakit malaria. Tingkat pengetahuan tentang pencegahan, cara
penularan serta upaya pengobatan penyakit malaria, sangat berpengaruh terhadap
pe rilaku masyarakat yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit malaria (Dalimunthe, 2008). Upaya pencegahan penyakit malaria
difokuskan untuk meminimalkan jumlah kontak manusia dengan nyamuk melalui
pemakaian kelambu dan penyemprotan rum ah. Beberapa daerah menekankan
penggunaan kelambu yang telah direndam dengan insektisida. Salah satu
hambatan utama penggunaan kelambu secara massal adalah faktor ekonomi
(Utomo, 2007).
Penyakit malaria sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di
Indonesia. Pada tahun 2006 terjadi KLB malaria di beberapa daerah di Indonesia.
Beberapa KLB disebabkan terjadinya perubahan lingkungan oleh bencana alam,
migrasi penduduk dan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan sehingga
tempat perindukan potensial nyamuk malaria semakin meluas (Harijanto, 2010).
Kasus malaria yang tinggi berdampak terhadap beban ekonomis yang besar baik
bagi keluarga yang bersangkutan dan bagi pemerintah melalui hilangnya
produktivitas kerja, hilangnya kesempatan rumah tangga untuk membiayai
pendidikan serta beban biaya kesehatan yang tinggi. Dalam jangka panjang, akan
menimbulkan efek menurunnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat
Indonesia (Trihono, 2009).
Penyakit malaria juga dapat membawa dampak kerusakan ekonomi yang
signifikan. Penyakit malaria dapat menghabiskan sekitar 40% biaya anggaran
belanja kesehatan masyarakat dan menurunkan sebesar 1,3% Produk Domestik
Bruto (PDB) kh 2010). Khususnya di negara-negara dengan tingkat penularan
tinggi (WHO,2010).
Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak 247 juta kasus malaria di
seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian pada tahun 2008.
Sebagian besar kasus dan kematian malar ia ditemukan di Afrika dan beberapa
negara di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah serta Eropa. Setiap 45 detik
seorang anak di Afrika meninggal dunia akibat penyakit malaria.
Penyebaran penyakit malaria di dunia sangat luas yakni antara garis lintang
60º di utara dan 40º di selatan yang meliputi lebih dari 100 negara beriklim tropis
dan subtropis (Erdinal, 2006). Menurut World Health Organization (WHO) tahun
2010, penyakit malaria menyerang 108 negara dan kepulauan di dunia pada tahun
2008. Penduduk dunia yang berisiko terkena penyakit malaria hampir setengah
dari keseluruhan penduduk di dunia, terutama negara-negara berpenghasilan
rendah
Pengendalian malaria di Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri
KesehatanRepublik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28
April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara
bertahap sampai tahun 2030 (Profil Kesehatan RI, 2009 i). Target yang disepakati
secara internasional oleh 189 negara adalah mengusahakan terkendalinya
penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria pada tahun 2015
dengan indikator prevalensi malaria per 1.000 penduduk.
Berdasarkanlaporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2012
angka kejadian malaria per 1000 penduduk pada tahun 2012 adalah 1.69%
sedangkan data tahun 2011 adalah 1.75%. Sementara itu, pengendalian vektor,
prosentase Kabupaten/Kota yang melakukan mapping vector pada tahun 2012
adalah 47,23%, dan data tahun 2011 yaitu 40,5%. Secara nasional kasus malaria
selama tahun 2011–2012cenderung menurun.(Kemkes, 2013).
Indonesia mengalami kemajuan dalam pemberantasan malaria, seperti
mayoritas penduduk yang bertempat di daerah dengan API (Annual Parasite
Incident) <1 per 1000 (75% populasi), sisanya masih berada di daerah dengan
API >1 per 1000. Pada tahun 2012 angka API Malaria di Indonesia sebesar 1.69
per 1.000 penduduk, angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu
sebesar 1,75 per 1.000 penduduk(Kemkes. 2013).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian
adalah “apakah ada pengaruh faktor pengetahuan, sikap, informasi dan
ketersediaan sarana terhadap tindakan kepala keluarga dalam pencegahan
penyakit malaria?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap tindakan kepala keluarga dalam pencegahan penyakit
malaria
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh tindakan kepala keluarga dalam terhadap
pencegahan penyakit malaria
2. Mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap pencegahan penyakit malaria
3. Mengetahui pengaruh sikap terhadap penyakit malaria
4. Mengetahui pengaruh informasi terhadap penyakit malaria
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian sejenis dan
berkelanjutan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu ddministrasi dan
kebijakan kesehatan.
2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi tenaga kesehatan,
pemerintah/pengambil keputusan tentang permasalahan terkait sehingga
dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam
pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria.
BAB 2
KONSEP DASAR MEDIS

