BAB 1
PENDAHULUAN
Kecamatan Ende Selatan memiliki 1202 kasus malaria yang tercatat di Puskesmas
Rukun Lima dan 1178 kasus malaria yang tercatat di Puskesmas Nangapanda.
Tabel 1.1 Angka kejadian Malaria pada beberapa kelurahan di
kecamatan Ende Selatan tahun 2013
No.
Kelurahan
Angka Kejadian
1.
2.
Rukun Lima
Bongawani
207
39
3.
Taupanda
76
4.
Tanjung
111
5.
Tetandara
122
Penelitian ini dilakukan di puskesmas Rukun Lima Kecamatan Ende
Selatan Kabupaten Ende. Selain jumlah kasus malaria yang masih tinggi di daerah
tersebut, puskesmas ini juga berada di sekitar area perkampungan nelayan dan
pasar. Ditinjau dari aktivitas para nelayan dan pedagang yang biasanya keluar
pada malam hari hingga subuh sangat memungkinan mereka untuk terkena gigitan
nyamuk anopheles. Selain itu, daerah sekitar Puskesmas Rukun Lima juga
terdapat banyak genangan air akibat selokan yang rusak dan bekas galian keadaan
ini dapat menimbulkan tempat berkembang biak bagi nyamuk anopeles.
Puskesmas Rukun Lima juga memiliki fasilitas yang memadai untuk
menegakkan diagnosis malaria yaitu dengan pemeriksaan darah. Letak puskesmas
ini juga mudah untuk dijangkau dan memiliki catatan kasus yang lengkap
mengenai penyakit malaria yang ditangani.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui berbagai faktor
risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria. Penelitian yang pernah
dilakukan oleh Husin (2007) tentang Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di
Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu Propinsi
Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor risiko lingkungan sosial budaya yang berperan
dalam penyebaran penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Rukun
Lima.
2.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria
2.1.1
Pengertian Malaria
Malaria merupakan suatu penyakit akibat udara yang buruk yang di ambil
dari bahasa Italia (mal:buruk; aria:udara). Penyakit ini sering terjadi di rawa,
karena banyaknya penduduk daerah pantai yang menderita gejala-gejala malaria
yaitu demam yang tinggi, menggigil dan berkeringat.(10)
2.1.2
Etiologi Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Spesies
plasmodium pada manusia adalah:
a. Plasmodium falciparum (P.falciparum), menyebabkan malaria tropika.
Plasmodium falciparum dapat menyebabkan malaria berat hingga
menyebabkan kematian. Gejala seranganya timbul berselang setiap 2 hari
(48 jam).
b. Plasmodium vivax (P.vivax), menyebabkan malaria tertiana dengan gejala
serangannya timbul berselang setiap tiga hari.
c. Plasmodium ovale (P.ovale), umumnya dijumpai di Afrika dan Pasifik
Barat.
d. Plasmodium malariae (P.malariae), menyebabkan malaria quartana
dengan gejala serangan timbul berselang setiap empat hari sekali.(11)
2.1.3
dan jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala klinis malaria biasanya terdiri dari
tiga stadium yang disebut dengan trias malarias yaitu :
a. Periode Dingin
Mulai menggigil dan kulit kering, seluruh badan bergemetar dan seluruh
gigi-gigi gemeretak, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung 15 menit sampai satu jam diikuti dengan naiknya
temperatur.
b. Periode Panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas suhu badan
tetap tinggi sampai dapat mencapai 40c atau lebih. Kerja sistem respirasi
meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, syok. Periode
ini biasanya lebih lama dari fase dingin dapat mencapai dua jam atau lebih
diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode Berkeringat
Pada keadaaan ini penderita mulai berkeringat dari temporal, diikuti
seluruh tubuh sampai basah, temperatur turun, lelah dan sering tertidur.
