Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KESEHATAN MASYARAKAT

DEMAM BERDARAH DENGUE

DISUSUN OLEH

ANISA PUTRI (1910070120012)

DIMAS SAPUTRA (1910070120005)

FRISKA ADILLA (1910070120018)

FATIMAH SHAHILLA DHIFA (1910070120019)

HAWANA ZAHRA HASIBUAN (1910070120009)

DOSEN PEMBIMBING

HARRY BUDIMAN, SKM. M.KES

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

KESEHATAN MASYARAKAT

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan penyakit endemis di Indonesia dan
sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Penyakit Demam Berdarah
disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang akut dan ditandai dengan panas mendadak selama 2 – 7
hari tanpa sebab yang jelas disertai dengan manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis kadang
disertai muntah darah, berak darah, kesadaran menurun, dan syock (Soegijanto, 2006).
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorragik Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Merebaknya kasus DBD ini
menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya
kesadaran akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat
dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini.
Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu
nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah
vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini Nyamuk dapat membawa virus
dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut.Sesudah masa inkubasi
virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus
dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus
dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta dapat pula berperan
sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk.
Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang yang memiliki
antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama. Selain itu, risiko demam berdarah juga lebih
tinggi pada wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun, atau seseorang yang berasal dari ras
Kaukasia.
B.RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian, cara penularan/resiko masalah demam berdarah dengue


2. Distribusi penyakit dalam 5 tahun terakhir(Trend case)
3. Persebaran penyakit di wilayah kota padang
4. Determinan penyakit
5. Kebijakan /program yang sudah dijalankan oleh pemerintah
6. Kerja sama lintas sector dan lintas program
7. Menganalisa dan evaluasi terhadap pencapaian program
8. Memberikan argumentasi terhadap masalah demam berdarah dengue

C.Tujuan Penulisan
Penulisan makalah yang berjudul ”Demam Berdarah Dengue” ini kiranya bertujuan untuk
memberikan pengetahuan kepada mahasiswa agar lebih memahami dan mengerti tentang apa itu
Demam Berdarah Dengue dan apa saja masalah kesehatan tentang Demam Berdarah Dengue.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian, cara penularan/resiko masalah demam berdarah dengue


Demam berdarah atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus Dengue. Virus ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus, yang hidup di wilayah tropis dan subtropis. Diperkirakan terdapat
setidaknya 50 juta kasus demam berdarah di seluruh dunia tiap tahunnya.

Penyakit DBD adalah penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan
kematian pada banyak orang penyakit ini di sebabkan oleh virus dengue dan di tularkan oleh nyamuk
aedes aegypti. Nyamuk ini tersebar luas di rumah-rumah, sekolah dan tempat-tempat umum lainnya
seperti tempat ibadah, restoran, kantor, balai desa dan lain-lain sehingga setiap keluarga dan
masyarakat mengandung risiko untuk ketularan penyakit DBD. Obat untuk penyakit DBD belum
ada, dan vaksin untuk pencegahannya juga belum ada, sehingga satusatunya cara untuk memberantas
penyakit ini adalah dengan memberantas nyamuk aedes aegypti. (Depkes RI, 1996).

Demam berdarah dengue (Dengue hemorrhagic fever), Gejala dari dengue hemorrhagic
fever meliputi semua gejala dari demam dengue, ditambah:

 Muntah terus menerus


 Sakit perut parah
 Sulit bernapas setelah demam awal mereda
 Kerusakan pada pembuluh darah dan getah bening
 Perdarahan dari hidung, gusi, atau di bawah kulit, menyebabkan memar berwarna keunguan

Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari famili
Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit demam
berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam
berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus
dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Sistem imun yang sudah terbentuk
di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang
lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis
virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali
akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk (Kristina dkk, 2004). Virus dengue dapat masuk ke
tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes
aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan
menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang
yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8 - 10
hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang
digigitnya.
2. Distribusi penyakit dalam 5 tahun terakhir di Kota Padang

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis perkembangan penyakit demam berdarah dengue


(DBD) sejak 2014 hingga Januari 2019. Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti
Nadia Tarmizi mengaku telah mendapatkan laporan mengenai DBD lima tahun terakhir berturut-
turut yaitu sejak 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, hingga 2019.

