Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ANALISIS KASUS PENGENDALIAN VEKTOR

“Malaria Hilang DBD Datang”

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Dasar Kesehatan Lingkungan
Dosen Pengampu : Nissa Noor Annashr, SKM., MKM

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Albadri Ramadhan CMR0160032
Ana Nurjanah CMR0160033

Lia Oktavia CMR0160045

Risa Fatilah CMR0160055

Siti Nurlaela CMR0160056

Tika Indriyani CMR0160060

S1 Kesehatan Masyarakat ( III/B )


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT,


karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun
makalah dengan judul Analisis Kasus Pengendalian Vektor “Malaria
Hilang DBD Datang”.

Tujuan kami menganalisis studi kasus ini adalah untuk


mengetahu vektor penyakit malaria dan DBD dan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan. Dengan terwujudnya
makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Nissa Noor Annashr, SKM., MKM selaku dosen pengampu mata
kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan .
2. Seluruh rekan-rekan yang telah banyak bekerjasama dalam
penyusunan da mengerjakan makalah ini.

Kami menyadari dalam penyusunan masih banyak kesalahan


dan kekurangannya serta jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami
mengharapkan saran dan kritikannya dari pembaca dan semua pihak.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi pembaca serta semua pihak lainnya.

Kuningan, 23 Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................1

1.3. Tujuan .............................................................................................................. 2

1.4. Manfaat ............................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Timbulnya Masalah Gizi ..........................................................3

2.2. Analisis Jurnal Kekurangan Vitamin A (KVA) Dan Infeksi ..........................3

2.2.1. Penjelasan Masalah Gizi KVA ...................................................................3

2.2.2. Penyebab Terjadinya Masalah KVA ............................................................6

2.2.3. Cara Penanggulangan KVA .........................................................................8

2.3. Analisis Jurnal Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian GAKY pada
anak sekolah dasar di pinggir pantai Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah i .....10

2.3.1. Penjelasan Masalah Gizi GAKY ...............................................................10

2.3.2. Penyebab Terjadinya Maslah GAKY .......................................................11

2.3.3. Cara Penanggulangan GAKY ...................................................................12

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan .................................................................................................... 14

3.2. Saran ...............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit menular malaria dan DBD menjadi langganan setiap tahunnya,
kedua penyakit ini merupakan penyakit endemik di Indonesia. Kedua penyakit ini
ditularkan oleh nyamuk. Sebagai vektor penularan mempunyai peran yang sangat
penting terhadap terjadinya epidemik penyakit-penyakit ini. Berkaitan dengan
penyebaran penyakit malaria dan DBD kita sering kali melupakan akar masalah
mengapa penyakit tersebut bisa tersebar dan malah menimbulkan kejadian luar
biasa (KLB) yang menelan korban jiwa (Widodo,2013).
Malaria merupakan merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh
genus plasmodium. Penyakit ini menyebabkan penurunan kualitas sumber daya
manusia yang menimbulkan masalah sosial dan ekonomi. Di Indonesia terdapat
15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya , sedangkan hasil
Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukan bahwa angka kematian akibat
malaria menduduki tempat ke enam (Depkes, 2009 : 89 dalam Adnyana, 2015).
Di Indonesia merupakan daerah endemis dengue dan mengalami epidemi
sekali dalam 4-5 tahun dengan puncak epidemi berulang setiap 9-10 tahun. Pada
tahun 1968 Demam Berdarah Dengue pertama kali dilaporkan di Surabaya dengan
penderita sebanyak 58 orang, dan 24 diantaranya meninggal dunia (41,3%).
Dengue kemudian menyebar ke seluruh Indonesia dengan jumlah 158.912 kasus
pada tahun 2009. Kota-kota besar di Jawa misalnya Jakarta, Surabaya dan
Yogyakarta umumnya merupakan daerah endemis semua serotipe.Virus dengue di
luar Jawa sebagian besar kota besar endemis DEN-2 dan DEN-3. Menurut laporan
Departemen Kesehatan RI provinsi Indonesia di seluruh provinsi di Indoesia saat
ini telah terjangkit penyakit ini. Provinsi-provinsi dengan insidens lebih dari
10/100.000 penduduk, antaralain adalah provinsi Sumatera Selatan, DKI, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, NTT.
Angka kematian (Case Fatality Rate - CFR) yang tinggi pada tahun 1968 (41,3%)