Ketika penderita bangun akan merasa sehat dan bisa melakukan aktivitas
seperti biasa.(12)
2.1.4
10
11
12
hebat dan lain-lain. Pada masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria,
biasanya sudah mempunyai kekebalan tubuh. Terutama pada orang dewasa, gejala
biasanya lebih ringan dan tidak spesifik, gejala yang dapat muncul adalah demam,
sakit kepala, lemah dan sebagainya. Setelah penderita dicurigai secara klinis
menderita
malaria,
dilakukan
pemeriksaan
untuk
menemukan
parasit.
2.
3. Kimia darah lain : gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase,
albumin, globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah.
4.
Urinalisis.(17)
Faktor Parasit
Parasit malaria harus ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup
lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina pada saat yang sesuai untuk
penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan kondisi spesies vektor
anopheles (anthropofilik) agar sporogoni dapat menghasilkan sporozoit infektif.
Sifat parasit berbeda-beda untuk setiap spesies malaria dan hal ini mempengaruhi
terjadinya manifestasi klinis dan penularan. Plasmodium falciparum mempunyai
13
masa infeksi yang paling pendek, namun menghasilkan parasitemia paling tinggi,
gejala yang paling berat dan masa inkubasi yang paling pendek. P.falciparum baru
berkembang setelah 8-15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah. Pada
jenis vektor lain seperti P.vivax dan P.ovale pada umumnya menghasilkan
parasitemia yang rendah dengan gejala yang lebih ringan tetapi memiliki masa
inkubasi yang lebih lama. Sporozoit pada P.vivax dan P.ovale dalam hati akan
berkembang menjadi skizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini yang
menjadi sumber untuk terjadinya relaps.(11)
2.4.2
Faktor Manusia
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat
2.4.3
Faktor Nyamuk
Malaria pada manusia dapat ditularkan oleh nyamuk anopheles betina.
Lebih dari 400 jenis spesies anopheles di dunia, dilaporkan hanya sekitar 67 yang
terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Nyamuk
14
anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun dapat juga hidup
di daerah beriklim sedang. Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari
2000m-2500m. Sebagian besar nyamuk anopheles ditemukan di daerah dataran
rendah.(14)
2.4.4
2.4.4.1
Faktor Lingkungan
Lingkungan Fisik
Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan
transmisi malaria di Indonesia.
1. Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang
optimum berkisar antara 20-30C. Makin tinggi suhu, makin pendek masa
inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang
masa inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies. Pada
suhu 26,7 C masa inkubasi ekstrinsik adalah 1012 hari untuk P. falciparum dan
811 hari untuk P.vivax, 1415 hari untuk P.malariae dan P.ovale.
Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang berlangsung selama 16
hari pada suhu 20C dan 8-9 hari pada suhu 27C. Dibawah 15C
perkembangbiakan seksual tidak mungkin terjadi.(16)
2. Kelembaban
Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebisaan mengggigit
dan istirahat nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih
aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan penyakit
15
16
17
dari serangan mahluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indikator
bagi jenis nyamuk tertentu. Contohnya, larva nyamuk anopheles sundaicus
biasanya berada pada tanaman air seperti lumut perut ayam (Heteromorpha, sp)
dan lumut sutera (Enteromorpha, sp). Beberapa jenis ikan pemakan larva seperti
ikan kepala timah (Gambusia affinis), ikan Guppi (Pocillie reticulate), Nila
(Oreochomis niloticus) dan lain lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di
suatu daerah.(14)
2.4.4.3 Lingkungan Kimia
Lingkungan
kimia
yang
paling
mendukung
terhadap
kelanjutan
18
kepadatan nyamuk dalam rumah. Hal ini juga dapat menurunkan pemaparan
gigitan nyamuk anopheles.
Kebiasaan manusia seperti memiliki tempat penampungan air yang
terbuka, parit, selokan, pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan
dapat menimbulkan genangan yang membantu pertumbuhan nyamuk karena
nyamuk membutuhkan air sebagai medium perantara dalam perkembangbiakan.
