Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PENDERITA MALARIA
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II

Disusun Oleh :
Kelas : II/A2
1. Baiti Puspita Damayanti (P1337420117087)
2. Dina Nur Halimah (P1337420117069)
3. Fifi Rahmawati Dewi (P1337420117045)
4. Joanah Rizka Putri A (P1337420117047)
5. Ksatria Ray Adhitya (P1337420117052)
6. Meira Dewi Puspita W (P1337420117067)
7. Muhammad Saiful Anwar (P1337420117051)
8. Nova Herawati (P1337420117050)
9. Vania Hana Ghaida (P1337420117075)

DIII KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN AJARAN 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan
oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan
splenomegali (Mansjoer, 2001).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia World Malaria Report 2005. Pada akhir
2004, sekitar 3,2 milyar orang tinggal di daerah beresiko penularan malaria di 107
negara dan teritori. Antara 350 dan 500 juta episode klinis malaria terjadi setiap
tahun. Setidaknya satu juta kematian terjadi setiap tahun karena malaria. Sekitar
60% dari kasus malaria di seluruh dunia dan lebih dari 80% dari kematian akibat
malaria di seluruh dunia terjadi di Afrika Selatan yaitu di Sahara. Malaria masih
menjadi masalah kesehatan besar dengan 300-500 juta kasus per tahun
dilaporkan.
Malaria adalah masalah potensial di hampir semua daerah di luar pusat-pusat
metropolitan utama di Indonesia. Dalam hal ini akan lebih efektif dan lebih sehat
untuk lebih mengandalkan langkah-langkah anti-nyamuk dari pada obat anti-
parasit. Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
Indonesia, khususnya diluar Jawa dan Bali, di Indonesia transmigrasi ke daerah
non endemik sering menyebabkan terjadinya letusan atau wabah yang
menimbulkan kematian. Lebih dari setengah penduduk Indonesia masih hidup di
daerah dimana terjadi penularan malaria, sehingga beresiko tertular malaria.
Sekarang ada beberapa kasus dilaporkan malaria di daerah wisata yang
sebelumnya bebas dari penyakit. (Chairuddin Meuraxa, 2004)
Jumlah penderita malaria di Sumatra Selatan (Sumsel) sejak Januari-Oktober
2009 mencapai 22.069 kasus yang sebagian besar masih dirawat di Rumah Sakit
Umum setempat. Pasien penderita malaria itu hingga saat ini ada 1916 orang yang
masih menjalani rawat jalan, dan ada beberapa penderita sedang menjalani rawat
inap di Rumah Sakit Umum setempat. Oleh karena itu, diperlukan adanya tim
yang disiagakan untuk mengadakan pengawasan terhadap penyebarannya. Untuk
mencegahnya diperlukan kerjasama berbagai pihak terkait agar kasus malaria di
daerah itu dapat dikurangi. Hal lain yang tidak kalah penting adalah merubah pola
hidup masyarakat untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan. Selain itu
dijelaskan, Jhoni, tidak hanya pihak Rumah Sakit Umum setempat dan Dinas
Kesehatan saja yang dilibatkan mengawasi hal ini, tapi termasuk anggota tim
penggerak kesejahteraan keluarga setempat.
(http://depkes.blogspot.com/malaria.html.)
Penyakit malaria ini bukan merupakan penyakit sepuluh terbesar di RSUD
Palembang Bari dan penyakit malaria ini juga tidak termasuk penyakit sepuluh
terbesar di ruangan perawatan umum laki-laki di RSUD Palembang Bari.
Sindrom klinis yang disebabkan oleh malaria berbeda tergantung apakah
pasien tinggal di daerah dengan penularan malaria endemis yang stabil (terus-
menerus) atau penularan labil (kadang-kadang dan/atau jarang).
Di daerah dengan penularan stabil, penyakit mempengaruhi anak dan orang
