Anda di halaman 1dari 80

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang dapat menyebabkan kematian. Penyakit malaria termasuk dalam tiga besar
penyakit infeksi dengan mortalitas paling tinggi dan masih endemis di sebagian
besar wilayah Indonesia.(1) Penyakit ini dapat menyerang semua orang dari setiap
golongan umur, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Kelompok yang memiliki
risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil dan wisatawan yang pergi ke daerah
endemik malaria.(2)
Berdasarkan laporan dari WHO pada tahun 2013, jumlah kasus malaria di
dunia sebanyak 207.000.000 kasus dengan kasus kematian sebanyak 627.000
kasus. Pada tahun 2012, Indonesia memiliki 417.819 kasus malaria. Menurut
laporan NMCP (National Malaria Control Programmes) selama tahun 2010-2012
terdapat 10 negara dengan kejadian malaria tertinggi dan Indonesia menempati
urutan kedua dari 10 negara tersebut. Negara yang dimaksud adalah India yang
menempati urutan pertama dengan 9,2 juta penderita malaria. Selanjutnya adalah
Indonesia sebanyak 6,1 juta penderita malaria, Myanmar sebanyak 5,4 juta
penderita malaria, Bangladesh sebanyak 4,7 juta penderita malaria, Afghanistan
sebanyak 4,3 juta penderita malaria, Cambodia sebanyak 3,6 juta penderita
malaria, Papua New Guinea sebanyak 3,2 juta penderita malaria, Haiti sebanyak 3
juta penderita malaria dan terakhir adalah Filipina sebanyak 3 juta penderita
malaria.(4)

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi


malaria di Indonesia adalah 6,0%. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi
tertinggi adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan
23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%) serta
Maluku (3,8% dan 10,7%). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai
prevalensi malaria di atas angka nasional dan sebagian besar berada di Indonesia
Timur.(5)

Grafik 1.1 Malaria Menurut Kabupaten


di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2012.

Di Provinsi NTT terdapat beberapa kabupaten yang dikategorikan dalam


daerah dengan kasus malaria tertinggi. Menurut laporan dari Dinas kesehatan
Provinsi NTT, pada tahun 2012 Kabupaten Ende menduduki peringkat ke empat
daerah endemis malaria.
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Ende jumlah kasus
malaria positif yang ditemukan dan ditangani pada tahun 2012 sebanyak 9.489
kasus (laki-laki 5.514 kasus dan perempuan 3.975 kasus) (6). Pada tahun 2011,
Kecamatan Ende Utara memiliki 893 kasus malaria yang tercatat di Kota Ratu.

Kecamatan Ende Selatan memiliki 1202 kasus malaria yang tercatat di Puskesmas
Rukun Lima dan 1178 kasus malaria yang tercatat di Puskesmas Nangapanda.
Tabel 1.1 Angka kejadian Malaria pada beberapa kelurahan di
kecamatan Ende Selatan tahun 2013
No.
Kelurahan
Angka Kejadian
1.
2.

Rukun Lima
Bongawani

207
39

3.

Taupanda

76

4.

Tanjung

111

5.
Tetandara
122
Penelitian ini dilakukan di puskesmas Rukun Lima Kecamatan Ende
Selatan Kabupaten Ende. Selain jumlah kasus malaria yang masih tinggi di daerah
tersebut, puskesmas ini juga berada di sekitar area perkampungan nelayan dan
pasar. Ditinjau dari aktivitas para nelayan dan pedagang yang biasanya keluar
pada malam hari hingga subuh sangat memungkinan mereka untuk terkena gigitan
nyamuk anopheles. Selain itu, daerah sekitar Puskesmas Rukun Lima juga
terdapat banyak genangan air akibat selokan yang rusak dan bekas galian keadaan
ini dapat menimbulkan tempat berkembang biak bagi nyamuk anopeles.
Puskesmas Rukun Lima juga memiliki fasilitas yang memadai untuk
menegakkan diagnosis malaria yaitu dengan pemeriksaan darah. Letak puskesmas
ini juga mudah untuk dijangkau dan memiliki catatan kasus yang lengkap
mengenai penyakit malaria yang ditangani.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui berbagai faktor
risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria. Penelitian yang pernah
dilakukan oleh Husin (2007) tentang Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di
Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu Propinsi

Bengkulu, bahwa terdapat hubungan antara keberadaan kasa ventilasi, kebiasaan


menggunakan kelambu dan kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk waktu
tidur dengan kejadian malaria.(8) Penelitian lain juga dilakukan Ikrayama Babba et
al (2006) tentang faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian malaria (Studi
Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura), didapatkan faktor
risiko yang menyebabkan penyakit malaria adalah dinding rumah yang terbuat
dari kayu atau papan yang tidak rapat, keberadaan kandang ternak besar, kasa
tidak terpasang pada semua ventilasi dan kebiasaan keluar rumah pada malam
hari.(9)
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti ingin meneliti
tentang Analisis Faktor Risiko Penyakit Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas
Rukun Lima Kecamatan Ende Selatan Kabupaten Ende.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok dari
penelitian ini adalah apa yang menjadi faktor risiko penyakit malaria di wilayah
kerja Puskesmas Rukun Lima Kecamatan Ende Selatan Kabupaten Ende?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis faktor risiko penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas
Rukun Lima Kecamatan Ende Selatan Kabupaten Ende.
1.3.2

Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor risiko lingkungan sosial budaya yang berperan
dalam penyebaran penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Rukun
Lima.

2.

Mengetahui hubungan dan besarnya nilai Odds ratio masing-masing


faktor risiko terhadap terjadinya kejadian malaria di wilayah kerja
Puskesmas Rukun Lima.

3. Mengetahui faktor risiko yang paling berperan di daerah Puskesmas


Rukun Lima.
1.4 Batasan Masalah
Ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti adalah analisis faktor
risiko malaria di wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima Kecamatan Ende Selatan
Kabupaten Ende.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
banyak pihak antara lain:
a. Masyarakat

Memberikan informasi tentang beberapa faktor penting yang berpengaruh


terhadap kejadian malaria di kabupaten Ende terutama disekitar daerah
wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima.
b. Dinas Kabupaten Ende
Memberikan informasi beberapa faktor penting yang berpengaruh terhadap
kejadian malaria, sehingga pengambil keputusan dapat menyusun rencana
dan strategi yang efektif dalam penanganan malaria.
c. Bagi peneliti sendiri untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai
masukan untuk dapat membatu menyelesaikan studi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria
2.1.1

Pengertian Malaria
Malaria merupakan suatu penyakit akibat udara yang buruk yang di ambil

dari bahasa Italia (mal:buruk; aria:udara). Penyakit ini sering terjadi di rawa,
karena banyaknya penduduk daerah pantai yang menderita gejala-gejala malaria
yaitu demam yang tinggi, menggigil dan berkeringat.(10)
2.1.2

Etiologi Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium

yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Spesies
plasmodium pada manusia adalah:
a. Plasmodium falciparum (P.falciparum), menyebabkan malaria tropika.
Plasmodium falciparum dapat menyebabkan malaria berat hingga
menyebabkan kematian. Gejala seranganya timbul berselang setiap 2 hari
(48 jam).
b. Plasmodium vivax (P.vivax), menyebabkan malaria tertiana dengan gejala
serangannya timbul berselang setiap tiga hari.
c. Plasmodium ovale (P.ovale), umumnya dijumpai di Afrika dan Pasifik
Barat.
d. Plasmodium malariae (P.malariae), menyebabkan malaria quartana
dengan gejala serangan timbul berselang setiap empat hari sekali.(11)

2.1.3

Gejala Klinis Malaria


Gejala klinis malaria dipengaruhi oleh jenis plasmodium, imunitas tubuh

dan jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala klinis malaria biasanya terdiri dari
tiga stadium yang disebut dengan trias malarias yaitu :
a. Periode Dingin
Mulai menggigil dan kulit kering, seluruh badan bergemetar dan seluruh
gigi-gigi gemeretak, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung 15 menit sampai satu jam diikuti dengan naiknya
temperatur.
b. Periode Panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas suhu badan
tetap tinggi sampai dapat mencapai 40c atau lebih. Kerja sistem respirasi
meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, syok. Periode
ini biasanya lebih lama dari fase dingin dapat mencapai dua jam atau lebih
diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode Berkeringat
Pada keadaaan ini penderita mulai berkeringat dari temporal, diikuti
seluruh tubuh sampai basah, temperatur turun, lelah dan sering tertidur.
Ketika penderita bangun akan merasa sehat dan bisa melakukan aktivitas
seperti biasa.(12)

2.1.4

Siklus Hidup Plasmodium Malaria

Plasmodium mempunyai dua fase perkembangan yaitu secara seksual dan


aseksual.
a. Fase Seksual
Fase seksual terjadi pada saat nyamuk mulai menghisap darah
manusia yang terifeksi plasmodium. Fase ini terjadi di dalam tubuh nyamuk
ketika plasmodium yang berbentuk gametosit masuk ke tubuh nyamuk
melalui darah yang dihisap dari tubuh manusia. Darah tersebut mengandung
plasmodium berbentuk gametosit jantan dan gametosit betina, kemudian
kedua gametosit ini mengalami pembuahan yang menghasilkan zygot dalam
waktu antara 12-24 jam sesudah nyamuk menghisap darah. Setelah zygot
terbentuk, maka zygot berubah menjadi oocyte, yang dapat menembus
dinding lambung nyamuk. Oocyte yang telah menembus dinding lambung
nyamuk kemudian berubah menjadi ookista. Ookista mengandung ribuan
sporozoit. Ookista yang pecah akan melepaskan sporozoit, dengan ini
nyamuk siap menularkan sporozoit ke manusia melalui gigitan saat
menghisap darah manusia. Akhir fase ini berupa sporozoit sehingga disebut
juga fase sporogoni.(13)
b. Fase Aseksual
Fase ini dimulai sejak nyamuk mengisap darah manusia, maka
nyamuk akan mulai menularkan sporozoit yang berada pada kelenjar
ludahnya ke dalam tubuh manusia, sekitar 30 menit sporozoit masuk ke hati
dan berubah menjadi tropozoit hati. Sporozoit kemudian berkembang

menjadi skizon hati yang mengandung 10.000-30.000 merozoit, hal ini


disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung kurang lebih 2 minggu.
Ketika merozoit masuk ke sel darah merah, maka dimulailah siklus
eritrositer. Merozoit kemudian berkembang menjadi tropozoit kemudian
menjadi skizon muda dan matang. Skizon yang sudah matang kemudian
pecah dan merozoit keluar. Merozoit yang keluar kemudian akan kembali
menginfeksi sel darah merah lainnya, demikian siklus ini yang disebut
siklus eritrositer.(13)
2.1.5 Vektor Malaria
Penyakit malaria ditularkan oleh nyamuk anopheles sp yang berada di
masyarakat yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penularan
penyakit malaria dilakukan oleh vektor nyamuk. Perilaku vektor nyamuk
anopheles sp memiliki tiga komponen utama yaitu tempat bersarang nyamuk
setelah menghisap darah (resting places), tempat perindukan (breeding site) dan
tempat mencari makanan (feeding places).
a. Tempat bersarang (Resting Places)
Nyamuk yang mencari kebutuhan makanannya berupa darah, dengan
mengisap darah manusia maupun hewan. Setelah memenuhi makanannya berupa
darah, nyamuk tersebut akan mencari tempat yang baik untuk bersarang. Sambil
menunggu siklus mencari darah selanjutnya, untuk pematangan telurnya. Tempat
bersarang yang baik memenuhi beberapa persyaratan antara lain, kelembaban yang
cukup tinggi, teduh, suhu yang relatif rendah, sedikit sinar matahari.(10)

b. Tempat Mencari Darah (Feeding Places)

