Anda di halaman 1dari 52

TUGAS EPIDEMIOLOGI

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI STUDI KASUS DI


PUSKESMAS A DAN PUSKESMAS B

Disusun Oleh :
Wiwik Susanti (H1E113010)
Ade Fitria (H1E113041)
Rendy Arya Pangestu (H1E113214)
Rifqy Maulid Rezky (H1E113233)

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Qomariyatus S, Amd., Hyp., ST., Mkes
Nova Annisa., Msi

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2015
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada :
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada :

Rektor
Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si,
M.Sc.
NIP. 19660331 199102 1 001 Dekan Fakultas Teknik
Dr-Ing Yulian Firmana
Arifin, S.T., M.T.
NIP. 19750404 200003 1 002

Kepala Prodi Teknik


Lingkungan
Dr. Rony Riduan,ST.,MT.
NIP.

Dosen Epidemiologi
Dosen Epidemiologi
Prof. Dr. Qomariyatus S,
Nova Annisa, S.Si., MS
Amd. Hyp., S.T., Mkes.
NIP. 19780420 20050 1 002

Rendy AryaPangestu Rifqy Maulid Rezky Wiwiek Susanti Ade Fitria


H1E113214 H1E113223 H1E113210 H1E113041
HALAMAN PENGESAHAN
Observasi Lapangan
Surveilans Epidemiologi Studi Kasus Di Puskesmas Kota Banjarbaru dan
Puskesmas Cempaka

Disusun Oleh :
Wiwik Susanti (H1E113010)
Ade Fitria (H1E113041)
Rendy Arya Pangestu (H1E113214)
Rifqy Maulid Rezky (H1E113233)

Banjarbaru, Desember 2015

Telah Diperiksa dan Disetujui,


Dosen Mata Kuliah Epidemiologi,

Prof. Dr. Qomariyatus S, Amd., Hyp., ST., Mkes


NIP. 19780420 20050 1 002

Mengetahui,
Ketua Prodi Teknik Lingkungan,

Dr. Rony Riduan, ST., MT


NIP. 19761017 199903 1 003

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang berkat
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Observasi Lapangan dengan judul Surveilans Epidemiologi Studi Kasus Di
Puskesmas Kota Banjarbaru Dan Puskesmas Cempaka ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Allah SWT
2. Prof. Dr. Qomariyatus S, Amd., Hyp., ST., Mkes dan Nova Annisa., Msi
sebagai Dosen Mata Kuliah Epidemiologi, yang telah membimbing kami
dalam menyelesaikan laporan ini.
3. Orang tua dan adik yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk
menyelesaikan laporan ini.
4. Para staf dan karyawan yang memberikan banyak masukkan dan bantuan.
5. Semua teman-teman di Teknik Lingkungan 2013 dan kakak-kakak di
Teknik Lingkungan yang telah memberi bantuan serta dukungannya.
Kami juga menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini terdapat banyak
kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun guna perbaikan yang akan datang. Semoga laporan yang
telah di buat ini mendatangkan manfaat bagi semua.
Banjarbaru, Desember 2015

Penulis
RINGKASAN
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang
mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut
agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui
proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi
kepada penyelenggara program kesehatan. Pada awalnya surveilans epidemiologi
banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat
ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan masyarakat, baik
upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap upaya
kesehatan lainnya. Pelaporan Penyakit Menular hanya salah satu bagian saja namun
yang paling penting dari suatu system surveilans kesehatan masyarakat.
Bertambahnya jumlah penduduk mempercepat terjadinya penularan penyakit dari
orang ke orang. Faktor pertumbuhan dan mobilitas penduduk ini juga
memperngaruhi perubahan gambaran Epidemiologi serta virulensi dari penyakit
menular tertentu. Perpindahan penduduk dari satu wilayah kewilayah baru yang
mempunyai ekologi lain membawa konsekuensi orang - orang yang pindah tersebut
mengalami kontak dengan agen penyakit tertentu yang dapat menimbulkan masalah
penyakit baru. Apapun jenis penyakitnya, apakah dia penyakit yang sangat
prevalens di suatu wilayah ataukah penyakit yang baru muncul ataupun penyakit
yang digunakan dalam bioteririsme, yang paling penting dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan adalah mengenal dan mengidentifikasinya sedini mungkin.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka system surveilans yang tertata rapi sangat
diperlukan.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
..i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

DAFTAR ISI ...................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN .................................Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang .............................................Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah ........................................Error! Bookmark not defined.

1.3 Tujuan Masalahan ......................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 15

2.1 Pengertian Surveilans, Surveilans Epidemiologi, Tujuan, dan Jenis


Surveilans Epidemiologi .................................................................................... 3

2.1.1 Pengertian Surveilans dan Epidemiologi ................................................... 3

2.1.2 Pengertian Surveilans Epidemiologi .......................................................... 4

2.1.3 Tujuan Surveilans Epidemiologi ................................................................ 7

2.1.4 Jenis Surveilans Epidemiologi ................................................................... 9

2.2 Prinsip, Fungsi, Manfaat, Langkah dan Ruang Lingkup Surveilans


Epidemiologi .................................................................................................... 13

2.1.1 Prinsip Surveilans Epidemiologi .............................................................. 13

2.1.2 Fungsi Surveilans Epidemiologi .............................................................. 16

2.1.3 Manfaat Surveilans Epidemiologi ............................................................ 17

2.1.4 Langkah Surveilans Epidemiologi ........................................................... 18


2.1.4 Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi ................................................ 22

BAB III Hasil Dan Pembahasan ....................................................................... 29


3.1 Data Berdasarkan Dari Sumber Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru ........... 31
3.2 Data Quesioner ........................................................................................... 32

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 34

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 34

5.2 Saran ............................................................................................................ 35

SOAL DAN JAWABAN.................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 38


LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Trias Epidemiologi ........................Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.2 Data Penyakit .................................Error! Bookmark not defined.


Tugas Epidemiologi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah Surveilans ini (Surveillance) sebenarnya berasal dari bahasa perancis
yang berarti mengamati tentang sesuatu, Istilah ini awalnya dipakai dalam bidang
penyelidikan atau intelligent untuk memata - matai orang yang dicurugai, yang
dapat membahayakan. Surveilans kesehatan masyarakat awalnya hanya dikenal
dalam bidang epidemiologi, namun dengan berkembangnya berbagai macam teori
dan aplikasi diluar bidang epidemiologi, maka surveilans menjadi cabang ilmu
tersendiri yang diterapkan luas dalam kesehatan masyarakat. Surveilans sendiri
mencakup masalah borbiditas, mortalitas, masalah gizi, demografi, Penyakit
Menular, Penyakit Tidak menular, Demografi, Pelayanan Kesehatan, Kesehatan
Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan beberapa faktor resiko pada individu, keluarga,
masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Demikian pula perkembangan Surveilans
Epidemiologi dimulai dengan surveilans penyakit menular, lalu meluas ke penyakit
tidak menular, misalnya cacat bawaan, kekurangan gizi dan lain-lain. Bahkan baru-
baru ini, surveilens epidemiologi digunakan untuk menilai, memonitor, mengawasi
dan merencanakan program-program kesehatan pada umumnya. (Wuryanto,
A.2010).
Istilah Surveilans sudah dikenal oleh banyak orang, namun dalam
aplikasinya banyak orang menganggap bahwa surveilans identik dengan
pengumpulan data dan penyelidikan Kejadian Luar Bisa (KLB), hal inilah yang
menyebabkan aplikasi sistem surveilans di Indonesia belum berjalan optimal,
padahal sistem ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah kesehatan
(Wuryanto, A.2010).
Surveilens epidemiologi pada umumnya digunakan untuk, mengetahui dan
melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit, untuk menentukan
penyakit mana yang diprioritaskan untuk diobati atau diberantas, untuk
meramalkan terjadinya wabah, untuk menilai dan memantau pelaksanaan program
pemberantasan penyakit menular, dan program-program kesehatan lainnya seperti

