(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Skrining dan
Deteksi Dini Penyakit dan Faktor Risiko)
Disusun oleh :
Epidemiologi 2015
Kelompok 4
Fieki Amalia (11151010000064)
Zuhairiyah (11151010000084)
Tri Utami Setiyani (11151010000103)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
limpahan rahmat serta ridho-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah
ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda nabi besar
Muhammad SAW. yang mana dengan syafaat beliau-lah yang telah membawa
kita semua dari zaman kehancuran menuju zaman yang terang-benderang
bergemilang dengan taqwa dan berhias akan ilmu pengetahuan yang Allah miliki
yaitu agama Islam.
Kelompok 4C
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUANN
BAB I PENDAHULUAN
Jumlah kasus klinis Malaria yang dilaporkan pada tahun 2009 adalah
1.143.024 orang dan jumlah kasus posisif yang ditemukan berdasarkan
pemeriksaan laboratorium adalah 199,577 orang (Yohanna Sorontou, 2013: 3).
Jumlah tersebut diperkirakan masih dapat bertambah melihat fakta di lapangan
bahwa beberapa bagian masyarakat masih belum melaporkan kasus Malaria ke
pelayanan kesehatan setempat
Selain itu, angka insidensi Malaria pada ibu hamil berkisar antara 7 24%.
Malaria pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) dimana BBLR merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit
degeneratif di masa mendatang. Pada umumnya, Malaria menyerang seluruh usia
tanpa memandang jenis kelamin, mulai dari bayi hingga usia produktif. Faktor
yang mempengaruhi penyebarannya pun sangat beragam, seperti perubahan
lingkungan, sosial-budaya masyarakat, resistensi obat, akses pelayanan kesahatan,
dan vektor dari Malaria sendiri (Ditjen PP dan PL, 2011). Hal ini juga merupakan
penyebab mengapa Malaria menjadi salah satu target MDGs dan bagian dari
Pembangunan Nasional di Indonesia.
Dampak yang ditimbulkan dari kejadian Malaria ini pun beragam. Tidak
hanya menurunkan kualitas hidup seseorang, tetapi juga berdampak pada kondisi
ekomoni dan pariwisata. Sehingga, diperlukan tindakan upaya pencegahan yang
cepat dan tepat.
2
Toni Wandra, M.Kes, Ph.D. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk menjelaskan
tentang pengertian Malaria, gambaran klinis Malaria, rantai infeksi dan RAP
Malaria, pencegahan dan pengendalian Malaria serta gambaran laboratorium
Malaria.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Gambaran Klinis Malaria
5
5. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) < 11.
6. Manifestasi perdarahan seperti ptekie, purpura, hematoma.
7. Tanda dehidrasi seperti mata cekung, turgor, dan elastisitas kulit
berkurang, bibir kering, produksi urine berkurang.
8. Tanda anemia berat seperti konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah
pucat, dan lain-lain.
9. Terlihat mata kuning atau ikterik.
10. Adanya ronki pada kedua paru.
11. Pembesaran limpa dan atau hepar.
12. Gagal ginjal, yang ditandai dengan oliguri sampai anuri.
13. Gejala neurologik, seperti kaku kuduk, refleks patologik.
Pada tahap ini, parasit Plasmodium berupa ookinet yang menjadi ookista
dan berkembang menjadi sporozoit yang bersifat infektif pada dinding luar
lambung nyamuk keluar dari reservoir melalui air liur nyamuk betina Anopheles
dengan media berupa gigitan nyamuk.
6
3. Pintu Masuk (port de entry)
Pada tahap ini, parasit Palcifarum masuk ke dalam tubuh manusia melalui
gigitan dalam bentuk sporozoit. Kemudian sporozoit akan masuk ke dalam
peredaran darah selama kurang lebih 30 menit.
4. Penjamu
5. Agent Infeksius
6. Reservoir
Secara umum, rantai infeksi Malaria dibedakan dalam dua siklus yaitu
siklus seksual (dalam tubuh nyamuk Anopheles) dan siklus aseksual (dalam tubuh
manusia). Berikut adalah gamabara dari kedua siklus tersebut.
7
Sumber: Depkes RI, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia
(Jakarta: Kemenkes RI, 2008), h. 5
8
Sumber: Wahyudin Rajab, Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan
(Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009), h. 16.
1) Tahap prapatogenesis
Pada tahapan ini, manusia (host) masih dalam keadaan sehat. Namun, pada
tahapan ini pula manusia dapat terpajan agent yang nantinya menjadi penyebab
atau risiko timbulnya penyakit. Hal-hal ini dapat terjadi karena: (Wahyudin Rajab,
2009: 17)
9
host/penjamu sudah tergigit oleh nyamuk Anopheles yang membawa parasit
Plasmodium namun belum ada tanda yang muncul akibat gigitan tersebut. Secara
klinis maupun laboratium, Malaria tidak dapat terdeteksi dengan baik juga
merupakan tahapan prapatogenesis.
2) Tahap Inkubasi
Pada tahap ini, bibit penyakit telah masuk ke dalam tubuh manusia namun
gejala dari penyakit belum tampak (Wahyudin Rajab, 2009: 17). Tahapan ini
berhubungan dengan imunitas. Jika imunitas host/penjamu tidak kuat atau sedang
lemah, makan bibit penyakit dapat menyebabkan gangguan pada bentuk dan
fungsi tubuh.
Pada tahap ini, gejala penyakit mulai timbul namun umumnya masih
ringan dan host/penjamu masih bisa beraktivitas (Wahyudin Rajab, 2009: 17).
Dalam kasus Malaria, hal ini digambarkan dengan gambaran klinis seperti yang
telah dijelaskan pada sub bab 2.1. Pada tahapan ini pula siklus eksoeritrositik dan
siklus eritrositik terjadi. Penjelasan mengenai siklus-siklus ini terdapat pada
subbab 2.7.
