Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN SGD

KEPERAWATAN KOMUNITAS 1
PROGRAM KESEHATAN DALAM MENANGGULANGI MASALAH
KESEHATAN UTAMA DI INDONESIA PADA PENYAKIT MENULAR

Oleh :
SGD 5
1. Gusti Nyoman Mega Utami (1702521010)
2. Ni Luh Putu Wahyu Widiani (1702521012)
3. Ida Ayu Eni Pradnyandari (1702521014)
4. Olga Panaten Demon (1702521020)
5. Putu Gita Kristiana Prasanty (1702521022)
6. Ida Bagus Duwi Krisna Putra (1702521023)
7. Putu Herma Khrismadani (1702521031)
8. Ni Komang Ayu Try Wahyuningsih (1702521038)
9. Nyoman Anggun Septiana Putri (1702521044)
10. Ni Made Mega Indah Sari (1702521058)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
Learning Task
1. Carilah kebijakan atau aturan terkait penyakit menula yang diterapkan
pemerintah ( sesuai pembagian kelompok SGD)
2. Sebutkan program penanggulangan penyakit menular yang diterapkan
pemerintah Indonesia ?
3. Jelaskan penerapan program tersebut dan siapa saja yang berperan dalam
program itu ?
4. Apakah ada keterlibatan perawat komunitas dalam program tersebut ? bila
ada, apakah peran perawat komunitas dalam menudukung penanggulangan
penyakit tersebut ?
5. Carilah satu jurnal keperawatan/ kesehatan yang membahas terkait
program penanggulang penyakit menular menurut kelompok SGD ?
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki penderita malaria terbanyak
setelah India di Asia bagian selatan, khususnya di wilayah Timur Indonesia
(Rahmawati, 2014). Indonesia memiliki iklim tropis dengan kelembaban udara
yang sesuai dengan tempat perindukan vektor penyebab malaria. Penyakit
berbahaya khas di negara tropis diantaranya adalah malaria (Suwito, 2010).
Annual Parasite Incidence (API) di Indonesia tahun 2007 mencapai 0,16 per
1000 penduduk dan Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 19,67 per 1000
penduduk (Departemen Kesehatan, 2008).
Pada tahun 2007, provinsi di luar Jawa-Bali dengan AMI tertinggi adalah
Papua Barat sebesar 346,04 per 1000 penduduk, diikuti Papua dan Maluku
masing-masing sebesar 176,84 per 1000 penduduk dan 92,04 per 1000
penduduk. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan prevalensi
malaria klinis sebesar 2,9%. Tiga provinsi dengan prevalensi malaria klinis
tinggi adalah Papua Barat (26,1%), Papua (18,4%) dan Nusa Tenggara Timur
(NTT) (12,0%). Ketiga wilayah ini berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Di Provinsi Papua Barat, Kabupaten Sorong Selatan memiliki prevalensi
malaria tertinggi. Penyebabnya diduga berkaitan dengan perilaku masyarakat
dan kondisi lingkungan.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 menempatkan Provinsi Papua,
Papua Barat dan NTT dengan prevalensi malaria tertinggi. Dan 15 dari 33
provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi malaria di atas ratarata
nasional sebagian besar berada di KTI. RumahTangga (RT) dengan malaria
(tidak bebas malaria) menurut gejala dan diagnosis tenaga kesehatan di
Indonesia meningkat berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2010, yaitu dari 8,3%
menjadi 28,6%. Bahkan didapat peningkatan oleh dua Anggota Rumah
Tangga (ART) yang menderita malaria dalam satu RT dari 5,9% menjadi
18%.
Indonesia yang memliki iklim tropis mengakibatkan kelembaban udara
sesuai dengan tempat perkembangbiakan vektor malaria. Parasit kelompok
Plasmodium merupakan penyebab dari dari adanya penyakit malaria dengan
dibantu oleh nyamuk kelompok Anopheles sebagai vektor penyebarannya.
Keadaan lingkungan memiliki pengaruh besar pada komposisi spesies
Anopheles karena berbeda jenis habitat maka berbeda pula jenis Anopheles
yang ditemukan. Umumnya malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum
dan Plasmodium vivax (Rahmawati, 2014). Anies (2006) menyatakan KLB
malaria di luar Jawa-Bali berhubungan dengan perpindahan penduduk ke
daerah endemis dan perubahan lingkungan yang memicu berkembangnya
vektor malaria.
1.2 Tujuan
1.1.1 Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah dalam upaya mengatasi
penyakit malaria
1.1.2 Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
penyakit malaria
1.1.3 Untuk mengetahui peran dari perawat dalam upaya menanggulangi
penyakit malaria
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa mampu memahami kebijakan Pemerintah dalam
menanggulangi penyakit malaria
1.3.2 Mahasiswa mampu mengetahui upaya pencegahan penyakit malaria
1.3.3 Mahasiswa mampu mengetahui peran perawat dalam menanggulangi
penyakit malaria
BAB II
PROGRAM PENANGGULAN PENYAKIT