"Jumlah penderita DBD pada 2014 sebanyak 100.347 orang, kemudian 2015 sebanyak 129.650,
kemudian di 2016 sebanyak 204.171. Kemudian di 2017 sebanyak 68.407, kemudian 2018 sebanyak
53.075, dan 2019 sebanyak 13.683 orang," katanya saat konferensi pers update update DBD, di
Jakarta, Rabu (30/1).

Sementara itu, jumlah penderita DBD yang meninggal pada 2014 sebanyak 907 jiwa, tahun
berikutnya 1.071 jiwa, kemudian di 2016 sebanyak 1.598 jiwa, dan 2017 sebanyak 493. "Kemudian
selama 2018 sebanyak 344 jiwa dan di 2019 (hingga 29 Januari 2019) sebanyak 133 jiwa," ujarnya.

Adapun untuk case fatality rate (CFR) DBD yaitu angka yang dinyatakan ke dalam persentase yang
berisikan data orang mengalami kematian akibat DBD pada 2014 yaitu 0,9 kemudian di 2015 sebesar
0,83, kemudian di 2016 sebesar 0,78 dan 2017 yaitu 0,72. Kemudian CFR di 2018 0,65 dan 2019
sebesar 0,94.

Sementara itu, ia menyebut insidence rate (IR) DBD atau frekuensi penyakit dalam masyarakat di
Indonesia pada waktu tertentu/ 100.000 penduduk (pddk) pada 2014 yaitu 39,83, kemudian 2015
sebanyak 50,75. Setelah itu di 2016 sebanyak 78,85, dan di 2017 yaitu 26,10, dan 2018 sebesar
20,01, serta 2019 sebanyak 5,08.

Sebelumnya Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mendapat
laporan dari 34 provinsi bahwa mulai 1 Januari 2019 hingga Rabu (29/1) tercatat sudah terjadi
13.683 kasus DBD dan penderita yang tidak tertolong sudah ratusan jiwa.

"Data kematian hingga 29 Januari 2019 sebanyak 133 jiwa," katanya saat konferensi pers update
DBD, di Jakarta, Rabu (29/1).

3. Persebaran penyakit di wilayah kota padang


Pada tahun 2013, di Indonesia jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah
kematian 871 orang (Incidence Rate / Angka kesakitan = 45,85 per 100.000 penduduk dan CFR / angka
kematian = 0,77%). Kota Padang merupakan salah satu kota yang angka kejadian DBDnya tertinggi di
Sumatera Barat. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus DBD, antara lain nyamuk
sebagai vektor, faktor lingkungan, dan unsur iklim yang dapat ditinjau dari aspek temporal. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor iklim dengan kejadian penyakit demam berdarah
dengue berdasarkan pendekatan temporal di Kota Padang Tahun 2014-2017. Penelitian ini menggunakan
rancangan studi ekologi dengan jenis Times Series Study (Time Trend Study). Penelitian ini dilakukan di Kota
Padang pada bulan Mei - Juli tahun 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita penyakit
DBD yang berada di Kota Padang dan tercatat dalam register DBD Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2014-
2017, yaitu berjumlah 3311 kasus. Seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian ini. Pengolahan data
(procesing) dilakukan dengan menggunakan program komputer. Hasil penelitian didapatkan Secara spasial,
angka Insidence DBD tertinggi terjadi di Kecamatan Bungus yaitu 169 per 100.000 penduduk pada tahun
2015, selanjutnya Kecamatan Kuranji. Sedangkan insidence DBD terendah juga terjadi di Kecamatan Bungus
yaitu 16 per 100.000 penduduk pada tahun 2014. Secara temporal, Kasus DBD tertinggi di Kota Padang tahun
2014-2017 terjadi pada Bulan November tahun 2015 sebesar 200 kasus dan yang terendah terjadi pada Bulan
April tahun 2017 sebesar 14 kasus. Rata-rata kejadian kasus DBD tertinggi terjadi pada Bulan Desember
sebesar 124 kasus dan yang terendah terjadi pada Bulan April sebesar 27 kasus. Hubungan curah hujan
dengan jumlah kasus DBD di Kota Padang tahun 2014 – 2017 menunjukkan hubungan yang kuat (r = 0,607),
berpola positif, dan ada hubungan yang signifikan (p = 0,036). Secara umum, Kecamatan di Kota Padang
tergolong daerah yang endemis DBD.Disarankan kepada masyarakat untuk meningkatkan peran serta di
dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD seperti melakukan gerakan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus serta peningkatan health promotion seperti penyuluhan yang berkaitan
dengan penyakit DBD kepada masyarakat oleh pihak atau instansi terkait terutama kepada Puskesmas yang
tinggi Incidence DBD.