dewasa dengan cara yang berbeda. Anak mengalami infeksi kronis dengan
parasitemia berulang yang mengakibatkan anemia berat dan sering kematian.
Di daerah dengan penularan labil, kekebalan tidak terdapat, sehingga hampir
semua perwujudan klinis adalah penyakit demam akut yang dapat menghasilkan
malaria serebral (pada susunan saraf pusat) dan kematian pada orang dengan
semua usia.
Cara penularannya tergantung faktor setempat; seperti pola curah air hujan,
kedekatan antara lokasi perkembangbiakan nyamuk dengan manusia, dan jenis
nyamuk di wilayah tersebut.
Dikenal istilah ‘endemis malaria’. Epidemik yang luas dan berbahaya dapat
terjadi ketika parasit yang bersumber dari nyamuk yang masuk ke wilayah di
mana masyarakatnya memiliki kontak dengan parasit namun memiliki sedikit atau
bahkan sama sekali tidak memiliki kekebalan terhadapa malaria. Dapat pula
terjadi ketika orang dengan tingkat kekebalan rendah pindah ke wilayah yang
memiliki kasus malaria tetap. Epidemik ini dapat dipicu dengan kondisi iklim
basah dan banjir, atau perpindahan masyarakat akibat konflik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari malaria ?
2. Apa saja etiologi dari malaria ?
3. Bagaimana cara penularan dari malaria ?
4. Apa saja jenis dari malaria ?
5. Apa saja jenis jenis nyamuk yang menyebabkan malaria ?
6. Bagaimana patofisiologi dari malaria ?
7. Apa saja manifestasi klinis dari malaria ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada malaria ?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada malaria ?
10. Apa saja komplikasi dari malaria ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada malaria ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian malaria.
2. Mengetahui etiologi malaria.
3. Mengetahui cara penularan dari malaria.
4. Mengetahui jenis malaria.
5. Mengetahui jenis nyamuk yang menyebabkan malaria.
6. Mengetahui patofisiologi dari malaria.
7. Mengetahui manifestasi klinis dari malaria.
8. Mengetahui pemeriksaan klinis padaa malaria.
9. Mengetahui penatalaksanaan pada malaria.
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada malaria.
BAB II
ISI
A. Pengertian
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa
parasit yang merupakan golongan plasmodium, dimana proses penularanya
melalui gigitan nyamuk anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali
terdapat diwilayah tropik , misalnya Amerika, Asia, dan Afrika. Ada 4 jenis
plasmodium parasit yang dapat meng-infeksi manusia, namun yang sering kali di
temukan pada kasus penyakit malaria adalah plasmodium falciparum dan
plasmodium vivax. Lainnya adalah plasmodium overle dan plasmodium
malariae. (Nurarif & Kusuma, 2012, hal. 291)
Infeksi malaria disebabkan oleh adanya parasit plasmodium didalam darah
atau jaringan yang dibuktikan dengan pemeriksaan mikroskopik yang positif,
adanya antigen malaria dengan tes cepat, ditemukan DNA/RNA parasit pada
pemeriksaan PCR. Infeksi malaria dapat memberikan gejala mengigil, anemia,
dan splemegali. Pada individu yang sistem imunnya baik dapat berlangsung tanpa
gejala (asimtomatis). Penyakit malaria (asimtomatis) : ialah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium didalam eritrosit dan biasanya
disertai dengan gejala demam. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi
malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi
sistemik yang dikenal malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang menyerupai
malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis. (Setiati, 2014, hal.
595)

B. Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat
menyebabkan infeksi yaitu :
1. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan
malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
2. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai
perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan
menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
3. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria
quartana/malariae (demam tiap hari empat).
4. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, di
Indonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang
paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan
malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan
spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari,
Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium
falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

C. Cara Penularan dan Siklus Hidup


Tergantung faktor setempat; seperti pola curah air hujan, kedekatan antara
lokasi perkembangbiakan nyamuk dengan manusia, dan jenis nyamuk di wilayah
tersebut.
Dikenal istilah ‘endemis malaria’ dan ‘musim malaria’ Epidemik yang luas
dan berbahaya dapat terjadi ketika parasit yang bersumber dari nyamuk masuk ke
wilayah di mana masyarakatnya memiliki kontak dengan parasit namun memiliki
sedikit atau bahkan sama sekali tidak memiliki kekebalan terhadapa malaria.
Atau, ketika orang dengan tingkat kekebalan rendah pindah ke wilayah yang
memiliki kasus malaria tetap. Epidemik ini dapat dipicu dengan kondisi iklim
basah dan banjir, atau perpindahan masyarakat akibat konflik.

D. Jenis-Jenis Malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis
plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
1. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang
paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali,
parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14
hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh
Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa ring/ cincin kecil yang
berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies
yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup.
Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah
yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada
lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik
lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka
komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria,
dan Black Water Fever).
2. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan
Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru.
Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-
kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae
mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete.
Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain
yaitu nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise
umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom
nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di
temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan
hipertensi.
3. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium
Malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen
hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah
bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler
dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua
malaria disebabkan oleh Plasmodium Ovale. Masa inkubasi 11-16 hari,
walaupun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan
jarang terjadi lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi dan terjadi pada malam
hari.
4. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit
muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip
dengan Plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit
vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan
pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh
eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara
periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam
berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang sistem tubuh,
malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang
ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya
komplikasi.

E. Karakteristik Nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya
sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di
Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada
pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar
(Slamet, 2002).
Karakteristik nyamuk Anopheles adalah sebagai berikut :
1. Hidup di daerah tropis dan sub tropis ditemukan hidup di dataran rendah
2. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
3. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit
manusia (menghisap darah)
4. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
5. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut
48 derajat
6. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .
7. Lebih senang hidup di daerah rawa

F. Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
1. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam
tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di
dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan
betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh
Anopheles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari
gametosit jantan dan betina menjadi zigot, yang kemudian mempenetrasi
dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu,
sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja,
2002).
Fase eritrosit dimulai dari merozoid dalam darah menyerang eritrosit
membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit.
Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi
bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit
dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/ inkubasi
intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai
timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001).

2. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang
terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan
“sporozoit” ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di
sel-sel parenkim hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami
pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari
kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam
hati ini di namakan “Pra -eritrositer primer”. Terjadi di dalam darah. Sel darah
merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung
hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit
diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di
hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan
diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen
bilirubin yang dikeluarkan bersamaan dari usus halus.
Dari sebagian merozoit masuk ke sel-sel darah merah dan berkembang
menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa
atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder”. Dalam waktu 48
-72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat
memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah,
penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit
dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis
Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh
manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.
G. Pathway

H. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dengan malaria secara umum
menurut Mansjoer (2000) antara lain sebagai berikut :
1. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang
(sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon
tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria
Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas
demamnya tiap 4 hari. Setiap serangan di tandai dengan beberapa serangan
demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria
proxysm) secara berurutan :
a. Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil
sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai
sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit
sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
b. Periode panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi
sampai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri
retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun),
kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak).
Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih,
diikuti dengan keadaan berkeringat
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering
tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan
pekerjaan biasa.
2. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas
Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras
karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah
(Corwin, 2000). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika
membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri,
lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran
pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan
terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilikus dan fossa iliaka dekstra.
3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat
adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran
eritrosit yang berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced
survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis
dalam sumsum tulang (Mansjoer).
4. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat
kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah
merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
a. Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang
berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang
berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di
hasilkan.
b. Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada
disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
c. Ikterus obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu, keluar hati atau melalui
duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000).

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Mikroskopis
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan
pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan
ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis
yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai
pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau
ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak
dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan
ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan
mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan
diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan
interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai
100%).
a. Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam
memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam
sirkulasi darah mencapai maksimal dan cukup matur sehingga
memudahkan identifikasi spesies parasit.
b. Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger
prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5
mikro liter untuk sediaan tipis.
c. Kualitas preparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies
plasmodium yang tepat.
d. Identifikasi spesies plasmodium
e. Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies
plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.

2. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)


Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium
yang dapat mengikat acridine orange dan akan mengidentifikasi eritrosit
terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan
menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine
orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan
kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.

3. Pemeriksaan Imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi
spesifik terhadap parasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium
atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium. Teknik ini terus dikembangkan
terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
4. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik
parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria. Tes ini menggunakan
DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk
mendapatkan ekstrak DNA.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus-kasus malaria dapat diberikan tergantung
dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai
berikut:
1. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di
tambahkan mefloquine dosis tunggal 500 mg p.o (atau kinin 3 dd 600 mg
selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari
selama 14 hari)
2. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama
6 hari). Atau mefloquine (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg
dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3
tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3
hari).
3. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam
dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik
seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100
mg/ hari selama 7 hari.
K. Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang
dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :
1. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi
(80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya
dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa
ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-
kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
2. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (3
mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai
50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia, penurunan aliran
darah ke ginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi
penurunan filtrasi pada glomerulus.
3. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan.
Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang
menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult
Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
4. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
MALARIA