10
4) Tahap Penyakit Lanjut
Pada tahap ini, penyakit makin bertambah hebat dan host/penjamu tidak
dapat beraktivitas sehingga diperlukan perawatan (Wahyudin Rajab, 2009: 17).
Dalam kasus Malaria, tahap ini telah memasuki tahap demam paroksimal dimana
skizon matang pecah dan merozoit masuk ke dalam aliran darah. Biasanya
beratnya serangan primer penyakit ini berlangsung ringan pada host/penjamu
yang terkena infeksi Plasmodium ovale dan Plasmodium Malariae. Pada infeksi
Plasmodium vivax serangan penyakitnya ringan sampai berat, sedangkan pada
infeksi Plasmodium palcifarum, serangan berlangsung berat pada host/penjamu
yang tidak memiliki imunitas.
11
Sumber: Wahyudin Rajab, Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan
(Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009), h. 18.
12
1. Pencegahan umum Malaria, upaya paling efektif adalah menghindari
gigitan nyamuk Anopheles. Upaya tersebut berupa proteksi pribadi dengan
menggunakan insektisida, modifikasi perilaku, dan modifikasi lingkungan.
2. Pencegahan Malaria secara garis besar mencakup tiga aspek sebagai
berikut:
a) Mengurangi pengandung gametosit yang merupakan sumber infeksi
(reservoar).
Hal tersebut dapat dicegah dengan jalan mengobati penderita Malaria akut
dengan obat yang efektif terhadap fase awal dari siklus eritrosit aseksual sehingga
gametosit tidak sempat terbentuk di dalam darah penderita. Selain itu, jika
gametosit telah terbentuk dapat dipakai jenis obat yang secara spesifik dapat
membunuh gametosit (obat gametosida).
13
c) Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksi Malaria. Secara
prinsip upaya ini dikerjakan dengan cara sebagai berikut: (Andi Arsunan
Arsin, 2012: 53)
1) Mencegah gigitan nyamuk.
2) Memberikan obat-obat untuk mencegah penularan Malaria.
3) Memberi vaksinasi (belum diterapkan secara luas dan masih dalam
tahap riset atau percobaan di lapangan).
Strategi dari program ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu diagnosis
Malaria, pengobatan, pencegahan, kemitraan dalam menuju eliminasi Malaria,
dan Posmaldes (Pos Malaria Desa). Menurut Ditjen PP dan PL (2011), program
ini juga terdiri dari beberapa pokok kegiatan. Pokok-pokok kegiatan tersebut
antara lain, penemuan dini dan pengobatan penderita, meningkatkan akses
pelayanan yang berkualitas (konfirmasi dengan mikroskop atau RDT),
pemberdayaan dan penggerakan masyarakat, meningkatkan KIE (Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi), menggalang kemitraan, meningkatkan sistem surveilans,
meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi, dan meningkatkan kualitas sumber
daya manusia.
14
BAB III
SKRINING
15
Langkah-langkah pembuatan sediaan malaria dapat diuraikan sebagai berikut :
16
b. (+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
c. (++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)
d. (+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
e. (++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Metode Kuantitatif
8000
Parasit /L darah = (200)
a. HRP-2 (Histidine Rich Protein/2) yang dihasilkan oleh trofozoit, skizon dan
gametosit muda plasmodium falciparum.
17
b. PLDH (Parasite Lactate Dehydrogenase) dan Aldolase yan diproduksi parasit
bentuk seksual dan aseksual semua spesies plasmodium
18
Langkah-langkah pemeriksaan malaria dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test
sebagai berikut :
1. Bersihkan daerah yang akan ditusuk menggunakan alcohol pad
2. Tekan ujung jari dan tusuk menggunakan venipuntur atau lanset yang
disediakan.
3. Bersihkan tetesan darah pertama dengan tissue bersih.
4. Ambil sampel darah (5 l) menggunakan pipet yang disediakan atau pipet
mikro.
5. Masukkan seluruh darah (5 l) ke lubang sampel.
6. Buka tutup botol Assay Buffer dengan memutar tutupnya.
7. Tambahkan 3 tetes assay buffer (atau 60 l) ke lubang buffer
8. Baca hasilnya dalam 20 menit
Hasil dari RDT dapat dilihat dari muncul atau tidaknya warna pada tes
strip tersebut. Pada setiap tes yang telah dilakukan warna pada garis kontrol harus
muncul, apabila warna pada garis kontrol tidak muncul menandakan bahwa tes
tersebut invalid dan tes harus diulangi menggunakan alat uji baru. Jika ada dua
garis (satu garis di area C dan satu lagi di area 2) berarti hasilnya positif
untuk P. falciparum, P. vivax, P. ovale, atau P. malariae. Jika ada dua garis (satu
garis di area C dan satu lagi di area 1) berarti hasilnya positif untuk P.
falciparum. Jika ada tiga garis (garis di area C, di area 1 dan 2) berarti
hasilnya positif untuk infeksi campuran P. falciparum dan lainnya (P. vivax, P.
ovale, dan P. malariae)
19
2. Antigen yang masih beredar 2 minggu setelah parasit hilang, masih
memberikan reaksi positif.
3. Gametosit muda (immature), bukan yang matang mungkin dapat
diseleksi.
4. Biaya tes cukup mahal.
20
BAB IV
PENUTUP
BAB V PENUTUP
4.1 Simpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Arsin, Andi Arsunan. 2012. Malaria di Indonesia. Makassar: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ditjen PP dan PL. 2011. Buku Saku Menuju Eliminasi Malaria. Jakarta:
Kemenkes RI.
22