1
Tugas Epidemiologi

program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program gizi, untuk


mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan (Wuryanto, A.2010).
Jadi surveilans epidemiologi bukan hanya sekedar pengumpulan data dan
penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) saja tetapi kegunaan dari surveilans
epidemiologi lebih dari itu misalnya untuk mengetahui jangkauan dari pelayanan
kesehatan, untuk meramalkan terjadinya wabah dan masih banyak lagi manfaat dari
surveilans epidemiologi, untuk itu penulis terdorong untuk melakukan penulisan
mengenai surveilans epidemiologi agar mengubah pemikiran masyarakat akan arti
dan kegunaan dari surveilans epidemiologi serta pentingnya mengetahui
pengertian, tujuan, jenis-jenis, prinsip, fungsi, langkah, dan ruang lingkup dari
surveilans epidemologi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian, Tujuan, dan Jenis-jenis dari surveilans epidemologi ?
b. Apa Prinsip, Fungsi, Langkah, dan Ruang Lingkup Surveilans
Epidemiologi ?
c. Bagaimana contoh kasus yang ada ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
a. Mengetahui Pengertian, Tujuan, dan Jenis-jenis dari surveilans epidemologi
b. Mengetahui Prinsip, Fungsi, Langkah, dan Ruang Lingkup Surveilans
Epidemiologi
c. Mengetahui contoh kasus yang berkaitan dengan surveilans epidemologi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
Tugas Epidemiologi

2.1 Pengertian Surveilans, Surveilans Epidemiologi, Tujuan Dan Jenis


Surveilans Epidemiologi
2.1.1 Pengertian Surveilans dan Epidemiologi
Menurut WHO Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,
analisis dan interprestasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran
informasi kepada unit yang membutuhkan untuk diambil tindakan. Oleh karena itu
perlu dikembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih
mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi
epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan
data. Sehingga dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans epidemiologi
adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau
masalahmasalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.
Surveilens adalah kegiatan pengumpulan data yang sistematik dan
mengahasilkan Informasi Epidemiologi untuk perencanaan, implementasi dan
penilaian pembrantasan penyakit. (WHO, 1968). Surveilens berfungsi sebagai otak
dan sistem saraf untuk program pencegahan dan pembrantasan penyakit.
(Henderson, 1976).
Epidemiologi adalah wabah penyakit terutama yang menular secara cepat
dan tak terduga pada suatu wilayah tertentu. Agar wabah tidak meluas ekskalasinya
maka diperlukan sistem monitoring untuk mengembangkan suatu metode dalam
menganalisis secara sistematis keadaan dan keberadaan suatu penyakit dalam upaya
untuk mengatasi dan menaggulangi secara cepat dan terintegrasi. Untuk itu
Departemen Kesehatan telah mengeluarkan keputusan menteri. (Prosiding SNATIF
Ke-1 Tahun 2014 ISBN: 978-602-1180-04-4.Fakultas Teknik Universitas Muria
Kudus 242.No. 1479/MENKES/SK/X/2003).
Epidomologi adalah wadah penyait terutama yang menular secara cepat dan
tak terduga di suatu wilaya tertentu. Diperlukan suatu metode monitoring dalam
menganalisis secara sistematis agar suatu penyakit tidak meluas dalam suatu upaya

3
Tugas Epidemiologi

untuk mengatasinya. Kebijakan mentri No. 147/MENKES/SK/X/2003 tentang :


pedoman penyelenggaraan sistem surveilans Epidomologi Penyakit Menular dan
Penyakit Tidak Menular terpadu. Diperlukan Sistem Surveilans Terpadu (SST)
dalam suatu pengawasan utama epidomologi meliputi semua unit pelayanan
kesehatan (Puskesmas, Laboratorium, Rumah Sakit). Dinas kesehatan daerah
menjadi sistem informasi epidomologi dalam rangka mendukung pemberantasan
penyakit menular dan tidak menular secara nasional dengan menggunakan
palaksaaan oprasioal SST di tingakat pemerintah daerah (Muslih1*, Elkaf R, S.S.
Nurhendratno2).
2.1.2 Pengertian Surveilans Epidemiologi
Surveilans Epidomologi adalah proses pengumpulan, analisis, dan
interpretasi data yang outcome-spesific secara sistematik dan terus menerus yang
digunakan untuk perencanaan, implementasi, dan evaluasi praktik kesehatan
masyarakat. Keputusan Mentri Kesehatan RI No 1116 tahun 2003 tentang : sistem
surveilans epidomologi didefinisikan sebagai tatanan prosedur penyelenggaraan
surveilans epidomologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans
dengan laboratorium sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan
penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi
antar wilayah kabupaten/kota, provinsi dan pusat.
Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur
penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit
penyelenggara Surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat
penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi hubungan
Surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, propinsi dan pusat.
Kadang di gunakan istilah surveilans epidemiologi baik surveilans
kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama, sebab
menggunakan metode yang sama dan tujuan epidemiologi adalah untuk
mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal
sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public health). Ada
beberapa definisi surveilans epidemiologi, diantaranya adalah :
Menurut The Centers for Disease Control, surveilans kesehatan masyarakat
adalah The ongoing systematic collection, analysis and interpretation of

4
Tugas Epidemiologi

health data essential to the planning, implementation, and evaluation of


public health practice, closely integrated with the timely dissemination of
these data to those who need to know. The final link of the surveillance chain
is the application of these data to prevention and control.
Menurut Karyadi (1994), surveilans epidemiologi adalah pengumpulan data
epidemiologi yang akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan-kegiatan
dalam bidang penanggulangan penyakit, yaitu :
1. Perencanaan program pemberantasan penyakit. Mengenal epidemiologi
penyakit berarti mengenal masalah yang kita hadapi. Dengan demikian
suatu perencanaan program dapat diharapkan akan berhasil dengan
baik.
2. Evaluasi program pemberantasan penyakit. Bila kita tahu keadaan
penyakit sebelum ada program pemberantasannya dan kita menentukan
keadaan penyakit setelah program ini, maka kita dapat mengukur
dengan angka-angka keberhasilan dari program pemberantasan
penyakit tersebut.
3. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah. Suatu sistem
surveilans yang efektif harus peka terhadap perubahan-perubahan pola
penyakit di suatu daerah tertentu. Setiap kecenderungan peningkatan
insidens, perlu secepatnya dapat diperkirakan dan setiap Kejadian Luar
Biasa (KLB) secepatnya dapat diketahui. Dengan demikian suatu
peningkatan insidens atau perluasan wilayah suatu Kejadian Luar Biasa
(KLB) dapat dicegah.
Menurut Nur Nasry Noor (1997), surveilans epidemiologi adalah pengamatan
secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek penyakit tertentu, baik
keadaan maupun penyabarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk
kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.
Surveilans epidemilogi yang terjemahan dari epidemiologi ialah pekerjaan
praktis yang utama dari ahli epidemiologi. Perkembangan surveilans
epidemiologi di mulai dengan serveilans penyakit menular,yang meluas ke
penyakit tidak menular, saat ini surveilans epidemiologi digunakan untuk

5
Tugas Epidemiologi

menilai, monitor, mengawasi dan merencanakan program-program kesehatan


pada umumnya.
Dalam epidemiologi telah lama dipakai istilah Surveilans. Mula-mula arti
yang diberikan adalah suatu macam observasi terhadap seseorang atau orang-
orang yang disangka menderita suatu penyakit menular dengan cara
mengadakan berbagai pengawasan medis, tanpa mengawasi kebebasan gerak
dari orang yang bersangkutan. (Buku ajar Epidemiologi untuk mahasiswa
kebidanan. Wahyudin Rajab M.Erid:2008: buku kedokteran EGT.Jakarta).
Surveilan Epidemiologi adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis,
interpretasi dan informasi data kesehatan secara sistematik dan terus menerus
untuk secara sistematik dan terus menerus untuk sistem kegiatan kegunaan.
Surveilans Epidemiologi mendeteksi perubahan masalah kesehatan sedini
mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan kontrol atau preventif terhadap
perubahan tersebut, deteksi perubahan lingkungan/vektor yg dianggap dapat
menimbulkan penyakit pada populasi seperti, tes serologi. Surveilans Epidemiologi
menilai kejadian penyakit pada populasi : (insiden, prevalensi) untuk menentukan
population at risk, sehingga dapat ditentukan kelompok dan daerah yang
beresiko, perjalanan penyakit menular, data surveilans dapat digunakan untuk
perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan.
(https://agus34drajat.files.wordpress.com/2011/03/dasar- surv pdf.).
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengumpulan data epidemiologi
secara sistimatis, teratur dan terus menerus, pengolahan analisa dan
interpretasi data tersebut hingga menghasil kan informasi, selanjutnya
informasi disebarkan kepada orang atau lembaga yang berkepentingan,
dalam rangka memantau, menilai dan merencanakan kembali program-
program atau pelayanan.
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan yang terus menerus, distribusi
dan kecenderungan penyakit melalui sistematik pengumpulan data,
konsolidasi, dan evaluasi laporan morbiditas dan mortalitas juga data - data
lain yang sesuai. (Langmuir , 1963).
Surveilans Epidemiologi adalah pengamatan yang terus menerus atas
distribusi, dan kecendrungan suatu penyakit melalui pengumpulan data

6
Tugas Epidemiologi

yang sistematis agar dapat ditentukan penanggulangannya yang secepat


cepatnya. (Gunawan, 2007).

