Anda di halaman 1dari 25

SKRINING MALARIA

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Skrining dan
Deteksi Dini Penyakit dan Faktor Risiko)

Dosen pengampu : dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D

Disusun oleh :
Epidemiologi 2015
Kelompok 4
Fieki Amalia (11151010000064)
Zuhairiyah (11151010000084)
Tri Utami Setiyani (11151010000103)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
limpahan rahmat serta ridho-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah
ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda nabi besar
Muhammad SAW. yang mana dengan syafaat beliau-lah yang telah membawa
kita semua dari zaman kehancuran menuju zaman yang terang-benderang
bergemilang dengan taqwa dan berhias akan ilmu pengetahuan yang Allah miliki
yaitu agama Islam.

Menjadi kewajiban kita, sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat, untuk


mempelajari bagaimana konsep dari suatu penyakit mulai dari definisi, gambaran
klinis, riwayat alamiah penyakit, pencegahan hingga skrining yang dapat
dilakukan. Pada makalah kali ini akan dibahas mengenai Skrining Malaria.
Mengingat kita, calon ahli kesehatan masyarakat, yang mana nantinya akan
membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta membantu
menyebarluaskan program yang telah dibuat oleh pemerintah yang berdampak
pada penurunan angka kesakitan.

Sejalan dengan terselesaikannya penyusunan makalah ini, kami ingin


mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
memberikan bimbingan,dukungan serta motivasi dalam proses penyusunan
makalah ini. Tiada kata yang dapat kami sampaikan selain doa semoga apa yang
telah mereka berikan dicatat sebagai suatu amal sholih disisi Allah SWT.

Ciputat , Oktober 2017

Kelompok 4C

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
2.1 Pengertian Malaria .............................................................................................. 4
2.2 Gambaran Klinis Malaria .................................................................................... 5
2.3 Rantai Infeksi Malaria......................................................................................... 6
2.4 Riwayat Alamiah Penyakit Malaria .................................................................... 8
2.5 Pencegahan Malaria .......................................................................................... 12
BAB III SKRINING ......................................................................................................... 15
3.1 Diagnosis Mikroskopis Malaria .............................................................................. 15
3.2 Tes Diagnostik ........................................................................................................ 17
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 21
4.1 Simpulan ................................................................................................................. 21
4.2 Kritik dan Saran ...................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUANN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit penular yang disebabkan oleh


parasit Plasmodium sp yang ditularkan oleh vektor nyamuk Anopheles betina.
Malaria merupakan masalah kompleks dan telah menjadi masalah global. Hal
tersebut dikarenakan setengah dari penduduk dunia berisiko untuk terkena
Malaria. Malaria masih menjadi masalah di kawasan Afrika, Asia Selatan, dan
Asia Tenggara. Selain itu, menurut WHO, Malaria merupakan penyebab kematian
keempat di Sub-Sahara Afrika pada anak berusia di bawah lima tahun. Hal ini
menyebabkan eliminasi Malaria menjadi salah satu target MDGs.

Di Indonesia, Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi


masalah kesehatan karena masih berisiko terkena Malaria. Pada tahun 2007 di
Indonesia terdapat 396 Kabupaten endemis dari 495 Kabupaten yang ada, dengan
perkiraan sekitar 45% penduduk berdomisili di daerah yang berisiko tertular
Malaria. Jumlah kasus pada tahun 2006 sebanyak 2.000.000 dan pada tahun 2007
menurun menjadi 1.774.845 (Kemenkes RI, 2009: 5-6). Berdasarkan data tersebut,
para ahli menyimpulkan bahwa Malaria dapat menyebabkan kerugian dalam
bidang ekonomi sebesar 3 triliun rupiah lebih. Selain itu, Malaria juga
berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang.