1
pada tahun 2009 menurun menjadi 0,89% tetapi jumlahnya meningkat dari 24
pada tahun 1968 menjadi 1420 pada tahun 2009. (Soedarto, 2012)
Permasalahan malaria dan DBD sejauh ini masih berfokus pada pengobatan
orang yang sakit malaria atau pemberantasan nyamuk vektor bagi penyebaran
parasit plasmodium dan virus dengue yang menyebabkan tubuh menjadi sakit, hal
tersebut dikatakan berhasil namun dalam waktu yang akan datang semua orang
akan melupakannya dan timbulah ancaman dengan ancaman yang lebih besar.
WHO melaporkan, “Dari semua penyakit yang ditularkan serangga, nyamuk
adalah ancaman yang terbesar, menyebabkan malaria, demam berdarah dan
demam kuning yang semuanya bertanggung jawab atas beberapa juta kematian
dan ratusan kasus (penyakit menular) setiap tahun.” Sekurang-kurangnya, 40%
penduduk dunia beresiko tertular malaria, dan sekitar 40% beresiko tertular
demam berdarah. Dibanyak tempat seseorang dapat tertular kedua-duanya
(Widodo,2013).
Berdasarkan hal tersebut, penting bagi masyarakat Indonesia untuk dapat
mengidentifikasi permasalahan penyakit menular yang dibawa oleh nyamuk
sebagai vektor khususnya untuk penularan penyakit Malaria dan DBD di
Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah :
a. Apa itu penyakit malaria dan DBD ?
b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi banyaknya kasus malaria dan
DBD di daerah Pangandaran pada tahun 2016 ?
c. Bagaimana mekanisme perjalanan masuknya agent penyakit malaria dan
DBD ?
d. Bagaimana patofisiologi malaria dan DBD ?
e. Bagaimana upaya pencegahan dan penanggulangan malaria dan DBD?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan maslah diatas, maka makalah ini memiliki tujuan :
a. Mengetahui penyakit malaria dan DBD

2
b. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi banyaknya kasus malaria
dan DBD di daerah Pangandaran pada tahun 2016
c. Mengetahui mekanisme perjalanan masuknya agent penyakit malaria dan
DBD
d. Mengetahui patofisiologi penyakit malaria dan DBD
e. Mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan malaria dan DBD?
1.4. Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah:
Mahasiswa dapat menganalisis studi kasus pengendalian vektor terkai penyakit
malaria dan DBD.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Malaria

2.1.1. Definisi Malaria

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi


masalah kesehatan masyarakat di dunia termausk Indonesia. Separuh penduduk
dunia berisiko tertular malaria karena hidup di lebih dari 100 negara yang masih
endemis dengan penyakit malaria (Soedarto, 2011). Malaria adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang
biak di dalam sel darah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina (Romi, 2011).
2.1.2. Morfologi Malaria

Morfologi nyamuk dapat dibedakan menjadi 2 stadium yaitu stadium


dewasa dan pradewasa. Morfologi bentuk dewasa mempunyai sepasang sayap,
badan, beruas-beruas, tiga pasang kaki, tubuh nyamuk terdiri dari kepala, dada,
dan badan. Probosis sama panjangnya dengan palpi.nyamuk dewasa Anopbeles
berukuran 0,4 - 1,3 cm dengan tubuh tampak rapuh namun mempunyai struktur
dan fungsi tubuh yag diperkuat oleh rangka ekso dan endoskeleton yang kokoh
untuk melindungi alat-alat dalam yang lembut. Organ dan sistem yang lengkap
untuk kehidupannya seperti pada manusia yaitu ada otot, respirasi, sirkulasi,
ekskresi, syaraf, pencernaan, indra dan alat reproduksi (ovary) alat-alat dalam
sangat lembut (Munif dan Imron, 2010).
Nyamuk Anopbeles meletakan telur di permukaan air, satu-satu atau saling
berletakan pada ujungnya. Telur berukuran dengan panjang 6 mm dan lebar 1,25
mm memanjang dan simetris dan simetris bilateral, warna telur coklat atau gelap,
dengan sisi ada pelampung. Bentuk larva nyamuk vermiform yaitu badan
memanjang menyerupai cacing. Larva memiliki khitin (Quadrilateral plate)
dengan dua spirakel yang masing-masing dikeliling oleh lima sirip menyerupai
daun untuk respirasi. Bulu-bulu kecil yang terdapat di dekat spirakel membentuk