10

Feeding places adalah tempat nyamuk mencari makanan dengan cara


menghisap darah host seperti binatang (zoophilic) atau manusia (anthorohophilic).
Penularan terjadi saat nyamuk menghisap darah manusia, maka plasmodium
masuk kedalam tubuh manusia. Terjadilah siklus intrinsik yang menghasilkan
gametosit. Fase seksual yang terjadi berikutnya di tubuh nyamuk berupa siklus
sporogoni.(10)
c. Tempat perindukan (breeding places)
Breeding places adalah lokasi yang berhubungan dengan air yang langsung
kontak dengan tanah. Pada tempat ini nyamuk akan meletakkan telurnya untuk
menjalani siklus aquatic sampai menjadi pupa.(10)
2.2 Patogenesis Malaria

Gambar 2.1Siklus Penularan Nyamuk Anopheles.

11

Nyamuk mengeluarkan ludah sewaktu menggigit manusia, apabila nyamuk


mengandung plasmodium, bersamaan dengan ludah tersebut plasmodium masuk
ke dalam tubuh manusia. Dalam tubuh manusia plasmodium berkembang biak dan
menyebabkan penyakit malaria.(15)
Ketika nyamuk anopheles betina (yang mengandung parasit malaria)
menggigit manusia, sporozoit akan keluar dari kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit
lalu masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit
malaria membentuk stadium skizon jaringan dalam sel hati (stadium eksoeritrositer). Setelah sel hati pecah, merozoit atau kriptozoit akan keluar lalu masuk
ke eritrosit membentuk stadium skizon dalam eritrosit (stadium eritrositer).
Kriptozoit yang masuk kedalam eritrosit mulai membentuk tropozoit muda
sampai skizon tua hingga saat eritrosit pecah akan mengeluarkan merozoit.
Sebagian besar merozoit masuk kembali ke dalam eritrosit, sedangkan sebagian
kecil akan membentuk gametosit jantan dan betina yang akan diisap nyamuk
malaria betina dan melanjutkan siklus stadium sporogoni.(16)
2.3 Diagnosis Malaria
Menurut Harijanto dkk, diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan
hal yang sangat diperlukan dalam penatalaksanaan kasus malaria. Hal tersebut
karena infeksi plasmodium falciparum dapat menyebabkan malaria berat atau
malaria dengan komplikasi. Pada saat anamnesis penting ditanyakan riwayat
bepergian ke daerah endemik malaria lebih kurang 2 minggu sebelum timbulnya
gejala klinis. Gejala klinis berupa demam tinggi yang dapat disertai gangguan
kesadaran atau gangguan lain seperti ikterus, gangguan berkemih, muntah-muntah

12

hebat dan lain-lain. Pada masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria,
biasanya sudah mempunyai kekebalan tubuh. Terutama pada orang dewasa, gejala
biasanya lebih ringan dan tidak spesifik, gejala yang dapat muncul adalah demam,
sakit kepala, lemah dan sebagainya. Setelah penderita dicurigai secara klinis
menderita

malaria,

dilakukan

pemeriksaan

untuk

menemukan

parasit.

Pemeriksaan laboratorium antara lain mikroskop cahaya, pemeriksaan dengan


mikroskop fluoresensi, pemeriksaan dengan rapid test dan diagnosis dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR).(11)
Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan :
1.

Pengukuran Hemoglobin dan hematokrit

2.

Hitung jumlah leukosit, trombosit

3. Kimia darah lain : gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase,
albumin, globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah.
4.

Urinalisis.(17)

2.4 Faktor Risiko Malaria


2.4.1

Faktor Parasit
Parasit malaria harus ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup

lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina pada saat yang sesuai untuk
penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan kondisi spesies vektor
anopheles (anthropofilik) agar sporogoni dapat menghasilkan sporozoit infektif.
Sifat parasit berbeda-beda untuk setiap spesies malaria dan hal ini mempengaruhi
terjadinya manifestasi klinis dan penularan. Plasmodium falciparum mempunyai

13

masa infeksi yang paling pendek, namun menghasilkan parasitemia paling tinggi,
gejala yang paling berat dan masa inkubasi yang paling pendek. P.falciparum baru
berkembang setelah 8-15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah. Pada
jenis vektor lain seperti P.vivax dan P.ovale pada umumnya menghasilkan
parasitemia yang rendah dengan gejala yang lebih ringan tetapi memiliki masa
inkubasi yang lebih lama. Sporozoit pada P.vivax dan P.ovale dalam hati akan
berkembang menjadi skizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini yang
menjadi sumber untuk terjadinya relaps.(11)
2.4.2

Faktor Manusia
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat

terkena malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin


sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan dan variasi
keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria mendapat
perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon
imun yang lebih lemah dibandingkan laki-laki dan kehamilan menambah risiko
malaria. Wanita hamil yang menderita malaria mempunyai dampak yang buruk
terhadap kesehatan ibu dan anak antara lain berat badan lahir yang rendah,
abortus, partus premature dan kematian janin intrauterin.

2.4.3

Faktor Nyamuk
Malaria pada manusia dapat ditularkan oleh nyamuk anopheles betina.

Lebih dari 400 jenis spesies anopheles di dunia, dilaporkan hanya sekitar 67 yang
terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Nyamuk

14

anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun dapat juga hidup
di daerah beriklim sedang. Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari
2000m-2500m. Sebagian besar nyamuk anopheles ditemukan di daerah dataran
rendah.(14)
2.4.4
2.4.4.1

Faktor Lingkungan

Lingkungan Fisik
Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan
transmisi malaria di Indonesia.
1. Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang
optimum berkisar antara 20-30C. Makin tinggi suhu, makin pendek masa
inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang
masa inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies. Pada
suhu 26,7 C masa inkubasi ekstrinsik adalah 1012 hari untuk P. falciparum dan
811 hari untuk P.vivax, 1415 hari untuk P.malariae dan P.ovale.
Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang berlangsung selama 16
hari pada suhu 20C dan 8-9 hari pada suhu 27C. Dibawah 15C
perkembangbiakan seksual tidak mungkin terjadi.(16)
2. Kelembaban
Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebisaan mengggigit
dan istirahat nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih
aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan penyakit

15

malaria. Kelembaban yang optimum yang diperlukan untuk perkembangbiakan


nyamuk di atas 60%.(14)
Pada kelembaban yang rendah akan menyebabkan umur nyamuk menjadi
pendek. Hal ini didasarkan pada fisiologis sistem pernapasan nyamuk yang
menggunakan pipa udara yang disebut trachea dengan lubang pada dinding tubuh
disebut spirakel. Spirakel ini terbuka lebar tanpa ada pengaturan, saat kelembaban
rendah akan menyebabkan penguapan air dari dalam tubuh nyamuk akibatnya
cairan tubuh nyamuk menjadi kering.(2).
3. Curah Hujan
Data curah hujan diperlukan karena berkaitan dengan timbulnya perindukan
nyamuk dan berpengaruh terhadap habitat, fluktuasi kepadatan vektor dan
kesakitan malaria serta merupakan faktor penentu penyebaran malaria. Pada
umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya
epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan,
jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan
memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk anopheles.
4. Ketinggian
Ketinggian dan suhu sangat berkorelasi dengan kejadian malaria. Apabila
kenaikan ketinggian setiap 100 meter kenaikan ketinggian maka menyebabkan
suhu turun sebesar 0,5oC. Parasit sangat peka terhadap penurunan suhu karena
sporogoni tidak dapat berlangsung. Hal ini terlihat pada spesies anopheles gambie
yang menghilang ketika suhu turun mencapai 5oC. Sehingga ketinggian dapat

16

digunakan sebagai penanda (marker) endemisitas atau kompleksitas risiko


penyakit.(18)
5. Angin
Angin akan mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Jarak terbang nyamuk
(flight range) dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung kepada arah angin.
Anopheles betina dewasa tidak ditemukan lebih dari 2-3 km dari lokasi tempat
perindukan vektor (TPV) dan mempunyai sedikit kemampuan untuk terbang jauh,
namun angin kencang dapat membawa anopheles terbang sejauh 30 km atau
lebih.(14)
6. Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda
An.sundaicus lebih suka tempat yang teduh. An.hyrcanus sp dan An.puncutulatus
sp lebih menyukai tempat terbuka. An.barbirostris dapat hidup baik di tempat
teduh maupun terang.
7. Arus Air
Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis atau mengalir
lambat, sedangkan An.minimus menyukai aliran air yang deras dan An. letifer
menyukai air tergenang.