2.1 Pengertian Penyakit


Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang ditularkan oleh vektor malaria yaitu nyamuk betina Anopheles (WHO,
2019). Malaria adalah penyakit akut maupun kronik yang disebabkan oleh
protozoa dengan genus Plasmodium yang biasanya menyerang eritrosit
ditandai dengan adanya bentuk aseksual dalam darah dengan manifestasi
klinis berupa adanya demam, anemia, dan pemebesaran limpa (Fitiany &
Sabiq, 2018). Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi masalah
kesehatan di masyarakat luas serta berpengaruh pada beberapa aspek
kehidupan di Indonesia. Malaria hingga saat ini masih menjadi masalah
kesehatan pada masyarakat yang dapat menyebabkan kematian pada
kelompok dengan risiko tinggi yaitu bayi, balita, dan ibu hamil (Kemenkes,
2017).
2.2 Epidimiologi
Indonesia memiliki iklim tropis dengan kelembaban udara yang sesuai
dengan tempat perindukan vektor penyebab malaria. Penyakit berbahaya khas
di negara tropis diantaranya adalah malaria (Suwito, 2010). Annual Parasite
Incidence (API) di Indonesia tahun 2007 mencapai 0,16 per 1000 penduduk
dan Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 19,67 per 1000 penduduk
(Departemen Kesehatan, 2008). Pada tahun 2007, provinsi di luar Jawa-Bali
dengan AMI tertinggi adalah Papua Barat sebesar 346,04 per 1000 penduduk,
diikuti Papua dan Maluku masing-masing sebesar 176,84 per 1000 penduduk
dan 92,04 per 1000 penduduk. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
menunjukkan prevalensi malaria klinis sebesar 2,9%. Tiga provinsi dengan
prevalensi malaria klinis tinggi adalah Papua Barat (26,1%), Papua (18,4%)
dan Nusa Tenggara Timur (NTT) (12,0%). Ketiga wilayah ini berada di
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Di Provinsi Papua Barat, Kabupaten Sorong
Selatan memiliki prevalensi malaria tertinggi. Penyebabnya diduga berkaitan
dengan perilaku masyarakat dan kondisi lingkungan. Anies (2006)
menyatakan KLB malaria di luar Jawa-Bali berhubungan dengan perpindahan
penduduk ke daerah endemis dan perubahan lingkungan yang memicu
berkembangnya vektor malaria.
Sejalan, Riskesdas tahun 2013 menempatkan Provinsi Papua, Papua Barat
dan NTT dengan prevalensi malaria tertinggi. Dan 15 dari 33 provinsi di
Indonesia yang memiliki prevalensi malaria di atas ratarata nasional sebagian
besar berada di KTI. RumahTangga (RT) dengan malaria (tidak bebas
malaria) menurut gejala dan diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia
meningkat berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2010, yaitu dari 8,3% menjadi
28,6%. Bahkan didapat peningkatan oleh dua Anggota Rumah Tangga (ART)
yang menderita malaria dalam satu RT dari 5,9% menjadi 18%.
2.3 Penyebab
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium
yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah manusia. Penularan
penyakit ini dapat melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Plasmodium
penyebab malaria dibedakan sebagai berikut:
a. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika. Jenis plasmodium ini
menjadi penyebab infeksi berat yang dapat menimbulkan variasi
manifestasi akut dan apabila tidak ditangani segera berpotensi
menyebabkan kematian. Beberapa komplikasi berat yang ditimbulkan
yaitu cerebral malaria (malaria otak), anemia berat, syok, gagal ginjal
akut, perdarahan, sesak nafasMasa inkubasi jenis ini anatara 9-14 hari dan
umumnya berlangsung 12 hari.
b. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana. Masa inkubasi jenis ini
anatara 12-17 hari hari dan umumnya berlangsung 15 hari.
c. Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana). Masa
inkubasi jenis ini anatara 18-40 hari dan umumnya berlangsung selama 28
hari.
d. Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale. Masa inkubasi jenis ini
anatara 16-18 hari dan umumnya berlangsung 17 hari. Jenis ini jarang
dijumpai, umumnya banyak dijumpai di Afrika dan Pasifik Barat dan
sering sembuh tanpa pengobatan.
2.4 Tanda Gejala
Gejala-gejala yang timbul pada penderita malaria dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu daya tahan tubuh penderita, jenis plasmodium malaria, dan
jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala umum yang ditimbulkan akan lebih
berat dan akut pada infeksi plasmodium falciparum dan paling ringan pada
infeksi plasmodium malariae dan plasmodium ovale. Terdapat tiga gejala khas
yang timbul, yaitu demam yang periodik, splenomegali, dan anemia
(Kemenkes RI, 2008).
a. Demam
Demam yang timbul akan diawali dengan nyeri pada kepala, lesu, nyeri
tulang dan otot, penurunan nafsu makan, rasa tidak enak di bagian perut,
diare ringan, dan terkadang terasa dingin di bagian punggung. Gejala-
gejala tersebut umumnya timbul pada infeksi plasmodium vivax dan ovale,
namun kurang spesifik pada infeksi plasmodium falciparum dan malariae.
Periode demam yang ditimbulkan juga dipengaruhi oleh plasmodium yang
menginfeksi. Plasmodium vivax akan menyebabkan terjadinya malaria
tertiana dengan demam teratur tiap tiga hari. Plasmodium malariae akan
menyebabkan malaria quartana dengan teratur tiap empat hari. Sedangkan
palsmodium falciparum akan menyebbakan malaria tropika dengan
demam yang tidak teratur tiap 24-48 jam. Demam khas malaria akan
berlangsung dalam tiga stadium, yaitu:
1) Stadium menggigil
Stadium ini dimulai dengan perasaan dingin hingga menggigil.
Pada stadium ini, tubuh pasien akan bergetar, nadi cepat tapi lemah,
sianosis, dan kulit pucat. Pada anak, kondisi ini sering disertai dengan
kejang. Stadium menggigil akan berlangsung selama 15 menit hingga
satu jam dan disertai dengan meningkatnya suhu tubuh.
2) Stadium puncak demam
Pada stadium ini, fase emnggigil akan berubah menjadi panas
tinggi bahkan suhu tubuh paisen dapat mencapai 41 oC. Stadium
puncak demam ditandai dengan wajah merah, kulit kering dan terasa
panas seperi terbakar, frekuensi napas meningkat, nadi cepat dan
keras, nyeri kepala terasa makin hebat, muntah-muntah, penurunan
kesadaran, dan pada anak dapat disertai kejang. Stadium ini
berlangsung selama dua jam atau lebih dan diikuti dengan keadaan
berkeringat.
3) Stadium berkeringat
Stadium ini ditandai dengan pasien banyak berkeringat, suhu
tubuh menurun dengan cepat, lelah dan sering tidur, serta merasa
segar dan sehat setelah bangun tidur namun sebenarnya infeksi
plasmodium masih ada di dalam tubuh pasien. stadium ini
berlangsung selama dua hingga empat jam.
a. Splenomegali
Pembesaran limpa menjadi kondisi khas yang terjadi pada
penderita malaria kronis. Pembengkakan dan nyeri pada limpa
disebabkan oleh adanya penyumbatan sel eritrosit yang
mengandung parasit malaria. Maka semakin lama konsistensi
limpa akan semakin keras oleh karena bertambahnya jaringan ikat.
b. Anemia
Anemia pada penderita malaria disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah yang berlebihan oleh parasit malaria dan juga dapat
timbul akibat gangguan pembentukan eritrosit di sumsum tulang.
Badan lemas, pusing, pucat, pengelihatan kabur, jantung berdebar-
debar, dan menurunnya nafsu makan merupakan beberapa gejala
yang menyertai terjadinya anemia.
2.5 Kebijakan Pemerintah untuk Menanggulangi Penyakit
Kebijakan / aturan terkait penyakit Malaria di Indonesia tertuang dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang
eliminasi malaria di Indonesia. Tujuan dari keputusan ini adalah terwujudnya
masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara
bertahap sampai pada tahun 2030. Sasaran wilayah eliminasi dilaksanakan
secara bertahap, sebagai berikut :
a. Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau Batam
pada tahun 2010.
b. Pulau Jawa, Provinsi NAD, dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun
2015.
c. Pulau Sumatra (kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau),
Provinsi NTB, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020.
d. Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi NTT, Provinsi Maluku,
dan Provinsi Maluku Utara pada tahun 2030.
Kebijakan pemerintah untuk menanggulangi penyakit malaria tertuang
dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang
eliminasi malaria di Indonesia.
a. Kebijakan
1.) Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan
termasuk LSM, dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi,
organisasi kemasyarakatan dan masyarakat.
2.) Eliminasi Malaria dilakuakan secara bertahap dari kabupaten/kota,
provinsi, dan dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh
wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan pada situasi
malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia.
b. Strategi
1.) Melakukan penemuan dini dan pengobatan dengan tepat.
2.) Memberdayakan dan menggerakan masyarakat untuk
mendukung secara aktif upaya eliminasi malaria.
3.) Menjamin akses pelayanan berkualitas terhadap masyarakat yang
berisiko.
4.) Melakukan komunikasi, advokasi, motivasi dan sosialisasi
kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mendukung secara
aktif eliminasi malaria.
5.) Menggalang kemitraan dan sumber daya baik lokal, nasional
maupun internasional, secara terkoordinasi dengan seluruh sektor
terkait termasuk sektor swasta, organisasi profesi, dan
organisasi kemasyarakatan melalui forum gebrak malaria atau forum
lainnya.
6.) Menyelenggarakan sistem surveilans, monitoring dan evaluasi
serta informasi kesehatan.
7.) Melakukan upaya eliminasi malaria melalui forum kemitraan
Gebrak Malaria atau forum kemitraan lain yang sudah terbentuk.
8.) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
mengembangkan teknologi dalam upaya eliminasi malaria.
Penerapan kebijakan eleminasi malaria oleh dinas kesehatan merupakan
upaya penemuan kasus secara aktif, dalam hal tersebut pemerintah terus
melakukan upaya intensif untuk mengeliminasinya. Penerapan kebijakan ini
dlakukan secara bertahap, yaitu wilayah di Sumatera, DKI Jakarta, Jawa, Bali,
Nusa Tenggaara Barat, Sulawesi, Maluku, Papua, dan lain-lain. Penerapan
pengendalian eleminasi di Indonesia telah membuahkan hasil yang
membanggakan, yaitu ditandai dengan menurunnya angka kejadian malaria
atau annual parasite incidence (API) secara Nasional sampai hanya 0,85 per
1000 pada tahun 2015. Selain itu, lebih dari 80% Kabupaten/Kota di wilayah
Jawa, Bali, dan Sumatera Barat telah mencapai Eleminasi Malaria yang
artinya sekitar 74% penduduk Indnesia telah hidup di daerah bebas penularan
malaria. Untuk semakin mendukung angka kejadian malaria, maka pemerintah
mengupayakan agar seluruh rumah tangga di daerah endemis malaria
mendapatkan kelambu anti nyamuk dan dapat memanfaatkannya dengan baik
untuk mencegah terjadinya malaria (Roosihermiatie, & Rukmini, 2012).
Dalam pelaksanaan program eleminasi malaria, beberapa pihak yang terlibat
untuk pelaksanaannya sebagai berikut (Roosihermiatie, & Rukmini, 2012).
a. Juru Malaria Desa, PKK, Posyandu, Kader sebagai surveilans untuk
deteksi dini kasus malaria di wilayah desa, pelaporan ke Puskesmas untuk
pelayanan laboratorium, pengobatan, pemantauan pengobatan, melakukan
promosi kesehatan, dan pengendalian vektor dan lingkungan.
b. Pihak Puskesmas, melakukan pemeriksaan mikroskopis, manajemen
pelayanan, pengobatan sesuai standar, pemantauan, pengamatan terhadap
malaria di masyarakat, melakukan promkes dan kesling untuk melakukan
pengamatan pada daerah yang dicurgai fokus malaria, peningkatan peran
JMD (Juru Malaria Desa) dan kader.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten, melakukan penyebaran informasi kepada
masyarakat, melakukan kerjasama lintas program yang melibatkan
program KIA (Kelmbunisasi Bumil, bayi, balita, dan ANC terpadu),
kesehatan lingkungan, farmasi (penyediaan obat ACT dan logistic
laboratorium), serta sarana dan prasarana kesehatan. Melakukan pebinaan,
monitoring, dan evaluasi program malaria di puskesmas, serta melakukan
kerjasama dengan RSUD untuk pengobatan rujukan dan pelaporan.
d. Dinas Kesehatan Provinsi, melakukan pelatihan, pembinaan, monitoring,
dan evaluasi program malaria di tingkat Kabupaten/Kota, serta melakukan
kerjasama dengan lintas sektor terkait.
2.6 Keterlibatan Perawat Komunitas dalam menanggulangi penyakit
Dalam menanggulagi penyakit malaria di Indonesia perawat dapat
mengambil peran sebagai berikut sesuai dengan program diantaranya :
a. Perawat sebagai peniliti
Dalam hal ini perawat dapat ikut serta sebagai surveilans untuk melakukan
pemantauian jumlah kasus di daerah, melakukan pelaporan dan
pemantauan pengobatan.
b. Perawat sebagai caregiver
Dalam hal ini perawat dapat memberikan asuhan keperawatan kepada
klien, melakukan pemeriksaan mikroskopis, manajemen pelayanan,
pengobatan sesuai standar.
c. Perawat sebagai educator
Dalam hal ini perawat dapat memberikan informasi kepada masyarakat
terkait dengan malaria, mejelaskan penyakit malaria, cara pencegahan dan
penanganan malaria
d. Perawat sebagai kolabolator
Dalam hal ini perawat dapat berkolaborasi dengan instasi – instansi terkait
seperti dalam melakukan pencegahan, penanganan serta evaluasi terkait
keberhasilan program kerja.
2.7 Ringkasan Jurnal Pendukung
Tujuan dari penelitian dalam jurnal ini adalah untuk mengkaji
implementasi SK Menkes No. 293 Tahun 2009 tentang kebijakan eliminasi
malaria. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional
dengan desain potong lintang. Penelitian ini dilakukan di 4 provinsi dan 4
kabupaten berdasarkan tahun tahapan penetapan eliminasi malaria, yaitu
Provinsi Bali (Kabupaten Karangasem) untuk tahun 2010, Provinsi Kepulauan
Riau (Kabupaten Bintan) untuk tahun 2015, Provinsi Nusa Tenggara Barat
(Kabupaten Lombak Barat) untuk tahun 2020, dan Provinsi Maluku Utara
(Kabupaten Halmaera Selatan) untuk tahun 2030. Selanjutnya, di masing-
masing kabupaten akan diambil dua puskesmas endemis malaria untuk dikaji
pelaksanaan kebijakan eliminasi malaria. Pengumpulan data dilakukan melalui
diskusi kelompok terarah dan analisis data secara deskriptif.
Hasilnya, penerapan Kebijakan Eliminasi Malaria di Provinsi Bali adalah
dengan mengalokasikan dana untuk Juru Malaria Desa (JMD) pada tahun
2012 dengan APBD Kab/Kota. Langkah penanggulangan/pencegahan malaria
di daerah endemis menurut Peraturan Gubernur tentang eliminasi malaria
bahwa perawat melakukan pengawasan, koordinasi lintas program (kesehatan
lingkungan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit) serta pemantauan.
Selanjutnya, untuk penerapan Kebijakan Eliminasi Malaria di Provinsi
Kepulauan Riau dalam program pencegahan malaria yang dilaksanakan di
Puskesmas dengan 2 cara yaitu 1) menekankan pelayanan kuratif di Kota
Batam, dan 2) pencegahan di Kabupaten Bintan. Selain itu, dilakukan
revitalisasi puskesmas untuk menanggulangi masalah seperti geografis daerah
sulit (Puskesmas Kelong), pendanaan kurang, pemberdayaan masyarakat
rendah ataupun tenaga kurang karena mutasi. Sedangkan, penerapan
Kebijakan Eliminasi Malaria oleh Dinas Kesehatan Provinsi NTB adalah
melakukan upaya penemuan kasus secara aktif, pengobatan malaria dengan
obat standar arterakine, diagnosa dengan RDT, penggunaan kelambu,
pembentukan posmaldes, dan Mass Blood Survey. Kemudian, untuk
penerapan Kebijakan Eliminasi Malaria di Provinsi Maluku Utara sebagai
tindak lanjut Instruksi Gubernur tahun 2003 adalah pembentukan malaria
center untuk memperbaiki sistem meliputi penguatan sumber daya,
laboratorium, pembiayaan, perencanaan pemenuhan kebutuhan obat serta
penguatan upaya penyehatan dan pengendalian lingkungan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang ditularkan oleh vektor malaria yaitu nyamuk betina Anopheles. Di
Indonesia jumlah insiden malaria pada tahun 2007 mencapai 0,16 per 1000
penduduk dan Annual Malaria Incidence (AMI) sebesar 19,67 per 1000
penduduk (Departemen Kesehatan, 2008). Dalam menangulangi kasus
malaria di Indonesia pemerintah mengeluarkan kebijakan / aturan terkait
penyakit Malaria di Indonesia tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang eliminasi malaria di
Indonesia. Tujuan dari keputusan ini adalah terwujudnya masyarakat yang
hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai
pada tahun 2030. Berdasarkan kebijakan tersebut, pemerintah program
kerja eleminasi malaria. Eliminasi Malaria ini dilakukan secara bertahap
dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau atau ke beberapa pulau
sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan
pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia. Program
eleminasi malaria ini melibatkan berbagai antara lain pihak pemerintahan,
dinas kesehatan, puskesmas, tenaga kesahatan dan lain sebagainya. Peran
tenaga kesehatan khususnya perawat dapat sebagai peneliti, caregiver,
edukator, dan kolabolator.
3.2 Saran
Tenaga kesehatan khususnya perawat atau calon perawat harus mampu
mengetahui bagaimana konsep penyakit, kebijakan serta program
pemerintah tentang penyakit. Sehingga dengan mengetahui hal tersebut
maka perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan
memberikan edukasi kepada pasien, keluarga maupun masyarakat luas
mengenai malaria dan cara pencegahaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anies. (2006). Manajemen Berbasis Lingkungan: Solusi Mencegah dan