4
sepasang pectin. Larva memiliki rambut-rambut kaku yang membentuk sepasang
berkas pada setiap segmen toraks (Palmate bristles) terutama pada segmen
abdomen, terdiri dari terangkai pendek tempat rambut-rambut berdiri menyebar,
pada segmen abdomen ke delapan, tabung respirasi mereduksi membentuk
Quadrilateral plate yang berspirakel. Stadium pupa berwarna gelap hitam, karena
adanya sisik pada bagian integermen dan pupa bernafas dengan trompet
pernafasan. Morfologi pupa terdiri dari terompet pernafasan, calon mata, calon
rungkai, calon sayap abdomen dan pendayung (Munif dan Imron, 2010).
2.1.2. Penyebab Malaria

Malaria penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang
ditularakan pada manusia melalui gigitan nyamuk. Malaria disebabkan oleh
parasit Plasmodium. Parasit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles
yang merupakan vektor malaria, yang terutama mengigit manusia malam hari
magrib (dusk) sampai fajar (dawn).
Terdapat empat parasit penyebab malaria pada manusia yaitu :
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale
Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax merupakan penyebab malaria
terbanyak, plasmodium falciparum adalah penyebab kamatian paling utama
(Soedarto, 2009).
Nyamuk merupakan serangga ordo Diptera, yang mempunyai sepasang
sayap berbentuk membran. Nyamuk jantan tidak menghisap darah ,sedangkan
nyamuk betina menghisap darah untuk mendapatkan protein untuk pembentukan
telur. Ia menggigit dengan posisi badan, mulut dan jarum yang dibenamkan ke
kulit manusia dalam satu garis (Widodo,2013).
Penyebaran nyamuk Anopheles dapat dibedakan menurut lingkungan ekologi
anatara lain:
1. Daerah pantai terutama muara sungai,tambak-tambak di tepi pantai, rawa-
rawa, hutan bakau yang mengandung air payau, lagon. Ditempat ini biasanya

5
senang berkembang biaknya nyamuk An.sundaicus, An.subpictus dan
An.minumus.
2. Daerah pesawahan, ladang dan hutan di dekat pantai biasanya yang
berkembang biak dari nyamuk An.niggerimus, An.campestris dan An.letifer.
3. Daerah hutan bersemak, hutan di kaki bukit dan hutan karet yang
mengandung air tawar, akan ditemukan tempat perkembangbiakan nyamuk
An.umbrosus dan An.balabacensis.
4. Daerah bukit, ditempat ini ada persawahan bertingkat, hutan karet dan kolam-
kolam yang mengandung air tawar biasanya berkembang biak nyamuk
An.aconitus dan An.maculatus.
5. Daerah pegunungan, terdapat hutan karet dan hutan buah-buahan yang
mengandung banyak air tawar biasanya berkembang biak nyamuk
An.maculatus. (Munif dan Imron, 2010)
2.1.3. Penularan Malaria

Malaria ditularkan melalui nyamuk Anopheles. Intensitas penularan malaria


dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan parasit Plasmodiu,, nyamuk
Anopheles yang menjadi paktor penularannya, manusia yang menjadi induk
semang atau hospesnya, dan lingkungan hidupnya yang mempengaruhi faktor-
faktor tersebut.
Penularan sporozit malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina, yang berbeda spesiesnya sesuai dengan daerah geografisnya. Penularan
dalam bentuk aseksual (trofozoit) menimbulkan trophozoite-induced malaria,
yang dapat ditularkan melalui transfusi darah (transfusion malaria), melalui jarum
suntik atau menular dari ibu ke bayi yang dikandungnya melalui proses
(congenital malariae) (Soedarto,2011).
2.1.4. Gejala Klinis

Masa Inkubasi berbeda pada masing-masing spesies, untu p.vivax


memerlukan waktu 12-17 hari, p.falciparum 9-14 hari, p.ovale 16-18 hari,
sedangkan p.malariae kurang lebih 1 bulan atau sampai 1 tahun. Gejala klinis
karena karena infeksi galur p.vivax dapat muncul beberapa bulan bahkan lebih

