Disusun oleh :
Kelompok 6 (Kelas A2)
Lutvi Choirunnisa (131411131002)
Wahyu Dwi S (131411131014)
Amalia Fardiana (131411131017)
Tiffani Rosita (131411131020)
Hafida Oktavia (131411131023)
Elfira Fitria Rohma (131411131026)
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
penderita campak. Bagi masyarakat yang belum terjangkit penyakit campak
juga bisa diberikan edukasi untuk mendapatkan imunisasi campak.
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
1) Menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Imun dan Hematologi II
2) Mengetahui asuhan keperawatan Campak pada Anak
1.2.2. Tujuan Khusus
1) Menjelaskan dan memahami definisi Campak
2) Menjelaskan dan memahami klasifikasi Campak
3) Menjelaskan dan memahami etiologi Campak
4) Menjelaskan dan memahami patofisiologi Campak
5) Menjelaskan dan memahami penatalaksanaan Campak
6) Menjelaskan dan memahami pemeriksaan diagnostik Campak
7) Menjelaskan dan memahami komplikasi Campak
8) Menjelaskan dan memahami prognosis Campak
9) Menjelaskan, memahami dan mempraktekkan asuhan keperawatan
pada klien dengan Campak pada anak
1.3 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu sumber belajar pada
Keperawatan Imun dan Hematologi II dan dapat menjadi sumber ilmu
pengetahuan tentang konsep dan keperawatan pada klien dengan campak
pada anak .
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola
(bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama
masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles
dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai
oleh tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi
(Suriadi dan Rita Yuliani, 2010).
Campak adalah suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi, yang
ditandai dengan demam, korisa, konjungtivitis, batuk disertai enanthem
spesifik (Koplik's spot) diikuti ruam makulopapular menyeluruh. Komplikasi
campak cukup serius seperti diare, pneumonia, otitis media, eksaserbasi dan
kematian. Kematian akibat campak sering terjadi pada anak dengan malnutrisi
terutama di negara berkembang. Terapi untuk campak dan komplikasinya
menyedot banyak sumber daya medis di sebagian besar Afrika, Asia dan
Amerika Latin.
Campak adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus rubeola
(campak) dan merupakan penyakit yang sangat menular yang biasanya
menyerang anak-anak. Penyakit ini ditandai dengan batuk, korisa, demam dan
ruam makulopapular yang timbul beberapa hari sesudah gejala awal.
2.2 Etiologi
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus
genus Morbillivirus, famili paramyxoviridae. Virus ini dari famili yang sama
dengan virus gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus human
metapneumovirus, dan RSV (Respiratory Syncytial Virus). (Halim, 2016)
Virus campak berukuran 100-250 nm dan mengandung inti untai RNA
tunggal yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak
memiliki 6 struktur protein utama. Protein H (Hemagglutinin) berperan penting
dalam perlekatan virus ke sel penderita. Protein F (Fusion) meningkatkan
penyebaran virus dari sel ke sel. Protein M (Matrix) dipermukaan dalam
3
lapisan pelindung virus berperan penting dalam penyatuan virus. Di bagian
dalam virus terdapat protein L (Large), NP (Nucleoprotein), dan P (Polymerase
phosphoprotein). Protein L dan P berperan dalam aktivitas polymerase RNA
Virus, sedangkan protein NP berperan sebagai struktur protein nucleocapsid.
Karena virus campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka mudah
diinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti eter dan kloroform.
Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi dengan suhu panas (>370C), suhu
dingin (<200C), sinar ultraviolet, serta kadar (pH) ekstrim (pH <5 dan >10).
Virus ini jangka hidupnya pendek (short survival time), yaitu kurang dari 2
jam. (Halim, 2016)
2.3 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari). Penampakan awal
penyakit berupa malaise, iritabilitas, temperatur setinggi 40,6 C.
Konjungtivitas dengan lakrimasi berlebih, edema kelopak mata dan fotofobia,
serta batuk keras yang cukup berat. Masa penularan : 2 hari sebelum gejala
prodromal sampai 4 hari timbulnya erupsi. Cara penularan melalui droplet.