Jumlah kasus klinis Malaria yang dilaporkan pada tahun 2009 adalah
1.143.024 orang dan jumlah kasus posisif yang ditemukan berdasarkan
pemeriksaan laboratorium adalah 199,577 orang (Yohanna Sorontou, 2013: 3).
Jumlah tersebut diperkirakan masih dapat bertambah melihat fakta di lapangan
bahwa beberapa bagian masyarakat masih belum melaporkan kasus Malaria ke
pelayanan kesehatan setempat
Selain itu, angka insidensi Malaria pada ibu hamil berkisar antara 7 24%.
Malaria pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) dimana BBLR merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit
degeneratif di masa mendatang. Pada umumnya, Malaria menyerang seluruh usia
tanpa memandang jenis kelamin, mulai dari bayi hingga usia produktif. Faktor
yang mempengaruhi penyebarannya pun sangat beragam, seperti perubahan
lingkungan, sosial-budaya masyarakat, resistensi obat, akses pelayanan kesahatan,
dan vektor dari Malaria sendiri (Ditjen PP dan PL, 2011). Hal ini juga merupakan
penyebab mengapa Malaria menjadi salah satu target MDGs dan bagian dari
Pembangunan Nasional di Indonesia.

Dampak yang ditimbulkan dari kejadian Malaria ini pun beragam. Tidak
hanya menurunkan kualitas hidup seseorang, tetapi juga berdampak pada kondisi
ekomoni dan pariwisata. Sehingga, diperlukan tindakan upaya pencegahan yang
cepat dan tepat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan beberapa masalah


sebagai berikut.

Apa yang dimaksud dengan Malaria?


Bagaimana gambaran klinis dari Malaria?
Bagaimana rantai infeksi dari Malaria?
Bagaimana riwayat alamiah penyakit dari Malaria?
Apa saja dan bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan terhadap
Malaria?
Bagaimana gambaran laboratorium/skrining Malaria?

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Matakuliah Praktik Skrining


dan Deteksi Dini Penyakit dan Faktor Risiko dengan dosen pengampu Bapak dr.

2
Toni Wandra, M.Kes, Ph.D. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk menjelaskan
tentang pengertian Malaria, gambaran klinis Malaria, rantai infeksi dan RAP
Malaria, pencegahan dan pengendalian Malaria serta gambaran laboratorium
Malaria.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah untuk menambah wawasan, pengetahuan,


dan informasi mengenai Malaria baik untuk penulis sendiri maupun pembaca.
Selain itu makalah ini juga ditulis untuk menjadi bahan bacaan mengenai
gambaran epidemiologi Malaria.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Malaria


Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina (Depkes, 2008).
Malaria merupakan penyakit yang sudah ada sejak zaman Yunani. Penyakit ini
mudah dikenal yang ditandai dengan demam yang naik turun dan teratur serta
menggigil. Penyakit Malaria dahulu disebut demam kura karena menyebabkan
limpa membesar dan mengeras atau splenomegali. Malaria tersusun dari dua suku
kata yaitu mal (buruk) dan area (udara) sehingga dapat diartikan sebagai
udara buruk. Penyakit ini telah dikenal sejak tahun 1753 dan 1880. Parasit
penyebab Malaria ditemukan oleh Laveran. Tahun 1883, morfologi Plasmodium
mulai dipelajari dengan menggunakan larutan metilen biru untuk mewarnai
parasit Malaria.

Spesies Plasmodium pada manusia adalah:

Plasmodium falciparum (P. falciparum)


Plasmodium vivax (P. vivax)
Plasmodium ovale (P. ovale)
Plasmodium Malariae (P. Malariae)
Plasmodium knowlesi (P. knowlesi)

Jenis plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.


falciparum dan P. vivax, sedangkan jenis P. Malariae dapat ditemukan di
beberapa provinsi seperti Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Sedangkan
P. ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Pada tahun 2010
di Pulau Kalimantan pernah dilaporkan adanya P. knowlesi yang dapat
menginfeksi manusia dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan
primata/monyet dan sampai saat ini masih diteliti lebih lanjut.

4
2.2 Gambaran Klinis Malaria

Manifestasi klinis Malaria dapat bervariasi dari ringan sampai


membahayakan jiwa. Diagnosis Malaria harus ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

Yang perlu diperhatikan selama anamnesis Malaria, sebagai berikut:

1. Keluhan utama, seperti demam, menggigil, berkeringat yang dapat disertai


dengan sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah
endemik Malaria.
3. Riwayat tinggal di daerah endemis Malaria.
4. Riwayat sakit Malaria dan riwayat minum obat Malaria satu bulan terakhir.

Selain anamnesis, pemeriksaan fisik pada penderita Malaria, yaitu:

1. Demam (37,5o C aksila)


2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
5. Manifestasi Malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam
tinggi, konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin
berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever), kejang dan sangat lemah
(prostration).