Wabah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terus mengancam masyarakat Sumatera Barat
(Sumbar). Sepanjang Januari 2019, terdapat 256 laporan kasus DBD. Seorang diantaranya juga
dilaporkan meninggal dunia.

Jumlah tersebut meningkat dibandingkan Desember 2018 yang hanya berada di angka 189 kasus
DBD. Hal itu dibenarkan Kepala Dinas Kesehatan Sumbar Merry Yuliesday. Menurutnya, ada tiga
daerah dengan kasus DBD tinggi pada Januari 2019.

Masing-masing, 58 kasus di Kota Padang, 33 kasus di Pasaman Barat, dan 24 kasus di Tanah Datar.

data terakhir hingga tanggal 12 Februari, Kota Padang masih berada di posisi teratas dengan 12 kasus
DBD. Laglu, 9 kasus terjadi di Pariaman, 8 kasus di Kabupaten Solok, 7 kasus Pasaman Barat dan 3
kasus DBD di Tanah Datar.
Perilaku dari masyarakat akan sangat menentukan tingkat kesehatan dari masyarakat itu sendiri.
Perilaku masyarakat yang baik akan memberikan dampak yang baik bagi kesehatan, dan sebaliknya
perilaku masyarakat yang tidak baik adakn berdampak buruk bagi kesehatannya.Perilaku
membiarkan air yang tergenang disebut-sebut sebagai penyebab wabah Dengue.

4. Determinan penyakit

Berdasarkan incidence rate di Kota Padang, diketahui bahwa distribusi kejadian DBD di Kota Padang
bervariasi pada setiap kecamatan. Prevalence DBD tertinggi terjadi di Kecamatan Nanggalo yaitu 373 per
100.000 penduduk dengan ketinggian wilayah 3 – 8 meter di atas permukaan laut. Sedangkan prevalence
DBD terendah terjadi di Kecamatan Bungus Teluk Kabung yaitu 82 per 100.000 penduduk dengan ketinggian
wilayah 850 meter di atas permukaan laut.
Kecamatan Nanggalo adalah kecamatan yang memiliki 59.851 jiwa penduduk dan termasuk dalam salah
satu kecamatan dengan kategori kepadatan penduduk yang sangat padat.Meskipun Kecamatan Nanggalo
memiliki 2 puskesmas dan 3 puskesmas pembantu, namun kecamatan ini tergolong salah satu kecamatan yang
sangat endemis terhadap penyakit DBD. Salah satu penyebabnya karena Kecamatan Nanggalo terletak di
wilayah pinggiran Kota Padang dan termasuk kecamatan yang rawan banjir, sehingga hal tersebut sangat
cocok untuk tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes yang merupakan vektor dari penyakit DBD. Selain itu
kondisi pasar Nanggalo yang becek dan kurang kondusif juga menjadi salah satu faktor penunjang tingginya
angka prevalence DBDdi kecamatan tersebut.Sedangkan, Kecamatan Bungus memiliki angka prevalence
DBDterendah di Kota Padang, penyebabnya antara lain karena Kecamatan Bungus juga memiliki jumlah
penduduk terendah dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya yaitu 24.417 jiwa.
Kota Padang merupakan kota yang tergolong dalam klasifikasi kepadatan penduduk sangat padat, yaitu
1.260 jiwa/km2 dengan jumlah penduduk 875.750 jiwa. Banyaknya jumlah penduduk di suatu kecamatan,
tidak berbanding lurus dengan kepadatan penduduk di Kecamatan tersebut. Hampir semua kecamatan di Kota
Padang tergolong dalam klasifikasi kepadatan penduduk sangat padat, kecuali Kecamatan Pauh yang
tergolong cukup padat, dan Kecamatan Bungus dengan kepadatan penduduk kurang padat.
Pada dasarnya, kepadatan dan jumlah penduduk termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya angka kejadian DBD di suatu wilayah. Namun, berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan
ternyata rata-rata kasus DBD per kecamatan di Kota Padang tidak begitu mengikuti pola kepadatan penduduk,
kecuali Kecamatan Pauh dan Bungus dengan kategori kepadatan penduduk yang cukup padat dan kurang
padat memiliki rata-rata kasus DBD yang cukup rendah di Kota Padang mulai dari tahun 2008 –
2010.Sedangkan, jika rata-rata kasus DBD di Kota Padang dilihat dari segi jumlah penduduk per kecamatan,
maka keduanya cenderung sejalan.