Gejala klinis terjadi setelah masa inkubasi, terdiri dari tiga stadium:
1. Stadium prodromal
Berlangsung kira-kira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai dengan demam
yang dapat mencapai 39,50C 1,10C. Selain demam, dapat timbul gejala
berupa malaise, coryza (peradangan akut membran mukosa rongga hidung),
konjungtivitis (mata merah), dan batuk. Gejala-gejala saluran pernapasan
menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus-
virus lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan sensitif terhadap
cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik berupa enantema mukosa buccal
yang disebut Koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam.
Bercak ini berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di
tengahnya didapatkan noda putih keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini
hanya sebentar, kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya
luput saat pemeriksaan klinis.
2. Stadium eksantem
4
Timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal yang dimulai
dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher,
dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya ekstremitas bawah. Ruam ini
dapat timbul selama 6-7 hari. Demam umumnya memuncak (mencapai
400C) pada hari ke 2-3 setelah munculnya ruam. Jika demam menetap
setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya mengindikasikan adanya komplikasi.
3. Stadium penyembuhan (konvalesens)
Setelah 3-4 hari umumnya ruam berangsur menghilang sesuai dengan pola
timbulnya. Ruam kulit menghilang dan berubah menjadi kecoklatan yang
akan menghilang dalam 7-10 hari.
5
terutama di kulit dan saluran pernapasan. Pada hari ke-11 sampai hari ke-14,
virus ada di darah, saluran pernapasan, dan organ-organ tubuh lainnya, 2-3 hari
kemudian virus mulai berkurang. Selama infeksi, virus bereplikasi di sel-sel
endotelial, sel-sel epitel, monosit, dan makrofag (Tabel 1).
Tabel 1. Patogenesis Infeksi Campak (Halim, 2016)
Hari Patogenesis
0 Virus campak dalam droplet terhirup
dan melekat pada permukaan epitel
nasofaring ataupun konjungtiva.
Infeksi terjadi di sel epitel dan virus
bermultiplikasi.
1-2 Infeksi menyebar ke jaringan
limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Virus bermultiplikasi di epitel
saluran napas, virus melekat pertama
kali, juga di sistem retikuloendotelial
regional dan kemudian menyebar
5-7 Viremia sekunder
7-11 Timbul gejala infeksi di kulit dan
saluran napas
11-14 Virus terdapat di darah, saluran
napas, kulit, dan organ-organ tubuh
lain.
15-17 Viremia berkurang dan menghilang.
2.5 Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Medis
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa
tirah baring, antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat
diberikan sampai setiap 4 jam), cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan
vitamin A (Halim, 2016). Vitamin A dapat berfungsi sebagai
6
imunomodulator yang meningkatkan respons antibodi terhadap virus
campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian
komplikasi seperti diare dan pneumonia. Vitamin A diberikan satu kali per
hari selama 2 hari dengan dosis sebagai berikut:
a. 200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
b. 100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan
c. 50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
d. Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis
sesuai umur penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada
anak dengan gejala defisiensi vitamin A.
Pada campak dengan komplikasi otitis media dan/atau pneumonia
bacterial dapat diberi antibiotik. Komplikasi diare diatasi dehidrasinya
sesuai dengan derajat dehidrasinya (Halim, 2016).
B. Penatalaksanaan Keperawatan
Anies (21:1997) mengemukakan bahwa beberapa hal penting dalam
perawatan penyakit campak pada anak-anak anatar lain : istirahat di
tempat tidur, memperhatikan makanan dan minumannya, perawatan mata
dan hidung. Serangan penyakit ini dapat diperpendek dengan banyak
beristirahat selama beberapa hari di tempat tidur, terutama bila serangan
penyakit cukup hebat, artinya bintik-bintik sangat merah dan suhu badan
tinggi.
Menurut Wong (663:2003) pertimbangan perawatan pada penderita
campak adalah :
1. Isolasi sampai ruam hari ke-5, bila dihospitalisasi, lakukan
kewaspadaan pernapasan.