2.1.3. Tujuan Surveilans


Hakikatnya tujuan surveilans adalah memandu intervensi kesehatan. Karena
itu sifat dari masalah kesehatan masyarakat menentukan desain dan implementasi
sistem surveilans. Sebagai contoh, jika tujuannya mencegah penyebaran penyakit
infeksi akut, misalnya SARS, maka manajer program kesehatan perlu melakukan
intervensi kesehatan dengan segera. Karena itu dibutuhkan suatu sistem surveilans
yang dapat memberikan informasi peringatan dini dari klinik dan laboratorium.
Sebaliknya penyakit kronis dan perilaku terkait kesehatan, seperti kebiasaan
merokok, berubah dengan lebih lambat. Para manajer program kesehatan hanya
perlu memonitor perubahanperubahan sekali setahun atau lebih jarang dari itu.
Sebagai contoh, sistem surveilans yang menilai dampak program pengendalian
tuberkulosis mungkin hanya perlu memberikan informasi sekali setahun atau lima
tahun, tergantung prevalensi. Informasi yang diperlukan bisa diperoleh dari survey
rumah tangga.
Tujuan surveilans epidomologi untuk menilai status kesehatan masyarakat,
menentukan prioritas kesehatan masyarakat, evalusai program, dan
menyelenggarakan riset. Beberapa komponen komponen utama dari proses
surveilens epidomologi yaitu pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data,
analisis dan interpretasi data, pelaporan, penyebarluasan informasi, dan umpan bali
(L.N.Harnaningrum1, Sigit Anggoro2, Adiyuda Prayitna3, Syamsumin
KurniaDewi4).
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah
kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan
dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
Tujuan khusus surveilans:
1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit
2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit untuk mendeteksi dini
outbreak
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease
burden) pada populasi

7
Tugas Epidemiologi

4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,


implementasi, monitoring dan evaluasi program kesehatan
5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset. (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002)

Adapun tujuan lain untuk :


1. Untuk memantau kecenderungan penyakit
2. Untuk deteksi dan prediksi terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) dari sebuah
penyakit
3. Memantau kemajuan suatu program pemberantasan
4. Menyediakan informasi untuk perencanaan pembangunan pelayanan
kesehatan
5. Memperkirakan besarnya suatu kesakitan atau kematian yang berhubungan
dengan masalah yang sedang diamati
6. Bisa digunakan sebagai dasar penelitian untuk menentukan suatu tindakan
penanggulangan atau pencegahan penyakit
7. Mengidentifikasikan faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian suatu
penyakit
8. Memungkinkan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap tindakan
penanggulangan
9. Mengawali upaya untuk meningkatkan tindakan-tindakan praktek klinis oleh
petugas kesehatan yang terlibat dalam sistim surveilans
10. Pembuatan policy dan kebijakan pemberantasan penyakit

Dalam menjalankan kegiatan surveilans epidemiologi, diperlukan


keterpaduan satu sama lain, untuk itu ditetapkan sebuah atribut atau pedoman dalam
pelaksanaannya. Sebuah kegiatan surveilans epidemiologi hendaknya mengikuti
beberapa kriteria seperti sederhana, fleksibel, bisa diterima (acceptability), sensitif
(sesuai dengan laporan kasus, proporsi dari masalah kesehatan), benar dan tepat
waktu.
2.1.4 Jenis Surveilans
Dikenal beberapa jenis surveilans:
1. Surveilans Individu

8
Tugas Epidemiologi

Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor


individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes,
cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning dan sifilis. Surveilans individu mendeteksi
dan memonitor individu individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius,
memungkinkan dilakukan isolasi institusional segera terhadap kontak, sehingga
penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Karantina merupakan isolasi yang
membatasi gerak dan aktivitas orang orang atau binatang yang sehat tetapi telah
terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular. Karantina total
dan karantina parsial merupakan dua jenis karantina yang bertujuan mencegah
transmisi penyakit selama masa inkubasi. Dengan karantina total membatasi
kebebasan gerak kontak semua orang yang terpapar, sedangkan karantina persial
membatasi kontak secara selektif berdasarkan tingkat kerawanan dan bahaya
transmisi penyakit.
Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera
terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai
contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan
aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus
penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah
transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi. (Last, 2001)
Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS antara
1980 dan SARS. Dikenal dua jenis karantina yaitu Karantina total dan Karantina
parsial. Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar
penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang
yang tak terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara
selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi
penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit
campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang
ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pos-pos lainnya tetap bekerja.
Karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal,
politis, etika, moral dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas dan efektivitas
langkah-langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat
(Bensimon dan Upshur, 2007).

9
Tugas Epidemiologi

2. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-
menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui
pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit
dan kematian serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit
adalah penyakit, bukan individu. Melakukan pengawasan terus menerus terhadap
distribusi dan kecendrungan insidensi penyakit,melalui pengumpulan sistematis,
konsolidasi, evaluasi terhadap laporan laporan penyakit dan kematian, serta data
relevan lainnya. Fokus surveilans penyakit adalah penyakit bukan pada suatu
individu (orang), negara negara menggunakan surveilans penyakit yang didukung
melalui program program vertikal (pusat-daerah).
Pada banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung
melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis,
program surveilans malaria. Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat
berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan
akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak program surveilans
penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit
lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya
untuk sumberdaya masing-masing dan memberikan informasi duplikatif sehingga
mengakibatkan inefisiensi.

3. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan
masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-
indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum
konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator
individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda atau temuan laboratorium,
yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi
laboratorium tentang suatu penyakit. Surveilans sindromik dapat dikembangkan
pada level lokal, regional, maupun nasional.

10
Tugas Epidemiologi

Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC)


menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-
penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala
praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi
melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk
atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah
kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin dan jumlah total kasus yang
teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang
menyerupai influenza, termasuk flu burung dan antraks, sehingga dapat
memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk
memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al., 2006).
Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari
fasilitas kesehatan, laboratorium atau anggota komunitas pada lokasi tertentu
disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel
merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan
menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2, 2008; Erme dan Quade, 2010).

4. Surveilans Berbasis Laboratorium


Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor
penyakit infeksi. Surveilans berbasis laboratorium digunakan untuk mendeteksi dan
menonitor penyakit infeksi. Penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk
mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan
lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma
dari klinik-klinik.
Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui makanan seperti
salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi strain
bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan
lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik
(DCP2, 2008).

5. Surveilans Terpadu

11
Tugas Epidemiologi

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua


kegiatan surveilans disuatu wilayah yurisdiksi (negara/provinsi/kabupaten/kota)
sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan
struktur, proses dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan
informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun
pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data
khusus penyakit - penyakit tertentu (WHO, 2001, 2002; Sloan et al., 2006).
Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:
a. Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services)
b. Menggunakan pendekatan solusi majemuk
c. Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural
d. Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (pengumpulan, pelaporan,
analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (pelatihan dan
supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya).
Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun
menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang
penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda (WHO,
2002).

12
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global


Masyarakat Global Perdagangan dan perjalanan internasional di abad
modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi
penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi
negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.
Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya
jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan,
peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-
kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara.
Perdagangan dan perjalanan internasional diabad modern, migrasi manusia
dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas
negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara
berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya
epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang
terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti,
pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-
kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit
menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul
kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul
(newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda
surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru, termasuk
pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi (DCP2, 2008).