A. Pengkajian
1. Status kesehatan saat ini
a. Keluhan utama
Biasanya klien dengan penyakit malaria datang kerumah sakit dengan
keluhan demam, tidak mau makan, kepala tersa pusing, perut bagian
kanan terasa sakit, terasa mual dan ingin muntah. (Wijaya, 2013, hal. 190)
b. Alasan masuk rumah sakit
Pasien yang dibawa kerumah sakit biasanya diawali dengan gejala
badan terasa lemah, nyeri kepala, tidak nafsu makan dan mual muntah.
(Marnia, 2016, hal. 121)
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien yang menderita penyakit malaria pada saat dilakukan
pengkajian keluhan yang dirasakan oleh pasien adalah masih terasa
demam, lemas, mual, tidak mau makan. (Wijaya, 2013, p. 190)
 
2. Riwayat kesehatan terdahulu
a. Riwayat penyakit sebelumnya
Biasanya pasien yang mengalami penyakit malaria mempunyai riwayat
pernah mengalami penyakit malaria sebelumnya dan pernah dirawat
dirumah sakit atau berobat dengan gejala atau penyakit yang sama.
(Wijaya, 2013, p. 190)
b. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya pasien yang menderita penyakit malria ini di dalam keluarganya
juga ada yang menderita penyakit malaria. (Wijaya, 2013, p. 190)
c. Riwayat pengobatan
Tannyakan riwayat minum obat malaria sebelunya dan apakah pernah
mendapatkan transfusi darah sebelumnya. (Marnia, 2016, hal. 126)
3. Dasar data pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum.
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
b. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat
dan cepat (fase demam). Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena
vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia, penurunan
aliran darah.
c. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi, penurunan pengeluaran urine.
Tanda : Distensi abdomen.
d. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah.
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan
penurunan masa otot. Penurunan pengeluaran urine, kosentrasi urine.
e. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
f. Pernapasan.
Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan
alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur
invasif, luka traumatik.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau
masalah kesehatan aktual atau potensial, berdasarkan data yang telah
dikumpulkan yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang
perawat untuk melakukannya ( Aziz. 2004).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari
tanda dan gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes,
Moorhouse dan Geissler, 2000) :
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem
kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasive
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek
langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
d. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat
kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.

C. Rencanaan Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
makanan yang tidak sdekuat; anorexia; mual/muntah .
Tindakan/ Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat
masukan makanan klien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
b. Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat.
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat
setelah periode anoreksia.
c. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas intervensi
nutrisi.
d. Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.
Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa
berpartisipasi/ kontrol.
e. Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang
berhubungan.
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada
organ.
f. Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi
Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi
kebutuhan nutrisi.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh


(pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.
Tindakan/ Intervensi :
a. Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus
dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan
perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
b. Amati adanya menggigil dan diaforosis.
Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada
infeksi umum.
c. Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk
memperbaiki selama masa terapi.
Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau
pertumbuhan dari organisme.
d. Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.
Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk
infeksi umum.
e. Dapatkan spesimen darah.
Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria.

3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme dehirasi efek


langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Tindakan/ intervensi :
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil.
Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam menunjukkan diagnosis.
b. Pantau suhu lingkungan.
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
c. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol
mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat
mengeringkan kulit.
d. Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan hipertermi
e. Berikan antipiretik.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.

4. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat
kesalahasn interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
Tindakan/ intervensi:
a. Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pilihan.
b. Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat, efek
samping dan ketaatan terhadap program.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama
dalam penyembuhan dan mengurangi kambuhnya komplikasi.
c. Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan
seimbang.
Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
d. Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal.
Rasional : Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan
penyembuhan.
e. Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.
Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan
mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
f. Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: CV.


TRANS INFO MEDIA.
Marnia. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis. Jakarta:
Erlangga.
Natadisatra, D. (2010). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Media Action.
PPNI, t. p. (2017). Status Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat.
Setiati, S. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternalPublishing.
Wijaya, A. S. (2013). KMB2 keperawatan Medikal Bedah. Bengkulu: Medical
Book.
Wilkinson, J. M. (2013). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Zainuddin, A. A. (2014). Panduan Praktik Klinis. Jakarta: IDI.

Anda mungkin juga menyukai