Sedangkan tanda-tanda klinis penderita yang diduga menderita Malaria


berat menurut (Sorontou, 2012), yaitu:

1. Temperatur rektal 40o C


2. Nadi cepat dan lemah atau kecil
3. Tekanan darah sistolik < 70 mm/Hg pada orang dewasa dan < 50 mm/Hg
pada anak-anak.
4. Frekuensi napas > 35/menit pada orang dewasa atau > 40/menit pada
balita dan anak di bawah satu tahun > 50/menit.

5
5. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) < 11.
6. Manifestasi perdarahan seperti ptekie, purpura, hematoma.
7. Tanda dehidrasi seperti mata cekung, turgor, dan elastisitas kulit
berkurang, bibir kering, produksi urine berkurang.
8. Tanda anemia berat seperti konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah
pucat, dan lain-lain.
9. Terlihat mata kuning atau ikterik.
10. Adanya ronki pada kedua paru.
11. Pembesaran limpa dan atau hepar.
12. Gagal ginjal, yang ditandai dengan oliguri sampai anuri.
13. Gejala neurologik, seperti kaku kuduk, refleks patologik.

2.3 Rantai Infeksi Malaria


Sama halnya dengan penyakit menular lainnya, Malaria juga memiliki
rantai infeksi yaitu sebagai berikut (Depkes RI, 2008).

1. Pintu Keluar (port de exit)

Pada tahap ini, parasit Plasmodium berupa ookinet yang menjadi ookista
dan berkembang menjadi sporozoit yang bersifat infektif pada dinding luar
lambung nyamuk keluar dari reservoir melalui air liur nyamuk betina Anopheles
dengan media berupa gigitan nyamuk.

2. Cara Penularan (mode of transmission)

Menurut Soedarto (2009), penularan Malaria dapat dilakukan melalui dua


cara, yaitu penularan secara alamiah dan penularan secara tidak alamiah (USU).
Penularan secara alamiah adalah nyamuk Anopheles yang menggigit orang yang
sakit Malaria lalu menularkannya dengan menggigit orang yang sehat. Sedangkan,
penularan secara tidak alamiah dibedakan menjadi tiga, yaitu malaria bawaan dan
malaria mekanik. Malaria bawaan adalah malaria yang ditularkan dari ibu ke bayi
yang baru dilahirkan melalui tali pusat dan plasenta. Sedangkan malaria mekanik
adalah malaria yang ditularkan melalui transfusi darah dan jarum suntik (USU).
Selain itu, transpalansi organ dari penderita Malaria juga dapat menjadi salah satu
cara penularan Malaria.

6
3. Pintu Masuk (port de entry)

Pada tahap ini, parasit Palcifarum masuk ke dalam tubuh manusia melalui
gigitan dalam bentuk sporozoit. Kemudian sporozoit akan masuk ke dalam
peredaran darah selama kurang lebih 30 menit.

4. Penjamu

Penjamu adalah host yang rentan terhadap penyakit, kurang kekebalan


atau ketahanan fisik seperti penderita Malaria.

5. Agent Infeksius

Agent infeksius pada kasus Malaria adalah parasit Plasmodium sp yaitu


Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium
malariae.

6. Reservoir

Reservoir adalah tempat agent berkembang dan berproduksi. Setelah


sporozit masuk ke dalam tubuh lalu terbawa oleh aliran darah. Kemudian
sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Tropozoit
nantinya berkembang menjadi skizon lalu merozoit. Merozoit akan pecah dan
masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Kemudian, di
dalam sel darah merah merozoit berkembang menjadi tropozoit hingga skizon lalu
membentuk gametosit jantan dan betina.

Secara umum, rantai infeksi Malaria dibedakan dalam dua siklus yaitu
siklus seksual (dalam tubuh nyamuk Anopheles) dan siklus aseksual (dalam tubuh
manusia). Berikut adalah gamabara dari kedua siklus tersebut.