2. Pertahankan tirah baring selama prodromal, berikan aktivitas tenang.
3. Perawatan mata, beri cahaya redup bila terjadi fotofobia, bersihkan
kelopak mata dengan larutan salin hangat untuk menghilangkan sekres,
jaga anak tidak menggosok mata.
4. Batuk, lindungi kulit sekitar hidung dengan lapisan petroleum, anjurkan
untuk mengonsumsi cairan dan makanan yang halus dan lembut.
7
5. Perawatan kulit, jaga agar kulit tetap bersih, gunakan mandi air hangat
bila perlu.
2.6 Pencegahan
Pencegahan campak adalah dengan pemberian vaksin campak. Saat ini
ada dua jenis :
1. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dilemahkan. Lebih lanjut
dapat dimodifikasi dengan pemberian globulin anti-campak. Akibatnya
dapat menimbulkan serangan campak, meskipun ringan. Lebih sering
tidak.
2. Antiserum khusus campak atau gammaglobulin, yang seringkali diberikan
untuk mencegah serangan csmpak pada individu yang rentan.
Rampengan dan Laurentz (98:1997) menyatakan bahwa morbili dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi. Imunisasi yang diberikan dapat berupa
pasif dan aktif.
1. Imunisasi Aktif
Vaksin yang diberikan ialah Live attenuated measles vaccine.
Mula-mula diberikan strain Edmonson B, tetapi strain ini dapat
menimbulkan panas tinggi dan eksanthem pada hari ketujuh-kesepuluh
post vaksinasi, sehingga strain vaksin ini sering diberikan bersama-sama
dengan Gamma-globulin dilengan lain.
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9
bulan. Pada anak di bawah umur 9 bulan umumnya tidak dapat
memberikan kekebalan baik, karena gangguan dari antibodi yang dibawa
sejak lahir.
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi
MMR (Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi
IDAI tahun 2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya,
vaksin penguat dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR
diberikan pada usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2
tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada usia 5-6 tahun.13 Dosis
vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan (Halim, 2016).
8
Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi) yang dapat terjadi
pasca-vaksinasi campak berupa (Halim, 2016) :
1. Demam pada 5-15% kasus, yang dimulai pada hari ke 5-6 sesudah
imunisasi dan berlangsung selama 5 hari.
2. Ruam dapat dijumpai pada 5% resipien, yang timbul pada hari ke 7-10
sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari.
3. Ensefalitis dan ensefalopati, efek samping tersebut dalam 30 hari
sesudah imunisasi diperkirakan <1/1.000.000 dosis vaksin.
Maryunani (219:2010) mengemukakan bahwa kontra-indikasi
pemberian imunisasi campak adalah anak :
1. Dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam.
2. Dengan penyakit gangguan kekebalan.
3. Dengan penyakit TBC tanpa pengobatan.
4. Dengan kekurangan gizi berat.
5. Dengan penyakit keganasan.
6. Dengan kerentanan tinggi terhadap protein telur, kanamisin dan
eritromisin (antibiotik).
Ricky Gustian Halim (188:2016) mengungkapkan bahwa Imunisasi
ini tidak dianjurkan pada :
a. ibu hamil,
b. anak dengan imunodefisiensi primer,
c. pasien tuberkulosis yang tidak diobati,
d. pasien kanker atau transplantasi organ,
e. pengobatan imunosupresif jangka panjang atau
f. anak immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV
tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak,
bisa mendapat imunisasi campak.
2. Imunisasi Pasif
Tidak banyak dianjurkan, karena risiko terjadinya ensefalitis dan
aktivasi tuberkulose. Menurut Newell (234:2003) dalam menentukan
jadwal imunisasi, dibutuhkan dua pertimbangan dasar :
9
a) Kemungkinan anak mendapat penyakit tersebut, kematian atau
kecacatan yang mungkin ditimbulkan penyakit tersebut, serta bahaya
dan efektivitas prosedur imunisasi. Semakin sering ditemukan dan
semakin berbahaya penyakitnya, serta semakin aman imunisasinya,
maka semakin besar kebutuhan imunisasi.
b) Pada usia berapa anak dapat memberi respon terhadap vaksin yang
diberikan.