2.1 Definisi
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar, yakni bagian
akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai dari
sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan
Kanker Indonesia, 2018).

Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari
kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite Penanggulangan Kanker
Nasional, 2015).

2.2 Anatomi Fisiologi


Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus. Panjangnya
bervariasi sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar berbentuk tabung muskular berongga
dengan panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari saekum hingga kanalis ani.
Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6.5 cm
(2.5 inci). Makin dekat anus diameternya akan semakin kecil. Usus besar terdiri dari
bagian yaitu caecum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon
sigmoid dan rectum.
Struktur usus besar:
1) Caecum
Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada
fossa iliakakanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale.
Biasanya saekum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat
bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan ke
fossa iliaka di sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu
plika caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus
retrocaecalis.

2) Kolon asenden
Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke sebelah
kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan
dan di hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika
(fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.

3) Kolon Transversum
Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak
bebas karena tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum
majus.Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura
coli dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya
tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah
sehingga terletak di regio umbilikus.

4) Kolon desenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari
atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri,
bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.

5) Kolon sigmoid
Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan
berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior
(pelvic brim) sampai peralihan menjadi rektum di depan vertebra S-3. Tempat
peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak + 15
cm di atas anus. Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada
dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile).
6) Rektum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan
panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva
dorsoventral. Mukosa rektum lebih halus dibandingkan dengan usus besar.
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile.Kedua bagian
ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih
panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian
terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih
proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot
yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri
dari 3 sling : atas

2.3 Etiologi
Penyebab dari kanker kolon antara lainnya:
1) Diet
Makanan yang mengandung zat kimia menyebabkan kanker pada usus besar.
Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut, yang
mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi
lemak trutama lemak hewan dari daging merah, menyebabkan sekresi asam dan
bakteri anaerob. menyebabkan timbulnya kanker di dalam usus besar. Diet dengan
karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat
mengurangi waktu peredaran dlam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan
diet yang mengandung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran & buah-buahan.
Makanan yang harus di hindari:
a) Daging merah, lemak hewan, makanan berlemak, daging atau ikan goreng
panggang, karbohidrat yang di saring (example: sari yang di saring).
b) Makanan yang harus di konsumsi Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya
Cruciferous Vegetables dari golongan kubis (seperti brokoli, brussels sprouts),
butir padi yang utuh, cairan cukup terutama air.

2) Genetik
Hampir 30% pasien kanker kolorektal memiliki Riwayat keluarga dengan
penyakit ini, sekitar 5% di antaranya disebabkan oleh kelainan genetic yang
diwariskan, individu dengan Riwayat keluarga tingkat pertama ( orang tua,
saudara kandung atau anak ), yang didiagnosis dengan kanker kolor memiliki
risiko 2 sampai 4 kali dibandingkan mereka yang tidak memiliki Riwayat keluarga
dengan penyakit tersebut.

3) Merokok
Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolor. Merokok
berhubungan dengan kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan
risiko perubahan adenoma menjadi kanker usus besar.

4) Mengonsumsi Alcohol
dikaitan dengan peningkatan Faktor risiko kanker kolon. Usus mengubah alkohol
menjadi asetildehida yang meningkatkan risiko kanker kolorektal. Lebih baik
konsumsi buah dan sayur yang mengandung probiotik, karena kandungan
seratnya akan mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih berat sehingga
mudah dibuang (Kemenkes RI, 2019).