Menanggulangi Penyakit Menular. Jakarta, Elex Media Komputindo.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2008). Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas 2007) Laporan Nasional 2007. Jakarta.
Kemenkes RI. (2009). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
293/Menkes/SK/IV/2009 tentang Eliminasi malaria di Indonesia. Jakarta :
Kementrian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Buku Saku Pelayanan
Kefarmasian untuk Penyakit Malaria. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Putra. (2011). Malaria dan permasalahannya. Available at:<
http://jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/viewFile/3469/3231>. Accessed [ 5
November 2019].
Rahmawati, Ety, dkk. (2014). Keanekaragaman Jenis dan Perilaku Mengigit
Vektor Malaria (Anopheles spp.) di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang
Barat Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Jurnal Entomologi
Indonesia. Vol, 11(2), pp 53-64
Roosihermiatie, B., & Rukmini, R. (2012). Analisis Implementasi Kebijakan
Eliminasi Malaria Di Provinsi Bali. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 15(2 Apr).
Suwito, UK., Hadi, SS, & Supratman, S. (2010). Hubungan Iklim, Kepadatan
Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit Malaria. Jurnal Entomologi
Indonesia, 7 (1), 42 – 53.
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ELIMINASI MALARIA
DI INDONESIA
(Analysis of Implementation The Policy on Malaria Elimination
in Indonesia)
Betty Roosihermiatie1, Niniek Lely Pratiwi1, Rukmini1, Widodo JP2