6
dari satu tahun pasca infeksi. Gejala klinis yang sering teramati kejadiannya pada
manusia. Gejala utama dari penyakit malaria adalah demam mengigil secara
berkala dan sakit kepala. Gejala klinis lain yang timbul yaitu:
1. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat
2. Nafsu makan menurun
3. Mual-mual kadang-kadang diikuti dengan muntah
4. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan
p.falchiparum.
5. Dalam keadaan menahan, disertai dengan pembesaran limfa
Pada malaria berat gejala umum timbul disertai kejang-kejang . gejala
klinis pada anak sulit diamati, makin muda usianya makin tidak jelas gejala
klinisnya tetapi yang menonjol adalah diare dan anemia. Gejala klasik malaria
terdiri atas 3 stadium yang berurutan, yaitu stadium dingin (coold storeage),
stadium demam (hot stage), dan stadium berkeringat (sweating stage). Gejala
klinis tersebut ditemukan pada penderita berasal dari daerah nonendemis yang
mendapat penularan didaerah endemis atau yang pertama kali memderita
penyakit malaria (Soedarto,2009).
Didaerah endemis malaria, ketiga stadium diatas tidak berurutan dan
bahkan tidak semua stadium ditemukan pada penderita sehingga definisi malaria
klinis seperti dijelaskan sebelumnya dipakai untuk pedemon penemuan penderita
didaerah endemisitas. Khususnya didaerah yang tidak mempunyai fasilitas
labolatorium serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi
(Soedarto,2009)
2.2. Demam Berdarah Dengue

2.2.1. Definisi Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan


oleh infeksi virus dengue. DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis
perdarahan yang menimbulkan syok yang berujung kematian. Dengue menyebar
dengan cepat, menyerang banyak orang selama epidemi, sehingga menurunkan
produktivitas kerja dan banyak menimbulkan kematian (Sukohar, 2014).

7
2.2.2. Etiologi dan Penularan Demam Berdarah Dengue

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B,


yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini
termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Vektor utama penyakit DBD
adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di
daerah pedesaan). Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk
yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia
(tedapat virus dalam darahnya). Menurut laporan terakhir, virus dapat pula
ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya (Widodo,2013).
Awal mula penularan DBD adalah dengan virus berkembang dalam tubuh
nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini
menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur
nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan
orang tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue
memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu
minggu (Widodo,2013).
Orang yang didalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan
sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh
dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi
semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat
menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya.
Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif seumur hidupnya. Nyamuk Aedes
aegypti menggigit dengan cara posisi badan,mulut dan jarum mendatar sesuai
dengan posisi pendataran di kulit korbannya (Widodo,2013).
2.2.3. Morfologi Nyamuk Aedes aegypty (Demam Berdarah Dengue)

1. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih.


2. Jarak terbang kurang lebih 100 meter.
3. Nyamuk betina bersifat “multiple biters” (menggigit beberapa orang
karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat).
4. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi (Widoyono, 2011).

8
2.2.4. Gejala Klinis DBD

Pasien penyakit DBD umumnya akan merasakan gejala dan tanda sebagai
berikut :
1. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas.
2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie
(+) sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak
darah hitam.
3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal 150.000-300.000 µL).
4. Akral dingin, gelisah, nyeri punggung, nyeri tulang dan sendi, tidak sadar
(DSS, Dengue Shock Syndrome) (Widoyono, 2011).
2.2.5. Pengendalian Vektor DBD

Untuk mencegah dan mengurangi penularan virus dengue tindakan yang


sangat penting adalah melakukan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti untuk
menghambat terjadinya kontak antara nyamuk dewasa dan manusia. Kegiatn
pengendalian nyamuk ditujukan terhadap larva nyamuk di tempat berkembang
biaknya dan nyamuk dewasa yang berada di dalam dan sekitar rumah serta empat-
tempat terjadinya kontak antara manusia dan vektor, misalnya di sekolah, di
rumah sakit dan tempat kerja. Aedes aegypti berkembang biak di berbagai jenis
wadah (container) yeng berisi air jernih yang terdapat di dalam rumah, misalnya
bak mandi, gentong penyimpan air di dapur, tandon air, dan vas bunga. Selsin itu
benda-benda di luar rumah yang terisi air hujan, misalnya ban bekas, gelas
pelastik dan kotak pelastik bekas, dan barang-barang bekas bangunan yang di
buang berserakan dapt di gunakan oleh nyamuk Aedes sebagai tempat untuk
berkembang biak. Nyamuk Aedes tidak jauh jarak terbangnya, sebagian besar
sekitar seratus meter dari sarangnya. Umumnya nyamuk Aedes Aegypti lebih
menyukai daerah manusia yang di gigitnya pada waktu siang hari baik di dalam
rumah maupun di luar rumah (Soedarto, 2012).
Untuk mengendalikan sebaran nyamuk, terutama Aedes Aegypti, WHO
menganjurkan untuk melaksanakan IVM (Intergrated Vektor Management), yaitu
membuang semua wadah yang dapat menjadi tempat hidup larva nyamuk,