5) Gaya hidup ( obesitas )


Obersitas dapat meningkatan risiko kanker kolon yang lebih tinggi pada pria
dibandingkan Wanita,. Secara khusus seseorang dengan berat badan normal, pria
obersitas memiliki 50% risiko kanker kolon lebih tinggi dan kanker rectal 20 %,
sedangkan Wanita obersitas memiliki sekitar 20 % penikatan risiko kanker kolon
dan risiko kanker rectal 10 %, obesitas dapat berdapak negative pada Kesehatan
metabolic yang buruk memiliki kaitan dengan kejadian kanker kolerektal.

2.4 Tanda dan Gejala


Kanker kolon seringkali dapat dideteksi dengan prosedur skrining. Adapun
manifestasi klinis dari kanker kolon menurut (National Comprehensive
Cancer Network, 2016) adalah :
1) Anemia
2) Perdarahan pada rectum
3) Nyeri abdomen
4) Perubahan kebiasaan defekasi
5) Obstruksi usus atau perforasi Sementara
6) muncul benjolan
7) pucat, cepat Lelah dan lemas.
8) Berat badan turun secara drastis.
9) gangguan buang air besar atau buang air kecil.
10) batuk kronis
11) memar
12) demam

(Smeltzer, 2015) menjelaskan manifestasi klinis dari kanker kolon maupun


kanker rektum yaitu :

1) Keluarnya darah di dalam atau pada feses.


2) Penurunan berat badan dan keletihan.
3) Lesi di sisi kanan kemungkinan disertai dengan nyeri abdomen
yangtumpul dan melena.
4) Lesi sisi kiri dikaitkan dengan obstruksi (nyeri dan kram
abdomen,penyempitan ukuran feses, konstipasi dan distensi) dan darah
berwarnamerah terang di feses.
5) Lesi rectal dikaitkan dengan tenesmus (mengejan yang nyeri dan tidak
efektif saat defekasi), nyeri rectal, mengalami konstipasi dan diare secara
bergantian, feses berdarah.
6) Tanda-tanda komplikasi : obstruksi usus parsial atau komplet, ekstensi
tumor dan ulserasi ke pembuluh darah sekitar (perforasi, pembentuka
nabses, peritonitis, sepsis, atau syok).
7) Dalam banyak kasus, gejala tidak muncul sampai kanker kolorekal
berada dalam stadium lanjut.

2.5 Patofisiologi
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip
adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya
masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat,
sebagian besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas.
Ketika polip membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi
dinding usus. Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta
menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri bermula
sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada suplai darah (Black & Hawks,
2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan
lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker
kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus,
submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar,
kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran
genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan.
Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran
tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai
namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat
juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder
seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke
area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa
atau selama pemotongan pembedahan (Black & Hawks, 2014).
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30
% terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama
adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada
kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih
banyak). Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):
1. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung
misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung
juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
2. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai
paru-paru, ginjal dan tulang.
3. Tertanam ke rongga abdomen

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi kanker kolon menurut
1) Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi atau
perubahan pada lamanya saat buang air besar, dimana pola ini berlangsung
selama beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang perubahan pola itu
terjadi sebagai perubahan bentuk dari feses atau kotoran dari hari ke hari
(kadang- kadang keras, lalu lunak, dan seterusnya)
2) Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses,
seringkali hanya dapat dideteksi di laboratorium
3) Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas atau
rasa sakit yang berulang
4) Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah buang air
besar
5) Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih
6) Turunnya berat badan secara drastis dan atau obesitas
7) Mederita diabetes
8) Terjadi di atas 50 tahun dan bisa terjadi pada anak anak.