Naskah masuk: 8 Mei 2015, Review 1: 11 Mei 2015, Review 2: 11 Mei 2015, Naskah layak terbit: 30 Juni 2015

ABSTRAK
Latar Belakang: Indonesia sebagai negara tropis masih menghadapi masalah penyakit malaria. Indonesia merupakan
satu dari 3 negara ASEAN dengan morbiditas malaria tertinggi. Pada tahun 2007, 396 (80%) dari total 495 kabupaten/
kota di Indonesia merupakan daerah endemis malaria. Pada tahun 2009 Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 293 tentang eliminasi malaria. Tujuan penelitian ini mengkaji implementasi SK Menkes No.
293/2009 tentang kebijakan eliminasi malaria. Metode: Jenis penelitian adalah observasional. Penelitian dilakukan di
4 provinsi dan 4 kabupaten berdasar tahapan waktu eliminasi malaria yaitu Provinsi Bali dan Kabupaten Karangasem,
Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Bintan, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Lombok Barat, serta
Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Selatan. Stakeholders yaitu Kepala dan Pemegang Program malaria
Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten dengan lintas program terkait. Pengumpulan data dengan diskusi kelompok terarah
dan data sekunder. Analisis dilakukan terhadap: 1) Pemahaman terhadap SK Menkes No. 293 tahun 2009, 2) Penerapan
dan, 3) Komitmen kebijakan tersebut di daerah, 4) Kegiatan inovasi dalam mendukung pencapaian eliminasi malaria,
5) Kesinambungan kegiatan dengan pemberdayaan masyarakat 6) Proporsi dari total anggaran. Hasil: menunjukkan ada
kabupaten yang belum menerbitkan kebijakan tentang eliminasi malaria, Penerapan dengan komitmennya terutama yaitu
Puskesmas di daerah studi melakukan penegakan diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium dan pengobatan malaria
dengan Artemisin Combined Therapy (ACT) walaupun masih ada yang melakukan pengobatan malaria klinis, kegiatan
inovasi bersifat lokal spesifik, dan pemberian reward Juru Malaria Desa (JMD) dalam meningkatkan penemuan kasus
suspek malaria, sedangkan anggaran program malaria di kabupaten studi antara 0,95-5,6%. Saran: untuk memberikan
advokasi agar semua daerah endemis malaria menerbitkan kebijakan eliminasi malaria di daerah, intervensi program
prioritas dengan menetapkan target dan waktu pencapaian eliminasi malaria serta peningkatan surveilans terutama analis
data untuk stabilitas penyakit malaria, dan juga advokasi ke Pemda untuk memperoleh komitmen pendanaan, pemerataan/
mutasi SDM kesehatan, peningkatan sarana/prasarana kesehatan, dan peningkatan sistem kesehatan dalam kegiatan
program pencegahan malaria.

Kata kunci: eliminasi malaria, implementasi kebijakan, faktor pendukung keberhasilan

ABSTRACT
Background: As a tropic country Indonesia still faces malaria problems. In Asean, indonesia is one of three countries
with the highest malaria morbidity. In 2007, 396 (80%) of 495 districts/municipalities in indonesia are malaria. In 2009
the government issued a decree of the minister of health No 293 on malaria elimination. The study aimed to analyze the
implementation decree of Ministry of Health No. 293/2009 on malaria elimination. Methods: It was a descriptive study. The
study was conducted in 4 provinces, and 4 districts based on malaria elimination stages as in Bali province and Karangasem
district, Riau islands province and Bintan district, West Nusa Tenggara province and west Lombok district, and Maluku
province and South Halmahera district. The stakeholders were Heads and malaria programmers at province/district Health
Offices and the related programs. Data were collected by focus group discussion and secondary data were taken. Data
were collected by focus group discussion and secondary data. Analysis for Ministry of Health decree No.293 year 2009

1 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes RI, Jl. Indrapura 17
Surabaya, Email: roosihermiatie@yahoo.com
2 Universitas Airlangga, Surabaya

277
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 18 No. 3 Juli 2015: 277–284

on 1) Comphrehend, 2) Implementation, and, 3) Comittment, 4) Innovation intervension to support malaria elimination, 5)


Sustainability of activity community empowerment, 6) Proportion of budget. Results: showed there was district that had not
issued local policy on malaria elimination, the implementation with comittment especially that health centers in areas under
study corfirm diagnose by laboratory examination and malaria treatment by Artemisin Combined Therapy (ACT), although
there were still treatment to clinical malaria, innovation activities were of bersifat local spesific, and reward for Juru Malaria
Desa or malaria cadre to increase malaria suspect case detection, and with district budget for malaria program ranged
0,95-5,6% of the total budget. Recomendations: It suggested to advocate all malaria endemic areas to issue local policy
on malaria elimination, decide intervension of the priority program with target and time schedule, enhance surveillance
especially data analysis for malaria stability, and advocate local government to commit on malaria budgetting, distribution
health workers, enhance health infrastructures, and also enhance health system for malaria program activities.