7
Sumber: Depkes RI, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia
(Jakarta: Kemenkes RI, 2008), h. 5

2.4 Riwayat Alamiah Penyakit Malaria


Pada sub bab ini akan dibahas mengenai riwayat alamiah penyakit dari
Malaria. Riwaya alamiah penyakit (RAP) sendiri merupakan proses perjalanan
penyakit yang alami tanpa pengobatan apapun yang terjadi mulai dari keadaan
sehat hingga timbulnya penyakit (Wahyudin Rajab, 2009: 16). Oleh karena itu
riwayat alamiah penyakit (RAP) juga dapat diartikan sebagai perjalanan alami
penyakit di dalam tubh manusia mulai dari keadaan sehat hingga timbulnya
penyakit tanpa adanya intervensi yang dilakukan. Tujuan dari memahami riwayat
alamiah penyakit (RAP) sendiri adalah untuk mengenali atau mendeteksi penyakit
atau masalah kesehatan dengan mengenal gejala, tanda, dan hasil pemeriksaan
yang terkait atau mengenal masalah kesehatan secara umum melalui indikator
masalah tersebut (Wahyudin Rajab, 2009: 16).

Riwayat alamiah penyakit (RAP) berbeda-beda antara penyakit satu


dengan penyakit lainnya. Namun, secara umum, keseluruhan riwayat alamiah
penyakit (RAP) dapat digambarkan sebagai berikut.

8
Sumber: Wahyudin Rajab, Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan
(Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009), h. 16.

Berdasarkan gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum


riwayat alamiah penyakit (RAP) dapat dibedakan menjadi masa prapatogenesis,
masa patogenesis, dan masa akhir penyakit. Dari bagan di atas, kita juga dapat
mengetahui bahwa riwayat alamiah penyakit (RAP) terdiri dari lima tahapan,
yaitu:

1) Tahap prapatogenesis

Pada tahapan ini, manusia (host) masih dalam keadaan sehat. Namun, pada
tahapan ini pula manusia dapat terpajan agent yang nantinya menjadi penyebab
atau risiko timbulnya penyakit. Hal-hal ini dapat terjadi karena: (Wahyudin Rajab,
2009: 17)

a. Telah terjadi interaksi dengan bibit penyakit (agent),


b. Bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh manusia (host/penjamu),
c. Manusia masih dalam keadaan sehat belum ada tanda penyakit, dan
d. Belum terdeteksi baik secara klinis maupun laboratorium.

Dalam kasus Malaria tahapan prapatogenesis ini dapat terjadi ketika


host/penjamu masih keadaan sehat namun hidup di lingkungan yang berisiko
terkena Malaria. Selain itu, tahapan ini juga dapat digambarkan ketika

9
host/penjamu sudah tergigit oleh nyamuk Anopheles yang membawa parasit
Plasmodium namun belum ada tanda yang muncul akibat gigitan tersebut. Secara
klinis maupun laboratium, Malaria tidak dapat terdeteksi dengan baik juga
merupakan tahapan prapatogenesis.

2) Tahap Inkubasi

Pada tahap ini, bibit penyakit telah masuk ke dalam tubuh manusia namun
gejala dari penyakit belum tampak (Wahyudin Rajab, 2009: 17). Tahapan ini
berhubungan dengan imunitas. Jika imunitas host/penjamu tidak kuat atau sedang
lemah, makan bibit penyakit dapat menyebabkan gangguan pada bentuk dan
fungsi tubuh.

Dalam kasus Malaria, tahapan inkubasinya berbeda-beda. Hal ini


dikarenakan parasit Plasmodium yang dibawa oleh nyamuk Anopheles dibedakan
menjadi empat jenis, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
Malariae, dan Plasmodium falciparum. Pada Plasmodium vivax, masa
inkubasinya berkisar 12 17 hari atau sampai 12 bulan, sedangkan pada
Plasmodium ovale, masa inkubasinya berkisar 16 18 hari atau lebih lama. Masa
inkubasi untuk Plasmodium Malariae berkisar 18 40 hari atau lebih lama dan 9
14 hari masa inkubasi untuk Plasmodium falciparum (Soedarto, 2011: 41).
Selama masa inkubasi, parasit Palcifarum berkembang hingga mencapai jumlah
yang cukup untuk merangsang imunitas seluler dan menimbulkan gejala penyakit.

3) Tahap Penyakit Dini

Pada tahap ini, gejala penyakit mulai timbul namun umumnya masih
ringan dan host/penjamu masih bisa beraktivitas (Wahyudin Rajab, 2009: 17).
Dalam kasus Malaria, hal ini digambarkan dengan gambaran klinis seperti yang
telah dijelaskan pada sub bab 2.1. Pada tahapan ini pula siklus eksoeritrositik dan
siklus eritrositik terjadi. Penjelasan mengenai siklus-siklus ini terdapat pada
subbab 2.7.