Medium air yang langsung kontak dengan tanah digunakan nyamuk sebagai
tempat meletakkan telur yang akan berkembang menjadi pupa, larva dan menjadi
nyamuk. Adanya semak-semak dan kebiasaan menggantung pakaian kotor atau
bersih dapat menimbulkan tempat untuk bersarang bagi nyamuk untuk siklus
menggigit berikutnya.(10)
Kebiasaan masyarakat keluar rumah pada malam hari berkaitan dengan
proses menggigit. Puncak aktivitas menggigit nyamuk anopheles umumnya pada
waktu menjelang tengah malam hingga menjelang pagi hari tergantung kesukaan
menggigit masing-masing vektor. Tempat menggigit vektor nyamuk anopheles
ada yang bersifat eksofagik yaitu yang suka mengigit di luar rumah dan endofagik
yaitu nyamuk yang lebih suka mengigit di dalam rumah.(10)
Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles, oleh sebab itu untuk
menghindari diri dari gigitan nyamuk maka biasanya masyarakat menggunakan
kelambu saat tidur, menggunakan obat nyamuk, obat nyamuk oles, penyemprotan,
atau insektisida.
2.5
Pencegahan
19
lain-lain.
Penting
menjaga
kebersihan
lingkungan
yang
dapat
20
Faktor
Parasit
Faktor Manusia
Faktor Nyamuk
Faktor Lingkungan
Penderita Malaria
Positif
Kepadatan Nyamuk
Anopheles
21
:
= Tidak Diteliti
= Diteliti
22
BAB 3
METODE PENELITIAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kerapatan Dinding
Pemasangan Kawat Kasa
Pemasangan Plafon
Keberadaan Kandang Ternak
Keberadaan Semak Semak
Genangan Air
Kebiasaan Keluar Rumah Pada
Malam Hari
8. Menggunakan Kelambu
9. Menggunakan Obat Nyamuk
Bakar, Obat Nyamuk Oles,
Penyemprotan, Insektisida.
10. Kebiasaan Menggantung Pakaian.
23
3.2
Identifikasi Variabel
Kerapatan dinding
Pemasangan kawat kasa
Pemasangan Plafon
Keberadaan Kandang ternak
Keberadaan Semak-semak
Genangan air
Kebiasaan keluar rumah pada malam hari
Menggunakan kelambu
Menggunakan obat nyamuk bakar, obat nyamuk oles, penyemprotan,
dan isektisida
10. Kebiasaan menggantung pakaian
3.2.2 Variabel terikat (dependen)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau
variabel independen. Variabel dependen dari penelitian ini adalah penderita
malaria positif.
3.3 Hipotesis
1.
H0 = Kerapatan dinding, keberadaan kawat kasa, pemasangan
plafon, keberadaan kandang ternak, keberadaan semak-semak,
genangan
air,
kebiasaan
keluar
rumah
pada
malam
hari,
24
genangan
air,
kebiasaan
keluar
rumah
pada
malam
hari,
dan
dan
malaria
1.4. Definisi Operasional.(14)
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Pengukuran
Penyajian
Skala
Variabel terikat
1.
Malaria
Terjadinya infeksi
Hasil
uji 1.Negatif
parasit sporozoit
laboratorium 2.Positif
yang didasarkan pada mikroskopis
Nominal
25
hasil pemeriksaan
sediaan darah
plasmodium malaria
positif.
Variabel Bebas
2.
Kerapatan
Dinding
Keberadan dinding
rumah
responden
yang terbuat dari
semen,
papan,
anyaman dan dilihat
dari
kerapatanya,
tidak rapat apabila
terdapat
lubang
sebesar 1,5 mm2.
Observasi
1.Rapat
langsung di 2.Tidak
rumah
rapat
reponden
3.
Kawat kasa
Keberadaan
kawat
kasa pada ventilasi
untuk menghindari
masuknya
vektor
nyamuk
malaria
melalui
lubang
ventilasi.
Observasi
dan
pengamatan
langsung
dirumah
responden
1.Ada
Nominal
kawat
kasa
2.Tidak
ada kawat
kasa
4.
Plafon
Observasi
dan
pengamatan
langsung
dirumah
responden
1.Ada
Ada
tidaknya
kandang ternak besar
(sapi, kuda, kerbau,
kambing) disekitar
rumah.
Observasi
dan
pengamatan
langsung
dirumah
responden
1.Tidak
ada
5.
6.
Kandang
ternak
Keberadaan
Nominal
Nominal
2.Tidak
ada
Nominal
2. Ada
1.Tidak
Nominal
26
semak-semak
tumbuhan
berupa
rumput-rumputan
atau perdu dengan
ketinggian maksimal
2m sebagai tempat
bersarang nyamuk,
dengan jarak <200m
dari rumah.
dan
pengamatan
langsung
dirumah
responden
ada semak
-semak
Observasi
dan
pengamatan
langsung
dirumah
responden
1.Tidak
ada
genangan
2.Ada
genangan
Nominal
2.Ada
semaksemak
7.
Genangan air
Keberadaan
genangan air berupa
parit, kolam, bekas
galian, dan lain-lain
sebagai
tempat
perindukan
vektor
malaria dengan jarak
<2km dari rumah.
8.
Kebiasaan
keluar rumah
pada
malam
hari
1. Tidak
2. Ya
Nominal
9.
Menggunakan
kelambu
1. Ya
Nominal
10.
Menggunakan
obat nyamuk
1.Ya
2.Tidak
Nominal
11.
Kebiasaan
menggantung
pakaian
1.Tidak
2.Ya
Nominal
2. Tidak
27
Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima
Waktu
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014.
28
2
( Z 2 PQ+ Z P1 Q1 + P2 Q2)
n1=n2=
Keterangan :
n1=n2= jumlah kasus dan kontrol
P1 = Perkiraan proporsi paparan pada kelompok kasus
P 1=
x P2
( 1P2 ) +( x P2)
Q1 = 1 - P1
P2 = Perkiraan proporsi paparan pada kelompok kontrol = 0,285 (dari Suwadera,
2002 tentang Beberapa Faktor Risiko Rumah Tangga Yang Berpengaruh Dengan
Kejadian Malaria Pada Balita Di Puskesmas Kambanilu Sumba Timur)
Q2 = 1 - P2 = 0,715
OR = besar risiko paparan faktor risiko = 2,735
(Diambil dari penelitian Suwadera, 2002 tentang Beberapa Faktor Risiko Rumah
Tangga Yang Berpengaruh Dengan Kejadian Malaria Pada Balita Di Puskesmas
Kambanilu Sumba Timur)
Z = statistik z pada distribusi normal standar, pada tingkat kemaknaan 95%
29
2,735 x 0,285
( 10,285 ) +(2,735 x 0,285)
= 0,521
Q1 = 1 0,521 = 0,479
P = (0,521+0,285) = 0,403
Q = 1 0,403 = 0,597
0,5210,285
2
(1,96 2 x 0,403 x 0,597+ 0,84 0,521 x 0,479+ 0,285 x 0,715)
n1=n2=
n1=n2 = 66,23=66
Maka sampel yang dibutuhkan adalah 66 orang kasus dan 66 orang kontrol.
Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan non
probability sampling jenis purposive sampling. Pada purposive sampling yaitu
pengambilan sampel ini berdasarkan kepada pertimbangan tertentu yang dibuat
oleh peneliti sendiri yaitu berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya.
3.8Kriteria Inklusi dan Ekslusi
1. Kriteria Inklusi
30
31
Merumuskan
masalah
Menentukan
variabel
Menentukan
Populasi
Memilih Sampel
Infomed Consent
Mengumpulkan
Data
Analisis Data
Menarik
Kesimpulan
Menyusun
Laporan
3.2 Skema Alur Penelitian
32
3. Tabulating
Pembuatan tabel untuk variabel yang akan dianalisa.
4. Entry data
Memasukkan data-data ke dalam program komputer.
3.10
Analisis Data
33
1. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel yang disajikan
dalam bentuk tabel, gambar diagram maupun grafik.(19)
34
Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam
analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap
variabel.(21)
2. Analisa Bivariat
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dan kekuatan hubungan antara dua
variabel penelitian, yaitu variable bebas dan variabel terikat. Uji statistik yang
digunakan adalah chi square, karena sampel independent dan data yang dianalisa
dalam bentuk kategori berskala nominal.(22)
Untuk menginterprestasikan hubungan risiko pada penelitian ini digunakan
Odds Ratio (OR) untuk mengetahui besar risiko antara variabel bebas dengan
variabel terikat secara sendiri-sendiri dengan menggunakan uji chi-square. Besar
kecilnya nilai OR menunjukkan besarnya keeratan hubungan antara dua variabel
yang diuji.(21)Hasil interpretasi OR adalah :
a. Jika OR > 1 dan batas bawah 95% CI (interval kepercayaan) melewati nilai 1,
menunjukkan bahwa variabel yang diteliti merupakan faktor risiko.
b. Jika OR > 1 dan batas bawah 95% CI (interval kepercayaan) tidak mencapai
nilai 1, maka variabel yang diteliti merupakan faktor risiko.
c. Jika OR < 1 dan 95% CI (interval kepercayaan) tidak mencapai nilai 1
menunjukan bahwa variabel yang diteliti merupakan faktor proteksi.
3. Analisa Multivariat
Untuk mengetahui variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap timbulnya
kejadian malaria. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik.(23)
35
Untuk memperoleh persamaan yang sesuai dan mendapatkan nilai odds ratio
yang telah disesuaikan serta serta menggunakan persamaan regresi logistik yaitu:
prosedur yang dilakukan terhadap uji regresi logistik, apabila masing masing
variabel bebas dengan hasil menunjukkan nilai P < 0,25 maka variabel tersebut
dapat dilanjukan dengan model multivariat.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
36
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Terakhir
0 10 tahun
11 -20 tahun
21 30 tahun
31 40 tahun
41 50 tahun
51 60 tahun
61 70 tahun
Laki laki
Perempuan
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Malaria
Ya
N
%
20
30,3%
11
16,7%
12
18,2
13
19,7%
4
6,1%
5
7,6%
1
1,5%
31
47,0%
35
53,0%
10
15,2%
13
19,7%
Tidak
N
19
14
14
7
5
5
2
31
35
18
8
%
28,8%
21,2%
21,2%
10,6%
7,6%
7,6%
3,0%
47,0%
53,0%
27,3%
12,1%
37
Pekerjaan
Tamat SD
SLTP
SLTA
Akademik/PT
PNS / ABRI
Pegawai Swasta
Pensiun
Wiraswasta
Pelajar/mahasiswa
Petani
Tidak bekerja
Lainnya
8
4
24
7
7
5
1
6
19
0
20
8
12,1%
6,1%
36,4%
10,6%
10,6%
7,6%
1,5%
9,1%
28,8%
.0%
30,3%
12,1%
3
5
21
11
10
3
0
10
14
2
20
7
4,5%
7,6%
31,8%
16,7%
15,2%
4,5%
.0%
15,2%
21,2%
3,0%
30,3%
10,6%
38
kejadian 20 orang (30,3%) dan kejadian malaria terendah terjadi pada kelompok
petani dengan angka kejadian0 (0%) orang.