Key words: malaria elimination,policy implementation, factor supporting system

PENDAHULUAN peningkatan pelayanan, pemberdayaan masyarakat


dan peningkatan daya saing daerah. Peran aktif
Indonesia sebagai negara tropis masih
daerah untuk melakukan kegiatan eliminasi malaria
menghadapi masalah penyakit malaria karena
sangat diharapkan. Eliminasi malaria terdiri dari 4
memiliki banyak tempat yang sesuai dengan tempat
tahap meliputi eradikasi, pre-eliminasi, eliminasi,
perindukan nyamuk anopheles (Pat del et al, 2005).
dan pemeliharaan malaria. Kegiatan pemeliharaan
Indonesia merupakan satu dari tiga negara Asean
malaria misalnya mencegah transmisi malaria
dengan morbiditas malaria tertinggi. Pada tahun
dengan memberantas tempat perindukan nyamuk,
2007, sebanyak 396 (80%) dari 495 kabupaten/kota
peningkatan pelayanan kesehatan, pencegahan
di Indonesia merupakan daerah endemis malaria.
faktor risiko dengan proteksi terhadap malaria, dan
Case Fatality Rate (CFR) malaria masih fluktuasi
Komunikasi-Informasi dan Edukasi.
yaitu 0,26% pada tahun 2000 meningkat menjadi
Kesakitan dan kematian malaria di daerah endemis
0,49% pada tahun 2003 dan turun 0,056% pada
menimbulkan beban ekonomi yang cukup besar baik
tahun 2007 walaupun masih di atas target nasional
pengeluaran langsung dari penderita maupun keluarga
sebesar 0,04%.
seperti biaya pengobatan, biaya transpor maupun
Milleneum Development Goals (MDGs) target
pengeluaran tidak langsung seperti berkurangnya
ke-6 untuk menurunkan penyakit malaria yang
penghasilan bagi penderita atau absensi anak sekolah.
menyebabkan beban penyakit dan menurunkan
Selain itu, malaria menimbulkan kekhawatiran bagi
produktivitas manusia sehingga pemerintah
orang yang berkunjung ke daerah endemis.
menetapkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Asesmen terhadap isi kebijakan (G. Walt, 1996 dan
Nomor 293 tahun 2009 tentang eliminasi malaria
D. N William, 2007), faktor-faktor yang mempengaruhi
yaitu membatasi malaria di suatu daerah geografis
belum tercapainya eliminasi malaria sangat diperlukan.
tertentu terhadap malaria impor dan vektor malaria.
Tujuan penelitian ini untuk mengkaji implementasi SK
Pelaksanaan eliminasi malaria secara bertahap yaitu
Menkes No 293 tahun 2009 tentang kebijakan eliminasi
1) Pulau Seribu di Jakarta, Pulau Bali dan Kepulauan
malaria meliputi 1) pemahaman, 2) penerapan,
Batam pada tahun 2010; 2) Pulau Jawa, Provinsi
3) komitmen, 4) inovasi, 5) kesinambungan, serta
Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan
6) proporsi dan besar pembiayaan program malaria.
Riau (Kepri) pada tahun 2015; 3) Pulau Sumatra
(Kecuali Provinsi NAD dan Kepri), Provinsi Nusa
Tenggara Barat, serta Pulau Kalimantan dan Sulawesi METODE
pada tahun 2020; serta 4) Provinsi Nusa Tenggara Metode penelitian ini adalah observasional dengan
Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat desain potong lintang. Penelitian ini dilakukan di 4
pada tahun 2030. provinsi dan 4 kabupaten berdasar tahapan penetapan
Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang eliminasi malaria pada tahun yaitu Provinsi Bali
Pemerintahan Daerah, telah menentukan agar (Kabupaten Karangasem) untuk tahun 2010, diikuti
otonomi Daerah diarahkan untuk mempercepat Provinsi Kepulauan Riau (Kabupaten Bintan) untuk
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui tahun 2015, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Kabupaten

278
Analisis Implementasi Kebijakan Eliminasi Malaria di Indonesia (Betty Roosihermiatie, dkk.)

Lombok Barat) untuk tahun 2020, dan Provinsi Maluku Desa (JMD) pada tahun 2012 dengan APBD Kab/
Utara (Kabupaten Halmahera Selatan) untuk tahun Kota. Langkah penanggulangan/pencegahan malaria
2030. Selanjutnya di masing-masing kabupaten di daerah endemis menurut Peraturan Gubernur
diambil 2 (dua) puskesmas endemis malaria untuk tentang eliminasi malaria bahwa perawat melakukan
dikaji pelaksanaan kebijakan eliminasi malaria. pengawasan, koordinasi lintas program (kesehatan
Stakeholders yang dipilih yaitu Dinas Kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit)
Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten, dengan serta dengan memantau orang/kasus panas.
lintas program yaitu Bidang Tata Usaha (Kepegawaian, Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karangasem
Keuangan, Sarana), Pelayanan Kesehatan, Farmasi, adalah menganggarkan JMD dan tenaga kontrak
dan pengelola Program yaitu Program Pencegahan pembersih lumut dengan gaji kecil. Puskesmas tidak
malaria, Program Penyehatan Kesehatan Lingkungan, langsung mengobati kasus curiga malaria, tetapi
Program Kesehatan Ibu dan Anak, Program Usaha melakukan pemeriksaan konfirmasi laboratorium.
Kesehatan Sekolah, Program Promosi Kesehatan. Penderita malaria hasil pemeriksaan laboratorium
Responden Puskesmas, masing-masing dipilih Kepala akan dikunjungi kader (home visit) untuk mendapat
Puskesmas dan pemegang Program Pencegahan obat karena daerah malaria umumnya jauh. Satu
Malaria. Pengumpulan data dilakukan melalui kasus malaria di Provinsi Bali dianggap Kejadian Luar
diskusi kelompok terarah dan analisis data secara Biasa (KLB) maka tim surveilans Puskesmas maupun
deskriptif. di Dinkes Kabupaten menindaklanjuti untuk mencari
penyebabnya.
HASIL Pemerintah Provinsi Bali memiliki komitmen tinggi
mencegah penyakit menular termasuk malaria karena
Provinsi Bali, Kabupaten Karangasem merupakan daerah pariwisata. Inovasi dilakukan
Pemahaman terhadap kebijakan eliminasi Pemerintah Propinsi Bali dengan pencanangan
malaria, di Provinsi Bali ditindaklanjuti dengan “Clean and Green” yaitu kebersihan untuk penyehatan
Peraturan Gubernur No 10 tahun 2010 tentang tata lingkungan yang didukung institusi dan lintas sektor.
cara pelaksanaan Eliminasi Malaria di Provinsi Bali Kabupaten Karangasem juga mencanangkan “Clean
dan dengan pembentukan Kelompok-kelompok kerja. and Green” dan SKPD melaksanakan kegiatan dalam
Eliminasi malaria di Provinsi Bali dilakukan secara menjaga kebersihan pantai dengan penanaman
bertahap dari Kabupaten/Kota berdasarkan situasi pohon, yaitu 1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) menanam
malaria dan sumber daya yang tersedia. 1 pohon.
Pada saat ini Provinsi Bali berada pada tahap Kesinambungan kegiatan eliminasi malaria di
pra-eliminasi dan yang diharapkan tercapai pada Provinsi Bali dilaksanakan secara bertahap. Kegiatan
tahun 2012. Annual Parasite Incidence < 0,1 per 1000 pemberdayaan masyarakat dalam upaya pencegahan
populasi (Dinkes Provinsi Bali, 2010) dan masih ada malaria, adalah kegiatan masyarakat menanam
kasus indigenous di daerah endemis yang berbatasan pohon pengusir nyamuk di Karangasem atau di
dengan provinsi lain seperti Kabupaten Jembrana daerah Sukowati dan membuat krim pengusir nyamuk
dengan Kabupaten Banyuwangi (Provinsi Jawa dari daun/buah timol.
Timur), Kabupaten Karangasem dengan Provinsi Proporsi dan pendanaan terhadap Kebijakan
NTB, Kabupaten Klungkung dengan Pulau Nusa Eliminasi Malaria adalah anggaran program malaria
Penida (sebelah timur Provinsi NTB). sebesar 5,6% (Rp. 661.533.750,-) dari total anggaran
Peraturan Gubernur Provinsi Bali No 10/ 2010 diikuti kesehatan sedangkan di Dinas Kesehatan Karang
dengan Peraturan Bupati Karangasem No. 2/2010 Asem sebesar Rp. 286.444.000,- (Dinkes Kabupaten
tentang eliminasi Malaria di Kabupaten Karangasem. Karang Asem, 2010).
Peraturan Bupati tersebut sudah dikomunikasikan
sehingga memperoleh dukungan Pemda dengan
Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Bintan
diterbitkannya surat edaran pelaksanaan eliminasi
malaria untuk RSUD dan Puskesmas. Pemahaman terhadap kebijakan eliminasi malaria
Penerapan Kebijakan Eliminasi Malaria, di Provinsi merupakan tatanan operasional dengan pelaksanaan
Bali dengan mengalokasikan dana untuk Juru Malaria di Kabupaten. Target eliminasi malaria di Pulau Batam