10
4) Tahap Penyakit Lanjut

Pada tahap ini, penyakit makin bertambah hebat dan host/penjamu tidak
dapat beraktivitas sehingga diperlukan perawatan (Wahyudin Rajab, 2009: 17).
Dalam kasus Malaria, tahap ini telah memasuki tahap demam paroksimal dimana
skizon matang pecah dan merozoit masuk ke dalam aliran darah. Biasanya
beratnya serangan primer penyakit ini berlangsung ringan pada host/penjamu
yang terkena infeksi Plasmodium ovale dan Plasmodium Malariae. Pada infeksi
Plasmodium vivax serangan penyakitnya ringan sampai berat, sedangkan pada
infeksi Plasmodium palcifarum, serangan berlangsung berat pada host/penjamu
yang tidak memiliki imunitas.

5) Tahap Akhir Penyakit

Pada tahap ini, perjalanan infeksi parasit Palcifarum berakhir. Tahapan


berakhirnya penyakit dalam tubuh manusia ini dibedakan menjadi lima keadaan
yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan kecacatan, carrier, kronis, atau
meninggal dunia. Sebagian besar penderita Malaria merupakan carrier karena
karena masing-masing infeksinya memiliki masa rekuren (kekambuhan setelah
beberapa bulan tanpa gejala). Pada Malaria terjadi yang namanya penyakit
inapparent yaitu penyakit yang berlangsung tanpa gejala klinis, penderita Malaria
sudah dapat menularkan penyakitnya sebelum masa inkubasi selesai (Wahyudin
Rajab, 2009: 17).

Setelah memahami riwayat alamiah penyakit (RAP), kita dapat melakukan


upaya pencegahan Malaria dengan lima tingkatan pencegahan yang dikemukakan
oleh Level dan Clark. Berikut adalah uraian lima tingkatan pencegahan Malaria
berdasarkan riwayat alamiah penyakit (RAP).

11
Sumber: Wahyudin Rajab, Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan
(Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009), h. 18.

Sumber: Wahyudin Rajab, Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan


(Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009), h. 19.

2.5 Pencegahan Malaria


Pencegahan Malaria perlu diperhatikan mengingat saat ini angka kejadian
Malaria semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata 10 kasus
kematian akibat Malaria sepulangnya dari daerah endemis setiap tahunnya.
Pencegahan Malaria meliputi :

12
1. Pencegahan umum Malaria, upaya paling efektif adalah menghindari
gigitan nyamuk Anopheles. Upaya tersebut berupa proteksi pribadi dengan
menggunakan insektisida, modifikasi perilaku, dan modifikasi lingkungan.
2. Pencegahan Malaria secara garis besar mencakup tiga aspek sebagai
berikut:
a) Mengurangi pengandung gametosit yang merupakan sumber infeksi
(reservoar).

Hal tersebut dapat dicegah dengan jalan mengobati penderita Malaria akut
dengan obat yang efektif terhadap fase awal dari siklus eritrosit aseksual sehingga
gametosit tidak sempat terbentuk di dalam darah penderita. Selain itu, jika
gametosit telah terbentuk dapat dipakai jenis obat yang secara spesifik dapat
membunuh gametosit (obat gametosida).

b) Memberantas nyamuk sebagai vektor Malaria.

Memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan menghilangkan tempat-


tempat perindukan nyamuk, membunuh larva atau jentik, dan membunuh
nyamuk dewasa. Pengendalian tempat perindukan dapat dilakukan dengan
menyingkirkan tumbuhan air yang menghalangi aliran air, melancarkan aliran
saluran air, dan menimbun lubang-lubang yang mengandung air. Jentik nyamuk
diberantas dengan menggunakan solar atau oli yang dituangkan ke air,
memakai insektisida, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk (ikan kepala
timah atau Gambusia Affinis), memelihara Crustacea kecil pemangsa jentik
(Genus Mesocyclops), atau memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensis yang
menginfeksi dan membunuh jentik nyamuk. Untuk negara-negara berkembang,
telah ditemukan teknologi sederhana untuk mengembangbiakkan bakteri di atas
dengan memakai air kelapa sebagai media kulturnya. Nyamuk dewasa dapat
diberantas dengan menggunakan insektisida, biasanya dengan cara disemprotkan.
Peran DDT sekarang diganti oleh insektisida sintetis dari golongan kimia lain
yang masih efektif. Akhir-akhir ini telah dikembangkan teknik genetika untuk
mensterilkan nyamuk Anopheles dewasa (Putu Sutisna, 2003).