2.4.4.2 Lingkungan Biologik


Berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dapat mempengaruhi kehidupan larva
nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi

17

dari serangan mahluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indikator
bagi jenis nyamuk tertentu. Contohnya, larva nyamuk anopheles sundaicus
biasanya berada pada tanaman air seperti lumut perut ayam (Heteromorpha, sp)
dan lumut sutera (Enteromorpha, sp). Beberapa jenis ikan pemakan larva seperti
ikan kepala timah (Gambusia affinis), ikan Guppi (Pocillie reticulate), Nila
(Oreochomis niloticus) dan lain lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di
suatu daerah.(14)
2.4.4.3 Lingkungan Kimia
Lingkungan

kimia

yang

paling

mendukung

terhadap

kelanjutan

perkembangbiakan vektor malaria adalah pH, oksigen terlarut (DO), kebutuhan


oksigen biologi (BOD), CO2 dan kedalaman air. pH mempunyai pengaruh besar
terhadap pertumbuhan organisme yang berkembang biak di akuatik. pH air
tergantung kepada suhu air, oksigen terlarut dan adanya berbagai anion dan kation
serta jenis stadium organisme.(14)
Kandungan oksigen terlarut erat kaitannya dengan CO2, sehingga apabila
kandungan oksigen yang terlarut sangat rendah, jumlah jenis invertebrata yang
berukuran besar akan berkurang, sedangkan cacing dan jentik nyamuk di dapatkan
dalam jumlah berlimpah.(14)

2.4.4.4 Lingkungan Sosial Budaya


Faktor sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian malaria seperti :
kerapatan dinding rumah dengan dinding yang permanen, pemasang kawat kasa,
keberadaan plafon pada seluruh bagian dalam rumah membantu mengurangi

18

kepadatan nyamuk dalam rumah. Hal ini juga dapat menurunkan pemaparan
gigitan nyamuk anopheles.
Kebiasaan manusia seperti memiliki tempat penampungan air yang
terbuka, parit, selokan, pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan
dapat menimbulkan genangan yang membantu pertumbuhan nyamuk karena
nyamuk membutuhkan air sebagai medium perantara dalam perkembangbiakan.
Medium air yang langsung kontak dengan tanah digunakan nyamuk sebagai
tempat meletakkan telur yang akan berkembang menjadi pupa, larva dan menjadi
nyamuk. Adanya semak-semak dan kebiasaan menggantung pakaian kotor atau
bersih dapat menimbulkan tempat untuk bersarang bagi nyamuk untuk siklus
menggigit berikutnya.(10)
Kebiasaan masyarakat keluar rumah pada malam hari berkaitan dengan
proses menggigit. Puncak aktivitas menggigit nyamuk anopheles umumnya pada
waktu menjelang tengah malam hingga menjelang pagi hari tergantung kesukaan
menggigit masing-masing vektor. Tempat menggigit vektor nyamuk anopheles
ada yang bersifat eksofagik yaitu yang suka mengigit di luar rumah dan endofagik
yaitu nyamuk yang lebih suka mengigit di dalam rumah.(10)
Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles, oleh sebab itu untuk
menghindari diri dari gigitan nyamuk maka biasanya masyarakat menggunakan
kelambu saat tidur, menggunakan obat nyamuk, obat nyamuk oles, penyemprotan,
atau insektisida.
2.5

Pencegahan

19

Upaya pencegahan malaria yang dianjurkan oleh program pengendalian


malaria adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan Gigitan Nyamuk
Untuk individu sebaiknya menggunakan personal protection seperti
pemakaian kelambu, obat nyamuk oles, obat nyamuk bakar, penyemprotan
dan

lain-lain.

Penting

menjaga

kebersihan

lingkungan

yang

dapat

menyebabkan tempat-tempat perindukkan nyamuk penular malaria.


2. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada kelompok atau individu yang akan
bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama,
seperti turis dan lain-lain. Kemoprofilaksis ini bertujuan untuk mengurangi
risiko terinfeksi malaria atau bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat.
Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis
100mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama berada di
daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali.(14)
3. Pengendalian Vektor
Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya
pengendalian terhadap anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria.
Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik
dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva anopheles sp secara
kimiawi, menggunakan insektisida), biological control (menggunakan ikan
pemakan jentik), manajemen lingkungan dan lain-lain. Pengendalian terhadap
nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding rumah dengan

20

insektisida (IRS/ indoors residual spraying) atau menggunakan kelambu


berinsektisida.(14)

2.6 Kerangka Teori


Faktor Host:
Umur
Jenis Kelamin
Status Gizi

Faktor
Parasit
Faktor Manusia

Faktor Nyamuk

Faktor Lingkungan

Faktor Lingkungan Fisik

Penderita Malaria
Positif

Kepadatan Nyamuk
Anopheles

21

Faktor lingkungan Biologik

Faktor Lingkungan Kimia

Faktor Lingkungan Sosial Budaya


Keterangan

:
= Tidak Diteliti
= Diteliti

Skema 2.6 Kerangka Teori

22

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kerapatan Dinding
Pemasangan Kawat Kasa
Pemasangan Plafon
Keberadaan Kandang Ternak
Keberadaan Semak Semak
Genangan Air
Kebiasaan Keluar Rumah Pada

Malam Hari
8. Menggunakan Kelambu
9. Menggunakan Obat Nyamuk
Bakar, Obat Nyamuk Oles,
Penyemprotan, Insektisida.
10. Kebiasaan Menggantung Pakaian.

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Penderita Positif Malaria


Terkonfirmasi Mikroskop

23

3.2

Identifikasi Variabel

3.2.1 Variabel bebas (independen)


Variabel independen dari penelitian ini faktor risiko malaria. Faktor risiko
yang diteliti faktor lingkungan sosial budaya meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kerapatan dinding
Pemasangan kawat kasa
Pemasangan Plafon
Keberadaan Kandang ternak
Keberadaan Semak-semak
Genangan air
Kebiasaan keluar rumah pada malam hari
Menggunakan kelambu
Menggunakan obat nyamuk bakar, obat nyamuk oles, penyemprotan,

dan isektisida
10. Kebiasaan menggantung pakaian
3.2.2 Variabel terikat (dependen)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau
variabel independen. Variabel dependen dari penelitian ini adalah penderita
malaria positif.
3.3 Hipotesis
1.
H0 = Kerapatan dinding, keberadaan kawat kasa, pemasangan
plafon, keberadaan kandang ternak, keberadaan semak-semak,
genangan

air,

kebiasaan

keluar

rumah

pada

malam

hari,

menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk bakar, obat


nyamuk oles, penyemprotan, isektisida dan kebiasaan menggantung
pakaian bukan merupakan faktor risiko penyakit malaria.
H1 = Kerapatan dinding, keberadaan kawat kasa, pemasangan
plafon, keberadaan kandang ternak, keberadaan semak-semak,

24

genangan

air,

kebiasaan

keluar

rumah

pada

malam

hari,

menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk bakar, obat


nyamuk oles, penyemprotan, isektisida dan kebiasaan menggantung
2.

pakaian merupakan faktor risiko penyakit malaria.


H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara kerapatan dinding,
keberadaan kawat kasa, pemasangan plafon, keberadaan kandang
ternak, keberadaan semak-semak, genangan air, kebiasaan keluar
rumah pada malam hari, menggunakan kelambu,menggunakan obat
nyamuk bakar, obat nyamuk oles, penyemprotan, isektisida

dan

kebiasaan menggantung pakaian dengan penyakit malaria.


H1 = Ada hubungan yang signifikan antara kerapatan dinding,
keberadaan kawat kasa, pemasangan plafon, keberadaan kandang
ternak, keberadaan semak-semak, genangan air, kebiasaan keluar
rumah pada malam hari, menggunakan kelambu, menggunakan obat
nyamuk bakar, obat nyamuk oles, penyemprotan, isektisida
3.

dan

kebiasaan menggantung pakaian dengan penyakit malaria


H0 = Tidak ada faktor risiko yang paling berperan terhadap penyakit
malaria
H1 = Ada faktor risiko yang paling berperan terhadap penyakit

malaria
1.4. Definisi Operasional.(14)
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No

Variabel

Definisi

Pengukuran

Penyajian

Skala

Variabel terikat
1.

Malaria

Terjadinya infeksi
Hasil
uji 1.Negatif
parasit sporozoit
laboratorium 2.Positif
yang didasarkan pada mikroskopis

Nominal

25

hasil pemeriksaan
sediaan darah
plasmodium malaria
positif.
Variabel Bebas
2.

Kerapatan
Dinding

Keberadan dinding
rumah
responden
yang terbuat dari
semen,
papan,
anyaman dan dilihat
dari
kerapatanya,
tidak rapat apabila
terdapat
lubang
sebesar 1,5 mm2.

Observasi
1.Rapat
langsung di 2.Tidak
rumah
rapat
reponden

3.

Kawat kasa

Keberadaan
kawat
kasa pada ventilasi
untuk menghindari
masuknya
vektor
nyamuk
malaria
melalui
lubang
ventilasi.

Observasi
dan
pengamatan
langsung
dirumah
responden

1.Ada
Nominal
kawat
kasa
2.Tidak
ada kawat
kasa

4.

Plafon

Batas bagian atas


ruangan dengan atap
yang terbuat dari
kayu, triplex, asbes,
yang
berfungsi
sebagai penghalang
masuknya nyamuk
kedalam
rumah.
Dillihat dari dipasang
tidaknya
secara
keseluruhan (ruang
tamu, kamar tidur,
ruang keluarga dan
dapur)

Observasi
dan
pengamatan
langsung
dirumah
responden

1.Ada

Ada
tidaknya
kandang ternak besar
(sapi, kuda, kerbau,
kambing) disekitar
rumah.

Observasi
dan
pengamatan
langsung
dirumah
responden

1.Tidak
ada

5.

6.

Kandang
ternak

Keberadaan

Keberadaan tumbuh- Observasi

Nominal

Nominal

2.Tidak
ada

Nominal

2. Ada

1.Tidak

Nominal

26

semak-semak

tumbuhan
berupa
rumput-rumputan
atau perdu dengan
ketinggian maksimal
2m sebagai tempat
bersarang nyamuk,
dengan jarak <200m
dari rumah.

dan
pengamatan
langsung
dirumah
responden

ada semak
-semak

Observasi
dan
pengamatan
langsung
dirumah
responden

1.Tidak
ada
genangan
2.Ada
genangan

Nominal

2.Ada
semaksemak

7.

Genangan air

Keberadaan
genangan air berupa
parit, kolam, bekas
galian, dan lain-lain
sebagai
tempat
perindukan
vektor
malaria dengan jarak
<2km dari rumah.

8.

Kebiasaan
keluar rumah
pada
malam
hari

Kebiasaan penduduk kuesoner


keluar rumah pada
pukul
18.00-06.00
(bekerja, jalan-jalan,
berbelanja
atau
segala aktivitas di
luar rumah).

1. Tidak
2. Ya

Nominal

9.

Menggunakan
kelambu

Kebiasaan responden Kuesoner


untuk menggunakan
pelindung berongga
pada waktu tidur

1. Ya

Nominal

10.

Menggunakan
obat nyamuk

Kebiasaan responden Kuesoner


untuk menggunakan
obat nyamuk bakar,
obat nyamuk oles,
penyemprotan
insektisida
untuk
menghindari gigitan
nyamuk.

1.Ya
2.Tidak

Nominal

11.