5. Kebijakan /program yang sudah dijalankan oleh pemerintah


Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah mengatakan, Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
penyakit yang menjadi masalah bagi kesehatan di Indoensia, hal ini sejalan dengan meningkatnya
kepadatan penduduk, perpindahan penduduk, arus transportasi dan perilaku terhadap kebersihan
lingkungan.

Menurut Mahyeldi, pencegahan penyakit DBD yang paling efektif bukanlah dengan melakukan
Fooging atau pengasapan, namun dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan gotong royong di
masyarakat untuk membasmi jentik-jenti nyamuk. Disamping itu juga dilakukan dengan menanam
tanaman pengusir nyamuk seperti bunga Lavender, Serai, Daun Selasi dan Bawang Putih.

Ia menjelaskan, penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang dapat ditularkan melalui perantara
vektor nyamuk Aedes Aegypti. Tempat perindukan nyamuk adalah di tempat air bersih yang tergenang
seperti di bak mandi, ban bekas, kaleng atau botol sisa, kulkas, tempat minuman burung atau kolam
ikan yang tidak dimamfaatkan lagi.

“Atas nama pemerintah Kota Padang, kepada seluruh warga dapat memantau jentik di rumah masing-
masing minimal satu kali dalam seminggu, karena yang bertanggung jawab atas kebersihan rumah
adalah pemilik rumahnya sendiri,” imbau Mahyeldi saat memimpin Apel pembukaan Gerakan
Serentak Serdadu Bundo (Gertak Serbu) Peduli DBD yang diikuti unsur Forum Komunikasi Pimpinan
Daerah (Forkopimda), Siswa SD/SMP dan Mahasiswa se Kota Padang dilapangan Imam Bonjol
Padang, Sabtu 9 Maret 2019 kemarin.

Dikatakan Mahyeldi, tim gerak yang turun ke rumah warga pada hari ini, diminta kepada warga
menerima dan membukakan pintu rumah sehingga petugas bisa memantau jentik. Jika dalam
kunjungan di temukan jentik maka petugas akan memasang stiker yang bertuliskan “Di Rumah Ini Ada
Jentik”

“Dengan adanya gertak serbu DBD ini dapat memutus mata rantai penularan DBD, memantau dan
mencegah perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk di Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah
mengatakan, Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menjadi masalah bagi
kesehatan di Indoensia, hal ini sejalan dengan meningkatnya kepadatan penduduk, perpindahan
penduduk, arus transportasi dan perilaku terhadap kebersihan lingkungan.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang, Ferimulyani mengatakan, tujuan pelaksanaan kegiatan ini
adalalah untuk memantau sarang jentik nyamuk di rumah, di sekolah ataupun tempat-tempat umum
serta menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pengendalian dan pencegahan DBD.

Ia menambahkan, sasaran dari tim ini adalah semua wilayah di Kota Padang yang dilakukan secara
serentak oleh tim Gerak Serbu DBD. Tim yang turun berjumlah lebih kurang 700 orang melibatkan
mahasiswa dari fakultas/Stikes, tenaga puskesmas, anak sekolah, Bundi, SBH, PMR dan semua pihak.

6. Kerja sama lintas sektor dan lintas program

Untuk mengantispasi meluasnya kasus Demam Berdarah Dangue (DBD) di Provinsi Sumatera Barat, Dinas
Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) mengadakan pertemuan sosialisasi dan koordinasi
Lintas Program dan Lintas Sektor Arbovirosis (DBD dan Chikungunya), yang bertempat di Hotel Rocky
Padang, Senin, 15 April 2013. Hadir dalam pertemuan tersebut 90 orang peserta yang berasal dari Bappeda,
Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, BPM dan TP PKK dari 19 kabupaten/kota se Provinsi Sumatera Barat.
Dalam pertemuan itu membahas tentang situasi dan perkembangan DBD di Provinsi Sumatera Barat, serta
upaya-upaya yang telah dan akan dilakukan dalam memberantas DBD.