2.7 Komplikasi
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu (Halim,
2016) :
a. Usia muda, terutama dibawah 1 tahun
b. Malnutrisi (marasmus atau kwashiorkor)
c. Pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor
d. Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV,
malnutrisi, atau keganasan
e. Anak dengan defisiensi vitamin
Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh antara lain
(Halim, 2016) :
1. Saluran pernapasan : bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis
2. Saluran pencernaan diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi
3. Telinga : otitis media
4. Saluran saraf pusat :
a. Ensefalitis akut : timbul pada 0,01 -0,1% kasus campak. Gejala
berupa demam, nyeri kepala, letargi, dan perubahan status mental
yang biasanya muncul antara hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah
munculnya ruam. Umumnya self-limited (dapat sembuh sendiri),
tetapi pada sekitar 15% kasus terjadi perburukan yang cepat dalam 24
jam. Gejala sisa dapat berupa kehilangan pendengaran, gangguan
perkembangan, kelumpuhan, dan kejang berulang.
b. Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) : suatu proses
degenerative susunan saraf pusat yang disebabkan infeksi persisten
virus campak, timbul beberapa tahun setelah infeksi (umunya 7
10
tahun). Penderita mengalami perubahan tingkah laku retardasi
mental, kejang mioklonik, dan gangguan motoric.
5. Mata : keratitis
6. Sistemik : septicemia karena infeksi bakteri sekunder
2.8 Prognosis
Campak merupakan self limited disease, namun sangat infeksius.
Mortalitas dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko
yang mempengaruhi timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian
mencapai 1-3%, dapat meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak
(Halim, 2016).
11
2.9 Web of Caution
Mengendap Saluran cerna
Paramyxoviridae pada organ
morbili virus
Hiperplasi
Epitel jaringan limfoid
Kulit
Masuk saluran nafas saluran
Iritasi mukosa usus
Ditangkap oleh Poliferasi sel Fungsi
makrofag endotel kapiler silia
dalam korium Sekresi
Menyebar ke kelenjar
Sekret
limfa regional Eksudasi serum / Peristaltik
eritrosit dalam
epidermis Reflek
Mengalami replikasi Diare
batuk
Ruam
Virus dilepas ke Dehidrasi
Ketidak
dalam aliran darah
efektifan
(viremia primer)
bersihan Ketidak
Gangguan jalan nafas seimbangan
integritas kulit
Virus sampai RES cairan dan
elektrolit
Ketidak seimbangan
Mempengaruhi
nutrisi kurang dari
termostat dalam
kebutuhan tubuh
hipotalamus
12
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
13
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari. Pembatasan
kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan
berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
Status Gizi
Klasifikasinya sebagai berikut :
1. Gizi buruk kurang dari 60%
2. Gizi kurang 60 % - <80 %
3. Gizi baik 80 % - 110 %
B. Riwayat tumbuh kembang anak
a. Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam
kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 +
8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun
16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata
rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan
tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun
yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra
sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm.
Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 7,5 cm/tahun.Pada
anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
b. Tahap perkembangan
Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa
bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak
dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak
peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang
ketrampilan motorik dan bahasanya.
Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase
oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak
berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat
dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke
ayahnya ).
14
Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap
preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase
pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum
sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan
magical thinking.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat badan,
dan tanda-tanda vital.
2. Kepala dan leher
a. Inspeksi :
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, kulit kepala, konjungtivitis,
fotofobia, adakah eritema dibelakang telinga, di bagian atas lateral
tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
b. Palpasi :
Adakah pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan
didaerah leher belakang,
3. Mulut
a. Inspeksi :
Adakah bercak koplik di mukosa bukalis berhadapan dengan molar
bawah, enantema di palatum durum dan palatum mole, perdarahan
pada mulut dan traktus digestivus.