13
c) Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksi Malaria. Secara
prinsip upaya ini dikerjakan dengan cara sebagai berikut: (Andi Arsunan
Arsin, 2012: 53)
1) Mencegah gigitan nyamuk.
2) Memberikan obat-obat untuk mencegah penularan Malaria.
3) Memberi vaksinasi (belum diterapkan secara luas dan masih dalam
tahap riset atau percobaan di lapangan).

Selain pencegahan-pencegahan di atas, WHO sendiri telah membuat


beberapa program pengendalian Malaria yang tercantum dalam World Malaria
Report 2015. Beberapa program pengendalian tersebut antara lain penggunaan
kelambu anti nyamuk, penyemprotan residual di dalam ruangan, kontrol larva,
terapi preventif untuk Malaria, tes diagnostik, dan pengobatan Malaria.
Pemerintah indonesia juga mengadakan program Eliminasi Malaria agar
terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan Malaria
sampai tahun 2030, dengan menurunnya kasus Malaria (API) dari 2 menjadi 1 per
1.000 penduduk (Ditjen PP dan PL, 2011).

Strategi dari program ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu diagnosis
Malaria, pengobatan, pencegahan, kemitraan dalam menuju eliminasi Malaria,
dan Posmaldes (Pos Malaria Desa). Menurut Ditjen PP dan PL (2011), program
ini juga terdiri dari beberapa pokok kegiatan. Pokok-pokok kegiatan tersebut
antara lain, penemuan dini dan pengobatan penderita, meningkatkan akses
pelayanan yang berkualitas (konfirmasi dengan mikroskop atau RDT),
pemberdayaan dan penggerakan masyarakat, meningkatkan KIE (Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi), menggalang kemitraan, meningkatkan sistem surveilans,
meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi, dan meningkatkan kualitas sumber
daya manusia.

14
BAB III

SKRINING

BAB III SKRINING


Pemeriksaan laboratorium malaria berguna untuk tindakan deteksi dini
yang merupakan salah satu bagian dari pencegahan malaria. Terdapat 2 jenis
tindakan deteksi dini malaria, antara lain :

3.1 Diagnosis Mikroskopis Malaria


Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan parasit Malaria berupa sediaan
darah tetes tebal atau tipis dengan pulasan Giemsa merupakan dasar untuk
pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan dengan menggunakan lensa objektif 100
kali (lensa imersi) dan pembesaran 500-600 yang setara dengan 0,20 L darah.
Jumlah parasit dapat dihitung per lapang pandang mikroskopis. Metode yang
digunakan untuk menghitung jumlah parasit (parasite count) pada sediaan darah
tetes tebal adalah metode semi kuantitatif.

Terdapat 2 bentuk sediaan darah yang dibuat untuk diagnosis mikroskopis


malaria, yaitu :

1) Sediaan darah tipis atau sedian apus darah

2) Sediaan darah tebal atau sediaan tetes tebal.

Sediaan apusan membutuhkan volume darah relatif sedikit dibandingkan


dengan sediaan tetes tebal, sehingga peluang ditemukannya parasit juga relatif
lebih sedikit. Apabila pemeriksaan bertujuan untuk hanya identifikasi semata,
disarankan menggunakan sediaan tetes tebal karena akan lebih cepat menemukan
parasit. Sebaliknya apabila sediaan digunakan untuk menonjolkan morfologi
parasit, disarankan membuat sediaan apusan karena dengan sediaan apusan
morfologi Plasmodium akan tampak lebih jelas dengan bagian-bagian yang relatif
lengkap.