9
mengeringkan secara teratur dan membersihkan wadah yang menjadi sarang-
sarang nyamuk sehingga telur, larva dan pupa (kepongpong) nyamuk dapat
terbuang, menggunakan insektisida yang sesuai atau memberantas larva secara
biologis dan memberantas nyamuk dewasa menggunakan insektisida atau
menggunakan berbagai cara/ metode pemberantasan secara terpadu. Berhasilnya
pemberantasan nyamuk Aedes aegypti di sekitar tahun 1970 di kawasan tropis
benua Amerika ternyata kemudian di ikuti oleh berkembangnya populasi baru
nyamuk Aedes yang berasal dari luar benua Amerika. Karena itu tujuan utama
program pengendalian vektor dengue adalah mengurangi kepadatan vektor dengan
selalu menjaganya sedapat mungkin pada tingkatan populasi yang rendah. Jika
memungkinkan di upayakan untuk memperpendek umur nyamuk betina
menggunakan insektisida untuk mengurangi frekuensi penularan virus dengue.
Pada prinsipnya pengendalian vektor dilakukan dengan:
1. Memusnahkan wadah atau habitat terutama yang paling potensial sebagai
tempat nyamuk berkembang biak
2. Memberantas larva Aedes dengan larvisida
3. Pengendalian biologik (biological control)
4. Memberantas nyamuk dewasa dengan imagosida
Untuk memilih program pengendalian vektor yang sesuai harus
dipertimbangkan :
1. Ekologi daerah setempat
2. Sifat biologi nyamuk yang menjadi vektor dengue
3. Cara hidup dan kebiasaan penduduk dalam menyimpan cadangan air
4. Waktu pelaksanaan pengendalian vektor
5. Luasnya daerah yang diprogramkan (Soedarto, 2012).

10
BAB III

ANALISIS KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Banyaknya Kasus Malaria dan DBD

Berdasarkan studi kasus yang telah kami analisis didapatkan hasil sebagai
berikut :
a. Pangandaran merupakan daerah endemis malaria karena lokasinya berada di
pesisir selatan Jawa Barat yang berbatasan dengan Samudera Hindia sehingga
memiliki suhu hangat sebagai tempat yang nyaman bagi perindukan nyamuk.
Terutama rawa-rawa tempat pemukiman nelayan tinggal, rawa adalah lahan
genangan air secara ilmiah yang menjadi terus-menerus atau musiman akibat
drainase yang terhambat.
b. Kebanyakan masyarakat Pangandaran memiliki kesadaran hidup bersih dan
sehat yang kurang, hal ini dikarenakan masih kurangnya pendidikan
kesehatan.
c. Banyak pemukiman nelayan yang dekat dengan rawa-rawa, sehingga
memungkinkan menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk.
d. Dengan banyaknya tempat wisata serta kebersihan yang kurang sangat
beresiko meningkatkan kasus malaria.
3.2. Mekanisme Perjalanan Masuknya Agent Penyakit Malaria Dan DBD

3.2.1. Mekanisme Perjalanan Masuknya Agent Penyakit Malaria

Semua spesies Plasmodium di transmisikan oleh nyamuk anopheles betina


infektif, dengan siklus perkembang biakan agen sebagian terjadi di insekta secara
reproduksi seksual melalui sporogoni dan sebagian didalam hospes intermedier
secara aseksual melalui schizogoni dan gametogoni. Proses schizogoni mencakup
dua tempat, yakni dalam hati dan eritrosit. Di dalam siklus hidup spesies
plasmodium, hepatosit dan eritrosit berperan sebagai target yang signifikan
(Yuliani, 2012).