Kebiasaan
menggantung
pakaian

Kebiasaan responden Kuesoner


menggantung
pakaian yang habis
dipakai maupun yang
belum dipakai di
kamar tidur, kamar
mandi
atau
di

1.Tidak
2.Ya

Nominal

2. Tidak

27

ruangan lain dalam


rumah yang dapat
menimbulkan tempat
bersarang
bagi
nyamuk.

3.5 Jenis dan Rancangan


Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian analitik observasional
dengan desain kasus kontrol (case-control study). Desain penelitian kasus kontrol
adalah suatu penelitian yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari
dengan menggunakan pendekatan rectrospective. Dengan kata lain, efek
diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko diidentifikasi ada atau
terjadinya pada waktu yang lalu.(19)
3.6 Lokasi dan Waktu
3.6.1

Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima

Kecamatan Ende Selatan Kabupaten Ende.


3.6.2

Waktu
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014.

3.7 Populasi dan Sampel


3.7.1 Populasi
1. Populasi Kasus
Semua orang yang dinyatakan malaria positif dan tercatat sebagai pasien di
wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima periode Januari sampai dengan desember
2014.
2. Populasi kontrol

28

Semua orang yang dinyatakan bebas malaria yang bertempat tinggal di


wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima dan mempunyai faktor risiko sama dengan
kelompok kasus.
3.7.2 Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: (20)
P1P2

2
( Z 2 PQ+ Z P1 Q1 + P2 Q2)
n1=n2=

Keterangan :
n1=n2= jumlah kasus dan kontrol
P1 = Perkiraan proporsi paparan pada kelompok kasus
P 1=

x P2

( 1P2 ) +( x P2)

Q1 = 1 - P1
P2 = Perkiraan proporsi paparan pada kelompok kontrol = 0,285 (dari Suwadera,
2002 tentang Beberapa Faktor Risiko Rumah Tangga Yang Berpengaruh Dengan
Kejadian Malaria Pada Balita Di Puskesmas Kambanilu Sumba Timur)
Q2 = 1 - P2 = 0,715
OR = besar risiko paparan faktor risiko = 2,735
(Diambil dari penelitian Suwadera, 2002 tentang Beberapa Faktor Risiko Rumah
Tangga Yang Berpengaruh Dengan Kejadian Malaria Pada Balita Di Puskesmas
Kambanilu Sumba Timur)
Z = statistik z pada distribusi normal standar, pada tingkat kemaknaan 95%

29

( = 0,05) untuk uji dua arah = 1,96.


Z = Power sebesar 80% = 0,84
P = (P1+P2)
Q=1P
Berdasarkan rumus di atas, maka besar sampel dapat dihitung sebagai
berikut :
P1 =

2,735 x 0,285
( 10,285 ) +(2,735 x 0,285)

= 0,521

Q1 = 1 0,521 = 0,479
P = (0,521+0,285) = 0,403
Q = 1 0,403 = 0,597
0,5210,285

2
(1,96 2 x 0,403 x 0,597+ 0,84 0,521 x 0,479+ 0,285 x 0,715)
n1=n2=

n1=n2 = 66,23=66
Maka sampel yang dibutuhkan adalah 66 orang kasus dan 66 orang kontrol.
Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan non
probability sampling jenis purposive sampling. Pada purposive sampling yaitu
pengambilan sampel ini berdasarkan kepada pertimbangan tertentu yang dibuat
oleh peneliti sendiri yaitu berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya.
3.8Kriteria Inklusi dan Ekslusi
1. Kriteria Inklusi

30

a. Bersedia menjadi responden setelah menandatangani penjelasan sebelum


persetujuan.
b. Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima Kecamatan
Ende Selatan Kabupaten Ende.
c. Untuk kelompok kasus tercatat sebagai penderita malaria positif yang
dinyatakan berdasarkan hasil pemeriksaan sediaan darah di laboratorium
Puskesmas pada Januari-Desember tahun 2014.
d. Untuk kelompok kontrol adalah :
1) Bertempat tinggal di wilayah Puskesmas Rukun Lima yang sama
dengan kelompok kasus.
2) Dinyatakan bebas menderita malaria.
3) Tidak tinggal serumah dengan kelompok kasus.
4) Mempunyai kemungkinan terpajan terhadap faktor resiko yang sama
dengan kelompok kasus.
2. Kriteria Eksklusi
a. Alamat sampel tidak lengkap atau pindah alamat pada saat pengambilan
sampel.
b. Sampel meninggal dunia saat pengambilan sampel.
c. Bertempat tinggal di luar wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima
d. Tidak bersedia jadi sampel penelitian

3.9 Alur Penelitian dan Cara Kerja


3.9.1 Alur Penelitian
Memilih
Masalah
Studi
Permasalahan

31

Merumuskan
masalah
Menentukan
variabel
Menentukan
Populasi
Memilih Sampel

Infomed Consent

Mengumpulkan
Data
Analisis Data

Menarik
Kesimpulan
Menyusun
Laporan
3.2 Skema Alur Penelitian

3.9.2 Cara Kerja


Pra Penelitian

32

1. Permohonan izin pelaksanaan penelitian yang didapatkan dari institusi


pendidikan.
2. Mengajukan surat permohonan izin penelitian ke lokasi penelitian
Saat Penelitian
1. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan
penelitian, manfaat, dan prosedur pengumpulan data.
2. Peneliti meminta calon responden menandatangani informed consent sebagai
bentuk persetujuan bersedia menjadi responden.
3. Peneliti melakukan pengumpulan data.
Setelah Penelitian
Setelah data penelitian terkumpul dan lengkap, kemudian dilakukan
langkahlangkah sebagai berikut :
1. Editing
Setelah data terkumpul dilakukan editing untuk mengecek kelengkapan
data, kesinambungan data dan keseragaman data untuk menjamin validitas data.
2. Coding
Pemberian kode dan skor terhadap jawaban responden, hal ini dilakukan
untuk memudahkan dalam pengolahan data.

3. Tabulating
Pembuatan tabel untuk variabel yang akan dianalisa.
4. Entry data
Memasukkan data-data ke dalam program komputer.
3.10

Analisis Data

33

3.10.1 Identifikasi Data


1. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer pengumpulannya dilakukan dengan menggunakan
kuisioner, dengan metode wawancara dan observasi langsung risiko kejadian
malaria. Data sekunder yaitu data registrasi pasien yang tercatat sebagai
penderita malaria serta data yang dikumpulkan dari hasil-hasil pencatatan yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ende dan Puskesmas Rukun Lima
Kabupaten Ende.
2. Alat penelitian/instrumen penelitian
a. Alat tulis yang digunakan untuk mencatat dan melaporkan hasil penelitian,
b. kertas dan computer.
c. Kuisioner terstruktur sebagai panduan wawancara dan lembar observasi
untuk mendapatkan data dari responden.
3.10.2 Jenis Pengolahan Data
Data dianalisis secara komputerisasi menggunakan perangkat lunak
pengolahan data dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat :

1. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel yang disajikan
dalam bentuk tabel, gambar diagram maupun grafik.(19)

34

Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam
analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap
variabel.(21)
2. Analisa Bivariat
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dan kekuatan hubungan antara dua
variabel penelitian, yaitu variable bebas dan variabel terikat. Uji statistik yang
digunakan adalah chi square, karena sampel independent dan data yang dianalisa
dalam bentuk kategori berskala nominal.(22)
Untuk menginterprestasikan hubungan risiko pada penelitian ini digunakan
Odds Ratio (OR) untuk mengetahui besar risiko antara variabel bebas dengan
variabel terikat secara sendiri-sendiri dengan menggunakan uji chi-square. Besar
kecilnya nilai OR menunjukkan besarnya keeratan hubungan antara dua variabel
yang diuji.(21)Hasil interpretasi OR adalah :
a. Jika OR > 1 dan batas bawah 95% CI (interval kepercayaan) melewati nilai 1,
menunjukkan bahwa variabel yang diteliti merupakan faktor risiko.
b. Jika OR > 1 dan batas bawah 95% CI (interval kepercayaan) tidak mencapai
nilai 1, maka variabel yang diteliti merupakan faktor risiko.
c. Jika OR < 1 dan 95% CI (interval kepercayaan) tidak mencapai nilai 1
menunjukan bahwa variabel yang diteliti merupakan faktor proteksi.
3. Analisa Multivariat
Untuk mengetahui variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap timbulnya
kejadian malaria. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik.(23)

35

Untuk memperoleh persamaan yang sesuai dan mendapatkan nilai odds ratio
yang telah disesuaikan serta serta menggunakan persamaan regresi logistik yaitu:
prosedur yang dilakukan terhadap uji regresi logistik, apabila masing masing
variabel bebas dengan hasil menunjukkan nilai P < 0,25 maka variabel tersebut
dapat dilanjukan dengan model multivariat.

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

36

Kecamatan Ende Selatan Selatan merupakan salah satu kecamatan dari


Kabupaten Ende. Kecamatan Ende Selatan berbatasan dengan wilayah-wilayah
sebagai berikut :
1. Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Ende Tengah, Ende Utara.
2. Bagian selatan berbatasan dengan Laut Sawu
3. Bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Ende Timur
4. Bagian barat berbatasan dengan Laut Sawu.
Kecamatan Ende Selatan terdiri dari 5 kelurahan yaitu kelurahan Paupanda,
Kelurahan Rukun Lima, Kelurahan Mbongawani, Kelurahan Tetandara,
Kelurahan Tanjung

4.2 Karekteristik Subyek Penelitian


Tabel 4.1 Tabel distribusi Karekteristik Malaria Terhadap Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan Terakhir, dan Pekerjaan.
Karakteristik

Umur

Jenis Kelamin
Pendidikan
Terakhir

0 10 tahun
11 -20 tahun
21 30 tahun
31 40 tahun
41 50 tahun
51 60 tahun
61 70 tahun
Laki laki
Perempuan
Tidak sekolah
Tidak tamat SD

Malaria
Ya
N
%
20
30,3%
11
16,7%
12
18,2
13
19,7%
4
6,1%
5
7,6%
1
1,5%
31
47,0%
35
53,0%
10
15,2%
13
19,7%

Tidak
N
19
14
14
7
5
5
2
31
35
18
8

%
28,8%
21,2%
21,2%
10,6%
7,6%
7,6%
3,0%
47,0%
53,0%
27,3%
12,1%

37

Pekerjaan

Tamat SD
SLTP
SLTA
Akademik/PT
PNS / ABRI
Pegawai Swasta
Pensiun
Wiraswasta
Pelajar/mahasiswa
Petani
Tidak bekerja
Lainnya