15
Langkah-langkah pembuatan sediaan malaria dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Siapkan semua peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam


pengambilan sampel darah.
2. Ujung jari yang akan diambil darahnya, hendaknya diremas/diurut lebih
dahulu untuk mengumpulkan darah ke ujung jari.
3. Usaplah ujung jari yang akan ditusuk menggunakan kapas alkohol 70 %
dan biarkan kering angin (jangan ditiup).
4. Tusuklah ujung jari tersebut menggunakan blood lancet steril.
5. Teteskan darah yang keluar pada gelas objek. Upayakan pada minimal 2
buah gelas objek (satu untuk sediaan tipis satu lagi untuk sediaan tetes
tebal)
6. Usaplah bekas tusukan lancet menggunakan kapas kering.
7. Untuk sediaan darah tipis lakukan penggeseran darah pada gelas objek
tersebut menggunakan deck glass atau gelas objek lain, sedangkan untuk
sediaan darah tebal, lebarkanlah sampel darah kira-kira selebar 1,5 cm.
Keringkanlah di udara.
8. Lakukanlah pewarnaan dengan larutan Giemsa 1 : 9, selama kurang lebih
5 10 menit. (Pada sediaan darah tipis, sebelum diwarnai hendaknya
dilakukan fiksasi menggunakan larutan methanol selama 1 menit.
Sedangkan pada sediaan darah tebal hendaknya dilakukan proses
hemolisis sampai sempurna sebelum diwarnai).

Metode Semi Kuantitatif


a. (-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan
pandang besar)

16
b. (+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
c. (++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)
d. (+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
e. (++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Metode Kuantitatif

Jumlah parasit dapat ditentukan dengan menghitung parasit per 200


leukosit dalam sediaan darah tebal dan jumlah leukosit rata-rata 8000 L darah,
dengan densitas parasit yang dihitung sebagai berikut:

8000
Parasit /L darah = (200)

Berikut merupakan berapa hal yang perlu diperhatikan pada penderita


yang dicurigai menderita Malaria berat, yaitu:

1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang


setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut
tidak ditemukan parasit, maka diagnosis Malaria dapat disingkirkan.

3.2 Tes Diagnostik


Terdapat 2 jenis Rapid Diagnostic Test yaitu :

a. Single Rapid Test : untuk mendeteksi hanya plasmodium Falciparum.

b. Combo Rapid Test : untuk mendeteksi infeksi semua spesies


plasmodium.

Rapid Diagnostic Test yang digunakan sebaiknya memiliki sensitivity


lebih dari 95 % dan spesificity lebih dari 95 %. Rapid Test yang tersedia di
pasaran adalah :

a. HRP-2 (Histidine Rich Protein/2) yang dihasilkan oleh trofozoit, skizon dan
gametosit muda plasmodium falciparum.

17
b. PLDH (Parasite Lactate Dehydrogenase) dan Aldolase yan diproduksi parasit
bentuk seksual dan aseksual semua spesies plasmodium

Teknik yang di gunakan untuk deteksi antigen adalah


immunokromatografi dengan kertas dipstick yang dikenal dengan Rapid
Diagnostic Test (RDT). Alat ini dapat mendeteksi antigen dari P. falciparum dan
non falciparum terutama P. vivax . Tes ini bermanfaat pada unit gawat darurat,
saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta
untuk survei tertentu. Tes ini sederhana dan cepat karena dapat dilakukan dalam
waktu sepuluh menit, dapat dilakukan secara massal, dan juga dapat dilakukan
oleh petugas yang tidak terampil dan memerlukan sedikit latihan. Alat tes ini juga
sederhana, kecil, dan tidak memerlukan aliran listrik.

Alat dan Bahan :

1. CareStartTM Malaria HRP2/pLDH (Pf/PAN) Combo berisikan :


2. Alat Uji ( Alat uji disegel di dalam wadah aluminium dengan pengering)
3. Petunjuk penggunaan
4. Assay Buffer (Borax buffered SDS dan larutan saporanin)
5. Pilihan : pipet sampel/lanset/alcohol pad
6. Darah kapiler
7. Tissue

18
Langkah-langkah pemeriksaan malaria dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test
sebagai berikut :
1. Bersihkan daerah yang akan ditusuk menggunakan alcohol pad
2. Tekan ujung jari dan tusuk menggunakan venipuntur atau lanset yang
disediakan.
3. Bersihkan tetesan darah pertama dengan tissue bersih.
4. Ambil sampel darah (5 l) menggunakan pipet yang disediakan atau pipet
mikro.
5. Masukkan seluruh darah (5 l) ke lubang sampel.
6. Buka tutup botol Assay Buffer dengan memutar tutupnya.
7. Tambahkan 3 tetes assay buffer (atau 60 l) ke lubang buffer
8. Baca hasilnya dalam 20 menit