2.2 Prinsip, Fungsi, Manfaat, Langkah, Dan Ruang Lingkup Surveilans


Epidemiologi
2.2.1 Prinsip Surveilans Epidemiologi
Prinsip bisa berarti pedoman, kaidah, pegangan. Kemudian, langkah-langkah
dalam prinsip umum surveilans epidemiologi adalah sebagai berikut : Pertama,
dimulai dari data yang telah diperoleh dari berbagai sumber. Kemudian data
tersebut dikumpulkan dan diolah sehingga menghasilkan sebuah informasi.
Pengumpulan dan pengolahan data merupakan bagian dari masyarakat atau pihak-

13
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

pihak yang bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan. Informasi yang telah
diperoleh akan dianalisa dan di interpretasi sehingga dapat mengambil keputusan
yang tepat sebelum melakukan aksi atau tindakan. Keputusan yang dihasilkan
berupa program-program seperti pencegahan dan pengendalian untuk melakukan
intervensi dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan. Lalu, program tersebut
akan di aplikasikan dalam bentuk suatu tindakan. Dalam hal ini akan adanya proses
feedback (umpan balik). Setelah itu, tindakan yang telah dilakukan akan di evaluasi.
Apakah program telah berhasil atau tidak sampai pencapaian tujuan sehingga
didapatkan kembali data baru untuk penelitian selanjutnya. Alur atau proses dari
awal hingga akhir tersebut berjalan secara terus-menerus tanpa memutuskan bagian
yang ada didalamnya (Murti, B. 2010).
Dalam surveilans epidemiologi, data yang di dapat biasanya berupa masalah
kesehatan seperti kesakitan, sindrom, gangguan lingkungan sekitar atau masalah
kesehatan lainnya. Setelah itu data dapat dikumpulkan dengan dukungan berbagai
sumber seperti laporan puskesmas, laporan rumah sakit, survei, laporan
laboratorium. Pengumpulan data ini harus memperhatikan beberapa indikator,
diantaranya jumlah atau rate ,angka kesakitan dan angka kematian, variabel yang
diperlukan dan numerator serta denumerator yang dipakai. Setelah dikumpulkan,
data akan dilaporkan ke pemerintah bidang kesehatan masyarakat. Pelaporan data
bisa dalam bentuk laporan harian, mingguan dan bulanan (Murti, B. 2010).
Setelah data diperoleh dan telah diolah akan menghasilkan sebuah informasi.
Lalu, akan dilanjutkan dalam proses analisa dan interpretasi. Proses ini harus
memperhatikan karakteristik data (sumber data, kualitas, pembaharuan data apakah
data berubah atau tidak), validasi data (apakah ada nilai yang kurang atau data tidak
lengkap, kebenaran data, duplikasi atau ada kesamaan), analisis deskriptif (analisis
berdasarkan orang, tempat ,dan waktu), dan hipotesis mengambil keputusan yang
biasanya berupa program intervensi dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan
(Murti, B. 2010).
Keputusan yang telah diambil diharapkan dapat diaplikasikan dalam bentuk
tindakan. Tindakan bisa dilakukan dengan pengendalian (rapid response, case

14
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

management, pencegahan), umpan balik (bulletin epidemiologi, laporan, website)


(Murti, B. 2010).
Prinsip prinsip Epidemiologi
1. Pengumpulan data pencatatan insiden terhadap populasi
Pencatatan insiden berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan
sarana pelayanan kesehatan lain, laporann petugas surveilans
dilapangan , laporan masyarakat, dan petugas kesehatan lain. Teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara dan
pemerikasaan, tujuannya adalah menentukan kelompok penyakit
terbanyak, menentukan jenis dan karakteristik penyebabnya,
menentukan reservoir, transmisi, pencatatan kejadian penyakit dan
Kejadian Luar Biasa (KLB).

2. Pengolahan data
Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row
data) yag masih perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah
dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel, bentuk
grafik, maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Pengolahan data
tersebut harus dapat memberikan keterangan yang berarti.

3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan.


Data yang telah disusun dan diolah, selanjutnya dianalisis dan dilakukan
analisis untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang
situasi yang ada dalam masyarakat.

4. Evaluasi
Hasil evaluasi data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk
perencanaan, penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya,
untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan
perbaikan-perbaikan program dan pelaksaan program, serta untuk
kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.

15
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

2.2.2 Fungsi Surveilans Epidemiologi


Kegunaan surveilans epidemiologi
1. Mendeteksi perubahan masalah kesehatan sedini mungkin sehingga dapat
dilakukan tindakan kontrol atau preventif terhadap perubahan tersebut.
2. Deteksi perubahan lingkungan yang dianggap dapat menimbulkan penyakit
pada populasi.
3. Mutlak digunakan pada program-program pemberantasan penyakit menular
sebagai dasar perencanaan, monitoring dan evaluasi program.
4. Menilai kejadian penyakit pada populasi seperti insidensi atau prevalensi.
5. Data surveilans dapat digunakan untuk perencanaan dan pelaksanaan
program kesehatan.
Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya
pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan
pada setiap upaya kesehatan masyarakat baik upaya pencegahan maupun
pemberantasan penyakit menular. Secara garis besar, tujuan surveilans
epidemiologi yaitu:
1. Mengetahui distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat
menimbulkan epidemic.
2. Mengetahui perioditas suatu penyakit.
3. Menentukan apakah terjadi peningkatan insidensi yang disebabkan oleh
kejadian luar biasa atau karena perioditas penyakit.
4. Mengetahui situasi suatu penyakit tertentu.
5. Memperoleh gambaran epidemiologi tentang penyakit tertentu.
6. Melakukan pengendalian penyakit.
7. Mengetahui adanya pengulangan outbreak yang pernah menimbulkan
endemic.
Pengamatan epidemiologi terhadap influenza untuk mengetahui adanya tipe
baru dari virus influenza (Murti, B. 2010).
2.2.3 Manfaat Surveilans Epidemiologi

16
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Keuntungan dari kegiatan surveilans epidemiologi disini dapat juga


diartikan sebagai kegunaan surveilans epidemiologi, yaitu dapat menjelaskan pola
penyakit yang sedang berlangsung yang dapat dikaitkan dengan tindakan tindakan
atau intervensi kesehatan masyarakat. Dalam rangka menguraikan pola kejadian
penyakit yang sedang berlangsung, contoh kegiatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya
2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit
3. Identifikasi dan faktor risiko dan penyebab lainnya, seperi vektor yang dapat
menyebabkan sakit dikemudian hari
4. Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi
5. Dapat melakukan monitoring kecenderungan penyakit endemis
6. Dapat mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologi penyakit,
khususnya untuk mendeteksi adanya KLB atau wabah

Melalui pemahaman riwayat penyakit, dapat bermanfaat sebagai berikut :


1. Membantu menyusun hipotesis untuk dasar pengambilan keputusan dalam
intervensi kesehatan masyarakat
2. Membantu untuk mengidentifikasi penyakit untuk keperluan penelitian
epidemiologi
3. Mengevaluasi program-program pencegahan dan pengendalian penyakit
4. Memberikan informasi dan data dasar untuk memproyeksikan kebutuhan
pelayanan kesehatan dimasa mendatang

Data dasar sangat penting untuk menyusun perencanaan dan untuk


mengevaluasi hasil akhir intervensi yang diberikan. Dengan semakin kompleksnya
pengambilan keputusan dalam bidang kesehatan masyarakat, maka diperlukan data
yang cukup handal untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan yang sistematis
dan dapat dibuktikan dengan data (angka).
1. Dapat membantu pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus
dengan membandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan
program.

17
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

2. Membantu menetapkan masalah kesehatan dan prioritas sasaran program


pada tahap perencanaan program.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat prioritas masalah


dalam kegiatan surveilans epidemiologi adalah :
1. Frekuensi kejadian (insidens, prevalens dan mortalitas);
2. Kegawatan atau Severity (CFR, hospitalization rate, angka kecacatan);
3. Biaya (biaya langsung dan tidak langsung);
4. Dapat dicegah (preventability);
5. Dapat dikomunikasikan (communicability);
6. Public interest
7. Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi menurut umur, pekerjaan, tempat
tinggal dimana masalah kesehatan sering terjadi dan variasi terjadinya dari
waktu ke waktu (musiman, dari tahun ke tahun), dan cara serta dinamika
penularan penyakit menular.

2.2.4 Langkah Surveilans Epidemiologi


Langah-langkah dalam surveilans sangat di butuhkan agar kita mendapatkan
hasil yang diinginkan dan tepat penggunaannya. Terdapat beberapa langkah-
langkah dalam suerveilans epidemiologi, antara lain yaitu:
1. Perencanaan surveilans
Perencanaan kegiatan surveilans dimulai membuat kerangka kegiatan
surveilans yaitu dengan penetapan tujuan surveilans, dilanjutkan dengan penentuan
definisi kasus, perencanaan perolehan data, teknik pengumpulan data, teknik
analisis dan mekanisme penyebarluasan informasi (Masrochah, S.2006).

2. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses
data selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologi yang
dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus dan dikumpulkan tepat waktu.
Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari Rumah sakit,
Puskesmas dan lain-lain, maupun aktif yang diperoleh dari kegiatan survei.