8
4
24
7
7
5
1
6
19
0
20
8

12,1%
6,1%
36,4%
10,6%
10,6%
7,6%
1,5%
9,1%
28,8%
.0%
30,3%
12,1%

3
5
21
11
10
3
0
10
14
2
20
7

4,5%
7,6%
31,8%
16,7%
15,2%
4,5%
.0%
15,2%
21,2%
3,0%
30,3%
10,6%

Berdasarkan tabel distribusi karakteristik malaria dalam penelitian menurut


umur menunjukkan bahwa angka kejadian malaria tertinggi pada usia 0-10 tahun
yang terdiagnosis malaria adalah sebanyak 20 orang, sedangkan kejadian malaria
yang terendah pada usia 61 70 tahun yang terdiagnosis malaria adalah sebanyak
1 orang.
Distribusi karakteristik malaria dalam penelitian menurut jenis kelamin
menunjukkan bahwa yang menderita malaria lebih banyak pada yang berjenis
kelamin perempuan dengan jumlah 35 orang dibanding dengan berjenis kelamin
lakilaki yang menderita malaria sebanyak 31orang.
Berdasarkan tabel distribusi karekteristik malaria terhadap tingkat
pendidikan. Angka kejadian malaria tertinggi terjadi pada kelompok pendidikan
SLTA dengan angka kejadian 24 orang (36%) dan terendah terjadi pada kelompok
pendidikan SLTP dengan 4 orang (6,1%).
Berdasarkan tabel distribusi karakteristik malaria terhadap pekerjaan. Angka
kejadian malaria tertinggi terjadi pada kelompok yang tidak bekerja dengan angka

38

kejadian 20 orang (30,3%) dan kejadian malaria terendah terjadi pada kelompok
petani dengan angka kejadian0 (0%) orang.
4.3 Analisis Faktor
Deskripsi variabel penelitian ditunjukkan dari hasil distribusi frekuensi dari
masing-masing variabel penelitian. Pengelompokkan ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan dari masing-masing variabel yang akan diteliti dengan
kejadian malaria yang dianalisis dengan menggunakan tiga tahap yaitu tahap
pertama menggunakan analisis univariat, kemudian tahap kedua dicari hubungan
malaria dengan menggunakan analisis bivariat, sedangkan tahap ketiga apabila
proporsi variabel bebas menunjukkan adanya perbedaan antara kasus dan kontrol
dengan melihat signifikan (p<0,05) maka dilanjutkan dengan menggunakan
analisis multivariat.

4.3.1 Analisis Univariat


Tabel 4.2 Analisis Univariat
Subyek Penelitian
No.

1.

Variabel

Kerapatan dinding
Tidak rapat
Rapat

Kasus

Kontrol

33
33

50%
50%

20
46

30,3%
69,7%

39

2.

Kawat Kasa
Tidak Ada
Ada
Pemasangan plafon
Tidak Ada
Ada
Kandang ternak
Ada
Tidak

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

64
2

97%
3%

51
15

77,3%
22,7%

57
9

86,4%
13,6%

20
46

30,3%
69,7%

51
15

77,3%
22,7%

51
15

77,3%
22,7%

Keberadaan semak- semak


Ada
Tidak ada

18
15

54,5%
45,5%

13
20

39,4%
60,6%

Genangan air
Ada
Tidak ada

47
19

71,2%
28,8%

31
35

47%
53%

Kebiasaan keluar rumah


pada malam hari
Ya
Tidak

32
34

48,5%
51,5%

13
53

19,7%
80,3%

Menggunakan kelambu
Tidak
Ya

47
19

71,2%
28,8%

50
16

75,8%
24,2%

Menggunakan obat nyamuk


Tidak
Ya

56
10

84,8%
15,2%

39
27

59,1%
40,9%

Menggantung pakaian
Ya
Tidak

53
13

80,3%
19,7%

22
44

33,3%
66,7%

Kerapatan dinding dalam penelitian ini adalah keadaan dinding rumah


yang memiliki jarak atau lubang antar dinding dengan material semen, papan atau
anyaman. Dikategorikan rapat apabila terdapat jarak atau lubang <1,5mm 2 dan
tidak rapat apabila jarak atau lubang antar dinding >1,5mm2. Berdasarkan hasil
yang didapatkan, kelompok kasus dengan dinding <1,5mm2 sebanyak 33
responden (50%) dan dinding >1,5mm2 sebesar 33 responden (50%). Pada

40

kelompok kontrol yang memiliki kerapatan dinding <1,5mm2 lebih besar


proporsinya dari kelompok kasus yaitu sebanyak 46 responden (69,7%) dan
kerapatan dinding >1,5mm2 sebanyak20 responden (30,3%).
Kawat kasa adalah Keberadaan kawat kasa pada ventilasi untuk
menghindari masuknya vektor nyamuk malaria melalui lubang ventilasi.
Berdasarkan hasil pengamatan, responden yang memasang kawat kasa pada
kelompok kasus sebanyak 2 responden (3%) sedangakan pada kelompok kontrol
sebanyak 15 responden (22,7%). Responden yang tidak memasang kawat kasa
pada kelompok kasus 64 responden (97%) dan pada kelompok kontrol yaitu 51
responden (77,3%).
Plafon adalah batas bagian atas ruangan dengan atap yang terbuat dari
kayu, triplex, asbes yang berfungsi sebagai penghalang masuknya nyamuk ke
dalam rumah. Penelitian ini melihat pemasangan plafon secara keseluruhan di
rumah (ruang tamu, kamar tidur, ruang keluarga dan dapur). Berdasarkan
observasi dan pengamatan langsung pada kelompok kasus yang tidak memasang
plafon sebesar 57 responden (86,4%) dan pada kelompok kontrol sebesar 20
responden (30,3%). Sedangkan pada kelompok kasus yang memasang plafon
sebesar 9 responden (13,6%) dan pada kelompok kontrol yaitu 46 responden
(69,7%).
Kandang ternak adalah adanya kandang ternak besar (sapi, kuda, kerbau,
kambing) disekitar rumah. Dikatakan memenuhi syarat apabila kandang ternak
berjarak 10m dari rumah dan tidak memenuhi syarat apabila < 10m dari rumah.
Pada kelompok kasus, keadaan kandang ternak yang tidak memenuhi syarat

41

adalah 51 responden (77,3%), hasil yang sama juga diperoleh kelompok kontrol
yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 51 responden (77,3%). Keberadaan
kandang ternak yang memenuhi syarat pada kelompok kasus sebesar 15
responden (22,7%) dan pada kelompok kontrol yaitu sebesar 15 responden
(22,7%).
Keberadaan semak-semak adalah keberadaan tumbuh-tumbuhan berupa
rumput-rumputan atau perdu dengan ketinggian maksimal 2meter sebagai tempat
peristirahatan nyamuk, dengan jarak < 200m dari rumah. Hasil pengukuran pada
kelompok kasus yang ada semak-semak sebesar 15 responden (21%) dan pada
kelompok kontrol sebesar 12 responden (18,2%). Pada kelompok kasus yang tidak
memiliki semak-semak sebesar 51 responden (77,3%) dan pada kelompok kontrol
54 responden (81,8%).
Genangan air adalah adanya genangan air berupa parit, kolam, bekas
galian dan lain-lain sebagai tempat perindukan vektor malaria dengan jarak <2km
dari rumah. Pada kelompok kasus yang tidak ada genangan air sebesar 19
responden (28,8%) dan pada kelompok kontrol yang tidak ada genangan air
sebesar 35 responden (53%). Sedangkan pada kelompok kasus yang ada genangan
air sebesar 47 responden (71,2%) dan pada kelompok kontrol yang ada genangan
air sebesar 31 responden (47%).
Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari adalah kebiasaan
penduduk keluar rumah pada pukul 18.00-06.00. Pada kelompok kasus yang
memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari sebesar 32 responden (48,5%),
sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 13 responden (19,7%). Pada kelompok

42

kasus yang tidak memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari sebesar 34
responden (51,5%) dan pada kelompok kontrol 53 responden (80,3%).
Kebiasaan menggunakan kelambu adalah kebiasaan responden untuk
menggunakan pelindung berongga pada waktu tidur. Pada kelompok kasus yang
tidak menggunakan kelambu sebesar 47 responden (71,2%) dan pada kelompok
kontrol sebesar 50 responden (75,8%). Sedangkan yang menggunakan kelambu
pada kelompok kasus sebesar 19 responden (28,8%) dan pada kelompok kontrol
sebesar 16 responden (24,2%).
Kebiasaan menggunakan obat nyamuk yaitu kebiasaan responden untuk
menggunakan obat nyamuk bakar, obat nyamuk oles, penyemprotan, insektisida
untuk menghindari gigitan nyamuk. Pada kelompok kasus yang tidak
menggunakan obat nyamuk yaitu 56 responden (84,8%) sedangkan kelompok
kontrol sebesar 39 responden (59,1%). Pada kelompok kasus yang menggunakan
obat nyamuk yaitu sebesar 10 responden (15,2%) dan pada kelompok kontrol
sebesar 27 responden (40,9%).
Kebiasaan menggantung pakaian yaitu kebiasaan responden menggantung
pakaian yang habis dipakai maupun yang belum dipakai di dalam rumah. Jumlah
responden pada kelompok kasus yang tidak menggantung pakaian yaitu sebesar
13 responden (19,7%) dan kelompok kontrol yang tidak menggantung pakaian
yaitu sebesar 44 responden (66,7%). Pada kelompok kasus yang memiliki
kebiasaan menggantung pakaian yaitu sebesar 53 responden (80,3%) dan
kelompok kontrol yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian yaitu sebesar
22 responden (33,3%).
4.3.2 Analisis Bivariat
1. Kerapatan Dinding Rumah dengan Kejadian Malaria

43

Hasil penelitian didapatkan bahwa proporsi rumah yang memiliki


kerapatan dinding rumah yang rapat lebih besar pada kelompok kontrol yaitu
46 responden (69,7%), dibandingkan pada kelompok kasus 33 responden
(50%). Hasil analisa didapatkan p = 0,021 dan OR = 2.300 dengan CI 95% =
1,127-4,692. Hasil ini menunjukkan ada hubungan antara kerapatan dinding
rumah dengan kejadian malaria karena p < 0,05. Nilai OR sebesar 2.300
menunjukkan bahwa orang yang tinggal di rumah dengan konstruksi dinding
yang kurang rapat mempunyai risiko terkena penyakit malaria sebesar 2.300
kali lebih besar dari pada yang tinggal di rumah dengan konstruksi dinding
yang lebih rapat. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1
diterima.