Hasil dari RDT dapat dilihat dari muncul atau tidaknya warna pada tes
strip tersebut. Pada setiap tes yang telah dilakukan warna pada garis kontrol harus
muncul, apabila warna pada garis kontrol tidak muncul menandakan bahwa tes
tersebut invalid dan tes harus diulangi menggunakan alat uji baru. Jika ada dua
garis (satu garis di area C dan satu lagi di area 2) berarti hasilnya positif
untuk P. falciparum, P. vivax, P. ovale, atau P. malariae. Jika ada dua garis (satu
garis di area C dan satu lagi di area 1) berarti hasilnya positif untuk P.
falciparum. Jika ada tiga garis (garis di area C, di area 1 dan 2) berarti
hasilnya positif untuk infeksi campuran P. falciparum dan lainnya (P. vivax, P.
ovale, dan P. malariae)

Namun tes dipstick memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

1. Tidak dapat mengukur densitas parasit secara kuantitatif.

19
2. Antigen yang masih beredar 2 minggu setelah parasit hilang, masih
memberikan reaksi positif.
3. Gametosit muda (immature), bukan yang matang mungkin dapat
diseleksi.
4. Biaya tes cukup mahal.

20
BAB IV
PENUTUP

BAB V PENUTUP

4.1 Simpulan

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium


yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina (Depkes, 2008).
Gejala klinis yang timbul akibat Malaria adalah demam, konjungtiva, pembesaran
limfa, pembesaran hati, nadi cepat, dan sebagainya. Rantai infeksi dan riwayat
alamiah penyakit Malaria pun hampir sama dengan penyakit menular lainnya
dimana terdapat beberapa perbedaan di agent dan sebagainya. Pemerintah
Indonesia sendiri sudah memiliki program untuk mengendalikan Malaria yaitu
Eliminasi Malaria. Pencegahan serta diagnosis Malaria dapat dengan skrining
Malaria yang dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu diagnosis mikroskopis
Malaria, dan tes diagnostik.

4.2 Kritik dan Saran


Upaya pencegahan dan pengendalian Malaria oleh pemerintah Indonesia
telah berlangsung sangat baik. Hal ini merujuk pada beberapa target dalam
program eliminasi Malaria yang telah tercapai. Namun, pemerintah haruslah
konsisten terhadap program eliminasi Malaria. Berdasarkan Riskesdas 2013,
angka insidensi di beberapa provinsi mengalami kenaikan dari 2007 walaupun
tidak signifikan. Diharapkan ketika program pemerintah telah mampu melakukan
pencegahan, program pengendalian untuk wilayah tersebut haruslah diperhatikan.

21
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
Arsin, Andi Arsunan. 2012. Malaria di Indonesia. Makassar: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar


2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.


Jakarta: Kemenkes RI.

Ditjen PP dan PL. 2011. Buku Saku Menuju Eliminasi Malaria. Jakarta:
Kemenkes RI.

Ditjen PP dan PL Kementrian Kesehatan RI. 2012. Buku Saku Penatalaksanaan


Kasus Malaria. Diakses dari www.academia.edu. Diakses pada
16 November 2016. Diakses pada pukul 19.20 WIB.

Kemenkes RI. 2009. Keputusan Kementrian Kesehatan RI Tentang Eliminasi


Malaria di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 5 Tahun 2013


tentang Pedoman Tata Laksana Malaria. Jakarta: Kemenkers RI.

Pusdatin. 2016. Malaria. Jakarta: Kemenkes RI.

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Soedarto. 2011. Malaria. Jakarta: CV Agung Seto.

Sorontou, Yohanna. 2014. Ilmu Malaria Klinik. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

UNG. Malaria. Diakses dari http://eprints.ung.ac.id/1876/4/2012-2-14201-


841408034-bab2-22012013054111.pdf. Diakses pada tanggal 30
November 2016. Diakses pada pukul 20.46 WIB.

USU. Epidemiologi Malaria. Diakses dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61596/4/Chapter%20II.pd
f. Diakses pada tanggal 02 Desember 2016. Diakses pada pukul 09.10
WIB.

WHO. 2015. World Malaria Report 2015. France: WHO.

22

Anda mungkin juga menyukai