11
Mekanisme penularan malaria berkaitan dengan siklus hidup parasit itu
sendiri. Siklus hidup plasmodium primata sama seperti pada plasmodium yang
menginfeksi manusia yang melibatkan hospes malaria dan vektor insekta.
Nyamuk yang terinfeksi dari genus anopheles mengeluarkan sporozoit ke hospes
ketika nyamuk tersebut menghisap darah, kurang dari satu jam sporozit
menghilang dari darah dan masuk ke sel parenkim hati. Ditempat tersebut
sporozoit mulai multipikasi melalui pembelahan berganda ,menjadi ribuan
filamen parasit atau merozoit. Merozoit meninggalkan sel hospes setelah 5 hari
atau lebih. Dibeberapa spesies hepatik, merozoit dengan bentuk dorman
dihasilkan hipnozoit. Selang beberapa bulan atau tahun, hipnozoit kembali
menjadi reaktif lagi dan menimbulkan reinfeksi. Replikasi di dalam hati disebut
siklus eksoeritrositik. Pertumbuhan dan pembelahan aseksual sporozoit menjadi
merozoit disebut merogoni (lebih sering disebut schizogoni) (Yuliani, 2012).
Merozoit yang dihasilkan secara merogoni keluar dari sel hati, masuk
kedalam kira-kira satu minggu, dan berubah menjadi tropozoit dan berubah
menjadi tropozoit didalam vakuola. Tropozoit berbentuk ovoid, dibagian tengah
vakuola terdapat bentrukan sebuah lingkaran atau cincin stempel. Ditempat ini
tropozoit mulai memakan bagian-bagian sitoplasma dari eritrosit, terbentuk
butiran pigmen hemozoin, kemudian dikumpulkan didalam vakuola makanan.
Pada tropozoit dewasa, vakuola tenagh menghilang dan nukleus mulai terbelah
melalui mitosis menjadi sel multinukleat yang disebut meront (schizont). Proses
selanjutnya sitoplasma eritrosit terbagi menjadi beberapa bagian, masing-masing
nukleus membentuki sejumlah merozoit. Merozoit dewasa pecah dan masuk ke
aliran pembuluh darah dan menyerang eritrosit lainnya, dengan demikian siklus
berulang kembali. Multipikasi didalam eritrosit dikenal sebagai siklus sritrositik
(Yuliani, 2012).
Setelah infeksi berlangsung beberapa waktu dan terdapat sejumlah generasi
aseksual, maka beberapa merozoit yang memasuki sel-sel darah merah akan
berkembang menjadi makrogamet (betina) dan mikrogamet (jantan). Didalam
perut nyamuk dihasilkan mikrogamet, dalam waktu 10-15 menit inti membagi dan
6-8 mikrogamet panjang mirip flagelum ditonjolkan keluar dalam suatu proses

12
yang disebut eksflagelasi. Jika mikrogamet tersebut menemukan suatu
makrogamet, maka terjadi pembuahan dan akhirnya membentuk ookinet. Ookinet
menembus kedalam dinding lambung dan tumbuh menjadi ookista. Kemudian
ookista membagi diri berulang-ulang dan akhirnya setiap ookista berisi 10.000
atau lebih sporozoit langsing (Levine,1985). Sporozoit keluar dari ookista tersebar
ke seluruh organ nyamuk termasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar ini
sporozoit menjadi matang dan siap ditularkan bila nyamuk menggigit manusia
atau hewan (Yuliani, 2012).
3.2.2. Mekanisme Perjalanan Masuknya Agent Penyakit DBD
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan
sumber penularan penyakit DBD, yang bisa menunjukan gejala sakit tetapi bisa
juga sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan tubuh yang cukup terhadap virus
dengue. Jika seseorang digigit oleh nyamuk Aedes aegypti maka verus dengue
masuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue
akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh
bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur
nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau ratusan
ribu sehingga siap untuk ditularkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu
nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk (probosis)
menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu dihisap, terlebih dulu
dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang dihisap tidak membeku.
Maka bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada
orang lain (Soehardiono, 2005).
3.3. Patofisiologi Penyakit Malaria dan DBD

3.3.1. Patofisiologi Penyakit Malaria

Sporozoit yang berasal dari dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles


masuk melalui gigitan nyamuk pada kulit bersama air ludah nyamuk yang
mengandung antikoagulansia. Segera sesuadah memasuki liran darah, dalam
waktu 30 menit sporozoit akan menuju ke hati dan menembus hepatosit, menjadi
tropozoit hati. Parasit berada di dalam sel hati selama 9-16 hari dan berkembang