Tabel 4.3 Kerapatan Dinding Rumah dengan Kejadian Malaria


Subyek Penelitian
Kasus

Kerapatan dinding

Kontrol

Rapat

33

50%

46

69,7%

Tidak Rapat

33

50%

20

30,3%

OR = 2.300

CI 95% = 1,127-4,692

P = 0,021

44

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ikrayama Babba dkk yaitu ada hubungan yang signifikan antara kerapatan dinding
rumah dengan kejadian malaria.(9)
Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasan
Husin di Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu
Propinsi Bengkulu didapatkan bahwa hasil variabel kerapatan dinding rumah
tidak ada hubungan dengan kejadian malaria.(8)
Konstruksi bangunan rumah yang permanen atau yang rapat dapat
memperkecil kemungkinan masuknya nyamuk ke dalam rumah, sehingga
penghuni rumah dapat terhindar dari gigitan nyamuk.
2. Hubungan Keberadaan Kawat Kasa dengan Kejadian Malaria
Proporsi pada kelompok kasus yang tidak menggunakan kawat kasa sebesar
64 responden (97%) dan kelompok kontrol sebanyak 51 responden (77,3%). Hasil
analisa statistik menunjukkan p = 0,001dan OR = 9,412 dengan CI 95% = 2,05743,058. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemasangan kawat
kasa dengan kejadian malaria karena p<0,05. Nilai OR sebesar 9,412
menunjukkan bahwa orang yang tidak memasang kawat kasa pada ventilasi rumah
mempunyai risiko terkena penyakit malaria sebesar 9,412 kali lebih besar dari
pada yang memasang kawat kasa pada ventilasi rumah. Dari hasil Penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.
Tabel 4.4 Keberadaan Kawat Kasa dengan Kejadian Malaria
Kawat kasa

Subyek Penelitian

45

Kasus

Kontrol

Ada

3%

15

22,7%

Tidak Ada

64

97%

51

77,3%

OR = 9,412

CI 95% = 2,057-43,058

p = 0,001

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasan
Husin yang didapatkan bahwa ada hubungan antara pemasangan kawat kasa pada
ventilasi rumah dengan kejadian malaria.(8)Hal ini juga sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ikrayama Babba dkk yaitu ada hubungan yang
signifikan antara pemasangan kawat kasa pada ventilasi dengan kejadian malaria
(p=0,001).(9)
Hal ini bertentangan dengan yang dilakukan oleh Supri Ahmadi di Desa
Lubuk Nipis Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim yaitu
penggunaan kawat kasa tidak ada hubungan dengan kejadian malaria.
Pemasangan kawat kasa pada ventilasi dapat mencegah masuknya nyamuk
kedalam rumah. Berkurangnya nyamuk yang masuk kedalam rumah akan
memperkecil kontak nyamuk dengan penghuni rumah, sehingga dapat
menurunkan paparan gigitan nyamuk anopheles.
3. Hubungan Pemasangan Plafon dengan Kejadian Malaria
Proporsi pada kelompok kasus yang tidak memasang plafon sebanyak 57
responden (86,4%), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 20 responden

46

(30,3%). Hasil analisa statistik menunjukkan p = 0,000 dan OR = 42,670 dengan


CI 95% = 6,058-35,027. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pemasangan plafon dengan kejadian malaria karena p < 0,05. Nilai OR sebesar
42,670 menunjukkan bahwa orang yang tidak memasang plafon mempunyai
risiko terkena penyakit malaria sebesar 42,670 kali lebih besar dari pada yang
memasang plafon. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1
diterima.
Tabel 4.5Pemasangan Plafon dengan Kejadian Malaria
Subyek Penelitian
Kasus

Pemasangan plafon

Kontrol

Ada

13,6%

46

69,7%

Tidak Ada

57

86,4%

20

30,3%

OR = 42,670

CI 95% = 6,058-35,027

p = 0,000

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Febriyani Fatima Nurlette yaitu ada hubungan antara pemasangan plafon dengan
kejadian malaria.(24)
pemasangan plafon berpengaruh terhadap gigitan nyamuk anopheles sp
yang menyebabkan malaria. Pemasangan plafon dapat mengurangi nyamuk yang
masuk kedalam rumah dan mengurangi paparan terhadap gigitan nyamuk.
4. Hubungan Keberadaan Kandang Ternak dengan Kejadian Malaria

47

Jumlah responden yang tidak memiliki kandang ternak pada kelompok


kasus dan kontrol sama yaitu sebesar 51 responden (77,3%). Hasil analisa
menunjukkan p = 1,000 dan OR = 1.000 dengan CI 95% = 0,443-2,257. Hasil ini
menunjukkan bahwa keberadaan kandang ternak bukan merupakan faktor risiko
kejadian malaria karena p>0,05 atau tidak ada hubungan antara keberadaan
kandang ternak dengan kejadian malaria di Puskesmas Rukun Lima. Dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak.
Tabel 4.6 Keberadaan Kandang Ternak dengan Kejadian Malaria
Subyek Penelitian
Kasus

Keberadaan kandang ternak

Kontrol

Tidak ada

51

77,3%

51

77,3%

Ada

15

22,7%

15

22,7%

OR = 1.000

CI 95% = 0,443-2,257

p = 1,000

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria
Nurftriah dkk yang menyebutkan keberadaan ternak bukan merupakan faktor
risiko kejadian malaria.(25)
Keberadaan kandang ternak tidak berhubungan dengan kejadian malaria di
wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima, karena dari hasil observasi daerah ini
sebagian besar responden memang tidak memiliki kandang ternak.
5. Hubungan Keberadaan Semak-Semak dengan Kejadian Malaria

48

Proporsi pada kelompok kasus yang memiliki keberadaan semak-semak


yaitu sebesar 15 responden (21,7%), sedangkan pada kelompok kontrol yang
memiliki semak-semak yaitu sebanyak 12 responden (18,2%). Hasil analisis
menunjukkan p = 0,517 dan OR = 1,324 dengan CI 95% = 0,566-3,097. Hasil ini
menunjukkan bahwa keberadaan semak-semak bukan menjadi faktor risiko
kejadian malaria karena p>0,05 atau tidak ada hubungan antara keberadaan
semak-semak dengan kejadian malaria di area kerja Puskesmas Rukun Lima. Dari
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak.
Tabel 4.9 Keberadaan Semak-Semak dengan Kejadian Malaria
Subyek Penelitian
Kasus

Keberadaan Semak- Semak

Kontrol

Tidak ada

51

77,3%

54

81,8%

Ada

15

21,7%

12

18,2%

OR = 1,324

CI 95% = 0,566-3,097

p = 0,517

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim
Sand dkk yaitu keberadaan hutan, kebun, semak-semak, sawah disekitar rumah
tidak ada hubungan dengan kejadian malaria dengan nilai p 1,0 atau p 0,05(35).
Hasil ini juga sejalan dengan yang dilakukan Hasan Husin yaitu tidak ada
hubungan antara keberadaan semak-semak disekitar rumah dengan kejadian
malaria.(8)

49

Hasil analisis didapatkan tidak ada hubungan antara semak-semak dengan


penyakit malaria, karena dari hasil observasi peneliti tidak terdapat semak-semak
pada sebagian besar rumah responden.
6. Hubungan Genangan Air dengan Kejadian Malaria
Proporsi pada kelompok kasus yang memiliki genangan air sebanyak 47
responden (71,2%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 31 repsonden (47%).
Hasil analisa menunjukkan p = 0,005 dan OR = 2,793 dengan CI 95% = 1,3605,735. Hasil ini menunjukkan genangan air merupakan faktor risiko kejadian
malaria karena p<0,05 atau terdapat hubungan antara genangan air dengan
kejadian malaria di Puskesmas Rukun Lima. Nilai OR sebesar 5,735
menunjukkan bahwa orang yang memiliki genangan air mempunyai risiko terkena
penyakit malaria sebesar 5,735 kali lebih besar dari pada yang tidak memiliki
genangan air. Dari hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan
H1 diterima.
Tabel 4.10Keberadaan Genangan Air dengan Kejadian Malaria
Subyek Penelitian
Kasus

Genangan air

Kontrol

Tidak Ada

19

28,8%

35

53%

Ada

47

71,2%

31

47%

OR = 2,793

CI 95% = 1,360-5,735

p = 0,005

50

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Supri Ahmadi, yang
mendapatkan bahwa faktor risiko genangan air disekitar rumah berhubungan
dengan kejadian malaria.(26)
Nyamuk anopheles dalam perkembangannya membutuhkan media air
sebagai tempat perindukan nyamuk (breeding places) yaitu perubahan dari telur,
jentik lalu menjadi pupa. Kondisi tanah seperti adanya galian, sumur, selokan parit
disekitar rumah responden akan berpotensi menimbulkan genangan air, sehingga
dapat terbentuk tempat perindukan bagi nyamuk. Hal ini menyebabkan kepadatan
nyamuk anopheles cenderung stabil bahkan meningkat.
7. Hubungan Kebiasaan Keluar Rumah Pada Malam Hari dengan Kejadian
Malaria
Proporsi pada kelompok kasus yang memiliki kebiasaan keluar rumah pada
malam hari sebesar 32 responden (48,5%) dan pada kelompok kontrol sebesar 13
responden (19,7%). Hasil analisa menunjukkan p = 0,000 dan OR = 2,165 dengan
CI 95% = 1,767-8,331. Hasil ini menunjukkan bahwa kebiasaan keluar rumah
pada malam hari merupakan faktor risiko kejadian malaria karena p<0,05 atau
memiliki hubungan dengan kejadian malaria di area kerja Puskesmas Rukun
Lima. Nilai OR sebesar 2,165 menunjukkan bahwa orang yang memiliki
kebiasaan keluar rumah pada malam hari mempunyai risiko terkena penyakit
malaria sebesar 2,165 kali lebih besar dari pada yang tidak memiliki kebiasaan
keluar rumah pada malam hari. Dari hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan H1 diterima.

51

Tabel 4.11 Kebiasaan Keluar Rumah Pada Malam Hari dengan Kejadian
Malaria
Subyek Penelitian
Kebiasaan Keluar rumah
pada Malam Hari

Kasus

Kontrol

Tidak

34

51,5%

53

80,3%

Ya

32

48,5%

13

19,7%

OR = 2,165

CI 95% = 1,767-8,331

p = 0,000

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria
Nurftriah dkk yaitu kebiasaan keluar rumah di malam hari merupakan faktor
risiko kejadian malaria.(25) Hasil analisis ini juga sama dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ikrayama Babba, Suharyo Hadisaputro, Suwandi Sawandi
tentang faktor-faktor risiko yang mempengaruhi Kejadian Malaria Di Wilayah
Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara responden yang memiliki kebiasaan
keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria.(9)
Aktivitas nyamuk anopheles sp cenderung melakukan gigitan mulai dari
18.00-06.00, saat melakukan gigitan ini nyamuk anopheles akan menularkan
sporozoit yang dapat menyebabkan penyakit malaria. Siapapun yang mempunyai
kebiasaan keluar rumah pada malam hari berisiko digigit oleh nyamuk karena
aktivitas nyamuk anopheles sp yang cenderung mencari darah pada malam hari
hingga subuh untuk menularkan sporozoit.