279
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 18 No. 3 Juli 2015: 277–284

pada tahun 2010 diharapkan tercapai pada tahun hitam. Hal ini secara tidak langsung berdampak positif
2015 karena adanya vektor breeding sebagai dampak pada eliminasi malaria.
pembangunan. Kesinambungan (waktu) terhadap Kebijakan
Prioritas eliminasi malaria di Provinsi Kepulauan Eliminasi Malaria, dilakukan pemberdayaan
Riau yaitu di Batam, Bintan dan Karimun (Babinkar) masyarakat dengan desa siaga aktif agar mereka
karena API 1 < API < 5 per 1000 penduduk (Dinkes tanggap terhadap kondisi bebas vektor. Terdapat
Provinsi Riau, 2010). Kegiatan eliminasi malaria telah upaya melibatkan perusahaan melalui Corporate
dilakukan mulai program Gebrak Malaria pada tahun Social Responsibility, seperti di daerah pengembangan
2003/2004 dan sejalan dengan pembangunan bidang pariwisata, di pantai Lahoi.
kesehatan, prioritas ke-6. Proporsi dan pendanaan terhadap Kebijakan
Kebijakan eliminasi malaria di Kabupaten Bintan Eliminasi Malaria, APBD Provinsi Kepulauan Riau
berdasar Instruksi Bupati diterbitkan pada Juli 2011 tahun 2008/9 sebesar Rp. 1.544.920.300,- dan dana
tentang eliminasi malaria. Strategi kegiatan eliminasi Global Fund malaria sebesar Rp. 1.459.066.181,-.
malaria di Kabupaten Bintan dengan memperluas Proporsi anggaran Program Pencegahan Malaria
penggunaan RDT, pengobatan dengan Artemisinin Dinkes Kabupaten Bintan sebesar 1,28% (Rp
Combine(ACT), penggunaan kelambu, penyemprotan, 286.000.000,-) dari total anggaran kesehatan (Dinkes
Mass Blood Survey, Mass Fever Survey. Kabupaten Bintan, 2010), selain dana dari donor
Penerapan Kebijakan Eliminasi Malaria di Provinsi Global Fund sebesar Rp. 210.000.000,-.
Kepulauan Riau dalam program pencegahan malaria
yang dilaksanakan Puskesmas dengan 2 cara yaitu 1)
Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten
menekankan pelayanan kuratif di Kota Batam, dan 2)
Lombok Barat
pencegahan di Kabupaten Bintan. Selain itu, dilakukan
revitalisasi puskesmas untuk menanggulangi masalah Pemahaman terhadap kebijakan eliminasi
seperti geografis daerah sulit (Puskesmas Kelong), malaria, di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai
pendanaan kurang, pemberdayaan masyarakat tindaklanjut Dinkes Provinsi NTB adalah memberikan
rendah ataupun tenaga kurang karena mutasi. surat edaran ke Kab/Kota untuk operasionalisasi
Komitmen atau prioritas terhadap Kebijakan kebijakan eliminasi malaria. API cenderung menurun
Eliminasi Malaria, setiap puskesmas di Propinsi dari 4,0 per 1000 penduduk pada tahun 2008 menjadi
Kepulauan Riau berupa dilengkapi mikroskop dan 1,02 per 1000 penduduk pada tahun 2010 (Dinkes
diadakan pelatihan petugas malaria. Peningkatan Provinsi NTB, 2010). Adapun kegiatan pencegahan
sarana dan prasarana juga dilakukan untuk malaria sebagaimana gerakan pemberantasan
meningkatkan akses, cakupan dan keterjangkauan (Gebrak) malaria menurut Peraturan Gubernur tahun
puskesmas tetapi kadang terhambat prioritas 2003/2004 dengan pembentukan pokja-pokja lintas
pembangunan fisik. sektor. Tetapi saat ini kegiatan Tim Gebrak Malaria
Intervensi program malaria yang dilakukan di tidak aktif.
Kabupaten Bintan dengan Juru Malaria Desa (JMD), Dinkes Kabupaten Lombok Barat melakukan
konfirmasi malaria dengan pemeriksaan mikroskopis, komunikasi, advokasi, motivasi dan sosialisasi Surat
penyemprotan, larvaciding, penggunaan kelambu Edaran tentang eliminasi malaria kepada Pemerintah
untuk ibu hamil dan balita. Daerah. Kegiatan program malaria sesuai Surat
Inovasi terhadap Kebijakan Eliminasi Malaria Keputusan tentang Gebrak Malaria tahun 2006/2007
berupa Memorandum of Understanding dengan PKK yaitu kegiatan pra-eliminasi. Kegiatan Tim Gebrak
untuk pengendalian penyakit terkait pencapaian MDG’s malaria Kabupaten Lombok Barat dengan pokja-pokja
melalui pemeriksaan jentik. Selain itu Pemerintah lintas sektor melalui Forum Kota Sehat tetapi saat ini
Kabupaten Bintan juga mengalokasikan dana untuk tidak aktif.
Jamkesda dalam pembiayaan untuk masyarakat Penerapan Kebijakan Eliminasi Malaria oleh
miskin. Dinas Kesehatan Provinsi adalah upaya penemuan
Di Kabupaten Bintan terdapat lomba daerah/desa kasus secara aktif, pengobatan malaria dengan
sehat dengan salah satu kriteria yaitu bebas jentik dan obat standar arterakine, diagnosa dengan RDT,
daerah yang tidak sehat diberi tanda berupa bendera penggunaan kelambu, pembentukan posmaldes,

280
Analisis Implementasi Kebijakan Eliminasi Malaria di Indonesia (Betty Roosihermiatie, dkk.)

Mass Blood Survey. Selain itu Dinas Kesehatan memperbaiki sistem meliputi penguatan sumber daya,
Kabupaten Lombok Barat melakukan pelatihan laboratorium, pembiayaan, perencanaan pemenuhan
petugas malaria dan peningkatan pengetahuan kebutuhan obat serta penguatan upaya penyehatan
masyarakat. Adapun puskesmas di Kabupaten dan pengendalian lingkungan. Malaria Center di
Lombok Barat juga melakukan intervensi ke sumber Kabupaten Halmahera Selatan merupakan penggerak
penularan, pemeriksaan laguna, Mass Blood Survey pemberantasan malaria melalui pemenuhan SDM dan
di sekolah-sekolah. obat karena merupakan wilayah kepulauan. Kendala
Komitmen atau prioritas terhadap Kebijakan penerapan kebijakan Pemerintah Pusat di Provinsi
Eliminasi Malaria, di Provinsi Nusa Tenggara Barat Maluku Utara adalah keterbatasan sumber daya
memprioritaskan pada pelaksanaan kegiatan eliminasi seperti tenaga kesehatan di desa, kebutuhan obat/
malaria di tingkat Puskesmas. Inovasi terhadap logistik besar karena daerah endemis malaria, biaya
kebijakan tersebut dengan diagnosa dini malaria transportasi di daerah kepulauan mahal, keterbatasan
menggunakan RDT sampai lini depan seperti polindes komunikasi, dan lain-lain.
sedangkan untuk penanganan penderita malaria di Komitmen atau prioritas terhadap Kebijakan
Pos Malaria Desa. Eliminasi Malaria di Provinsi Maluku Utara, dengan
Kesinambungan terhadap Kebijakan Eliminasi kegiatan terkait seperti surveilans malaria terpadu
Malaria, dirasakan agak sulit karena sumber setiap minggu dan penanggulangan KLB. Bupati
pendanaan terutama dari donor (Global Fund). Halmahera Selatan mendeklarasikan pemberantasan
Pemberdayaan masyarakat di NTB bersifat kasualistik malaria dengan lintas sektor pada tahun 2003.
antara lain karena pembenihan ikan dapat dijual dan Inovasi terhadap Kebijakan Eliminasi Malaria yaitu
bernilai ekonomi. Participatory Learning Action berupa pemberdayaan
Proporsi pendanaan terhadap Kebijakan masyarakat melalui key persons, Kepala Desa. Upaya
Eliminasi Malaria di Dinkes Propinsi NTB, anggaran ini untuk meningkatkan pengetahuan dan mengurangi
program malaria 21,32% (Rp. 3.082.705.500,-) dari tempat perindukan nyamuk seperti menghilangkan
total anggaran kesehatan sedangkan di Kabupaten genangan untuk mencegah malaria.
Lombok Barat 0,95% (Rp. 474.387.800,-) (Dinkes Kesinambungan (waktu) terhadap Kebijakan
Lombok Barat, 2010). Eliminasi Malaria, Pemerintah Maluku Utara
memprioritaskan pemberantasan malaria untuk
mengurangi beban penyakit dan secara tidak langsung
Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Halmahera
akan meningkatkan ekonomi masyarakat.
Selatan
Proporsi anggaran malaria Dinkes Kabupaten
Pemahaman terhadap kebijakan eliminasi malaria Halmahera Selatan sebesar 1,54% (Rp. 315.724.110,-)
di Provinsi Maluku Utara berdasar Instruksi Gubernur dari total (Dinkes Kabupaten Halmahera Selatan,
Maluku Utara No 3/ 2003 tentang pembentukan pusat 2010) di mana dana tersebut seluruhnya merupakan
pengendalian malaria (Malaria Center). Adapun di dana Global Fund.
Kabupaten Halmahera Selatan dengan Peraturan
Daerah No 3 tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Halmahera PEMBAHASAN
Selatan. Adapun Instruksi Bupati tentang pembentukan Pemerintah Indonesia telah melaksanakan
pokja-pokja lintas sektor untuk melakukan kegiatan program pemberantasan penyakit malaria dengan
sesuai program. Saat ini Pemerintah Kabupaten pembagian daerah yaitu Jawa-Bali dan luar Jawa
Halmahera Selatan dalam proses penerbitan Peraturan Bali. Program vector control dan pengobatan malaria
Daerah tentang pemberantasan malaria. Sejak Instruksi secara active case detection dilakukan di daerah
Gubernur tahun 2003, API menurun lebih 50% dari 134 Jawa-Bali serta passive case detection di daerah luar
per 1000 penduduk menjadi 34 per 1000 penduduk Jawa-Bali. Program pemberantasan malaria dengan
(Dinkes Provinsi Maluku Utara, 2010). penyemprotan insektisida tercapai di beberapa daerah
Penerapan Kebijakan Eliminasi Malaria di Pulau Jawa namun memerlukan biaya yang besar.
sebagai tindak lanjut Instruksi Gubernur tahun Pada era pembangunan yaitu mulai tahun 2000
2003 adalah pembentukan malaria center untuk dilakukan pengobatan malaria dengan penegakan