13
menjadi skizon hati yang mengandung 10.000-30.000 merozoit. Siklus ini disebut
sebagai siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan plasmodium
malariae berlangsung siklus skizogoni cepat (immediate schizogony), sedangkan
pada Plasmodium vivax dan plasmodium ovale dapat berlangsung siklus skizogoni
cepat maupun skizogoni lambat (delayed schizogony), dimana sebagian tropozoit
hati menjadi bentuk dorman (istirahat) yang pasif yang disebut bentuk hipnozoit
(dormant bypnozoite). Bentuk hipnozoit dapat berada di dalam sel hati selama
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Jika daya tahan tubuh penderita menurun,
parasit akan menjadi bentuj aktif sehingga menimbulkan kekambuhan (relaps).
Merozoit yang keluar dari skizon hati yang pecah akan meninggalkan sel
hepatosit , memasuki aliran darah dan menginfeksi sel darah merah penderita.
Perkembangan eseksual proses (skizogoni eritorisik), plasmodium dimulai sejak
masuknya merozoit kedalam eritrosit. Di dalam sel eritrosit tahap skizogoni
berlangsung dengan pembentukan merozoit yang lebih banyak (membutuhkan
waktu skitar 22 jam). Setelah proses skizogoni darah berlangsung 2-3 siklus
sebagian merozoit yang menginfeksi eritrosit akan membentuk stadium seksual
mikrogamet (jantan) dan makrogamet (betina), yang membutuhkan waktu 26 jam.
Pada plasmodium falciparum, skizogoni eritrositik berlasung selama 48 jam, dan
gametositosis 10-12 hari. Siklus skizogoni eritrositik pada umumnya berlangsung
selama beberapa siklus sebeleum terbentuknya gametosis untuk pertama kalinya
(Soedarto, 2011).
3.3.2. Patofisiologi Penyakit DBD

Infeksi virus dengue menyebabkan terbentuknya kompleks antigen


Antibodi yang mengaktivasi sistem komplemen, menyebabkan agrerasi trombosis
dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan endotel pembuluh darah.
Peletakan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit merangsang
pengeluaran adenosin diphosphat (ADP) Yang menyebabkan sel-sel trombosit
saling melekat. Oleh sistem retukuleondotel (reticuloendothelial system – RES)
kelompok trombosit dihancurkan, sehingga mengakibatkan terjadi trombositopeni.
Agrerasi trombosit akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
penyebab terjadinya koagulopati komsumtif atau koagulasi intravaskuler

14
disemenita (KID) sehingga terjadi peningkatan FDP (fibrinogendegradation
products) yang berakibat turunya faktor pembekuan.
Agregasi trombosit menimbulkan gangguan fungsi trombosit. Meskipun
jumlah trombosit normal tetapi tidak baik cara kerjanya. Aktivasi koagulasi
mengaktifkan faktor Hageman yang mengaktifkan sistem kinin yang meningkat
permeabilitas kapiler sehingga syok cepat terjadi. jadi penyebab pendarahan masif
pada DBD adalah :
1. Trombositopeni
2. KID yang menyebabkan penurunan faktor pembekuan
3. Kelainan fungsi trombosit
4. Kerusakan dinding endotel kapiler
Pendarahan masif akan memperberat syok yang terjadi (Soedarto, 2012).
3.4. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Malaria dan DBD

3.4.1. Pencegahan dan Penanggulangan Malaria

Pencegahan dan penanggulangan malaria dilakukan terhadap perorangan


maupun masyarakat, yaitu:
1. Mengobati penderita dan penduduk yang peka, yang berdiam didaerah
endemik.
2. Mengobati karier malaria menggunakan primakulin karena mampu
memberantas bentuk gametosit. Namun pengguanan obat ini tidak boleh
dilakukan secara masal karena mempunyai efek samping.
3. Pengobatan pencegahan pada orang yang akan masuk kedaerah endemis
malaria.
4. Memberantas nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penularannya
dngan menggunakan insektisida yang sesuai dan memusnahkan sarang-
sarang nyamuk Anopheles.
5. Menghindarkan diri dan gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu
jika tidur, atau menggunakan repellen yang diusapkan malam hari pada
kulit badan jika berada diluar rumah pada siang hari. (Soedarto, 2009).

15
Pencegahan Malaria menurut Widoyono (2011) :
a) Berbasis masyarkat :
1. Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarkat harus selalu
ditingkatkan malului pendidkan kesehatan, diskusi kelompok maupun
melalui kampanye masal untuk mengurangi tempat sarang nyamuk
(Pemberantasan Sarang Nyamuk, PSN). Kegiatan ini meliputi
menghilangkan genangan air kotor, diantaranya meliputi: menghilangkan
genangan air kotor, diantarnya dengan mengalirkan air atau menimbun
atau mengeringkan barang atau wadah yang memungkinkan sebagi air
menggenang.
2. Menemukan dan mengobati penderita sedini mungkin akan sangat
membatu mencegah penularan.
3. Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang bionomik
anopheles seperti waktu kebiasaan mengigit, jarak terbang dan resistensi
terhadap insektisida.
b) Berbasis pribadi :
1. Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain: tidak keluar rumah atara senja
dan malam hari, bila terpaksa keluar, sebaiknya menggunakan kemeja dan
celana panjang berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai warna
gelap, menggunakan repelan yang mengandung dimetilftlat atau zat anti
nyamuk lainnya, membuat konstruksi rumah yang tahan nyamuk dengan
memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi pintu dan jendela,
menggunakan kelambu yang mengandung insektisida (Insecticide-Treated
mosquito net, ITN), menyemprot kamar dengan menggunakan obat
nyamuk atau menggunakan obat nyamuk bakar.
2. Pengobatan profilaksis bila akan memasuki daerah endemik, meliputi:
a. Pada daerah dimana plasmodiumnya masih sensitif terhadap
klorokuin, diberikan klorokuin 300 Mg basa atau 500 Mg klorokuin
fosfat untuk orang dewasa, seminggu satu tablet, dimulai satu minggu
sebelum masuk daerah sampai empat minggu setelah meninggalkan
tempat tersebut.