52

8. Hubungan Penggunaan Kelambu dengan Kejadian Malaria


Proporsi pada kelompok kontrol yang tidak menggunakan kelambu lebih
tinggi yaitu sebanyak 50 responden (75,8%), dibandingkan pada kelompok kasus
sebanyak 47 responden (71,2%). Hasil analisa menunjukkan p = 0,554 dan OR =
0,792 dengan CI 95% = 0,365-1,718. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan
kelambu bukan merupakan faktor risiko kejadian malaria karena p>0,05 atau tidak
ada hubungan penggunaan kelambu dengan kejadian malaria di Puskesmas Rukun
Lima. Dari hasil penelitan ini dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1
ditolak.
Tabel 4.12Menggunakan Kelambu dengan Kejadian Malaria
Subyek Penelitian
Kasus

Menggunakan Kelambu

Kontrol

Ya

19

28,8%

16

24,2%

Tidak

47

71,2%

50

75,8%

OR = 0,792

CI 95% = 0,365-1,178

p = 0,554

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria
Nurftriah dkk yaitu kebiasaan menggunakan kelambu bukan merupakan faktor
risiko kejadian malaria.(25)
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari wawancara pada responden, pada
kelompok kasus dan kelompok kontrol sebagian besar sudah menggunakan
kelambu pada saat tidur. Tetapi dari hasil analisis didapatkan tidak ada hubungan,

53

karena responden memiliki waktu beraktivitas lebih banyak di luar kelambu dan
hanya menggunakan kelambu pada saat tidur. Saat beraktivitas

itulah host

terpapar oleh gigitan nyamuk anopheles. Host yang beraktivitas tanpa ada
perlindungan diri dari gigitan nyamuk akan meningkatkan resiko penyakit
malaria.
9. Hubungan Menggunakan Obat Nyamuk, Repellent, Insektisida dan
Penyemprotan dengan Kejadian Malaria.
Proporsi pada kelompok kasus yang tidak menggunakan obat nyamuk, obat
nyamuk oles, insektisida dan penyemprotan sebesar 56 responden (84,8%) dan
pada kelompok kontrol yang sebesar 39 responden (59,1%). Hasil analisa
menunjukkan p = 0,001 dan OR = 3,877 dengan CI 95% = 1686-8,916. Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak menggunakan obat nyamuk merupakan faktor risiko
kejadian malaria karena p<0,05 atau ada hubungan antara tidak menggunakan
obat nyamuk dengan kejadian malaria di area kerja Puskesmas Rukun Lima. Dari
hasil penelitian ini dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima.
Tabel 4.13Distribusi Penggunaan Obat Nyamuk, repellent, insektisida dan
penyemprotan dengan Kejadian Malaria
Subyek Penelitian
Kasus

Menggunakan Obat Nyamuk

Kontrol

Ya

10

15,2%

27

40,9%

Tidak

56

84,8%

39

59,1%

54

OR = 3,877

CI 95% = 1,686-8,916

p = 0,001

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria
Nurftriah dkk yaitu kebiasaan menggunakan anti nyamuk, repellent, insektisida
dan penyemprotan merupakan faktor risiko kejadian malaria.(25)
Keberadaan nyamuk di dalam rumah berpotensi menularkan penyakit
malaria. Penggunaan obat nyamuk repellent, insektisida dan penyemprotan
berfungsi untuk menghindari diri gigitan nyamuk dan untuk membasmi nyamuk.
10. Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Kejadian Malaria
Proporsi pada kelompok kasus yang memiliki kebiasaan menggantung
pakaian sebesar 53 responden (80,3%) dan proporsi pada kelompok kontrol
sebesar 22 responden (33,3%). Hasil analisa menunjukkan p = 0,000 dan OR
=8,154 dengan CI 95% = 3,687-18,032. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa
kebiasaan menggantung pakaian merupakan faktor risiko kejadian malaria karena
p<0,05 atau ada hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian
malaria di area kerja Puskesmas Rukun Lima. Nilai OR sebesar 8,154
menunjukkan bahwa orang yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian
mempunyai risiko terkena penyakit malaria sebesar 8,154 kali lebih besar dari
pada yang tidak memiliki kebiasaan menggantung pakaian. Dari hasil penelitian
ini dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima.

55

Tabel 4.14 Distribusi Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Kejadian


Malaria
Subyek Penelitian
Kebiasaan menggantung
Pakaian

Kasus

Kontrol

Tidak

13

19,7%

44

66,7%

Ya

53

80,3%

22

33,3%

OR = 8,154

CI 95% = 3,687-18,032

p = 0,000

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Semuel Franklyn Yawan yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan
menggantung pakaian dengan risiko terkena penyakit malaria.(18)
Setelah nyamuk memenuhi kebutuhannya yaitu menghisap darah manusia
atau hewan, nyamuk akan membutuhkan tempat bersarang (resting places) sambil
menunggu siklus mencari darah berikutnya untuk pematangan telur. Kebiasaan
menggantung pakaian di dalam rumah akan menciptakan tempat bersarang bagi
nyamuk. Tempat bersarang yang baik untuk nyamuk adalah lingkungan yang
teduh, suhu relatif rendah, sedikit sinar matahari.
4.3.3 Analisis Multivariat
Berdasarkan hasil analisa multivariat dengan menggunakan metode regresi
logistic didapatkan variabel yang paling dominan adalah keberadaan plafon,
kebiasaan keluar malam dan kebiasaan menggantung pakaian. Dari ketiga faktor
ini yang paling berpengaruh sebagai faktor resiko malaria yaitu kebiasaan keluar
malam.

56

Tabel 4.15 Analisa Multivariat


Variabel
Keberadaan Plafon
Kebiasaan Keluar Malam
Kebiasaan Menggantung Pakaian

Koefisien
-2,683
-1,505
-2,279

P
0,000
0,006
0,000

OR ( CI 95%)
0,068 (0,024-0,192)
0,222 (0,076-0,647)
0,102 (0,037-0,284)

Pemasangan plafon dapat menurunkan jumlah nyamuk yang masuk ke


dalam rumah dan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk yang dapat menularkan
penyakit malaria terhadap host.
Perilaku mencari darah nyamuk anopheles yang akan terbang menuju
sumber rangsangan yang menjadi indikator keberadaan host. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam menggigit yaitu :
a. Waktu menggigit nyamuk anopheles merupakan waktu yang baik
bagi nyamuk ini untuk mencari darah. Masingmasing vektor
mempunyai kesukaan waktu menggigit yang berbeda. Ada yang
memulai aktivitas pada awal malam sesudah matahari terbenam,
tengah malam, bahkan ada yang menjelang pagi. Contohnya jenis
nyamuk An.Maculatus yang aktif mencari darah dari pukul 21.0003.00, nyamuk An.Aconitus yang aktif menggigit sepanjang malam,
80% gigitan An.Aconitus dilakukan pada pukul 18.00-22.00, ada
juga nyamuk An.Balabacencis yang aktivitas mengigitnya dimulai
dari pukul 18.00-02.00.
b. Tempat mengigit nyamuk anopheles, dibagi menjadi eksofagik
yaitu nyamuk yang suka mengigit di luar rumah dan endofagik
yaitu nyamuk yang suka mengigit di dalam rumah.

57

c. Host yang digigit dibagi menjadi 2 yaitu antropofilik adalah


nyamuk yang suka menggigit manusia dan zoofilik adalah nyamuk
yang suka menggigit hewan dan indisminate feeders.indisminate
feeders merupakan nyamuk yang suka menggigit tanpa adanya
kecenderungan kesukaan tertentu.
d. Frekuensi menggigit
Semakin pendek waktu antar menggigit akan memperbesar resiko
penularan plasmodium.
Lingkungan daerah kerja Puskesmas Rukun Lima berada di dataran rendah
yaitu di pinggiran pantai. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan
yang mempunyai aktivitas melaut mulai dari malam hari sampai pada menjelang
pagi hari, ada juga sebagai pedagang di pasar yang harus keluar pada malam hari
hingga subuh. Nyamuk malaria cenderung memiliki aktivitas menggigit pada
malam hari hingga menjelang pagi, nyamuk malaria yang bersifat eksofagik
mengigit pada lingkungan luar rumah. Akibatnya frekuensi gigitan nyamuk
anopheles akan meningkat sehingga menyebabkan penyakit malaria.
Perilaku vektor anopheles sp memerlukan 3 komponen utama yaitu tempat
perindukkan, tempat mencari darah dan tempat bersarang sebelum proses
menggigit selanjutnya. Setelah mencari kebutuhan makanannyan berupa darah
(anthropofilik atau zoofilik). Nyamuk akan memerlukan tempat peristirahatan
sambil menunggu siklus mencari darah selanjutnya untuk pematangan telurnya.
Lingkungan bersarang nyamuk malaria yang baik adalah tempat tempat yang
lembab, teduh, suhu yang relatif rendah, intensitas cahaya rendah atau gelap.

58

Menggantung pakaian yang sudah dipakai atau pakaian yang masih bersih
akan membantu menyediakan tempat bagi nyamuk untuk bersarang agar dapat
melanjutkan siklus hidupnya mencari darah. Hal ini karena, tempat menggantung
pakaian akan menimbulkan tempat yang teduh, sedikit lembab, kurang cahaya
atau gelap yang dapat menciptakan lingkungan yang mendukung untuk nyamuk
bersarang.

59

BAB 5
PENUTUP

5.1

Kesimpulan
Hasil analisis mengenai faktor risiko dan hubungannya dengan penyakit

malaria di wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima Kecamatan Ende Selatan


Kabupaten Ende adalah:
1. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian malaria yaitu kerapatan
dinding yang tidak memenuhi syarat, tidak ada pemasangan kawat kasa,
tidak ada pemasangan plafon pada rumah, adanya genangan air, kebiasaan
keluar rumah pada malam hari, tidak menggunakan obat nyamuk,
repellent, penyemprotan dan kebiasaan menggantung pakaian.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor risiko kerapatan dinding
rumah yang tidak memenuhi syarat (OR = 2.300), tidak ada pemasangan

60

kawat kasa (OR = 9,412), tidak ada pemasangan plafon (OR = 42,670),
adanya genangan air (OR = 2,793) kebiasaan keluar rumah pada malam
hari (OR = 2,165), tidak menggunakan penggunaan obat nyamuk (OR =
3,877), kebiasaan menggantung pakaian (OR = 8,154) dengan kejadian
malaria
3. Faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian malaria di
Puskesmas Rukun Lima Kabupaten Ende yaitu tidak dipasangnya plafon,
kebiasaan keluar malam pada malam hari dan kebiasaan menggantung
pakaian terhadap risiko kejadian malaria di Puskesmas Rukun Lima.