Di Provinsi Sumatera Barat kasus DBD ini pertama kali ditemukan pada tahun 1972 di kota padang, selama
10 tahun terakhir kasus itu masih dapat dibelenggu di Kota Padang. Seiring dengan perkembangan
transportasi, mobilisasi, dll terjadi pengembangan ke kabupaten/kota lainnya.

Sampai saat ini penyakit DBD masih menjadi masalah di Provinsi Sumbar. Angka kejadian kasus per 100.000
(IR) penduduk meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun 2012, IR adalah 66,76 per 100.000 penduduk
(sebanyak 3.158 kasus), akan tetapi walaupun IR masih meningkat, CFR menurun dari tahun ke tahun. CFR
pada tahun 2010=0,63 (dari 3.158 kasus meninggal 20 kasus, target <1%). CFR ini merupakan indikator
keberhasilan upaya penanggulangan kasus, bahwa penanganan kasus yang dilakukan di puskesmas dan rumah
sakit sudah maksimal (target nasional = 1). Sementara peningkatan kasus sangat besar sekali dipengaruhi oleh
perilaku masyarakat sehingga untuk menyelesaikan hal tersebut sangat penting sekali peran serta masyarakat
dan berbagai sektor terkait, terutama dalam hal pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M Plus.

3 M : Menguras : menguras tempat penyimpanan air, Menutup : menutup tempat penampungan air, Mengubur
: membuang dan menutup barang bekas yang dapat menampung air,

Plus: tidak menggantung pakaian, memelihara ikan, hindari gigitan nyamuk, membubuhkan abate, memasang
kelambu saat tidur di malam hari. Dalam presentasinya Kabid PP dan Bencana Dinkes Sumbar menyampaikan
bahwa harus dilakukan peningkatan penyuluhan untuk mendidik masyarakat untuk memahami bagaimana
mencegah DBD yang efektif serta meningkatkan kerjasama stakeholder, agar semua pihak menyadari bahwa
DBD adalah masalah bersama.tidak hanya di lingkungan rumah tapi juga di lingkungan sekolah dan tempat-
tempat ibadah. Untuk menyelesaikan masalah ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, beserta seluruh
dinas/instansi dan komponen masyarakat, terus melakukan program pengendalian di seluruh kecamatan,
namun masih bersifat parsial atau reduksionisme. Hal ini perlu disempurnakan dengan penerapan pendekatan
sistem: berorientasi pada tujuan, secara holistik dan efektif.

Kerjasama sektoral dalam rangka pengendalian DBD di antaranya ialah:

 Perlunya meningkatkan cakupan air bersih/minum meningkat (PDAM dan PU)


 Peningkatan rumah hunian sehat (Perumahan dan PU)
 Pengolahan limbah padat dan cair domestik (Bapedalda)
 Penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan (Dinkes)
 Pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti (Bapedalda, Dinkes, Universitas)
 Pemberdayaan masyarakat (BPM, PKK)

Kesemua hal diatas, tentunya akan dapat dilakukan jika adanya ketersediaan dana, akan tetapi sampai saat ini
hanya ada 3 kabupaten kota yang menganggarkan dana untuk DBD (sesuai hasil Musrenbang), yaitu
Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman Barat dan Kota Padang, demikian paparan Kabid Sosial Budaya
Bappeda Prov. Sumbar, Drs. Yulius Honesti, M.Si

Pemantauan jentik menggunakan system dasa wisma perlu di aktifkan kembali, PKK dengan kader yang
sampai ke desa dan nagari akan mengambil peran disini, papar TP PKK Provinsi Sumbar.