18
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi


terhadap orang-orang yang dianggap penderita malaria atau population at risk
melalui kunjungan rumah (active surveillance) atau pencatatan insidensi
berdasarkan laporan sarana pelayanan kesehatan yaitu dari laporan rutin poli umum
setiap hari, laporan bulanan Puskesmas desa dan Puskesmas pembantu, laporan
petugas surveilans di lapangan, laporan harian dari laboratorium dan laporan dari
masyarakat serta petugas kesehatan lain (pasive surveillance). Atau dengan kata
lain, data dikumpulkan dari unit kesehatan sendiri dan dari unit kesehatan yang
paling rendah, misalnya laporan dari Pustu, Posyandu, Barkesra, Poskesdes.
Proses pengumpulan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang
baik. Secara umum pencatatan di Puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan
pasien dan kegiatan luar gedung. Sedangkan pelaporan dibuat dengan
merekapitulasi data hasil pencatatan dengan menggunakan formulir tertentu,
misalnya form W1 Kejadian Luar Biasa (KLB), form W2 (laporan mingguan) dan
lain-lain (Masrochah, S.2006).

3. Pengolahan dan penyajian data


Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk
tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area).
Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan
data diantaranya dengan menggunakan program (software) (Masrochah, S.2006).

4. Analisis data
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena
akan dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan
pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-
ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui
situasi, estimasi dan prediksi penyakit.
Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data
bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau

19
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

penurunan, dan mencari hubungan penyebab penyakit malaria dengan faktor resiko
yang berhubungan dengan kejadian malaria (Masrochah, S.2006).

5. Penyebarluasan informasi
Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ketingkat atas maupun ke bawah.
Dalam rangka kerja sama lintas sektoral instansi-instansi lain yang terkait dan
masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi yang
informatif agar mudah dipahami terutama bagi instansi diluar bidang kesehatan.
Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang
mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan,
upaya pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Cara penyebarluasan
informasi yang dilakukan yaitu membuat suatu laporan hasil kajian yang
disampaikan kepada atasan, membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan,
membuat suatu tulisan di majalah rutin, memanfaatkan media internet yang setiap
saat dapat di akses dengan mudah (Masrochah, S.2006).

6. Umpan balik
Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat
menerima laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik kepada unit
kesehatan yang melakukan laporan dengan tujuan agar yang mengirim laporan
mengetahui bahwa laporannya telah diterima dan sekaligus mengoreksi dan
memberi petunjuk tentang laporan yang diterima. Kemudian mengadakan umpan
balik laporan berikutnya akan tepat waktu dan benar pengisiannya. Cara pemberian
umpan balik dapat melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat pertemuan serta
pada saat melakukan pembinaan atau suvervisi.
Bentuk dari umpan balik bisa berupa ringkasan dari informasi yang dimuat
dalam buletin (news letter) atau surat yang berisi pertanyaan-pertanyaan
sehubungan dengan yang dilaporkan atau berupa kunjungan ke tempat asal laporan
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Laporan perlu diperhatikan waktunya
agar terbitnya selalu tepat pada waktunya, selain itu bila mencantumkan laporan

20
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

yang diterima dari eselon bawahan, sebaliknya yang dicantumkan adalah tanggal
penerimaan laporan (Masrochah, S.2006).

7. Investigasi penyakit
Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka terlebih
dahulu dilakukan penyelidikan epidemiologi penyakit malaria. Dengan investigator
membawa ceklis atau format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi
dalam hal ini adalah penyakit malaria dan bahan untuk pengambilan sampel di
laboratorium. Setelah melakukan investigasi penyelidikan kemudian disimpulkan
bahwa benar-benar telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria yang perlu
mengambil tindakan atau sebaliknya (Masrochah, S.2006).

8. Tindakan penanggulangan
Tindakan penanggulangan yang dilakukan melalui pengobatan segera pada
penderita yang sakit, melakukan rujukan penderita yang tergolong berat, melakukan
penyuluhan mengenai penyakit malaria kepada masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran agar tidak tertular penyakit atau menghindari penyakit tersebut,
melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan rantai penularan
(Masrochah, S.2006).

9. Evaluasi data sistem surveilans


Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk dapat dilakukan
evaluasi manfaat kegiatan surveilans. Sistem dapat berguna apabila memenuhi
salah satu dari pernyataan berikut:
a. Apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan dan
mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus.
b. Apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemik kejadian kasus di
wilayah tersebut.
c. Apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya
morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan kejadian penyakit di
wilayah tersebut.

21
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

d. Apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang


berhubungan dengan kasus atau penyakit.
e. Indikator surveilans
Indikator surveilans meliputi:
Kelengkapan laporan.
Jumlah dan kualitas kajian epidemiologi dan rekomendasi yang dapat
dihasilkan.
Terdistribusinya berita epidemiologi lokal dan nasional.
Pemanfaatan informasi epidemiologi dalam manajemen program kesehatan.
Meningkatnya kajian Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) penyakit.
(Masrochah, S.2006).

2.2.5 Ruang Lingkup Surveilans Epidemiologi


1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular
dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular. Ruang
lingkupnya antara lain :
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
AFP
Penyakit potensial wabah atau klb penyakit menular dan keracunan
Penyakit DBD/DSS
Malaria
Penyakit zoonosis, antraks, rabies, leptospirosis, dsb.
Penyakit filariasis
Penyakit tuberkulosis
Penyakit diare, tifus perut, kecacingan, dan penyakit perut lainnya
Penyakit kusta
Penyakit HIV/AIDS
Penyakit Menular Seksual
Penyakit pneumonia, termasuk penyakit pneumonia akut berat (termasuk
SARS) (Murti, B. 2010).

22
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular


Merupakan analisis terusmenerus dan sistematis terhadap penyakit tidak
menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak
menular. Ruang lingkupnya antara lain :
Hipertensi, Stroke dan Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Diabetes Mellitus
Neoplasma
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
Gangguan mental
Masalah kesehatan akibat kecelakaan (Murti, B. 2010).
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor
risiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan. Ruang lingkupnya antara
lain:
Sarana Air Bersih
Tempat - tempat umum
Pemukiman dan Lingkungan Perumahan
Limbah industri, RS dan kegiatan lainnya
Vektor penyakit
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
RS dan sarana yankes lain, termasuk Infeksi Nosokomial (INOS) (Murti, B.
2010).

4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan


Merupakan analisis terus-menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan
dan faktor risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.
Ruang lingkupnya antara lain:
Surveilans gizi dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)
Gizi mikro (Kekurangan yodium, anemia zat Besi KVA)
Gizi lebih

23
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk kesehatan reproduksi (Kespro)


Penyalahgunaan napza
Penggunaan sediaan farmasi, obat, obat tradisional, bahan kosmetika serta
peralatan
Kualitas makanan dan bahan tambahan makanan (Murti, B. 2010).

5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra


Merupakan analisis terus-menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan
dan faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.
Ruang lingkupnya antara lain:
Kesehatan Haji
Kesehatan Pelabuhan dan Lintas Batas Perbatasan
Bencana dan masalah sosial
Kesehatan matra laut dan udara
Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit dan Keracunan (Murti, B. 2010).

Menurut tempatnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :


1. Surveilans Epidemiologi Dalam Masyarakat
Surveilans epidemiologi ini dilakukan pada suatu wilayah administrasi atau
pada kelompok populasi tertentu. Dengan analisis secara teratur berkesinambungan
terhadap data yang dikumpulkan mengenai kejadian kesakitan atau kematian, dapat
memberikan kesempatan lebih mengenal kecenderungan penyakit menurut variabel
yang diteliti. Variabel tersebut diantaranya adalah distribusi penyakit menurut
musim atau periode waktu tertentu, mengetahui daerah geografis dimana jumlah
kasus atau penularan meningkat atau berkurang, serta berbagai kelompok risiko
tinggi menurut umur, jenis kelamin, ras, agama, status sosial ekonomi serta
pekerjaan.
2. Surveilans Epidemiologi di Rumah Sakit
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap terjadinya resiko
mendapatkan penyakit infeksi, sehingga teknik surveilans termasuk kontrol
penyakit pada rumah sakit rujukan pada tingkat provinsi dan regional memerlukan

24
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

perlakuakan sendiri. Rumah sakit mungkin dapat menjasi tempat berkembang


biaknya serta tumbuh suburnya berbagai jenis mikro-organisme.
Dikembangkannya sistem surveilans epidomologi yang khusus dan cukup efekif
untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya penularan penyakit didalam
lingkungan rumah sakit dikenal dengan infeksi nosokominal.
Saat ini penderita penyakit menular yang dirawat di rumah sakit jumlahnya
masih cukup besar. Suatu keadaan khusus dimana faktor lingkungan, secara
bermakna dapat mendukung terjadinya risiko meendapatkan penyakit infeksi,
sehingga tekhnik surveilans termasuk kontrol penyakit pada rumah sakit rujukan
pada tingkat propinsi dan regional memerlukan perlakuan tersendiri. Pada rumah
sakit tersebut, terdapat beberapa penularan penyakit dan dapat menimbulkan infeksi
nosokomial. Selain itu, rumah sakit mungkin dapat menjadi tempat
berkembangbiaknya serta tumbuh suburnya berbagai jenis mikro-organisme.
Untuk mengatasi masalah penularan penyakit infeksi di rumah sakit maka
telah dikembangkan sistem surveilans epidemiologi yang khusus dan cukup efektif
untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya penularan penyakit (dikenal dengan
infeksi nosokomial) di dalam lingkungan rumah sakit.