16
b. Pada daerah dengan resistensi klorokuin, pasien memerlukan
pengobatan supresif, yaitu dengan meflokuin 5 Mg/KgBB/Minggu
atau doksisiklin 100 Mg/hari atau sulfadoksin 500 Mg/pirimetemin 25
Mg (Suldox), tiga tablet sekali minum.
3. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita hamil, meliputi:
a. Klorokuin, bukan kontraindikasi
b. Profilaksis dengan klorokuin 5 Mg/KgBB/ minggu dan proguanil 3
Mg/Kg/BB/minggu untuk daerah yang masih sensitif klorokuin
c. Meflokuin 5 mg/Kg/BB/minggu diberikan pada bulan keempat
kehamilan untuk daerah dimana plasmodiumnya resisten terhadap
klorokuin.
d. Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperolehkan.
4. Informasi tentang donor darah. Calon donor yang datang ke daerah
endemik dan berasal dari daerah nonendemik serta tidak menunjukan
keluhan dan gejala klinis malaria, boleh mendonorkan darahnya selama 6
bulan sejak dia datang. Calon donor tersebut, apabila telah diberi
pengobatan profilaksis malaria dan telah menetap di daerah itu 6 bulan
atau lebih serta tidak menunjukan gejala klinis, maka diperbolehkan
menjadi donor selama 3 tahun. Banyak penelitian melaporkan bahwa
donor dari daerah endemik merupakan sumber infeksi (Widoyono, 2011).
3.4.2. Pencegahan dan Penanggulangan DBD

Kegiatan pencegahan dan penanggulangan DBD ini meliputi :


a) Pembersihan jentik
1) Program pemberant
2) asan sarang nyamuk (PSN)
3)Larvasidasi
4) Mengunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
b) Pencegahan gigitan nyamuk
1. Mengguanakn kelambu
2. Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
3. Tidak melakukan kebiasaan beresiko (tidur siang, menggantung baju)

17
4. Penyemprotan
Penanggulangan demam berdarah yang paling umum dilakukan adalah dengan
menjaga kebersihan lingkungan melalui gerakan 3M ( menguras, menutup dan
mengubur sarang nyamuk ) dan pengasapan. Tujuannya adalah untuk memutus
mata rantai perkembangbiakan jentik nyamuk (Widoyono,2011).

18
BAB IV

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

1.2. Saran

19
DAFTAR PUSTAKA
Munif,Amrul dan TA,Moch Imron. 2010. Panduan Pengamatan Nyamuk Vektor

Malaria. Jakarta: Sagung Seto.

Rakhman, A., Humardewayanti, R. dan Pramono D. 2009. Faktor – Faktor Risiko


Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Demam Tifoid Pada Orang Dewasa.
Berita Kedokteran Masyarakat, Vol.25, No.4, hlm. 167 - 175.
Soedarto. 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.

Soedarto. 2011. Malaria. Jakarta: Sagung Seto.

Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Sagung Seto

Sukohar. 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD). Medula, Vol.2, No.2, hlm.1-15.
Widodo Hendra. 2013. Parasitologi Kedokteran. Yogyakarta: D-Medika.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, &


Pemberantasannya Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
Romi, A.,. 2011. Malaria dan Permasalahannya. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala,
Vol.11, No.2, hlm. 103 – 114.
Yuliani, Budiharta,. 2012. Epidemiologi zoonosis Di Indonesia. Yogyakrta :
Gadjah mada university press.
Depkes. 2009. Modul Penatalaksanaan. Ditjen P2 dan PL

20

Anda mungkin juga menyukai