2.7 Pemeriksaan Laboratorium

2.8 Pathway
Gigitan nyamuk anopheles
Menginvasi sel parenkim hepar

Pembelahan diri

Metozoit lepas

Masuk srikulasi darah


Protein membran Menginfeksi eritrosit Kompensasi
tubuh
Eritosit terinfeksi

Malaria Peningkatan metabolisme


Pengikatan khusus
Pada CD 36
Eritrofagositosis Peningkatan suhu
tubuh

Sumbatan kapiler
Hb menurun Hipertemi

Penurunan aliran darah


Kadar O2 dalam
Darah menurun
Selebral Ginjal

Sirkulasi jaringan
Hipoksia jaringan Darah ke ginjal terganggu
Mengalami penurunan

Gangguan Perfusi
Jaringan
Penurunan kesadaran Produksi urine
menurun

Resiko
Ketidakseimbangan
Gangguan elektrolit
Sirkulasi Spontan
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a) Identitas pasien
Biasanya kanker kolon sering terjadi pada orang berusia 50 tahun keatas.
Namun Sebagian juga bisa terjadi pada usia anak anak.
b) Keluhan Utama Demam dan menggigil beberapa hari
c) Riwayat penyakit sekarang Pasien mengatakan sebelumnya pasien digigit
oleh nyamuk saat melakukan aktivitas diluar rumah
d) Riwayat penyakit dahulu Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
sebelumnya
e) Riwayat penyakit keluarga Pasien mengatakan keluarganya tidak
memiliki riwayat penyakit
f) Tingkat aktivitas sehari-hari
1) Pola tidur
Biasanya pasien lebih banyak tidur dan istirahat karena tubuh pasien
lemas
2) Pola eliminasi
Rentensi inkonensia akibat kurangnya aktivitas
3) pola makan dan minum
Dibantu oleh keluarga
4) Kebersihan diri Keluarga
mengatakan pasien sering di seka dengan air hangat
5) Pola Kegiatan / Aktivitas
Enggan melakukan pergerakkan
6) Pola psikososial
Khawatir, cemas, ketakutan
7) Data spiritual
Pasien percaya kalau sakitnya bisa disembuhkan
8) Pola seksual
Kaji status pernikahan pasien
9) Pola penanggulangan stress
Kaji penyebab stress pasien
10) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
Lemas
2) Pemerikasaan TTV
Tekanan darah,nadi,pernafasan,suhu,berat badan,tinggi badan
3) Body sistem
- Pemeriksaan wajah (Mata,hidung,telinga,mulut)
- Pemeriksaan kepala dan leher
- Pemeriksaan thorax
 Pemeriksaan paru (Inspeksi, Palpasi,Perkusi,Auskultasi)
 Pemeriksaan jantung (Inspeksi, Palpasi,Perkusi,Auskultasi)
 Pemeriksaan abdomen (Inspeksi,
Palpasi,Perkusi,Auskultasi)

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan penurunan
penurunan kesadaran
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
penurunan produksi urine
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan sirkulasi jaringan
terganggu
4. Hipertemia berhubungan dengan perubahan pada regulasi
temperatur
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan penurunan
penurunan kesadaran
SIKI : Manajemen Defibrilasi (1.02038)
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola aliran listrik kuat
dengan metode asinkron ke jantung melalui elektroda yang
ditempatkan pada permukaan dada
Tindakan :
A. Observasi
1. Periksa irama pada monitor setela RJP 2 menit
B. Terapeutik
1. Lakukan RJP hingga mesin defibrillator siap
2. Siapakan dan hidupkan mesin defibrillator
3. Pasang monitor EKG
4. Pastikan irama EKG henti jantung (VF atau VT tanpa nadi)

SLKI : Srikulasi Spontan (L.02016)

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24


jam diharapkan sirkulasi spontan meningkat

Kriteria Hasil :