281
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 18 No. 3 Juli 2015: 277–284

Tabel 1. Rangkuman Kebijakan Eliminasi Malaria di Indonesia Menurut Komponen Kebijakan


Komponen Kenyataan menurut Kesenjangan Usulan/Kesepakatan
No Poin Kebijakan
Kebijakan Hasil Penelitian yang terjadi pemecahan Masalah
1 Pemahaman Kebijakan Eliminasi Memahami dan Masih ada daerah yang Menerbitkan peraturan
malaria dimana menindaklanjuti belum menerbitkan tentang eliminasi
tidak ada malaria kegiatan eliminasi kebijakan tentang malaria
endogenous malaria dengan eliminasi malaria di semua daerah
peraturan di kab/
kota. Sedangkan di
Provinsi NTB juga perlu
sosialisasi kebijakan
tersebut.
2 Penerapan Pelaksanaan Peningkatan penemuan Masih ada daerah Meningkatkan akses
tahapan kegiatan kasus panas atau dengan yang mengobati untuk konfirmasi
dalam diagnosa dini curiga malaria oleh malaria klinis malaria sampai di
dan pengobatan Juru Malaria Desa. desa seperti dengan
tepat sesuai dosis. Penguatan Puskesmas penggunaan RDT
dalam pemeriksaan terutama di daerah
laboratorium agar sulit.
mendapat pengobatan
tepat. Peningkatan
sarana-prasarana dalam
program pencegahan
malaria.
3 Komitmen Dukungan Pelaksanaan eliminasi Komitmen terhadap Peningkatan upaya
di tingkat primer oleh seluruh kegiatan pencegahan malaria
Puskesmas mulai meliputi diagnosa dini, di puskesmas
pencarian curiga pengobatan tepat dan
malaria, diagnosa peningkatan sarana
laboratorium dan prasarana serta
pengobatan tepat, pemerataan terutama di
pencegahan. daerah sulit
4 Inovasi Kegiatan lokal Pencanangan Belum mencakup Dapat dikembangkan
spesifik dalam kebersihan lingkungan, daerah yang luas ke daerah yang lebih
mempercepat penanaman pohon luas
pencapaian atau mangrove,
eliminasi malaria sampai pemberdayaan
posmaldes dan
pemberdayaan tokoh
kepala desa.
5 Kesinam- Keberlangsungan Pemberdayaan Kesinambungan kurang Perlu upaya
bungan masyarakat dengan peningkatan
menggunakan pemberdayaan
sumberdaya lokal. masyarakat, misalnya
dengan pelatihan/
refreshing
6 Pendanaan Alokasi dan proporsi Sama sekali tidak Ada daerah yang tidak Perlu peningkatan
dan proporsi anggaran mengalokasikan APBD mengalokasikan dana pendanaan oleh
untuk program malaria. daerah terutama di
era desentralisasi.

282
Analisis Implementasi Kebijakan Eliminasi Malaria di Indonesia (Betty Roosihermiatie, dkk.)

diagnosa untuk pengobatan tepat malaria, dan pada diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium dan
tahun 2005 dicanangkan Gerakan Berantas Kembali pengobatan malaria dengan Artemisin Combined
(Gebrak) malaria (Kemenkes, 2013). Therapy (ACT) walaupun masih ada yang melakukan
Pada tahun 2009 Pemerintah menetapkan SK pengobatan malaria klinis. Ketersediaan sarana dan
Menkes No 293 tentang eliminasi malaria. Kebijakan prasarana puskesmas di daerah endemis malaria perlu
ini sejalan dengan komitmen MDGs target 6 untuk terus ditingkatkan terutama pemeriksaan laboratorium
menurunkan malaria yang menyebabkan beban dan penyediaan Artemisin Combined Therapy (ACT)
penyakit dan menurunkan produktivitas manusia. untuk pengobatan tepat dalam mencegah resistensi.
Eliminasi malaria adalah membatasi malaria di suatu Selain itu, tenaga kesehatan laboratorium untuk
daerah geografis tertentu terhadap malaria impor penegakan diagnosa, dokter untuk pengobatan tepat
dan vektor malaria serta tidak adanya endigenous dan konselingnya, sanitasi lingkungan untuk kontrol
malaria dalam waktu 3 tahun berturut-turut. Kebijakan vektor malaria diharapkan ada di seluruh puskesmas
eliminasi malaria tersebut dilakukan secara bertahap di daerah endemis malaria.
yaitu Tahap eradikasi: belum semua unit pelayanan Dukungan pendanaan daerah dibutuhkan untuk
kesehatan mampu memeriksa kasus secara reward Juru Malaria Desa (JMD) dalam meningkatkan
laboratorium/mikroskopis, cakupan pelayanan dan penemuan kasus suspek malaria. Hasil analisis
sumber daya terbatas serta Slide Positif Rate (SPR) menunjukkan bahwa penganggaran program malaria
> 5%; Tahap Pra Eliminasi: semua unit pelayanan di kabupaten studi antara 0,95-5,6% bahkan terdapat
kesehatan sudah mampu memer iksa kasus daerah yang seluruh anggarannya berasal dari donor
secara laboratorium/mikroskopis, semua malaria sehingga dalam era desentralisasi ini perlu ditingkatkan
klinis diperiksa sediaan darahnya dan SPR < 5%, komitmen daerah mengalokasikan anggaran program
peningkatan surveilans, Annual Parasite Incidence malaria yang sesuai dengan target. Selain itu, kegiatan
(API) < 1/1000 penduduk berisiko; Tahap Eliminasi: surveilans perlu terus ditingkatkan terutama untuk
API < 1/1000 penduduk berisiko dalam wilayah Kab/ analis data serta penggunaannya untuk perencanaan
Kota atau setingkat, surveilans termasuk Active Case dan pelaksanaan program pencegahan malaria.
Detection (ACD) berjalan baik; Tahap Pemeliharaan: Kementerian Kesehatan memberikan sertifikat
kasus malaria indigenous tetap nol dan surveilans eliminasi malaria pertama kali kepada Kabupaten
dipertahankan baik. Kepulauan Seribu pada tahun 2013, kemudian diikuti
Menurut WHO (2014) dari kegiatan pencegahan kabupaten/kota yang lain. Studi tentang analisis
menuju eliminasi malaria diperlukan fisibilitas teknik, implementasi eliminasi malaria di Kota Tomohon
operasional dan anggaran. Dalam fisibilitas teknik Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan perlu
yaitu apakah eliminasi malaria dapat dicapai sesuai peningkatan sumber daya manusia yaitu perawat,
target tahun, fisibilitas operasional yaitu apakah dokter dan tenaga laboratorium (V.M.V. Renwarin,
kebijakan, surveilans, sumber daya dapat memenuhi, J.M.L.Umboh dan G.D. Kandou, 2014). Sedangkan
dan fisibilitas anggaran yaitu apakah daerah dapat pelaksanaan eliminasi malaria di Kabupaten Purworejo
menyediakan dana yang diperlukan untuk kegiatan Provinsi Jawa Tengah menghadapi tantangan yaitu
dalam mencapai eliminasi malaria. faktor alam, kependudukan, kebijakan dan program
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat pemerintah daerah serta ketersediaan data dan
dan Kabupten Lombok Barat masih menggunakan informasi (Gusti Ayu Ketut Surtiari et al, 2014).
kebijakan Gebrak malaria sehingga perlu segera Penelitian eliminasi malaria banyak dilakukan di
diterbitkan kebijakan eliminasi malaria. Pelaksanaan negara lain. Penelitian di Afrika Selatan menunjukkan
pencegahan malaria di kabupaten studi terutama fisibilitas mencapai eliminasi malaria dengan
dalam tahap pra-eliminsi walaupun di Provinsi Bali memperhatikan faktor-faktor yaitu distribusi vektor,
sudah mencapai API < 1 per 1000 penduduk berisiko. status resistensi insektisida, dan penggunaan obat
Tantangan pencapaian eliminasi malaria di Indonesia malaria (R. Maharaj et all, 2012). Chiyaka et al (2013)
antara lain perpindahan penduduk atau tenaga kerja menyatakan untuk mencapai eliminasi malaria
dalam pembangunan yang banyak dilakukan oleh diperlukan stabilitas eliminasi malaria dalam waktu
kabupaten/kota. lama melalui surveilans data yang tentunya didukung
Puskesmas di daerah studi melakukan penegakan oleh sistem kesehatan yang baik.

283
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 18 No. 3 Juli 2015: 277–284

KESIMPULAN DAN SARAN Indonesia. Undang-Undang, Peraturan, dsb. 2004.


Keputusan Menteri Kesehatan No. 131/SK/Menkes/
Kesimpulan II/2004 tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Kabupaten yang belum menerbitkan kebijakan Jakarta.
tentang eliminasi malaria menunjukkan komitmen Indonesia. Undang-Undang, Peraturan, dsb. 2009.
eliminasi malaria belum maksimal. Puskesmas di Keputusan Menteri Kesehatan No. 293/SK/Menkes
daerah studi melakukan penegakan diagnosa dengan IV/2009 tentang Eliminasi malaria di Indonesia.
Jakarta.
pemeriksaan laboratorium dan pengobatan malaria
Departmen Kesehatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia
dengan Artemisin Combined Therapy (ACT) walaupun
tahun 2007. Jakarta.
masih ada yang melakukan pengobatan malaria Departmen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia
klinis. Terdapat dukungan pendanaan daerah untuk tahun 2008. Jakarta.
reward Juru Malaria Desa (JMD) dalam meningkatkan Departmen Kesehatan RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia
penemuan kasus suspek malaria. Namun hasil analisis tahun 2009. Jakarta.
menunjukkan bahwa penganggaran program malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem. 2010.
di kabupaten studi antara 0,95–5,6% bahkan terdapat Laporan Tahunan Malaria tahun 2010. Kabupaten
daerah yang seluruh anggarannya dari donor. Karangasem.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan, Seksi P2 Malaria. 2010.
Saran Laporan Tahunan Malaria tahun 2010. Kabupaten
Perlu advokasi agar semua daerah endemis Bintan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, Seksi P2
malaria mengikuti penerbitan kebijakan eliminasi
Malaria. 2010. Laporan Tahunan Malaria tahun 2010.
malaria di daerah. Diperlukan intervensi program
Kabupaten Lombok Barat.
prioritas dengan menetapkan target dan waktu Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Selatan, Seksi P2
pencapaian eliminasi malaria. Selain itu, kegiatan Malaria. 2010. Laporan Tahunan Malaria tahun 2010.
surveilans ditingkatkan terutama analis data perlu Kabupaten Halmahera Selatan.
ditingkatkan untuk stabilitas penyakit malaria. Perlu Gill Walt. 1996. Health Policy: An Introduction to Process
advokasi ke Pemda untuk memperoleh komitmen and Power. Witwaterstrand University Press.
pendanaan, pemerataan/mutasi SDM kesehatan, Gusti Ayu Ketut Surtiari, dkk. (t.th). Perubahan Iklim
peningkatan sarana/prasarana kesehatan, dan dan Malaria di Perdesaan: Respons Pemerintah
dan Masyarakat Madani di Kebumen dan Malaria.
peningkatan sistem kesehatan dalam kegiatan
Tersedia pada: www.http://kependudukan.lipi.go.id/
program pencegahan untuk mencapai eliminasi
id/kajian-kependudukan/kesehatan-masyarakat/94-
malaria. perubahan-iklim-dan-malaria-di-perdesaan-respon-
pemerintah-dan-masyarakat-madani-di- kebumen-
UCAPAN TERIMA KASIH dan-malaria.
Kementerian Kesehatan RI., Dirjen P2PL. 2013. Profil
Kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Dinas Kesehatan 1) Provinsi Bali dan Kabupaten Tahun 2012. Jakarta.
Karang Asem, 2) Provinsi Riau dan Kabupaten Bintan, Pat Dale et al. 2005. Malaria In Indonesia: A Summary Of
3) Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Recent Research Into Its Environmental Relationships.
Lombok Barat dan 4) Provinsi Maluku Utara dan The Southeast Asia Journal of Tropical Medicine and
Kabupaten Halmahera Selatan. Public Health, 36 (1)
Rajendra Maharaj et al. (s.a). The feasibility of malaria
elimination in South Africa. Malaria Journal,
DAFTAR PUSTAKA 11(423).
Veronica M.V. Renwarin, J.M.L.Umboh, G.D. Kandou.
Bruce-Chwatt LJ. 1990. Essential Malariology. London:
2014. Analisis Pelaksanaan Program Eliminasi
William Heinemann Medical Book.
Malaria di Kota Tomohon. Jurnal Ilmu Kesehatan
Chiyaka AJ, et al. 2013. Stability of malaria elimination.
Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, Suplemen,
Science, 339 (6122): 909-910.
4 (4) Oktober.
Indonesia. Undang-Undang, Peraturan, dsb. 2003.
WHO. 2014. Manual: From malaria control to malaria
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1479/SK/Menkes/
elimination. Geneva.
X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimum.
William N. Dunn. 2007. Public Policy Analysis. New Jersey:
Jakarta.
Prentice Hall.
284

Anda mungkin juga menyukai