4. Toraks
a. Inspeksi :
Biasanya Bentuk dada anak, Adakah batuk, secret pada nasofaring,
perdarahan pada hidung. Pada penyakit campak, gambaran penyakit
secara klinis menyerupai influenza.
b. Auskultasi :
Biasanya Ronchi / bunyi tambahan pernapasan.
5. Abdomen
a. Inspeksi :
Biasanya Bentuk dari perut anak. Ruam pada kulit.
15
b. Auskultasi
Biasanya Bising usus.
c. Perkusi
Biasanya Perkusi abdomen hanya dilakukan bila terdapat tanda
abnormal, misalnya masa atau pembengkakan.
6. Kulit
a. Inspeksi :
Biasanya Eritema pada kulit, hiperpigmentasi, kulit bersisik.
b. Palpasi :
Biasanya Turgor kulit menurun
16
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Data Subjektif: Virus dilepas ke dalam Ketidak efektifan
- Pasien mengeluh aliran darah (viremia bersihan jalan napas
hidung mampet primer)
- Pasien mengeluh
susah napas Mengendap pada organ
Data Objektif:
- Didapatkan suara Menurunya Fungsi silia
ronkie pada saata
auskultasi Peningkatan Sekret
- Terlihat sekret
berlebih Reflek batuk
Ketidak efektifan
bersihan jalan napas
17
(capillary refill ) Peristaltik meningkat
- Volume dan
tekanan nadi Diare
menurun
- Denyut nadi Dehidrasi
meningkat
- Demam Kekurangan volume
- Kulit kering cairan dan elektrolit
- Bibir kering
- Mata cekung
- Akral dingin
18
Mengendap pada organ
kulit
Ruam
Gangguuan integritas
kulit
3.1.4 Intervensi
Diagnosa: Hipertermi b.d proses inflamasi dan infeksi virus campak
NOC NIC
- Termoragulasi 1. Pastikan jalan napas paten
Kriteria Hasil : 2. Pantau tanda-tanda vital
1. Suhu tubuh dalam keadaan normal 3. Berikan oksigen, yang diperlukan
36,5oC 37,50C 4. Hentikan aktivitas fisik
2. Nadi, RR dalam keadaan normal 5. Kendurkan pakaian pasien
Kolaborasi:
6. Berikan obat antipiretik sesuai
dengan advice dokter
19
Diagnosa: Ketidak efektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan secret pada
nasofaring
NOC NIC
Respiratory status : Airway patency Respiratory management :
1. Tingkat pernapasan (5) 1. Memantau kecepatan, irama,
2. irama pernapasan (5) kedalaman, dan upaya pernapasan
3. Kedalaman inspirasi (5) 2. Lakukan auskultasi bunyi nafas,
4. Kemampuan untuk membersihkan 3. Catatan onset, karakteristik, dan
sekret (5) durasi batuk
5. Tersedak (5) 4. Memonitor sekresi pernapasan
6. Batuk (5) pasien
Airway management :
5. Lakukan terapi fisik dada, yang
sesuai
6. Hilangkan sekresi dengan
mendorong batuk atau pengisapan
7. Mengatur asupan cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan
cairan
8. Posisi semi fowler untuk
mengurangi dyspnea
9. Pantau pernapasan dan status
oksigenasi, yang sesuai
20
5. Membran mukosa lembab (5) 3. Pantau adanya manifestasi dari
ketidakseimbangan elektrolit
4. Memberikan resep diet yang tepat
untuk cairan tertentu atau elektrolit
ketidakseimbangan (misalnya,
rendah sodium, cairan-dibatasi,
ginjal, dan tidak menambahkan
garam)
5. Memantau efek samping (misalnya,
mual, muntah, diare) dari
resep elektrolit tambahan
6. Konsultasikan dengan dokter jika
tanda-tanda dan gejala cairan dan /
atau elektrolit ketidakseimbangan
menetap atau memburuk
Fluid management :
7. Memantau status hidrasi (misalnya,
membran mukosa lembab,
kecukupan pulsa, dan tekanan darah
ortostatik), yang sesuai
8. Memantau intake dan output cairan
21
4. Anjurkan keluarga pasien tentang
kebutuhan nutrisi (yaitu,
mendiskusikan diet
pedoman dan gizi seimbang)
5. Menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
6. Memberikan lingkungan yang optimal
untuk konsumsi makan (mis, bersih,
berventilasi, santai, dan bebas dari bau
yang kuat)
7. Dorong keluarga untuk membawa
makanan favorit pasien sementara di
rumah sakit atau fasilitas perawatan,
yang sesuai
8. Monitor berat badan pasien
22
tentang tanda kerusakan kulit, jika
diperlukan.