Selain itu perlu memantapkan dan meningkatkan dukungan dan peran eksekutif (pimpinan daerah, sektoral,
tokoh masyarakat ) terhadap upaya pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan
penularan nyamuk dengan pengelolaan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat dalam penanganan masalah
pemberantasan sarang nyamuk menjadi sangat penting, karena seluruh lapisan masyarakat pada dasarnya
memiliki kewajiban bersama pemerintah untuk melakukan berbagai upaya untuk menanggulanginya.
Keikutsertaan masyarakat dalam penanganan masalah pemberantasan nyamuk penyebab penyakit
(arbovirosis) akan lebih efektif apabila dilaksanakan melalui usaha pemberdayaan dengan bermuara dan
bertumpu pada kemampuan sumber daya setempat, demikian disampaikan Hj. Zenita Adriati,SH.M.Pd Kabid
PASBUD MAS BPM Provinsi Sumbar.

Prof. Dra. Nusulia Irawati, MS memaparkan bahwa nyamuk jantan akan mati setelah 2 kali kopulasi
(membuahi), nyamuk jantan akan menemani nyamuk betina untuk mencari manusia yang akan dihisap
darahnya untuk pematangan telur. Biasanya nyamuk Aedes sp. Ini akan menghisap darah pada pagi dan sore
hari, akan tetapi perilaku hidup nyamuk ini sangat cepat sekali beradaptasi, jika tak ada manusia yang akan
dihisap darahnya, maka dia akan terus mencari, oleh sebab itu kita harus paham juga perilaku nyamuk.

Tak kalah menariknya seorang Kader Jumantik Mina Dewi Sukmawati menyampaikan bahwa dia melakukan
semuanya karena melihat permasalahan ini selalu terjadi dan terus berulang tetapi tidak ada solusi yang tepat.
Himbauan ataupun propaganda selalu dilakukan oleh Dinas terkait, tetapi saya melihat tidak begitu efektif.
Kenapa?, setelah saya coba pelajari dan mencoba membawakan kepada diri sendiri, ternyata merubah prilaku
tidak semudah mengajak orang untuk membaca saja, perlu adanya contoh dan tindakan kita dilapangan, itupun
perlu waktu dan berulang-ulang. Sehingga ada penyadaran bagi masyarakat ketika kita berulang-ulang
memberitahukan langsung dengan cara kerja dilapangan. Hal ini perlu orang- orang yang tangguh dan ikhlas
dan serta mau bekerja dilapangan yaitu Jumantik. Mengapa jumantik? Karena Fogging tidak efektif
memberantas sarang nyamuk sebab hanya membunuh nyamuk dewasa saja. Sementara jumantik dapat
membasmi langsung telur dan jentiknya.Selama ini penyakit yang di sebabkan oleh nyamuk selalu rutin
terjadi bahkan menjadi agenda Nasional berjangkitnya wabah DBD. Dan kerana wilayah saya adalah daerah
Endemic oleh sebab itu maka terfikir oleh saya untuk membentuk kader jumantik secara mandiri di kelurahan
saya.

Prinsip pokok yang perlu dijadikan pedoman dalam pengendalian DBD adalah bahwa: pengendalian penyakit
DBD adalah bagian integral dari program pembangunan kesehatan oleh karena itu perlu ditangani secara lintas
program dan lintas sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan dengan dukungan partisipasi aktif
seluruh masyarakat .Pengendalian penyakit DBD diselenggarakan dalam kerangka desentralisasi untuk
mewujudkan otonomi daerah bidang kesehatan oleh karena itu pengendalian DBD perlu diarahkan kepada
perwujudan kemampuan daerah dan masyarakat untuk mengelola dirinya sendiri dan pengembangan upaya
kesehatan bersumber masyarakat hingga tercapai tujuan:

 bebas penyakit DBD


 kenyamanan/ ketenteraman masyarakat meningkat, dan
 produktivitas masyarakat meningkat
 pengendalian penyakit DBD hendaknya berfokus pada faktor-faktor kesehatan lingkungan,
kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD.