2.3. Contoh Kasus Surveilans Epidemiologi


Surveilans Epidemiologi pada bidang teknik lingkungan biasanya berkaitan
pada bagaimana penggunaan teknik yang baik dan benar dalam pendataan saat
surveilans epidemiologi itu dilakukan. Selain itu, kaitan antara surveilans
epidemiologi dengan teknik lingkungan adalah faktor-faktor lingkungan yang
menjadi penyebab terjadinya suatu penyakit baik itu faktor biotik maupun faktor
abiotiknya yang disemuanya itu dimuat dalam surveilans epidemiologi yang
dilakukan.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia.
Penyakit ini mempunyai perjalanan penyakit yang cepat, mudah menyebar dan
dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Prediksi kejadian demam
berdarah dengue di suatu wilayah, selama ini dilakukan berdasarkan stratifikasi

25
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

endemisitas, pola maksimalminimal dan siklus 35 tahun sesuai dari data


Surveilans epidemiologi. Cara prediksi ini terdapat kelemahan karena berubahnya
data menjelang musim penularan DBD dan belum adanya data faktor risiko terkini,
sehingga prediksi sering tidak tepat. Data faktor risiko DBD dapat digunakan untuk
menentukan jenis intervensi, sehingga kejadian DBD dapat dicegah sesuai konsep
kewaspadaan dini.
Data surveilans epidemiologi yang dihasilkan, sebagian masih diolah secara
manual dan semi otomatis dengan penyajian masih terbatas dalam bentuk tabel dan
grafik, sedangkan penyajian dalam bentuk peta belum dilakukan. Berdasarkan
kenyataan tersebut, dikembangkan sistem surveilans epidemiologi DBD untuk
kewaspadaan dini berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).
Pada sistem ini, dilakukan pendataan faktor risiko DBD melalui Rapid Survey
pada saat menjelang musim penularan untuk mendapatkan data terbaru untuk
menentukan jenis intervensi. Dengan SIG, dapat dihasilkan peta faktor risiko, peta
kasus dan peta kegiatan lain, dan dengan teknik overlayer dapat dilakukan
perencanaan maupun evaluasi program pemberantasan DBD.
Dalam masalah penyakit DBD, surveilans penyakit mencakup empat aspek
yaitu (1)surveilans kasus, (2) vektor (termasuk ekologinya), (3) peran serta
masyarakat dan (4) tindakan pengendalian. Program surveilans epidemiologi DBD
meliputi surveilans penyakit yang dilakukan dengan cara meminta laporan kasus
dari rumah sakit dan sarana kesehatan serta surveilans vektor yang dilakukan
dengan melakukan penelitian epidemiologi di daerah yang terjangkit DBD.
Pelaksanaan surveilans epidemiologi vektor DBD untuk deteksi dini biasanya
dilakukan penelitian di tempat-tempat umum; sarana air bersih; pemukiman dan
lingkungan perumahan; dan limbah industri, RS serta kegiatan lain. Kegiatan di atas
dilakukan oleh petugas kesehatan, juru pemantau jentik dan tim pemberantasan
nyamuk di sekolah dan masyarakat. Sebagai indikator keberhasilan program
tersebut adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Surveilans epidemiologi penyakit DBD
memegang peranan penting dalam upaya memutus mata rantai penyakit DBD.
Namun, pada kenyataanya belum berjalan dengan baik disebabkan karena faktor

26
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

eksternal dan internal, misalnya petugas puskesmas tidak menjalankan tugas


dengan sebagaimana mestinya dalam melakukan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).
Meskipun sudah lebih dari 35 tahun berada di Indonesia, DBD bukannya
terkendali, tetapi bahkan semakin mewabah.2 Jumlah kasus DBD pada tahun 2010
di Indonesia sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebesar
1.358 orang. Dengan demikian, angka insiden (AI) DBD pada tahun 2010 adalah
65,7 per 100.000 penduduk dan angka kematian kasus sebesar 0,87% (Natalia A,
2012).
Tahun 2010 angka insiden DBD Jawa Tengah sebesar 368,7/ 100.000
penduduk dengan jumlah kasus sebanyak 5.556 kasus dengan 47 kematian. Angka
Insiden (AI) DBD Kota Semarang 500, 5% lebih tinggi dari angka insiden DBD
Jawa Tengah dan 507,5% lebih tinggi dari angka insiden DBD Nasional. Angka
Insiden (AI) DBD Kota Semarang dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 selalu
jauh lebih tinggi dari Angka Insiden DBD Jawa Tengah dan AI DBD Nasional.4
Kasus DBD pada tahun 2010 naik 43% dari tahun 2009 yaitu dari 3.883 kasus
menjadi 5.556 kasus. Kenaikan kasus mengakibatkan kenaikan AI DBD Kota
Semarang dari 262 (pada tahun 2009) menjadi 368,7 (pada tahun 2010).4 Data yang
ada menunjukkan bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat di Kota Semarang yang menimbulkan dampak sosial
maupun dampak ekonomi. DBD perlu dikendalikan agar jumlah kasus tidak terus
meningkat. Untuk melakukan upaya pemberantasan penyakit menular, termasuk
DBD, diperlukan suatu sistem surveilans penyakit yang mampu memberikan
dukungan upaya program dalam daerah kerja Kabupaten/ Kota, Propinsi dan
Nasional, dukungan kerjasama antar program dan sektor serta kerjasama antara
kabupaten/ Kota, Propinsi, Nasional dan Internasional (Natalia A, 2012).
Pengolahan data DBD di Puskesmas Kota Semarang mayoritas hanya terbatas
pada data Penyelidikan Epidemiologi (PE). Dalam hal penyajian data juga terlihat
kurang sehingga mempersulit analisa dan penarikan kesimpulan. Ketepatan laporan
Mingguan Puskesmas pada tahun 2010 untuk minggu 1 sampai minggu 52 tercatat
bahwa 37 Puskesmas di Kota Semarang belum memenuhi standar. Hanya 34
Puskesmas yang dapat memenuhi 80% untuk ketepatan waktu dan 90% untuk

27
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

kelengkapan laporan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan


Surveilans epidemiolgi DBD dan permasalahannya di Kota Semarang tahun 2011
ditinjau dari pendidikan, tingkat pengetahuan, lama bekerja, sikap petugas, tingkat
keterampilan pengolahan data, dukungan pimpinan dan kelengkapan sarana. Jenis
penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah populasi sebanyak
37 petugas dan jumlah sampel sebanyak 37 petugas. Analisa data menggunakan
analisa univariat. Hasil penelitian menunjukkan secara kumulatif tingkat
pengetahuan sebesar 64,9%, pendidikan 70,3%, sikap 51,4%, keterampilan 54,1%,
dukungan pimpinan 48,6%, sarana 67,6% dan lama kerja 62,2% (Natalia A, 2012).
Seperti telah diuraikan di atas tentang pentingnya kegiatan surveilans
epidemiologi terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue tetapi hasil evaluasi
kegiatan surveilans epidemiologi DBD di kota Semarang menunjukkan bahwa
pelaksanaannya belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa indikatornya yaitu ketepatan laporan Mingguan Puskesmas pada tahun
2010 untuk minggu 1 sampai minggu 52 tercatat bahwa 37 Puskesmas di Kota
Semarang belum memenuhi standar indikator yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Kota Semarang yaitu 97% untuk ketepatan laporan Surveilans Penyakit
Menular dan 100% untuk kelengkapan laporan Surveilans Penyakit Menular. Tiga
puluh empat Puskesmas hanya dapat memenuhi 80% untuk ketepatan waktu dan
90% untuk kelengkapan laporan. Kondisi tersebut masih di bawah standar yang
telah ditetapkan untuk ketepatan waktu pengiriman laporan mingguan dan
kelengkapan laporan Mingguan selama 1 tahun (Natalia A, 2012).