3.2 Asuhan Keperawatan Kasus
3.2.1 Kasus
Seorang anak laki-laki (An. Budi) umur 7 bulan datang dibawa keluarganya
dengan keluhan demam sejak selasa pagi, pukul 10.00 WIB. Panas dirasakan
mendadak tinggi. Anak juga mengalami muntah, lebih dari 10 kali, muntah
terutama sehabis minum susu. Muntahan yang keluar berupa air yang bercampur
susu. Di seluruh tubuh anak muncul ruam-ruam merah yang terlihat sejak bangun
tidur sekitar pukul 06.30 WIB selasa pagi sebelum badannya panas. Anak juga
mengalami batuk yang terdengar bunyi grok-grok, dan pilek. BAK dan BAB
biasa, tidak ada keluhan. Pasien belum pernah mengalami keluhan ini
sebelumnya. Riwayat diare, kejang, alergi disangkal. Riwayat keluarga yang
mengalami sakit panas, tifoid, diare, dan alergi disangkal. Kesan umum pasien
tampak rewel, keadaan sadar penuh (compos mentis). Suhu badan meningkat (40
0
C). Berat badan pasien 6 kilogram dengan panjang badan 71 cm. Status
antropometri menunjukkan pasien mengalami KEP ringan (I). Terdapat UKK
ruam makulopapular eritematosa distribusi merata seluruh tubuh. Pemeriksaan
status generalis lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan darah rutin masih dalam
batas normal. RR:30x; TD: 100/70 mmHg; N: 90x/menit.
3.2.2 Pengkajian
A. Identitas
Nama : An. Budi
Umur : 7 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa
1. Keluhan utama
Demam yang mendadak tinggi (40 0C)
2. Riwayat penyakit saat ini
- Muntah 10x
- Ruam-ruam di wajah
- Batuk
23
- Pilek
- UKK ruam makulopapular eritematosa distribusi merata seluruh tubuh
- Suhu : 40 0C
3. Riwayat penyakit dahulu : tidak ada
4. Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada
5. Riwayat nutrisi : Status antropometri menunjukkan pasien mengalami
KEP ringan (I)
B. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath)
Pasien mengalami takipnea, RR: 30x/menit. Mengalami batuk dan pada
auskultasi ditemukan suara ronkie.