7. Menganalisa dan evaluasi terhadap pencapaian program.


Dengan program pemerintah Kota Padang yang menyelenggarakan program “Gertak Serbu” diharapkan
membuahkan hasil yang diinginkan. Melihat bagaimana gencarnya pemerintah kota padang dalam
menanggulangi DBD seperti menyuarakan menanam tanaman yang tak disukai nyamuk seperti lavender dan
juga serai. Dengan Pemerintah kota padang yang juga ikut memantau jentik-jentik dirumah-rumah
masyarakat juga diharapkan dapat memberikan penyulahan terhadap masalah DBD itu sendiri kepada
masyarakat karena masih banyak masyarakat yang merasa acuh terhadap masalah kesehatan DBD. Kerja sama
antar sektor dan lintas program yang dilakukan bukan tak mungkin kebijakan pemerintah kota padang akan
berhasil dalam menanggulagi masalah DBD. Tujuan lintas sektor seperti :

 Perlunya meningkatkan cakupan air bersih/minum meningkat (PDAM dan PU)


 Peningkatan rumah hunian sehat (Perumahan dan PU)
 Pengolahan limbah padat dan cair domestik (Bapedalda)
 Penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan (Dinkes)
 Pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti (Bapedalda, Dinkes, Universitas)
 Pemberdayaan masyarakat (BPM, PKK)

Tujuan tersebut diharapkan berjalan sesuai rencana. Akan tetapi rencana tersebut sekarang terkendala
masalah keuangan/dana. Dan di wilayah kota padang baru 3 wilayah yang baru melaksanakannya.
Diharapkan semoga semua wilayah di Kota Padang dapat melakukan tujuan tersebut.

8.Memberikan argumentasi terhadap masalah demam berdarah dengue


Masalah demam berdarah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun juga diharapkan
kesadaran lebih masyarakat tentang masalah kesehatan Demam Berdarah Dengue. Dengan berbagai
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, tak akan tercapai jika tak ada kerja sama masyarakat.
Oleh karena itu, masalah DBD akan terlaksana dengan cepat dan baik apabila adanya kerja sama
masyarakat dengan Pemerintah. Jika pemerintah banyak memfasilitasi dengan berbagai sarana atau
penyuluhan, maka tanggung jawab masyarakat adalah dapat melaksanakan apa yang diberikan oleh
pemerintah dan menjalankan apa yang disuarakan oleh pemerintah dan yang paling utama yaitu
kesadaran masyarakat terhadap masalah kesehatan DBD. Jika masyarakat mempunyai kesadaran
yang tinggi dalam masalah DBD, bukan tak mungkin masalah DBD akan cepat teratasi dan akan
menurunkan kasus-kasus dan korban-korban karena terjangkit DBD.
BAB III

PENUTUP

D.PENUTUP

Demam berdarah (DB) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke
peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes
albopictus.Infeksi virus dengue dapat bermanifestasi pada beberapa luaran, meliputi demam biasa, demam
berdarah (klasik), demam berdarah dengue (hemoragik), dan sindrom syok dengue. Pasien yang menderita
demam berdarah dengue (DBD) biasanya menunjukkan gejala seperti penderita demam berdarah klasik
ditambah dengan empat gejala utama, yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik atau pendarahan hebat, yang
seringkali diikuti oleh pembesaran hati dan kegagalan sistem sirkulasi darah. Adanya kerusakan pembuluh
darah, pembuluh limfa, pendarahan di bawah kulit yang membuat munculnya memar kebiruan,
trombositopenia dan peningkatan jumlah sel darah merah juga sering ditemukan pada pasien DBD.

Dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah diharapkan dapat tercapai sesuai dengan yang
diinginkan dan juga diharapkan kesadaran lebih masyarakat dalam menjaga kesehatan diri dan lingkungan
agar terhindar dari Demam Berdarah Dengue.
E. DAFTAR PUSTAKA

https://hellosehat.com/penyakit/demam-berdarah-dengue-dbd/

file:///C:/Users/MY%20COMPUTER/Documents/Cegah%20Demam%20Berdarah%20dengan%20Cara%20Sed
erhana%20%E2%80%93%20FAJAR.html

file:///C:/Users/MY%20COMPUTER/Documents/Ayo%20Cegah%20Demam%20Berdarah%20deng
an%20Lakukan%20PSN-3M%20Plus%20-%20Lifestyle%20Bisnis.com.html

https://irenesusilo.blogspot.com/2013/04/pertemuan-lintas-sektor-dan-lintas.html

https://marketeers.com/membedah-solusi-atasi-demam-berdarah-dengue-di-indonesia/

https://www.jawapos.com/jpg-today/14/02/2019/januari-256-warga-sumbar-terjangkit-dbd/

https://www.antaranews.com/berita/806969/pemkot-padang-akan-gelar-gertak-serbu-cegah-dbd

Anda mungkin juga menyukai