BAB III
METODOLOGI
Epidemiologi mempelajari penyebaran dan penentu dari frekuensi penyakit
pada manusia. Definisi ini menekankan pada penyelidikan distribusi penyakit pada
manusia dan faktor-faktor penentunya. Dalam perkembangannya lingkup
epidemiologi meluas sehingga meliputi bidang kesehatan lainnya. Hal ini
umpamanya tampak dari definisi berikut : Epidemiologi mempelajari penyebaran

28
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

dan penentu dari keadaan keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan
dalam suatu populasi tertentu dan penerapannya dari hasil-hasil studi tersebut untuk
penanggulagan masalah-masalah kesehatan.
Yang dimaksud dengan penyebaran peristiwa (penyakit dan masalah
kesehatan) adalah distribution, yaitu dimana orang sakit atau peristiwa sakit
diklasifikasikan menurut berbagai variabel. Variabel-variabel ini biasanya
dikelompkkan dalam tiga variabel utama yang berkaitan dengan Orang (sifat-sifat
yang mengalami), Tempat (sifat-sifat tempat terjadi) dan Waktu (waktu, musim dan
sifat-sifat lain yang berkaitan dengan waktu kejadian). Bagian epidemiologi ini
sering disebut sebagai epidemiologi deskriftif. Dan hasilnya pada umumnya dapat
dipakai menyusun hipetesis dan hipotesis ini diuji dalam penelitian epidemiologi
analitik.
Variabel-variabel yang biasa digunakan dalam epidemiologi deskriptif
adalah:
A. Variabel Orang
Karakteristik yang selalu diperhatikan dalam suatu penyelidikan
epidemiologi untuk variabel orang adalah umur, jenis kelamin, kelas sosial
(pendidikan, pekerjaan, penghasilan), golongan etnik, status perkawinan,
besarnya keluarga, paritas (keturunan), dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan variabel orang, sepertigaya hidup dan kebiasaan makan. Variabel orang
dapat digunakan untuk mengetahui populasi yang berisiko.

B. Variabel Tempat
Karakteristik dalam variabel tempat yang biasa digunakan adalah daerah
berdasarkan batas-batas pemerintahan (kelurahan, kecamatan, kabupaten/
kotamadya, propinsi), daerah perkotaan dan pedesaan, daerah berdasarkan
batasbatas alam (pegunungan, pantai, laut, sungai, padang pasir), daerah
berdasarkan batas negara. Variabel tempat dalam suatu penyelidikan
epidemiologi dapat digunakan untuk mengetahui distribusi geografis dari suatu

29
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

penyakit sehingga dapat dilakukan perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat


mengetahui faktor penyebab dari suatu penyakit.

C. Variabel waktu
Karakteristik dalam variabel waktu dilihat berdasarkan panjangnya waktu
terjadinya perubahan pada suatu penyakit dan dibedakan menjadi fluktuasi
jangka pendek atau epidemi (jam, hari, minggu, dan bulan), perubahan secara
siklis dimana terjadi perubahan angka kesakitan yang berulang-ulang
(beberapa hari, beberapa bulan/ musiman, tahunan, beberapa tahun), dan
fluktuasi jangka panjang atau disebut juga secular trends (bertahun-tahun,
puluhan tahun).
Model Penyebab Penyakit (Model Trias Epidemiologi dan Model Sufficient
Cause dan Component Cause) adalah model yang mencerminkan hubungan
sebab akibat dalam penyakit. Berikut ini gambaran dari trias epidemiologi
tersebut:

Gambar 3.1 Trias Epidemiologi


Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa model trias
epidemiologi terdiri atas tiga komponen yang saling berhubungan dan
berinteraksi yaitu faktor agen penyakit, faktor inang atau host, dan faktor
lingkungan. Agen penyakit disini dapat berupa mikroorganisme seperti
virus, bakteri, dan parasit, maupun bahan kimia. Sementara itu, yang
dimaksud dengan faktor host adalah faktor-faktor intrinsik yang dapat
mempengaruhi baik paparan, kerentanan, atau respon seseorang terhadap
agen penyebab penyakit. Sebagai contoh, usia, jenis kelamin, kelompok

30
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

etnis, dan perilaku seseorang dapat menjadi faktor yang menentukan


menentukan risiko terhadap paparan agen, sedangkan umur, komposisi
genetik, status gizi dan imunologi adalah beberapa faktor yang
mempengaruhi kerentanan dan respon seseorang terhadap agen.

3.1 Metode Penyesuaian Data


Data Berdasarkan Quesioner
Dari hasil observasi yang kami lakukan di Puskesmas A dan Puskesmas B.
Didapatkan hasil yang sangat berbeda dari data dinas kesehatan setempat. Dari
Puskesmas A setelah kami ajukan beberapa pertanyaan, seperti dibawah ini :
1. Penyakit apa yang biasanya banyak menjadi keluhan warga ?
2. Mengapa penyakit tersebut sering muncul ?
3. Mengapa penyakit tersebut menjadi yang paling banyak diderita ?
4. Usia berapa yang banyak mengalami penyakit ini ?
5. Apa yang menyebabkan penyakit banyak menyerang usia tersebut ?
6. Apa penanganan yang dilakukan ?
7. Apakah factor lingkungan berpengaruh ?
8. Seberapa jauh pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan ?
9. Apakah ada sosialisasi mengenai factor lingkungan yang sangat penting dan
berdampak terhadap kesehatan ?
Maka, didapatkan hasil seperti dibawah ini :
No Puskesmas A Puskesmas B

1. ISPA (Infeksi Saluran Tifus


Pernapasan Akut)
2. Daya tahan tubuh Daya tahan tubuh
PHBS (Perilaku Hidup Bersih PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
dan Sehat) Sehat)
Lingkungan Lingkungan

3. Karena lagi musim kabut asap Karena anak anak sering


beraktivitas yang sangat

31
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

berlebihan dan menyebabkan


mereka kurang istirahat

4. Anak anak Anak anak

5. Daya tahan tubuh anak rendah Daya tahan tubuh anak rendah

6. Dikasih obat dokter Dibawa ke poli umum untuk diberi


Penyuluhan konseling arahan seperti :
Istirahat yang cukup
Mengonsumsi makanan atau
minuman sehat
Meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS)
Kekebalan tubuh ditingkatkan
Membersihkan rumah dan
lingkungan

7. Iya Iya

8. Rendah Mengerti tetapi kebanyakan tidak


menerapkan ke pola kehidupan
sehari hari

9. Penyuluhan (biasanya di Penyuluhan di Posyandu


Posyandu) Penyuluhan perorang
Konseling (biasanya di klinik) Penyuluhan mahasiswa

Dari data diatas didapatkan perolehan hasil yang sangat berbeda dari data yang
didapat dari dinas kesehatan setempat, ternyata data yang dimuat dinas kesehatan
tersebut mencakup data dari seluruh puskesmas yang ada di Kota Banjarbaru
sehingga memberikan hasil yang diperoleh sanagt berbeda. Data tersebut
menyatakan diare lah yang menjadi urutan pertama di kota banjarbaru tersebut.

32
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Tetapi, setelah mengunjungi dan mengambil sampel dari 2 puskesmas yang berbeda
penyakit yang menjadi urutan pertama sangat bervariatif seperti ISPA (Infeksi
Saluran Pernafasan Akut) dan Tifus, setelah kedua penyakit tersebut yang menjadi
urutan selanjutnya sama yaitu diare. Yang menjadi kebanyakan factor penyakit
seperti diatas adalah :
Daya tahan tubuh
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
Lingkungan
Kebanyakan masyarakat sebenarnya sudah mengetahui apa pentingnya lingkungan
yang bersih untuk kesehatan tetapi masih kurangnya penerapan kedalam kehidupan
sehari hari mereka.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Berdasarkan Dari Sumber Dinas Kesehatan Kota Banjarabaru

33
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Dari hasil observasi yang dilakukan di Dinas Kesehatan yang ada di


daerah Banjarbaru, maka didapatkan hasil mengenai surveilans
epidemiologi seperti yang terdapat di bawah ini :
1200
1000
800
600
400
200
0

Demam Berdarah
Tetanus
Kolera

Malaria Mix

Malaria Klinis
Filariasis
Difteri
Kusta MB

TBC Paru BTA (+)

Pneumonia
Influensa
Campak
Frambusia

Sifilis

Hepatitis Klinis
Gonorrhoe

Diare Berdarah

Diare
Batuk Rejan

Malaria Vivax
Demam Dengue

Tifus Perut Klinis


Kusta PB

Malaria Falsifarum

Tersangka TBC Paru


Gambar 3.1 Data Penyakit Yang Mendominasi

Dari data per tahun diatas didapatkan bahwa sebagian besar penyakit
yang dialami warga adalah diare, dimana angka diare mencapai 1000
keluhan untuk pertahunnya. Yang kemudian penyakit tifus ada di nomor 2
lalu ada penyakit pneumonia. Data diatas diambil berdasarkan dari sumber
yang sudah menjadi pekerjaaan pendataan wajib oleh pihak dinkes
setempat.
Kemudian data yang didapatkan adalah akumulasi dari semua
puskesmas puskesmas yang terdapat di Kota Banjarbaru tidak ada satu
puskesmas pun yang tertinggal dari pendataan tahunan ini. Ini juga
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh semua puskesmas yang
ada di Kota Banjarbaru. Berdasarkan pendataan dari pihak dinas kesehatan
kami melakukan observasi langsung ke 2 puskesmas yang ada di Kota
Banjarbaru.

34
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

35
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan tentang surveilans


epidemiologi ini adalah sebagai berikut :
1. Surveilans atau surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat
melakukan tindakan.
2. ISPA dan Tifus merupakan penyakit yang mendominasi Puskesmas A dan
Puskesmas B fakor faktor yang mempengaaruhi antara lain daya tahan tubuh,
PHBS (Prilaku Hidup Bersih dan Sehat) dan Lingkungan. Pada Kota
Banjarbaru total terbanyak penyakit dari seluruh puskesmas adalah Diare,
sekitar 1000 kasus keluhan tiap tahunnya.
4.2. Saran
Sebaiknya sebelum kita melakukan surveilans epidemologi, kita harus benar-
benar memahami konsep dan dasar-dasar surveilans itu sendiri agar pada saat
penerapannya nanti kita bisa mendapatkan hasil maksimal dan dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya.

SOAL DAN JAWABAN

36
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

1. Kegiatan pengumpulan data yang sistematik dan mengahasilkan Informasi


Epidemiologik untuk perencanaan, implementasi dan penilaian
pembrantasan penyakit disebut
a. Surveilans (benar) c. Studi Kasus
b. Epidemiologi d. Sistem

2. Apa yang menjadi penyakit nomor 1 yang ada di daerah Kota Banjarbaru
a. Tifus c. Gondok
b. Diare (benar) d. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut

3. Apa kepanjangan dari KLB


a. Kejadian Liar Biasa c. Kejadian Luar Biasa (benar)
b. Kejadian Langsung Bahaya d. Kejadin Dalam Bahaya

4. Pada usia berapa kebanyakan yang menderita penyakit ISPA (Infeksi


Saluran Pernapasan Akut)
a. Bayi c. Orang Tua
b. Bawah Lima Tahun d. Anak anak (benar)

5. Apa yang menjadi factor utama penyebab banyaknya penyakit tifus


menyerang pada anak anak
a. Lingkungan c. Makanan
b. Orang Tua d. Rentan terhadap tubuh (benar)

DAFTAR PUSTAKA

37
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Bensimon CM, Upshur REG (2007). Evidence and effectiveness in decisionmaking


for quarantine. Am J Public Health;97:S44-48.

Conceptual framework of public health surveillance and action and its application
in health sector reform. BMC Public Health, 2:2 http://www.biomedcentral.
com. Diakses pada tanggal 25 September 2013

DCP2 (2008). Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics.
Disease Control Priority Project. www.dcp2.org/file/153/dcpp-
surveillance.pdf. Diakses pada tanggal 25 September 2013

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem SurveilensEpidemiologi Penyakit Menular dn
Penyakit Tidak Menular, Jakarta, 2004. http://www.hukor.depkes.go.id/
up_prod_kepmenkes/KMK/No./1479/ttg/Pedoman/Peneyelenggaraan/Siste
m/Surveilans/Epidemiologi/Penyakit/Menular/Dan/Penyakit/Tidak/Menular/
Terpadu.pdf. Diakses pada tanggal 26 September 2015

Erme MA, Quade TC (2010). Epidemiologic surveillance. Enote.


www.enotes.com/public-health.../epidemiologic-surveillance. Diakses pada
tanggal 25 September 2013
Chandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: ECG

Giesecke J (2002). Modern infectious disease epidemiology. London: Arnold.

Gordis, L (2000). Epidemiology. Philadelphia, PA: WB Saunders Co.

JHU (Johns Hopkins University) (2006). Disaster epidemiology. Baltimore, MD:


The Johns Hopkins and IFRC Public Health Guide for Emergencies.

Irwanto,Roim A, Sudarmo SM. 2002. Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak
diagnosa dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1. Salemba Medika:
jakarta
Journal of Urban Health: Bulletin of the New York Academy of Medicine, 80
(Suppl 1): i107-i114(1).

Last, JM. 2001. A dictionary of epidemiology. New York: Oxford University Press,
Inc.

38
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Lung. E. 2003. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd treatment in
gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2:McGraw Hill. New Tork
Mansjoer A. . 2001. Diare Akut. Dalam buku Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1,
Edisi III. Media Aesculapius. FKUI. Jakarta

Mandl KD, Overhage M, Wagner MM, Lober WB, Sebastiani P, Mostahari F,


Pavlin JA, Gesteland PH,Treadwell T, Koski E, Hutwagner L, Buckeridge
DL , Aller RD, Grannis S (2004). Implementing syndromic surveillance: A
practical guide informed by the early experience. J Am Med Inform Assoc.,
11:141150.

Masrochah, Siti. 2006. Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Sebagai


Pendukung Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (Klb) Penyakit Di Dinas
Kesehatan Kota Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/18184/1/Siti_Masrochah.pdf. Diakses pada tanggal
26 September 2015
Nazek, Al-Gallas. 2007. Etiology of Acute Diarrhea in Children and Adults in
Tunis, Tunisia, with Emphasis on Diarrheagenic Escherichia coli: Prevalence,
Phenotyping, and Molecular Epidemiology. Am J Trop Med Hyg.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). PT.
Rineka Cipta: Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Notoatmodjo S. 2011. Kesehatan Masyarakat ilmu dan seni. Rineka Cipta. Jakarta
Norasid H,Surratmadja S, Asnil PO. 2005. Gastroenteritis (Diare ) akut dalam:
Gastroenterologi anak praktis, Ed Suharyono, Aswitha B,EM Halimun : edisi
ke-2. Balai penerbit FK-UI. Jakarta
Olyfta, Asni.2010. Analisis Kejadian Diare pada Anak Balita di Indonesia Tahun
2010.
Purwidiana, Anjar. 2009. Hubungan Faktor Lingkungan dan Sosiodemografi
dengan kejadian diare pada Balita. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Sumatera Utara
Puskesmas Cempaka.2015. Rekap Bulanan Data Diare Puskesmas Rawat Inap
Cempaka Tahun 2015. Puskesmas Cempaka: Banjarbaru-Kalsel
Slamet, Juli S. 2007. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta

39
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Soeparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja & Limbah Cair (Suatu
Pengantar). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Universitas Sebelas Maret Press. Surakarta
Suriawiria, U., Prof. Drs. 2005. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat.
Penerbit PT. Alumni. Bamdung
Rahayu Sri Pujiati. 2010. Pengaruh Jarak Sumur Gali Dengan Septic Tank
Terhadap Kandungan Bakteri Coliform Pada Air Sumur Gali.
Ikesma.Lumajang
Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru. 2015. Rekap Bulanan Data Diare Puskesmas-
Puskesmas Kota Banjarbaru Tahun 2015. Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru:
Banjarbaru-Kalsel
UNICEF. 2009. Diarhoea: Why children are still dying and what can be done.
Wardhana, W. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi Offset.
Yogyakarta
WHO, 1996, Guidelines for Drinking-Water Quality, V.2.: Health Criteria and
Other Supporting Information, Snd Edition, Geneva
WHO. 2010. World Health Statistics 2010: Causes of death.

LAMPIRAN

40
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Gambar Dilingkungan Keluarga Yang Mengalami Penyakit Tifus

Lingkungan Disekitar Rumah Anak Yang Mengalami Penyakit Tifus

41
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

Halaman Belakang Rumah Anak Yang Mengalami Penyakit Tifus

Halaman Depan Rumah Anak Yang Mengalami Penyakit Tifus

42
LAPORAN OBSERVASI EPIDEMIOLOGI
TEKNIK LINGKUNGAN

INDEKS
Outcome Specific 4
KLB 5
Morbiditas 7
Mortalititas 7
Outbreaks 8
Kolaps 10
Donumerator 14
Follow Up 15

43

Anda mungkin juga menyukai