2. B2 (Blood)
Pada saat diukur nadi dan tekanan darah dalam rentan normal N:90x/mnt
TD ; 100/70 mmHg. Tapi pasien mengalami hipertermi S: 40 C
3. B3 (Brain)
Pasien merasa pusing
4. B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah
5. B5 (Bowel)
Nafsu makan pasien menurun
6. B6 (Bone)
Ditemukan ruam-ruam di wajah
Ditemukan ruam makulopapular eritematosa distribusi merata seluruh
tubuh
3.2.3 Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Data Subjektif : Virus sampai ke multiple Hipertemi
- Pasien mengeluh tissue site (viremia
pusing sekunder)
- Pasien mengeluh
panas
Reaksi radang
Data Objektif :
24
- Suhu tubuh Pengeluaran mediator
meningkat kimia
- Pasien tampak
gelisah Mempengaruhi termostat
- Mukosa mulut dalam hipotalamus
kering
- Keringat berlebihan Set poin meningkat
- Frekuensi
pernafasan Peningkatan suhu tubuh
meningkat
- Kejang Hipertermi
- Takikardi
- Kulit terasa panas
Ketidak efektifan
bersihan jalan napas
25
- Pasien mengeluh aliran darah (viremia cairan dan elektrolit
haus primer)
- Pasien mengeluh
lemas Mengendap pada organ
- Pasien mengeluh
mencret Saluran cerna
- Pasien mengeluh
muntah Hiperplasi jaringan
Data Objektif : limfoid
- Turgor kulit jelek
- Perubahan Iritasi mukosa usus
produksi urine
- Penurunan Sekresi meningkat
pengisian vena (
capillary refill ) Peristaltik meningkat
- Volume dan
tekanan nadi Diare
menurun
- Denyut nadi Dehidrasi
meningkat
- Demam Kekurangan volume
- Kulit kering cairan dan elektrolit
- Bibir kering
- Mata cekung
- Akral dingin
26
Data Objektif:
- Mukosa mulut Ketidak seimbangan
kering nutrisi kurang dari
- Konjungtiva dan kebutuhan tubuh
selaput lendir pucat
- Terdapat bercak
merah pada mukosa
mulut
Ruam
Gangguuan integritas
kulit
3.2.4 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d proses inflamasi dan infeksi virus campak
2. Ketidak efektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan secret pada
nasofaring
3. Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d dehidrasi
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d demam,
nafsu makan menurun
5. Gangguan integritas kulit b/d infeksi virus morbili.
27
3.2.5 Intervensi
Diagnosa: Hipertermi b.d proses inflamasi dan infeksi virus campak
NOC NIC
- Termoragulasi 1. Pastikan jalan napas paten
Kriteria Hasil : 2. Pantau tanda-tanda vital
1. Suhu tubuh dalam keadaan normal 3. Berikan oksigen, yang diperlukan
36,5oC 37,50C 4. Hentikan aktivitas fisik
2. Nadi, RR dalam keadaan normal 5. Kendurkan pakaian pasien
Kolaborasi:
6. Berikan obat antipiretik sesuai
dengan advice dokter
28
mengurangi dyspnea
9. Pantau pernapasan dan status
oksigenasi, yang sesuai
29
8. Memantau intake dan output cairan
30
Diagnosa : Gangguan integritas kulit b/d infeksi virus morbili.
NOC NIC
Tissue integrity : skin & mucous 1. Pantau tanda-tanda infeksi
membranes 2. Dorong klien untuk menghindari
Kriteria hasil : menggaruk dan menepuk kulit
1. Suhu kulit (5) 3. Menawarkan alternatif untuk menggaruk
2. Elastisitas (5) (misalnya, udara dingin dari hair dryer)
3. Keringat (5) 4. Pantau kulit dari adanya: ruam dan lecet,
4. Tekstur (5) warna dan suhu, kelembaban dan
5. Perfusi jaringan (5) kekeringan yang berlebih, area kemerahan
6. Integritas kulit (5) dan rusak.
5. Mandikan dengan air hangat dan sabun
ringan
6. Balikkan atau ubah posisi dengan sering
7. Ajarkan anggota keluarga / memberi asuhan
tentang tanda kerusakan kulit, jika
diperlukan.
31
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola
(bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama
masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles
dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai
oleh tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi
(Suriadi dan Rita Yuliani, 2010).
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus
genus Morbillivirus, famili paramyxoviridae. Virus ini dari famili yang sama
dengan virus gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus human
metapneumovirus, dan RSV (Respiratory Syncytial Virus). Campak
merupakan penyakit yang sangat infeksius yang disebabkan oleh virus campak
yang ditularkan melalui perantara droplet. Manifestasi klinis berupa demam,
batuk, pilek, konjungtivitis, dan ruam seluruh tubuh. Tatalaksana umumnya
suportif disertai pemberian vitamin A sesuai usia penderita. Pencegahan
dilakukan dengan imunisasi vaksin campak ataupun vaksin MMR (Halim,
2016).
32
DAFTAR PUSTAKA