1. Tingkat kesadaran meningkat


2. Frekuensi nadi menurun
3. Tekanan darah menurun
4. Frekuensi nafas menurun
5. Produksi urine menurun
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
penurunan produksi urine
SIKI : Pemantauan Elektrolit (I.03122)
A. Observasi
1. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan
elektrolit
2. Monitor kadar elektrolit serum
3. Monitor mual, muntah, dan diare
4. Monitor kehilangan cairan, jika perlu
5. Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis. kelemahan
otot, Interval QT memanjang, gelombang T datar atau
terbalik, depresi segmen ST, gelombang U, kelelahan,
parastesia, penurunan refleks, anoreksia, konstipasi,
motilitas usus menurun, pusing, depresi, pernapasan)
6. Monitor tanda dan gejala hiperkalemia (mis. peka
rangsang, gelisah, mual, muntah, takikardia mengarah ke
bradikardia, fibrilasi/takikardia ventrikel, gelombang T
tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS tumpul, blok
jantung mengarah asistol)
7. Monitor tanda dan gejala hipermagnesemia (mis.
kelemahan otot, hiporefleks, bradikardia, depresi SSP,
letargi, koma, depresi).
8. Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia (mis. depresi
parapasan, apatis, tanda Chvostek, tanda Trousseau,
konfusi, disritmia)
9. Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis. nyeri
tulang, haus, anoreksia, letargi, kelemahan otot, segmen
QT memendek, gelombang T lebar, kompiek QRS lebar,
interval PR memanjang)
10. Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis, peka
rangsang, tanda Chvostek [spasme otot wajah], tanda
Trousseau [spasme karpal], kram otot, interval QT
memanjang)
11. Monitor tanda dan gejala hiperatremia (mis. haus,
demar, myal, muntah, gelisah, peka rangsang, membran
mukosa kering, takikardia, hipotensi, letargi, konfusi,
kejang)
12. Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis,
disorientasi, otot berkedut, sakit kepala, membrane
mukosa kering, hipotensi postural, Kejang, letargi,
penurunan Kesadaran)

B. Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan, jika perlu

C. Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

SLKI : Keseimbangan Elektrolit(L.02016)

Tujuan : Setelah dilakukan intevensi keperawatan selama 1 x


24 jam maka diharapkan ketidakseimbangan elektrolit
membaik

Kriteria Hasil :

1. Serum Natrium meningkat


2. Serum Kalium meningkat
3. Serum Klorida meningkat
4. Serum Kalsium meningkat
5. Serum Magnesium meningkat
6. Serum Fosfor meningkat
3. Hipertemia berhubungan dengan perubahan pada regulasi
temperature
SIKI : Manjemen Hipertermia (1.15506)
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh
akibat disfungsi termoregulasi
Tujuan :
A. Observasi
1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar
lingkungan panas penggunaan incubator)
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluaran urine
B. Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8. Batasi oksigen, jika perlu
C. Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
D. Kolaborasi
1. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

SLKI : TERMOREGULASI (L. 14134)

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24


jam diharapkan termoregulasi membaik

Kriteria Hasil :

1. Menggigil   Menurun
2. Kulit merah Menurun
3. Akrosianosis Menurun
4. Konsumsi oksigen Menurun
5. Piloereksi Menurun
6. Vasokonstriksi perifer Menurun
7. Kutis memorata Menurun
8. Pucat Menurun
9. Takikardia Menurun
10. Takipnea Menurun
11. Bradikardia Menurun
12. Hipoksia Menurun

4. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan penurunan


penurunan kesadaran
SIKI : Perawatan Sirkulasi (1.020179)
Definisi : Mengidentifikasi dan merawat area local dengan
keterbatasan sirkulisi perifer
Tindakan :
A. Observasi
1. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index)
2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis.
Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar
kolesterol tinggi)
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
A. Terapeutik
1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
pada keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area
yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
B. Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara
teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
7. Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis.
Melembabkan kulit kering pada kaki)
8. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
9. Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikan,
omega3)
10. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)

SLKI : Perfusi Perifer (L. 02011)

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x


24 jam diharapkan perfusi perifer meningkat

Kriteria Hasil :
1. Denyut nadi perifer meningkat
2. Warna kulit pucat menurun
3. Akral membaik
1.4 Implementasi
Implementasi merupakan serangkai kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membatu klien dalam status kesehatan baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose
keperawatan,rencana tindakan,dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Beberapa faktor yang tidak terbukti berpengaruh terhadap kejadian penyakit
malaria adalah status gizi, kebiasaan di luar rumah pada malam hari, kebiasaan
menggunakan obat nyamuk, keadaan dinding rumah, keberadaan kolam di
sekitar lingkungan, dan riwayat tinggal di daerah endemis.
4.2 Saran
1. Bagi instansi kesehatan perlu mengintensifkan edukasi berupa penyuluhan
kepada masyarakat tentang bahaya, pencegahan dan pengobatan malaria.
2. Bagi masyarakat perlu menerapkan pola hidup bersih dan sehat yang salah
satunya adalah memperhatikan kondisi rumah dan lingkungan sebagai upaya
pencegahan penyakit yang paling mudah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai