Anda di halaman 1dari 53

SISTEM IMUNITAS & HEMATOLOGI

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING KASUS PEMICU III

“DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) & MALARIA”

Ns. Suhaimi Fauzan, M.Kep

Di Sususun Oleh:

Muhammad Reza R.I1032141012 Tri Mutiara D. I1032141020

Riki Sulindra R. I1032141027 Tri Supartini I1032141046

Arief Widodo I1032141033 Ulfa Muzliyati I1032141022

Bagus Febri H. I1032141014 Annisa Rosalita I1032141031

Audina Safitri I1032141009 Rinda Farlina I1032141025

Fitri Ratnawati I1032141006 Khairun Nisa I1032141003

Khairunnisa I1032141034 Cici Novarianti I1032141017

Elsa Aurelia Suci A. I1032141039 Faleria Novianti I1032141029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

i
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas berkat dan rahmat-Nya penyusun
dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang DBD (Demam Berdarah
Dengue) dan Malaria.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai
tugas terstruktur mata kuliah sistem imunitas dan hematologi Tahun Akademik
2016/2017 di Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan
dan dorongan dari pihak – pihak luar sehingga makalah ini terselesaikan sesuai
dengan yang diharapkan.
Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada :
1. Bapak Ns. Suhaimi Fauzan, M. Kep selaku dosen mata kuliah sistem imunitas
dan hematologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Tanjungpura.
2. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2014 Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura
3. Pihak yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Segala sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna, begitu pula dengan
makalah ini. Saran dan kritik sangatlah penyusun harapkan demi kesempurnaan
makalah berikutnya. Penyusun harapkan semoga makalah ini dapat memberikan
suatu manfaat bagi kita semua dan memilki nilai ilmu pengetahuan.

Pontianak, Mei 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................4
1.2 Rumusan masalah......................................................................................6
1.3 Tujuan........................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................7
2.1 Pembahasan Kasus (Step 1 – 6).................................................................7
2.1.1 Kasus Pemicu...............................................................................7
2.1.2 Step 1 – 5.....................................................................................7
2.2 Konsep Teori............................................................................................15
2.2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD).............................................15
2.2.2 Malaria.......................................................................................26
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................39
3.1 DBD ( Demam Berdarah Dengue )..........................................................39
3.2 Malaria.....................................................................................................42
BAB IV PENUTUP...............................................................................................46
4.1 Kesimpulan..............................................................................................46
4.2 Saran........................................................................................................47
Lampiran................................................................................................................50

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyamuk merupakan serangga yang banyak menimbulkan masalah bagi
manusia. Selain gigitan dan dengungannya yang mengganggu, nyamuk
merupakan vektor atau penular beberapa jenis penyakit berbahaya dan
mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan
chikungunya (Farida, 2008). Menurut Arixs (2008), berbagai penyakit disebar
oleh tidakkurang dari 2.500 spesies nyamuk. Ada yang menyebabkan
penyakit berbahaya seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.) dan malaria
(anopheles), akan tetapi yang umum berkeliaran di rumah tempat tinggal
adalah nyamuk Culex tarsalis yang gigitannya menyebabkan gatal. Dua
diantaranya penyakit yang dapat ditimbulkan oleh nyamuk adalah dbd dan
malaria (Arixs, 2008).
Menurut Borror et al., (1996), Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk
pembawa virus dengue, penyebab penyakit demam berdarah juga pembawa
virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Wilayah penyebaran
nyamuk itu sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh
dunia. Sebagai pembawa virus dengue, Aedes aegypti L. bersama Aedes
albopictus merupakan pembawa utama (primary vector) siklus penyebaran
dengue di wilayah pedesaan dan perkotaan.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang terinfeksi (Candra, 2010). Manifestasi klinis penyakit
ini bervariasi mulai dari keadaan tanpa gejala (asimtomatis) dan simtomatis
yang terdiri dari demam ringan tidak spesifik (undifferentiated febrile illness),
demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan demam dengue
yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS) (Soegijanto, 2012)
(Athauda et al., 2013).

4
Pada tahun 2008 jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 137.469
orang dengan 1.187 orang meninggal atau case fatality rate (CFR) 0,86%,
sedangkan tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang
atau CFR 0,89% akibat kasus DBD (Kusriastuti, 2010). Jumlah kasus DBD di
Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian
akibat DBD sebanyak 1.358 orang dan CFR sebesar 0,87%. Demam berdarah
dengue termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap dirumah sakit tahun
2010 dan menempati peringkat kedua (Profil Kesehatan Indonesia, 2010).
Setelah penyakit demam berdarah dengue ada juga penyakit yang
disebabkan oleh nyamuk yaitu penyakit malaria. Malaria adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan
plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah
manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles. Malaria merupakan salah satu penyakit yang tersebar dibeberapa
wilayah di dunia. Umumnya tempat-tempat yang rawan malaria terdapat pada
Negara-negara berkembang dimana tidak memiliki tempat penampungan atau
pembuangan air yang cukup, sehingga menyebabkan air menggenang dan
dapat dijadikan sebagai tempat ideal nyamuk untuk bertelur (Athauda et al.,
2013).
Malaria disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium. Ada empat jenis
plasmodium yang dapat menyebabkan malaria, yaitu plasmodium falciparum
dengan masa inkubasi 7-14 hari, plasmodium vivax dengan masa inkubasi 8-
14 hari, plasmodium oval dengan masa inkubasi 8-14 hari, dan plasmodium
malariadengan masa inkubasi 7-30 hari. Parasit-parasit tersebut ditularkan
pada manusia melalui gigitan seekor nyamuk dari genus anopheles. Gejala
yang ditimbulkan antara lain adalah demam, anemia, panas dingin, dan
keringat dingin. Untuk mendiagnosa seseorang menderita malaria adalah
dengan memeriksa ada tidaknya plasmodium pada sampel darah. Namun
yang seringkali ditemui dalam kasus penyakit malaria adalah plasmodium
falciparum dan plasmodium vivax (Athauda et al., 2013).

5
Di Indonesia, sebagai salah satu negara yang masih beresiko Malaria
(Risk-Malaria), pada tahun 2009 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria klinis
dan 350 ribu kasus di antaranya dikonfirmasi positif. Sedangkan tahun 2010
menjadi 1,75 juta kasus dan 311 ribu di antaranya dikonfirmasi positif.
Sampai tahun 2010 masih terjadi KLB dan peningkatan kasus malaria di 8
Propinsi, 13 kabupaten, 15 kecamatan, 30 desa dengan jumlah penderita
malaria positif sebesar 1256 penderita, 74 kematian. Jumlah ini mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2009, dimana terjadi KLB di 7 propinsi, 7
kab, 7 kec dan 10 desa dengan jumlah penderita 1107 dengan 23 kematian
(Profil Kesehatan Indonesia, 2011).
Berdasarkan dari uraian diatas, penyusun sangat tertarik untuk membahas
tentang masalah klien dengan kasus DBD dan Malaria. Dengan ini penyusun
akan membahas tinjauan teori DBD dan Malaria serta asuhan keperawatan
yang tepat diberikan pada klien dengan DBD dan Malaria.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana pembahasan kasus (step 1 – 6 ) ?
2. Bagaimana konsep teori DBD dan Malaria (sesuai dengan kasus)?
3. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan kasus
DBD dan Malaria (sesuai kasus)?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pembahasan kasus (step 1 – 6 ).
2. Untuk mengetahui konsep teori DBD dan Malaria (sesuai dengan kasus).
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan
kasus DBD dan Malaria (sesuai kasus).

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Kasus (Step 1 – 6)

2.1.1 Kasus Pemicu


Seorang anak berusia 2 tahun mengalami panas tinggi sejak 5 hari
terakhir dengan karakteristik demam intermiten dan perawat curiga
anak tersebut terkena DBD, ehingga ingin memastikan apakah ada
resiko DBD. Saat dibawa ke UGD, klien dalam kondisi lemah, pucat,
akral dingin, sulit minum, demam sejak 5 hari yang lalu. Menurut ibu
klien disekitar rumahnya ada anak yang terkena DBD dan pernah
dilakukan fogging oleh PUSKESMAS. Perawat melakukan
Pemeriksaan rumple leed positif >50 titik dengan ukuran diameter 5
cm. Hasil pemeriksaan trombosit didapatkan hasil 90000/mm3
Pada saat yang sama seorang pasien dibawa ke UGD karena
demam 40 derajat sejak seminggu disertai meriang dan menggigil
yang hebat. Saat ini klien mengalami disorientasi, pupil mata
anisokor, lemah. Sebelumnya klien merasakan nyeri kepala disertai
muntah. Hasil pemeriksaan parasit menunjukkan adanya infeksi
plasmodium malariae. Klien berasal dari kabupaten dengan angka
kejadian malaria tinggi. Sebulan yang lalu ia dan temannya melakukan
pencarian tanaman sebagai studi penilaian di hutan kabupaten
tersebut. Saat ini ditemukan splenomegali dan hb 7,5 g/dL.

2.1.2 Step 1 – 5
1. STEP 1 (Clarifying Terms)
 Plasmodium Malariae (Fitri Ratnawati)
 Demam Intermiten (Elsa Aurelia)
 Anisokhor (Arief)
 Splenomegali (Riki)
 Fogging (Tri Mutiara

7
Jawaban Sementara:
 Plasmodium Malariae adalah parasit yang dibawa oleh nyamuk
Anopheles yang adapat menyebabkan penyakit Malaria (Arief).
 Demam Intermiten adalah demam yang intensitasnya hilang
datang ataupun turun-naik (Elsa).
 Anishokor adalah ketidakseimbangan antara pupil mata yang
kanan dengan pupil mata yang kiri (Riki)
 Splenomegali adalah pembesaran Limpa (Anissa Rosalita).
 Fogging adalah salah satu program kerja dari PUSKESMAS
untuk membasmi nymuk yang terindikasi membawa parasit
yang dapat menyebabkan penyakit berupa pengasapan (Audina)
2. STEP 2 (Defining The Problem)
 Berapa lama masa inkubasi virus sehingga menyebabkan
terjadinya demam pada DBD ?
 Bagaimana penanganan pertama perawat dalam kasus pada
kedua pasien?
 Apakah efek saping dari Rumpeleede Test pada anak?
 Apa yang menyebabkan terjadinya splenomegali dan penurunan
HB pada pasien malaria?
 Hasil pemeriksaan normal?
 Komplikasi dari penyakit?
 Bagaimana penatalaksanaan fdari penyakit tersebut?
 Bagaimana keefektifan Fogging pada pemberantasan nyamuk?
 Mengapa pasien mengalami disorientasi dan nyeri kepala?
 Apa yang menyebabkan pupil mata an ishokor dan bagaimana
proses terjadinya?
 Apa ciri khas yang membedakan antara DBD dengan Malaria?
 Bagaimana patofisiologi dari DBD dan Malaria?
 Bagaimana pencegahan untuk kedua penyakit tersebut?

8
3. STEP 3 (Brainstorming)
 3-7 hari
 DBD :
- Minum air putih
- Kompres hangat
- Minum jus jambu
Malaria:
- Bed rest
- Minum air putih
- Kompres hangat
 Kalau terlalu kuat akan menyebabkan pecahnya pembuluh darah
 Splenomegali terjadi karena limfa yang merupakan salah satu
dari sistem imun mengalami infeksi oleh parasit plasmodium
malariae. Hb menurun karena diserang oleh parasit
 Hb:
Perempuan: 12,3-15,3
Laki-laki: 14,5-17,5
Trombosit:
150.000-400.000/ ul
 DBD: kejang, epitaksis (mimisan), penurunan kesadaran,
penurunan Hb dan trombosit
Malaria: kejang
 DBD: Antipiretik, tranfusi, kompres hangat
Malaria: Analgesik
 Tergantung dari intensitas fogging yang dilakukan
 Disorientasi terjadi karena kenaikan suhu yang terjadi akibat
efek infeksi oleh parasit plasmodium malariae.
 (LO)
 (LO)
 (LO)

9
 Penyebaran bubuk ABATE, Fogging, menerapkan 5 M.
4. STEP 4 (Structuring and Hypothesis)

Definisi Klasifikasi

Etiologi Faktor Resiko

Patofisiologi Masalah Keperawatan

Manifestasi Klinis ASKEP

Pemeriksaan Penunjang

Penatalaksanaan

Pencegahan

Prognosis

Komplikasi

5. STEP 5 (Learning Objective)


 Apa yang menyebabkan pupil mata anishokor dan bagaimana
proses terjadinya?
 Apa ciri khas yang membedakan antara DBD dengan Malaria?
 Bagaimana patofisiologi dari DBD dan Malaria?
 Konsep Teori
- Definisi
- Etiologi
- Manifestasi klinis

10
- Patofisiologi
- Pemeriksaan penunjang
- Penatalaksanaan
- Prognosis
- Komplikasi
- Asuhan Keperawatan
- Pengkajian
- Analisa Data
- Diagnosa
- Intervensi
- Implementasi
- Evaluasi
6. STEP 6 (Discovery Learning)
1) Penyebab Pupil Mata Anishokor
Anisokor pada pupil terjadi akibat trauma otak Yaitu pupil
ipsilateral menjadi melebar. Pupil dilatasi atau anisokor
menandakan peningkatan tekanan intracranial. Pada
perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan
reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi
negatif.
2) Ciri Khas yang membedakan antara DBD dengan Malaria
 Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina, sedangkan
demam berdarah ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti.
Gejala-gejala yang mirip antara kedua penyakit tersebut
tersebut antara lain demam, sakit kepala, muntah, nyeri otot,
pendarahan dan diare.
 Penyebab malaria bukanlah virus seperti halnya demam
berdarah, penyakit malaria diebabkan oleh parasit
plasmodium yang menular akibat siklus kompleks di antara
manusia dan nyamuk. Siklus tersebut dimulai dari seekor
nyamuk menggigit manusia yang sudah terinfeksi dan

11
mengambil parasit beserta darah yang kemudian menginfeksi
nyamuk tersebut, nyamuk ini akan pergi dan menggigit
sekaligus menyuntikan parasit tersebut kepada manusia lain.
  Masa inkubasi yang lebih panjang pada malaria (sekitar 1 – 3
minggu bahkan bulan sejak awal tertular) sedangkan virus
demam berdarah memiliki masa inkubasi yang cepat 3-4 hari.
Parasit malaria membutuhkan waktu untuk matang sebelum
berkembang dan menginfeksi sistem tubuh manusia, dalam
jangka waktu tersebut parasit hanya akan tinggal dalam sel
darah manusia.
 Malaria lebih banyak dijumpai di kawasan Afrika sedangkan
demam berdarah banyak dijumpai di kawasan Asia Tenggara.
Nyamuk anopheles suka berkembang biak di air tenang yang
kotor, sedangkan nyamuk aedes aegypti suka berkembang
biak di air tenang yang bersih.
 Nyamuk anopheles betina keluar untuk mencari makan pada
waktu senja, ataupun fajar, sedangkan nyamuk aedes
aegypti keluar untuk mencari makan pada siang hari.
 Demam berdarah dapat disembuhkan dengan istirahat yang
cukup untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan asupan
cairan yang cukup sangatlah penting. Sedangkan untuk
malaria pengobatan harus dilakukan dengan terlebih dahulu
mengidentifikasikan jenis parasit yang menginfeksi.
3) Patofisiologi Dbd Dan Malaria
 DBD (Demam berdarah dengue)
Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan
gigitan pada manusia (makhluk vertebrata) yang pada saat itu
sedang mengandung virus dengue didalam darahnya
(viraemia). Virus yang sampai ke dalam lambung nyamuk
akan mengalami replikasi (memecah diri), kemudian akan
migrasi yang akhirnya akan sampai di kelenjar ludah. Virus

12
yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan
kedalam kulit manusia melalui gigitan nyamuk.(Anies, 2006
dalam Purba 2014 ).
Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian
mencapai sel target yaitu makrofag. Sebelum mencapai sel
target maka respon imun non-spesifik dan spesifik tubuh
akan berusaha menghalanginya. Aktivitas komplemen pada
infeksi virus dengue diketahui meningkat seperti C3a dan
C5a mediator-mediator ini menyebabkan terjadinya kenaikan
permeabilitas kapiler celah endotel melebar lagi. Akibat
kejadian ini maka terjadi ekstravasasi cairan dari
intravaskuler ke extravaskuler dan menyebabkan terjadinya
tanda kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding
vesica fellea dan syok hipovolemik. Kenaikan permeabilitas
kapiler ini berimbas pada terjadinya hemokonsentrasi,
tekanan nadi menurun dan tanda syok lainnya merupakan
salah satu patofisiologi yang terjadi pada DBD .(Depkes RI,
2010)
 Malaria
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya
skizon darah yang mengeluarkan bermacam- macam antigen.
Antigen ini akan merangsang sel- sel makrofag, monosit atau
limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara
lain TBF ( tumor nekrosis factor ). TNF akan dibawa aliran
darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada ke empat
plasmodium memerlukan waktu yang berbeda- beda, P.
falciparum memerlukan waktu 36- 48 jam, P. vivax/ovale 48
jam, dan P. Malariae 72 jam. Demam pada P. Falciparum
dapat terjadi setiap hari, P. Vivax/ovale selang waktu satu

13
hari, dan P. Malariae 72 jam. Demam pada P. Falciparum
dapat terjadi setiap hari, P. vivax/ovale selang waktu satu
hari, dan P. Malariae demam timbul selang waktu 2 hari.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang
terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium
Falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah,
sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.
Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah
merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumah
sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae
menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1%
dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang
disebabkan oleh P. vvax, P. ovale dan P. Malariae umunya
terjadi pada keadaan kronis.Splenomegali, limpa merupakan
organ reticuloendothelial, diamana Plosmadium dihancurkan
oleh sel- sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel- sel
radang ini akan meyebabkan limpa membesar ( Depkes RI,
2008 ).
Malaria Berat, akibat Plasmodium Falciparum
mempunyai patogensis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi
P. Falciparum akan mengalami proses sekuestrasi yaitu
tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh
kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit
yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai
antigen Plasmodium falciparum. Pada saat terjadi proses
sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan
(penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan
terjadinya iskemia jaringan terjadinya sumbatan ini juga
didukung oleh proses terbentuknya “ rosette “ yaitu
bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel
darah merah lainnya ( Depkes RI, 2008 ). Pada proses

14
sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imunologik yaitu
terbentuknya mediator- mediator anatar lain sitokin ( TNF ,
interleukin ), dimaan mediator tersebut mempunyai peranan
dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu ( Depkes RI,
2008 ).

2.2 Konsep Teori

2.2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)


1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit
epidemik akut yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh
Aedes aegyti dan Aedes albopictus. Penderita yang terinfeksi akan
memiliki gejala berupa demam ringan sampai tinggi, disertai dengan
sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan pesendian, hingga perdarahan
spontan (WHO,2010).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk yang
dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue adalah nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Virus demam berdarah
dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul di negara-
negara tropis,termasuk di Indonesia (Depkes RI, 2010).
2. Etiologi
Menurut Depkes RI (2010 ), Penyakit demam berdarah dengue
disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab
Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B
Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus

15
Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu:
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Sudjana (2010) dalam Purba ( 2014 ) , gambaran klinis
penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan
fase pemulihan.
Pada fase febris, biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari,
disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia,
artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri
tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti
ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi
perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan
penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan
timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24
– 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif
disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi
pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara
perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita
membaik, nafsu makan pulih kembali ,hemodinamik stabil dan
dieresis membaik.
4. Klasifikasi
Kasifikasi berdasakan levels of severity (WHO 2009 dan
Narvaez et al., 2011) :
1) Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs)
2) Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs)
3) Dengue berat (severe dengue)

16
5. Patofisiologi
Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan
pada manusia (makhluk vertebrata) yang pada saat itu sedang
mengandung virus dengue didalam darahnya (viraemia). Virus yang
sampai ke dalam lambung nyamuk akan mengalami replikasi
(memecah diri), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai
di kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap
untuk dimasukkan kedalam kulit manusia melalui gigitan nyamuk.
(Anies, 2006 dalam Purba 2014 ).
Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai
sel target yaitu makrofag. Sebelum mencapai sel target maka respon
imun non-spesifik dan spesifik tubuh akan berusaha
menghalanginya. Aktivitas komplemen pada infeksi virus dengue
diketahui meningkat seperti C3a dan C5a mediator-mediator ini
menyebabkan terjadinya kenaikan permeabilitas kapiler celah
endotel melebar lagi. Akibat kejadian ini maka terjadi ekstravasasi
cairan dari intravaskuler ke extravaskuler dan menyebabkan
terjadinya tanda kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica fellea
dan syok hipovolemik. Kenaikan permeabilitas kapiler ini berimbas

17
pada terjadinya hemokonsentrasi, tekanan nadi menurun dan tanda
syok lainnya merupakan salah satu patofisiologi yang terjadi pada
DBD .(Depkes RI, 2010)
6. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Darah Tepi
a. Pemeriksaan Hematokrit ( Ht )
Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan
(pocked cell volume,PCV ) adalah persentase volume eritrosit
dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada
kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu ( Gandasoebrata
R,2009 ).
Nilai rujukan:
- Anak- anak: 33-38%
- Laki- laki dewasa: 40-50%
- Perempuan deawasa: 36-44%
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan
ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit
awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam ( WHO,2006 ).
b. Pemeriksaan Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
( WHO,2006 ). Pemeriksaan ini berfungsi sebagia komponen
sel darah yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik, dan
berfungsi utama dalam proses pembekuan darah. Penurunan
sampai dibawah 100.000/ul berpotensi untuk terjadinya
perdarahan dan hambatan pembekuan darah ( Gandasoebrata
R,2009 ).
Nilai rujukan:
- 150.000- 400.000/ul
c. Pemeriksaan Leukosit
Menghitung jumlah leukosit permilimeterkubik atau
microliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari

18
system pertahanan tubuh, terhadap benda asing,
mikroorganisme atau jaringann asing, sehingga hitung jumlah
leukosit merupakan indicator yang baik untuk mengetahui
respon tubuh terhadap infeksi.
Nilai rujukan:
Deawasa: 4000-10.000/ul
Bayi/anak: 9.000-12.000 /ul
Bayi baru lahir: 9.000-30.000/ul ( Gandasoebrata R,2009 )
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji
diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan
serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji
etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode
isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga
laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2
minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena
keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode
diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus
melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain
reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil
yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan
isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta
mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan
timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini
banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan
mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa
IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke
3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi
sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2 ( Nainggolan L,2008
dalam Khie Chen., et all, 2009). Salah satu metode
pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah

19
pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen
nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di
permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat
perbedaan dalamberbagai literatur mengenai berapa lama
antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan
mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi
dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12
demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke 5 pada
infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan
metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena
berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan
pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer( Nainggolan L,2008 dalam Khie Chen., et
all, 2009). Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan
lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada
tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan
pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan
pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan USG (Departemen Kesehatan RI,2005,
Hadinegoro SRH, et all,2004 dalam Khie Chen., et all, 2009 ).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam berdarah menurut WHO 2011.
a. Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan
rumatan / atau cairan oral apabila anak masih mau minum,
pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam.
1) Medikamentosa
- Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian
parasetamol bukan aspirin.

20
- Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan (misalnya antasid, anti emetik) untuk
mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
- Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila
terdapat perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak
diberikan.
- Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
2) Supportif
- Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari +
5% deficit.
- Diberikan untuk 48 jam atau lebih.
- Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan
kehilangan plasma, sesuai keadaan klinis, tanda vital,
diuresis, dan hematokrit.
3) Indikasi pemberian cairan intravena
- Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per
oral ataumuntah.
- Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan
rehidrasi oral.
- Ancaman syok atau dalam keadaan syok
4) Prinsip umum terapi cairan pada DBD
- Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.
- Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan
plasma hebat, dan tidak ada respon pada minimal volume
cairan kristaloid yang diberikan.
- Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan
untuk menjaga volume dan cairan intravaskular yang
adekuat.
- Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal
sebagai acuan untuk menghitung volume cairan.
- Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan

21
keadaan klinis.
- Transfusi suspensi trombosit pada trombositopenia untuk
profilaksis tidak dianjurkan.
- Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun
non syok saat tidak ada perbaikan klinis walaupun
penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan
ABCS yang terdiri dari, A – Acidosis: gas darah, B –
Bleeding: hematokrit, C – Calsium: elektrolit, Ca++ dan
S – Sugar: gula darah (dekstrostik).

Tabel. Cairan yang dibutuhkan berdasarkan berat badan


Cairan Cairan
Berat badan Cairan rumatan Berat badan Cairan rumatan
+ 5% defisit + 5% defisit
ideal (kg) rumatan (ml) ideal (kg) rumatan (ml)
(ml) (ml)
5 500 750 35 1800 3550
10 1000 1500 40 1900 3900
15 1250 2000 45 2000 4250
20 1500 2500 50 2100 4600
25 1600 2850 55 2200 4950
30 1700 3200 60 2300 5300

Sumber: Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid
therapy. Pediatrics 1957;19:823

Tabel. Kecepatan cairan intravena


Kecepatan cairan
Keterangan (ml/kg/jam)

22
Setengah rumatan /2 1.5
Rumatan (R) 3
Rumatan + 5% defisit 5
Rumatan+ 7% defisit 7
Rumatan+ 10% defisit 10

Sumber:World Health Organization-South East Asia Regional Office.


Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011dengan modifikasi.

b. Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu
kebutuhan rumatan + deficit, disertai monitor keadaan klinis dan
laboratorium setiap 4-6 jam.
c. Fase Penyembuhan
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau
cairan oral, serta monitor tiap 12-24 jam.
8. Komplikasi
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut:
a. Pendarahan: Pendarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan
vaskuler, penurunan jumlah trombosit (trombositopenia)
<100.000 /mm3 dan koagulupati, trombositopenia, dihubungkan
dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang
dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi pendarahan
terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
b. Efusi Pluera: Efusi Pluera karena adanya kebocoran plasma yang
mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut
dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila
terjadi efusi pleura akan terjadi dipsnea, sesak napas.
c. Hepatomegali: Hati umumnya membesar dengan perlemakan
yang berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang
terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel

23
netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
d. Gagal sirkulsi: DSS (Dengue Syok Syndrom) biasanya terjadi
sesudah hari ke 2-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke
rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinomea ,
hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (various return), prelod,
miokardium, volume sekuncup dan curah jantung. Sehingga
terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi
jaringan.
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan
inap juga dapat terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload),
hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan
asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik klinis yang buruk
(Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and
control, WHO, 2009). Di daerah endemis, demam berdarah dengue
harus dicurigai terjadi pada orang yang mengalami demam, atau
memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia
(Halstead, 2007).

9. Pencegahan
Pencegahan DBD dapat dimulai dengan menggalakan gerakan 3
M demam berdarah.
Gerakan ini terdiri dari 3 langka utama pencegahan demam
berdarah, yaitu:
a. Menutup : Gerakan menutup rapat tempat penampungan air.
b. Menguras : Menguras bearari secara rutin mengganti tempat-
tempat air, misanya vas bunga, atau temapt main burung.
Menguras dan mengganti dengan air yang baru juga membatasi
berkembangnya nyamuk penyebab DBD.

24
c. Menimbun : Salah satu sumber penyebaran nyamuk penyebab
DBD adalah kaleng-kaleng atau wadah kosong yang berisi air.
Gerakan menimbun berarti mengubur kaleng atau wadah kosong
tersebut kedalam tanah. Tujuannya agar nyamuk tidak
menemukan tempat untuk bertelur (Sukowato, 2010)
Gerakan 3M plus : Sebenarnya gerakan 3 M demam berdarah
juga perlu dikombinasi dengan pencegahan lain, karena dinamakan
3M plus: Memelihara ikan pemekan jentik di kolam, ini
dimaksudkan agar kolam bebas dari nyamuk sumber penyebab
demam berdarah; Menyebarkan bubuk abate pada tempat
penampungan air; Memasang kasa nyamuk dirumah, agar nyamuk
tidak dapat leluasa masuk kedalam rumah; Menggunkan kelambu
pada waktu tidur; Melakukan pemeriksaan jentik berkala;
Melakukan fogging (pengasapan) jika dalam jarak tertentu
ditemukan kasus DBD. Gerakan 3M demam berdarah dan gerakan
3M plus seyogyanya, selalu digalakkan untuk mencegah penularan
penyakit demam berdarah (Sukowato, 2010).

2.2.2 Malaria
1. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
(Plasmodium) yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi
(vector borne desease). Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh
P. malariae, P. vivax, dan P. ovale. Pada tubuh manusia, parasit
membelah diri dan bertambah banyak di dalam hati dan kemudian
menginfeksi sel darah merah (Depkes RI, 2008 ).

25
Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya
melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Penyebab penyakit
malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae. Malaria adalah
salah satu masalah kesehatan penting di dunia. Secara umum ada 4
jenis malaria, yaitu tropika, tertiana, ovale dan quartana. Di dunia
ada lebih dari 1 juta meninggal setiap tahun (Dirjen P2Pl, 2011
dalam Arsin, 2012 ).
2. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium, pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu P. falcifarum, P.vivax, P. malariae,
P.ovale, P. facifarum menyebabkan infeksi paling berat dan angka
kematian tertinggi.Parasit malaria merupakan suatu protozoa darah
yang termasuk dalam Phylum Apicomplexa, kelas Protozoa,
subkelas Coccidiida, ordo Eucudides, sub ordo haemosporidiidae,
famili plasmodiidae, genus plasmodium dengan spesies yang
menginfeksi manusia adalah P.vivax, P. malariae, P. ovale. subgenus
Lavarania dengan spesies yang menginfeksi malaria adalah P.
Falcifarum, serta subgenus Vinkeia yang tidak menginfeksi manusia
(menginfeksi kelelawar, binatang pengerat dan lain-lain) (Yawan,
2006 Arsin 2012 ).
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang
dapat menyebabkan infeksi yaitu:

a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan


menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke
tiga).
b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan
mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten
dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum
(demam tiap 24-48 jam).

26
c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan
malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat).
d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik
Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian,
memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan
tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.

Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan


tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax
14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-
14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2011).
3. Manifestasi Klinis
 Gejala Umum Malaria
Gejala malaria terdiri dari beberapa serangan demam
dengan interval tertentu (disebut parokisme), diselingi oleh suatu
periode yang penderitanya bebas sama sekali dari demam disebut
periode laten. Gejala yang khas tersebut biasanya ditemukan pada
penderita non imun. Sebelum timbulnya demam, biasanya
penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu
makan, merasa mual, di ulu hati, atau muntah semua gejala awal
ini disebut gejala prodormal. Masa tunas malaria sangat
tergantung pada spesies Plasmodium yang menginfeksi. Masa
tunas paling pendek dijumpai pada malaria falciparum, dan
terpanjang pada malaria kuartana (P.malariae) ( Arsin, 2012 ).
Pada malaria yang alami, yang penularannya melalui
gigitan nyamuk, masa tunas adalah 12 hari (9-14) untuk malaria
falciparum, 14 hari (8-17 hari) untuk malaria vivax, 28 hari (18-
40 hari) untuk malaria kuartana dan 17 hari (16-18 hari) untuk
malaria ovale. Malaria yang disebabkan oleh beberapa strain
P.vivax tertentu mempunyai masa tunas yang lebih lama dari
strain P.vivax lainnya. Selain pengaruh spesies dan strain, masa

27
tunas bisa menjadi lebih lama karena pemakaian obat anti malaria
untuk pencegahan (kemoprofilaksis) ( Arsin, 2012 ).
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria
secara umum menurut Mansjoer (2011) antara lain sebagai
berikut :
1) Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya
skizon matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan
P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas
demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P.
Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas
demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan
beberapa serangan demam periodik. Gejala umum (gejala
klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm)
secara berurutan :
a. Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita
sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan
pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-
gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam
diikuti dengan meningkatnya temperatur.

b. Periode panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas tetap tinggi sampai 40oC atau lebih, respirasi
meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah,
dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium
sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari

28
fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan
keadaan berkeringat
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti
seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita
merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun
akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
2) Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan
gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti,
menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen
eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000,
hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi
ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di
bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada
batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang
membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan
terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa
iliaca dekstra.
3) Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang
paling berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di
sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit
normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time).
Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis
dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).
4) Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera
mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah
produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus
antara lain:

29
a. Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang
berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah
merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan
semua bilirubin yang di hasilkan.
b. Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati
terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan
hepatoseluler.
c. Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau
melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif
(Corwin, 2000, hal. 571).
4. Patofisiologi
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah
yang mengeluarkan bermacam- macam antigen. Antigen ini akan
merangsang sel- sel makrofag, monosit atau limfosit yang
mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TBF ( tumor
nekrosis factor ). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang
merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses
skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang
berbeda- beda, P. falciparum memerlukan waktu 36- 48 jam, P.
vivax/ovale 48 jam, dan P. Malariae 72 jam. Demam pada P.
Falciparum dapat terjadi setiap hari, P. Vivax/ovale selang waktu
satu hari, dan P. Malariae 72 jam. Demam pada P. Falciparum dapat
terjadi setiap hari, P. vivax/ovale selang waktu satu hari, dan P.
Malariae demam timbul selang waktu 2 hari.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi
maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium Falciparum menginfeksi
semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada
infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya

30
menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari
seluruh jumah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae
menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari
jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P.
vvax, P. ovale dan P. Malariae umunya terjadi pada keadaan
kronis.Splenomegali, limpa merupakan organ reticuloendothelial,
diamana Plosmadium dihancurkan oleh sel- sel makrofag dan
limfosit. Penambahan sel- sel radang ini akan meyebabkan limpa
membesar ( Depkes RI, 2008 ).
Malaria Berat, akibat Plasmodium Falciparum mempunyai
patogensis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. Falciparum akan
mengalami proses sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang
berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu
pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang
berisi berbagai antigen Plasmodium falciparum. Pada saat terjadi
proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan
(penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan
terjadinya iskemia jaringan terjadinya sumbatan ini juga didukung
oleh proses terbentuknya “ rosette “ yaitu bergerombolnya sel darah
merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya ( Depkes RI,
2008 ).Pada proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses
imunologik yaitu terbentuknya mediator- mediator anatar lain sitokin
( TNF , interleukin ), dimaan mediator tersebut mempunyai peranan
dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu ( Depkes RI, 2008 ).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Dengan Miikroskop
Pemeriksaan sediaan darah ( SD ) tebal dan tipis di
Puskesmas/lapangan/rumah sakit untuk menentukan:
- Ada tidaknya parasite malaria ( positif atau negative ).
- Spesie dan stadium plasmodium.
- Kepadatan parasite:

31
Semi Kuantitatif
(-) = Negatif (tidak ditemukan parasite dalam 100 LPB/lapang
pandang besar )
(+ ) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB )
( ++ ) = Posifitf 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
( +++ ) = Posotif 3 (ditemukan 1-10 paarasit dalam 1 LPB)
( ++++ ) = Positif 4 ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB )
Kuantitaif
Jumlah parasit dihitung permikro liter darah pada
sediaan darah tebal ( lleukosit ) atau sediaan tipis (eritrosit )
.Contoh: Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit,
sedangkan jumlah leukosit 8.000/ul maka hitung parasite
=8.000/200x 1500 parasit= 60.000 parasit/ul. Bila dijumpai 50
parasit per 1000 eritrosit= 5 %. Bila jumlah eritrosit 450.000
maka hitung parasit= 450.000/1000x 50= 225.000 parasit/uL.
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan
hal- hal sebagai berikut:
 Pemeriksaan sediaan darah pertama negative, perlu
diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut- turut.
 Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari
berturut- turut tidak ditemukan parasite maka diagnosis
malaria disingkirkan.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostic cepat ( Rapid Diagnostic Test)


Mekanisme kerja tes berdasarkan deteksi antigen arasit
malaria, dengan mengguakan metoda imunokromatografi, dalam
bentuk dipsti. Te sini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat,
pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang
tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu. Tes yang
tersedia dipasaran saat ini mengandung:

32
- HRP-2 ( Histidine Rich Protein 2 ) yang diproduksi oleh
trofozoit, skizon, dan gematosit muda P. Falciparum.
- Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH ) dan aldolase
yang diproduksi oleh parasite bentuk aseksual atau seksual
plasmosium falciparum , P. vivax, P. ovale dan P. malariae.
Kemampuan rapid tes yang beredar pada umunya ada dua
jenis yaitu: Single yang mampu mendiagnosis hanya infeksi P.
Falciparum dan combo yang mampu mendiagnosi infeksi –
infeksi P. falciparum dan non falciparum.
Oleh karena teknologi baru sangat perlu untuk
memperhatikan kemampuan sensitivity dan specifity dari alat ini.
Di anjurkan untuk menggunakan rapid test dengan kemampuan
minimal sensitivity 95% dan specificity 95%. Hal yang penting
lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es
tetapi tidak dalam frezzer pendingin. ( Depkes RI, 2008 )
c. Pemeriksaan Imunologis dengan Metode Imunokromatografi
Penelitian terbaru telah mengembangkan metode diagnostik
yang dapat diperbandingkan dengan metode yang lazim
(konvensional). WHO bersama para ilmuwan, ahli laboratorik,
serta peklinik mengembangkan alat uji diagnostik cepat (Rapid
Diagnostic Test/RDTs) yang mudah dilakukan, tepat, sensitif, dan
sesuai biaya (cost-effective).1,6–8 Sebagian besar RDTs malaria
menggunakan asas imunokromatografi yang menggunakan
antibodi monoklonal yaitu HRP-2 (Histidine Rich Protein) untuk
Plasmodium falciparum dan pLDH (parasite Lactate
Dehydrogenase) untuk mengetahui Plasmodium vivax sebagai
indikator infeksi.( Mason DP., et al, 2002, Makler MT., et all,
1998 dalam Arum.,et all, 2006 ).
Ada beberapa antigen malaria yang dapat digunakan
sebagai sasaran (target) pemeriksaan ini, yaitu: HRP-2, pLDH,
dan Plasmodium aldolase. HRP-2 adalah protein larut air yang

33
dihasilkan pada tahap aseksual dan gametosit Plasmodium
falciparum dan dikeluartekankan (diekspresikan) di membran sel
eritrosit. HRP-2 banyak dihasilkan oleh Plasmodium falciparum,
sehingga merupakan sasaran (target) antigen utama dalam
membuat uji diagnostik cepat malaria. pLDH adalah enzim
glikolitik di Plasmodium sp, yang dihasilkan pada tahap seksual
dan aseksual parasit. ( Mason DP., et al, 2002, Piper RC.,et al,
1996 dalam Arum., et al, 2006 ).
Metode imunokromatografi yang digunakan berdasarkan
asas pemeriksaan imunologis. Pemeriksaan metode
imunokromatografi dilakukan di Laboratorium Hepatika. Darah
memakai sampel dari tabung mikro (micro tube) yang berisi
EDTA yang diambil 10 sampai 15 µl menggunakan
mikropipetdan diletakkan dalam lubang perangkat peralatan (kit),
hasil akan terlihat sekitar 10 sampai 15 menit kemudian dalam
bentuk garis berwarna merah muda. Garis yang paling atas (garis
pertama) merupakan garis kendali (kontrol). Garis dibawahnya
(garis kedua) merupakan garis uji untuk Plasmodium vivax. Garis
yang terbawah (garis ketiga) adalah garis uji untuk Plasmodium
falciparum..( Mason DP., et al, 2002, Piper RC.,et al, 1996 dalam
Arum., et al, 2006 ).
Bila hasil uji untuk Plasmodium falciparum positif, maka
garis kendali (kontrol) dan garis uji terbawah akan berwarna
merah muda, sedangkan garis tengah tidak terlihat. Bila untuk
Plasmodium vivax positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis
uji kedua saja yang terlihat. Perangkat peralatan (kit),
imunokromatografi laboratorium Hepatitis NTB menggunakan
anti HRP-2 untuk mengetahui antigen HRP-2 yang terdapat di
Plasmodium falciparum dan anti pLDH untuk mengetahui antigen
pLDH yang terdapat di Plasmodium vivax, dengan zat kromogen
klorida emas (gold chloride) yang memberikan warna merah

34
muda..( Mason DP., et al, 2002, Piper RC.,et al, 1996 dalam
Arum., et al, 2006 ).
Berdasarkan hasil peneilitian, maka pemeriksaan dengan
metode imunokromatografi yang diperbandingkan dengan uji
mikroskopis yang merupakan pemeriksaan standar emas,
diperoleh sensitivitas 100%, spesifisitas 96,7%, nilai prediksi
positif 83,2% dan nilai prediksi negatif 100% ( Arum.,et all,
2006).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus – kasus malaria dapat
diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay &
Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut :
a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika
resisten perlu di tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c
(atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul
dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd
100 mg selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-
masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-
sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di
kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).

c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per
tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg
selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari
selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari
7. Komplikasi

35
Komplikasi malaria disebabkan umumnya disebabkan oleh
malaria falcifarum dan sering di sebut pernicious manifestation,
sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya dan sering
terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada kehamilan dan
orang pendatang. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya
digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan
sebagai infeksi P.Falcifarum dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut:
a. Malaria cerebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain
atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang. derajat
penurunan kesadaran harus dilakukan berdasarkan penilaian GCS.
b. Academis/acidosis; pH darah H < 7,25 atau plasma bicarbonate
<15 mmol/1, kadar lactate vena <>5 mmol/1, klinis pernafasan
dalamE/respiratory distress.
c. Anemia berat (Hb >5 g/dl atau hematokrit <15% ) pada keadaan
parasit > 10.000/Eul; bila anemianya hipokromik dan/atau
miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi,
talasemia/hemoblobinopati lainya.
d. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 40 ml/24 jam pada orang
dewasa atau 12 ml/BB pada anak anak) setelah dilakukan
rehidrasi, disertai kreatinin >3 mg/dl
e. Edema paru non kardoigenik/ARDS
f. Hipoglikemi: gula darah <40 ml/dl.
g. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistol <70 mm/Hg (anak 1-5
tahun<50 mm/Hg); disertai keringat dingin atau perbedaan
temperature kulit mukosa >10 C.
h. Pendarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/atau
disertai kelainan labolatorik adanya gangguan koagulasi
intravascular.
i. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.

36
j. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut
(bukan karena obat anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-
6-PD)).
k. Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat
pada pembuluh kapiler pada jaingan otak.
8. Pencegahan
Pencegahan malaria secara garis besar mencakup tigaaspek
sebagai berikut:
a. Mengurangi pengandung gametosit yang merupakan sumber
infeksi (reservoar). Hal tersebut dapat dicegah dengan jalan
mengobati penderita malaria akut dengan obat yang efektif
terhadap fase awal dari siklus eritrosit aseksual sehingga
gametosit tidak sempat terbentuk didalam darah penderita.
Selain itu, jika gametosit telah terbentuk dapat dipakai jenis obat
yang secara spesifik dapat membunuh gametosit (obat
gametosida).
b. Memberantas nyamuk sebagai vektor malaria: Memberantas
nyamuk dapat dilakukan dengan menghilangkan tempat-tempat
perindukan nyamuk, membunuh larva atau jentik dan
membunuh nyamuk dewasa. Pengendalian tempat perindukan
dapat dilakukan dengan menyingkirkan tumbuhan air yang
menghalangi aliran air, melancarkan aliran saluran air dan
menimbun lubang-lubang yang mengandung air. Jentik nyamuk
diberantas dengan menggunakan solar atau oli yang dituangkan
ke air, memakai insektisida, memelihara ikan pemangsa jentik
nyamuk (ikan kepala timah atau Gambusia Affinis), memelihara
Crustacea kecil pemangsa jentik (Genus Mesocyclops) atau
memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensis yang menginfeksi
dan membunuh jentik nyamuk. Untuk negara-negara
berkembang, telah ditemukan teknologi sederhana untuk
mengembangbiakkan bakteri di atas dengan memakai air kelapa

37
sebagai media kulturnya. Nyamuk dewasa dapat diberantas
dengan menggunakan insektisida, biasanya dengan cara
disemprotkan. Peran DDT sekarang diganti oleh insektisida
sintetis dari golongan kimia lain, yang masih efektif. Akhir-
akhir ini telah dikembangkan teknik genetika untuk
mensterilkan nyamuk Anopheles dewasa.
c. Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksi malaria:
Secara prinsip upaya ini dikerjakan dengan cara sebagai berikut:
Mencegah gigitan nyamuk; Memberikan obat-obat untuk
mencegah penularan malaria. Memberi vaksinasi (belum
diterapkan secara luas dan masih dalam tahap riset atau
percobaan di lapangan) (Sutisna, 2004).

38
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 DBD ( Demam Berdarah Dengue )


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : An. X
Usia : 2 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tanggal Masuk :-
Tanggal Pengkajian: -
Diagnosa Medik : Demam Berdarah Dengue
b. Riwayat Kesehatan Klien
1) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Penyakit yang Pernah Diderita :
Riwayat Alergi : -
Tindakan Operatif yang Pernah didapat :-
2) Riwayat Kesehatan Saat ini:
Alasan Masuk RS : Panas tinggi sejak 5 hari yang lalu.
Keluhan Utama Saat ini (saat didata) : Lemah, pucat, akral dingin
dan demam sejak 5 hari yang lalu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Penyakit yang pernah diderita keluarga:-
d. Psiko- Sosiokultural:-
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
2) Keadaan Umum : Latergis
3) Kesadaran :-
4) Tanda-tanda vital :-

39
5) BB dan TB :-
6) S. Pernafasan Klien :
7) Sistem Kardiovaskuler : Tidak terkaji
8) Sistem Persayarafan: Tidak terkaji
9) Sistem Perekmihan: Tidak terkaji
10) Sistem Pencernaan: Tidak terkaji
11) Sistem Muskuloskeletal: Tidak terkaji
12) Sistem Integumen: Tidak terkaji
13) Sistem Persepsi Sensori: Tidak terkaji
14) Sistem Reproduksi: Tidak terkaji
f. Data Sosial: -
g. Pengetahuan Tentang Penyakit: -
h. Data Spritual: Tidak ada masalah.
i. Data Penunjang: Trombosit 90.000 mm3

2. Analisa Data
Data Masalah Etiologi

Ds: Ibu klien mengatakan Hipertermi Proses infeksi virus


anaknya demam tinggi. dengue.

Do: Suhu tubuh meningkat,


demam

3. Diagnosa Keperawatan
a. Hipetermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Hipetermi b.d proses Setelah diberikan asuhan - Monitor suhu sesering
infeksi virus dengue. keperawatan suhu klien mungkin
dalam batas normal, - Monitor IWL

40
dengan riteria hasil: - Monitor warna dan suhu
- Suhu tubuh dalam kulit.
batas normal - Moitor tekanan draah nadi
- Nadi dan RR dalam dan RR.
rentang normal. - Monitor tingkat penurunan
- Tidak ada perubahan kesadaran
warna kulit dan tidak - Monitor WBC, Hb, dan
ada pusing HT.
- Monitor intake dan output.
- Berikan antiperitek
- Berikan pengobatan untuk
mengatasi demam
- Selimuti pasien.
- Lakukan tapid sponge
- Kolaborasikan pemberian
cairan IV
- Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
- Tingkatkan sirkulasi udara
- Berikan pengobatan untuk
mecegah terjaidnya
mengigil.
- Monitor TD
- Monitor suhu minimal 2
jam.
- Monitor intake output.
- Catat adanya fluktuasi TD
- Monitor suara paru dan
pola pernafasan abnormal.

41
3.2 Malaria
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Tn. X
Usia :-
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tanggal Masuk :
Tanggal Pengkajian :
Diagnosa Medik : Malaria
b. Riwayat Kesehatan Klien
1) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Penyakit yang Pernah Diderita:
Riwayat Alergi: -
Tindakan Operatif yang Pernah didapat:-
2) Riwayat Kesehatan Saat ini:
Alasan Masuk RS: Karena demam sejak seminggu meriang dan
mengigil. Sebelumnya ibu klien mengatakan nyeri kepala dan
disertai muntah.
Keluhan Utama Saat ini (saat didata) : Disoreintasi, pupil mata
ansiokor, dan lemah.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit yang pernah diderita keluarga: -
d. Psiko- sosiospritual
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum :-
2) Kesadaran :-
3) Tanda-tanda vital : Suhu 40 derajat celcius
4) BB dan TB :-
5) Pernafasan Klien :
6) Sistem Kardiovaskuler : Tidak terkaji
7) Sistem Persayarafan : disorientasi dan nyeri kepala.

42
8) Sistem Perekmihan: Tidak terkaji
9) Sistem Pencernaan: Klien muntah.
10) Sistem Muskuloskeletal: adanya kelemahan
11) Sistem Integumen: Tidak terkaji
12) Sistem Persepsi Sensori: Puppil mata ansiokor
13) Sistem Reproduksi: Tidak terkaji
f. Data Sosial: Tidak terkaji
g. Pengetahuan Tentang Penyakit: Tidak terkaji
h. Data Spritual: Tidak ada masalah
i. Data Penunjang: Pemeriksaan parasit ditemukan plasmodium malariae
dan Hb 7,5 g/dl serta adanya splenomegali.

2. Analisa Data
Data Masalah Etiologi
Ds: Klien mengalami Hipetermi Proses infeksi parasit
demam tinggi. plasmodium malariae.
Do:
- Suhu klien: 40 derajat
- Klien meriang dan
mengigil

Ds: Nyeri Akut Agen Cidera Biologis


- Klien mengatakan (Pertumbuha masa tunas
nyeri dibagian kepala malaria)
P :-
Q :-
R : Kepala
S :-
T : Kadang-kadang
Do:
Klien tampak mengeluh

43
nyeri kepala.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan Proses infeksi parasit plasmodium
malariae.
b. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Cidera Biologis (Pertumbuha
masa tunas malaria).

4. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


Hipertermi berhubungan Setelah diberikan Monitor suhu sesering
dengan Proses infeksi asuhan keperawatan mungkin
parasit plasmodium suhu klien dalam batas - Monitor IWL
malariae. normal, dengan kriteria - Monitor warna dan
hasil: suhu kulit.
- Suhu tubuh dalam - Monitor tekanan draah
batas normal nadi dan RR.
- Nadi dan RR dalam - Monitor tingkat
rentang normal. penurunan kesadaran
- Tidak ada perubahan - Monitor WBC, Hb, dan
warna kulit dan tidak HT.
ada pusing - Monitor intake dan
output.
- Berikan antiperitek
- Berikan pengobatan
untuk mengatasi
demam
- Selimuti pasien.
- Lakukan tapid sponge
- Kolaborasikan

44
pemberian cairan IV
- Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
- Tingkatkan sirkulasi
udara
- Berikan pengobatan
untuk mecegah
terjaidnya mengigil.
- Monitor TD
- Monitor suhu minimal
2 jam.
- Monitor intake output.
- Catat adanya fluktuasi
TD
- Monitor suara paru dan
pola pernafasan
abnormal.

45
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia
tenggara, Amerika tengah, Amerika dan Karibia (Candra, 2010). Host alami
DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam
famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1,
Den-2, Den3 dan Den -41, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus 2 yang
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Masa inkubasi virus dengue
dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum
gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari
ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk)
berlangsung sekitar 8-10 hari.
Sedangkan Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria
(plasmodium) bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit ini
mengancam keluarga miskin dan dapat menjadi salah satu penyebab
penurunan kehadiaran di sekolah dan tempat kerja (WHO, 2010).
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit dari genus
plasmodium yang infektif ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
betina dan dapat menyerang semua kelompok usia terutama kelompok resiko
tinggi (bayi, balita, dan ibu hamil) serta dapat menurunkan produktifitas
kerja.
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia
plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium
vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium ovale. Akan tetapi jenis spesies

46
plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat
menimbulkan kematian

4.2 Saran
Diharapkan kepada institusi agar dapat membantu mengembangkan
pengetahuan perawat atau mahasiswa agar dapat meningkatkan mutu
pendidikan dan kualitas pelayanan kesehatan, dan kepada perawat agar dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit dbd dan malaria sehingga
dapat diaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih
maksimal. Kepada masyarakat atau pembaca agar dapat mengetahui
mengenai penyakit dbd dan malaria dan minimal mengetahui bagaiamana
pencegahan agar tidak terkena penyakit dbd dan malaria atau bahkan
memperparah keadaan pasien.

47
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. 2011. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta:


PT raja Grafindo Persada.
Arsin, A. Arsunan, dkk. 2012. Konfirmasi Pemeriksaan Mikroskopik Terhadap
Diagnosis Klinis Malaria. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
Vol. 6, No. 6, Juni 2012.
Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta:
Dirjen PP & Pl
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Tata Laksana DBD.
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf
Gubler DJ : Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, social
and economic problem in the 21stcentury. Trends Microbiol 2002; 10: 100-
103.
Halstead, S.B., 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In:
Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton,
Bonita F., eds. Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed., Philadelphia:
SaundersElsevier, 1412-1414.
Harijanto. 2010. Malaria Ilmu Penyakit Dalam. ED 4. Jakarta: FKUI Press
Mansjoer, et al. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Volume 1 Edisi  3. Jakarta:
Media Aesculapius.
Narvaez, Federico et al. 2011. Evalution of the traditional and revised WHO
classification of dengue severity. PLoS Neglected Tropical diseases.
Natadisastra, Djaenudin dan Ridad Agoes. 2009. Parasitologi Kedokteran. Jakarta

: EGC
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Dianosa Media & Nanda NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction.
Putra, Teuku Romi Imansyah. 2011. Malaria dan Permasalahannya. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala Volume 11 nomor 2 Agustus 2011.
Roose, Awida. 2008. Hubungan sosiadermografi dan lingkungan dengan kejadian
penyakit demam berdarah dengue (DBD) di kecamatan bukit raya kota

48
pekanbaru tahun 2008. Universitas Sumetera Utara, sekolah pascasarjana
administrasi dan kebijakan kesehatan.
Sukowato, Supratman. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue, dan
Pengendalian di Indonesia. Puslitbang Ekologi Dan Status Kesehatan,
Kementrian Kesehatan. Buletin Jendela Epidemiologi. Jakarta.
Sutisna, P. 2004. Malaria Secara Ringkas dari Pengetahuan Dasar Sampai
Terapan. EKG, Jakarta.
WHO. 2009. Dengue : Guidelines for diagnosis, treatment, prevelention and
control.
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam.
Jakarta: Sagung Seto.

49
Lampiran
1. Pathway dbd (demam berdarah dengue )

Arbovirus (melalui nyamuk Aedes


Aegypti)

Beredar dalam aliran darah

Infeksi virus dengue

Mengaktifkan sistem komplemen

Membentuk dan melepaskan zat C3a,


C5a

PGE Hipothalamus

Hipertermi

Peningkatan reabsorbsi Na dan H2O

Permeabilitas membrane meningkat

50
Permeabilitas membrane meningkat

Resiko syok
Agregasi trombosit Kerusakan edotel pembuluh
hipovolemik
darah
Renjatan
trombositopeni Merangsang dan hipovolemik dan
mengaktivasi faktor hipotensi
pembekuan
Resiko perdarahan Kebocoran plasma

Perdarahan

Resiko perfusi jaringan tidak


efektif

Asidosis metabolik
Hipoksia Jaringan

Risiko syok hipovolemik

Paru-paru Hepar Abdomen

Efusi Pleura Hepatomegali Asites

Ketidakefektifan pola napas Penekanan intraabdomen Mual muntah

Nyeri
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan

51
2. Pathway malaria

Sporozoa masuk ketubuh Gigiyan nyamuk anopheles


betina

Eritrosit yg mengandung
parasit melekat di
endothelium kapitel

Berkembang menjadi tropozoi Eritroset mengandung ribuan


Hb menurun
merozoit pecah

Skizon pecah (sporulasi)

Skizon masuk eritrosit baru Membentuk mikro &makro


gametosid

Induksi sitolisi sel darah


merah
O2 dalam darah turun O2 didalam otak
turun
Pelepasan produk metabolit
Anemia dan hipovolemi TIK
toksik kedalam aliran darah

Respon system saraf pusat


Respon inflamasi sistemik Mesencepalon
Perubahan kesadaran
(delirium,kejang dan Gangguan kesadaran
Intek cairan menurun
kardiorespirasi)

Diaphoresis poliuri Kelemahan


Resiko syok (hipovolemik)

Intolenransi aktivitas
Resiko ketidakseimbangan Mialgia dan atralgia
elektrolit
Resiko penurunan
perfusi jaringan otak
Nyeri
Hiepertermi

Gangguan orientasi
52
Mual,muntak,anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi Intake nutrisi turun


kurang dari kebutuhan tubuh

53

Anda mungkin juga menyukai