5.2 Saran
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Ende.
Meningkatkan penyuluhan secara intensif kepada masyarakat untuk
memberikan pemahaman tentang bahaya penyakit malaria, cara mencegah
dan menanggulangi malaria.
2. Masyarakat
-

Menggunakan baju yang tertutup dan menggunakan obat anti nyamuk


seperti obat nyamuk oles untuk melindungi diri dari gigitan nyamuk
anopheles jika ingin keluar rumah pada malam hari.

Hindari kebiasaan menggantung pakaian seperti pakaian bersih atau


pakaian kotor di kamar mandi, kamar tidur dan di ruangan lain yang sering

61

dijadikan sebagai tempat beraktivitas untuk mengurangi tempat bersarang


bagi nyamuk.
3. Peneliti Lain
-

Meneliti lebih lanjut tentang variabel lain yang juga dapat menjadi faktor
risiko kejadian malaria.

Memperluas cakupan wilayah penelitian dan dapat membandingkan


faktor risiko dengan puskesmas yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan


Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta; 2008.
Harijanto P. Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta; 2000.
Buletin Jendela Data dan Inforasi Kesehatan. Epidemologi Malaria di
Indonesia. Jakarta; 2011.
World Health Organization. World Malaria Report 2013. 2013.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar. Jakarta; 2013.
Dinkes. Profil Kesehatan Kabupaten Ende 2012. Kabupaten Ende; 2012.
Dinkes. Profil Kesehatan Kabupaten Ende 2013. Kabupaten Ende; 2013.
Hasan H. Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Puskesmas
Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Kota Bengulu Propinsi Bengkulu
[Internet].
2007
[cited
2014
Apr
24].
Available
from:
http://eprints.undip.ac.id/17530/
Babba Ikrayama, Hadisaputro Suharyo SS. Faktor-faktor Risiko yang
Mempengaruhi Kejadian Malaria (Studi Kasus diWilayah Kerja Puskesmas
Hamadi Kota Jayapura) [Internet]. 2006 [cited 2014 Apr 24]. Available

62

10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

19.
20.
21.
22.
23.
24.

25.

26.

from: http://core.ac.uk/download/pdf/11717456.pdf
Aris S. Malaria Pendekatan Kausalitas. Yogyakarta; 2013.
P N Harijanto, Nugroho Agung GAC. Malaria Pendekatan Model
Kausalitas. Jakarta: EGC; 2012.
Gunawan S. Epidemilogi Malaria. Harijanto PN, editor. Jakarta: EGC;
2000.
Soedarto. Parasitologi Klinik. 3rd ed. Srisasi HG, editor. Surabaya; 2008.
Rinidar. Pemodelan Kontrol Malaria Melalui Pengelolaan Terintegrasi Di
Kemukiman Lamteuba, Nanggroe Aceh Darussalam. Universitas Sumatera
Utara; 2010.
Kementerian Kesehatan RI. Epidemiologi Malaria Di Indonesia. Bul
Jendela Data dan Inf Kesehat. 2011;116.
Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kemenkes RI. 2013.
Soedarto. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
Semuel YF. Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja
Puskesmas Bosnik Kecamatan Biak Timur Kabupaten Biak [Internet]. 2006
[cited
2014
Apr
24].
Available
from:
http://docrchive.com/document/analisis-faktor-risiko-kejadian-malaria-diwilayah-kerja-puskesmas-bosnik-kecamatan-biak-timur-kabupaten-biaknumfor-papua-892841982286479/
Notoatmodjo S. metodologi penelitian dasar. revisi. jakarta: rineka cipta;
2010.
Busnia Munzir. Entomologi. Andalas University Press. Padang; 2006;45.
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;
2012.
Sastroasmoro S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. IV. Jakarta:
Sagung Seto; 2011.
Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 4th ed.
Jakarta: Sagung Seto; 2011. 99 p.
Nurlette Fatima Febriyanti, Ishak Hasanuddin R. Hubungan Perilaku
Masyarakat dan Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Malaria di
Wilayah Kerja Puskemas Rijali Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun
2012 [Internet]. 2012 [cited 1BC Apr 24]. Available from:
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/3343
AS Nurfitrianah Ria, Ishak Haaanuddin ALR. Analisis Faktor Risiko
Lingkungan Terhadap Kejadian Malara di Wilayah Kerja Puskesms
Durikumba Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju [Internet]. 2013 [cited
1BC
Apr
24].
Available
from:
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=--rianurfitr9187&PHPSESSID=4c66fe2b86848161919da36c3e320170
Supri Ahmadi. Faktor Resiko Kejadian Malaria Di Desa Lubuk Nipis
Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim. Universitas
Diponegoro Semarang; 2008.

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

73

ANALISIS FAKTOR RISIKO TERHADAP PENYAKIT MALARIA DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS RUKUN LIMA KECAMATAN ENDE
SELATAN KABUPATEN ENDE
Selviana Apriyanti Nahak1 , Sangguana Marthen Jacobus Koamesah2 , Azaria
Amelia Adam3,
1
Fakultas Kedokteran Univerasitas Nusa Cendana
2
Departemen IKKAKOM Fakultas Kedokteran Unversitas Nusa Cendana
3
Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
ABSTRAK
Malaria merupakan penyakit infeksi dengan mortalitas yang masih tinggi.
Di dunia, Indonesia menempati urutan ke dua tertinggi malaria dengan prevalensi
6,1%. Provinsi NTT menduduki peringkat ke dua tertinggi malaria di Indonesia,
dengan angka kejadian malaria pada tahun 2012 sebesar 9.489 kasus. Dari 34
provinsi di NTT terdapat 15 Provinsi yang mempunyai prevalensi malaria
tertinggi dan sebagian besar terdapat di Indonesia bagian timur. Kabupaten Ende
merupakan salah satu dari kabupaten di NTT yang masih endemik malaria. Pada
tahun 2012, Ende menduduki peringkat ke-4 kasus malaria tertinggi di provinsi
NTT. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor risiko kejadian malaria di
wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima Kecamatan Ende Selatan Kabupaten Ende.
Jenis penelitian yang digunakan analitik observasional dengan desain kasus
kontrol. Sampel yang digunakkan sebanyak 132 responden yang terdiri dari 66
kelompok kasus dan 66 kelompok kontrol. Faktor risiko diidentifikasi
menggunakan kuisoner dan lembar observasi serta dianalisis menggunakan chisquare untuk menghitung nilai p dan odds ratio (OR). Hasil analisis menunjukkan
7 dari 10 variabel berhubungan dengan kejadian malaria antara lain kerapatan
dinding (P 0,021, OR=2,300), penggunaan kawat kasa (P 0,001, OR= 9,412),
pemasangan plafon (P 0,000, OR= 42,670), genangan air (P 0,005, OR=2,793),
kebiasaan keluar rumah pada malam hari (P 0,000, OR 8,154), penggunaan obat
nyamuk bakar, oles, penyemprotan dan insektisida (P 0,001, OR= 3,877), dan
kebiasaan menggantung pakaian (P 0,000, OR=8,154). Hasil analisis multivariat
didapatkan 3 variabel yang paling berperan yaitu pemasangan plafon, kebiasaan
keluar rumah pada malam hari dan kebiasaan menggantung pakaian. Perlu
dilakukan penyuluhuan tentang pentingnya pemasasangan plafon untuk mencegah
nyamuk masuk ke dalam rumah. Menggunakan pakaian yang tertutup saat
beraktivitas di luar rumah pada malam hari atau menggunakan pelindung untuk
menghindari diri dari gigitan nyamuk anopheles. Menghindari kebiasaan
menggantung pakaian kotor atau pakaian bersih di kamar mandi, kamar tidur atau
di tempat-tempat yang sering dipakai beraktivitas.
Kata Kunci : Faktor Risiko, Malaria, Kabupaten Ende

74

RISK FACTOR ANALYSIS OF MALARIA DISEASE IN RUKUN LIMA


PUBLIC HEALTH CENTER SOUTHERN ENDE SUB DISTRICT, ENDE
DISTRICT 2014
Selviana Apriyanti Nahak1, Sangguana Marthen Jacobus Koamesah2, Azaria
Amelia Adam3
1
Fakultas Medicine, University of Nusa Cendana
2
Departement of IKAKOM, Faculty of Medicine, University of Nusa Cendana
3
Departement of Microbiology, Faculty of Medicine, University of Nusa Cendana
ABSTRACT
Malaria is an infection disease with high mortality rate. Indonesia is the
second highest country in the world with 6,1% prevalence. NTT province is the
second highest place with malaria cases in Indonesia with 9.489 cases of malaria
in 2012. 15 out of 34 provinces in Indonesia especially east region had the highest
cases of malaria. Ende regency is one of regencies in NTT that still malaria
endemic, Ende placed the fourth of highest cases of malaria in 2012. The purpose
of this research was to analyzed malaria risk factor in the work area of Rukun
Lima public health center, South Ende District, Ende Regency. This research was
an analytic observational resarch with case control design. Samples used in this
research were 132 individuals whose divided into 66 individuals in case group and
66 individuals in control group. Risk factors were identified using questionnairre
and observation sheet. Risk factors were analyzed using chi square formula to
count p value and odds ratio (OR). This study was conducted in December 2014.
Analysis result showed 7 from 10 variables were related to the insidence of
malaria. The 7 variables are wall density (p = 0,021, OR = 2.300), wire gauze
installation (p = 0,001, OR = 9,412), installation of ceiling (p = 0,000, OR =
42,670), water puddle (p = 0,005, OR = 2,793), habit of going out at night (p =
0,000, OR = 2,165), use fuel and topical repellent, fogging (p = 0,001, OR =
3,877), the habit of hanging clothes (p = 0,000, OR =8,154). Multivariat analysis
found 3 dominant risk factors in cases of malaria, namely the installation of
ceiling, habit of going out at night and habit of hanging clothes. Of these three
risk factors, habit of going out at night is the most influence risk factors on
malaria. Information and education about the importance of plafond installation,
wearing reclusive clothes while having outdoor activities at night, using
repellents. Avoid habit to hang clothes in bathroom, bedroom or another room
which used to do activities were needed to prevent malaria.

Keywords: Risk Factors, Malaria, Ende Regency

75

76

77

78

79

80

Anda mungkin juga menyukai