4.3 Analisis Faktor
Deskripsi variabel penelitian ditunjukkan dari hasil distribusi frekuensi dari
masing-masing variabel penelitian. Pengelompokkan ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan dari masing-masing variabel yang akan diteliti dengan
kejadian malaria yang dianalisis dengan menggunakan tiga tahap yaitu tahap
pertama menggunakan analisis univariat, kemudian tahap kedua dicari hubungan
malaria dengan menggunakan analisis bivariat, sedangkan tahap ketiga apabila
proporsi variabel bebas menunjukkan adanya perbedaan antara kasus dan kontrol
dengan melihat signifikan (p<0,05) maka dilanjutkan dengan menggunakan
analisis multivariat.
1.
Variabel
Kerapatan dinding
Tidak rapat
Rapat
Kasus
Kontrol
33
33
50%
50%
20
46
30,3%
69,7%
39
2.
Kawat Kasa
Tidak Ada
Ada
Pemasangan plafon
Tidak Ada
Ada
Kandang ternak
Ada
Tidak
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
64
2
97%
3%
51
15
77,3%
22,7%
57
9
86,4%
13,6%
20
46
30,3%
69,7%
51
15
77,3%
22,7%
51
15
77,3%
22,7%
18
15
54,5%
45,5%
13
20
39,4%
60,6%
Genangan air
Ada
Tidak ada
47
19
71,2%
28,8%
31
35
47%
53%
32
34
48,5%
51,5%
13
53
19,7%
80,3%
Menggunakan kelambu
Tidak
Ya
47
19
71,2%
28,8%
50
16
75,8%
24,2%
56
10
84,8%
15,2%
39
27
59,1%
40,9%
Menggantung pakaian
Ya
Tidak
53
13
80,3%
19,7%
22
44
33,3%
66,7%
40
41
adalah 51 responden (77,3%), hasil yang sama juga diperoleh kelompok kontrol
yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 51 responden (77,3%). Keberadaan
kandang ternak yang memenuhi syarat pada kelompok kasus sebesar 15
responden (22,7%) dan pada kelompok kontrol yaitu sebesar 15 responden
(22,7%).
Keberadaan semak-semak adalah keberadaan tumbuh-tumbuhan berupa
rumput-rumputan atau perdu dengan ketinggian maksimal 2meter sebagai tempat
peristirahatan nyamuk, dengan jarak < 200m dari rumah. Hasil pengukuran pada
kelompok kasus yang ada semak-semak sebesar 15 responden (21%) dan pada
kelompok kontrol sebesar 12 responden (18,2%). Pada kelompok kasus yang tidak
memiliki semak-semak sebesar 51 responden (77,3%) dan pada kelompok kontrol
54 responden (81,8%).
Genangan air adalah adanya genangan air berupa parit, kolam, bekas
galian dan lain-lain sebagai tempat perindukan vektor malaria dengan jarak <2km
dari rumah. Pada kelompok kasus yang tidak ada genangan air sebesar 19
responden (28,8%) dan pada kelompok kontrol yang tidak ada genangan air
sebesar 35 responden (53%). Sedangkan pada kelompok kasus yang ada genangan
air sebesar 47 responden (71,2%) dan pada kelompok kontrol yang ada genangan
air sebesar 31 responden (47%).
Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari adalah kebiasaan
penduduk keluar rumah pada pukul 18.00-06.00. Pada kelompok kasus yang
memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari sebesar 32 responden (48,5%),
sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 13 responden (19,7%). Pada kelompok
42
kasus yang tidak memiliki kebiasaan keluar rumah pada malam hari sebesar 34
responden (51,5%) dan pada kelompok kontrol 53 responden (80,3%).
Kebiasaan menggunakan kelambu adalah kebiasaan responden untuk
menggunakan pelindung berongga pada waktu tidur. Pada kelompok kasus yang
tidak menggunakan kelambu sebesar 47 responden (71,2%) dan pada kelompok
kontrol sebesar 50 responden (75,8%). Sedangkan yang menggunakan kelambu
pada kelompok kasus sebesar 19 responden (28,8%) dan pada kelompok kontrol
sebesar 16 responden (24,2%).
Kebiasaan menggunakan obat nyamuk yaitu kebiasaan responden untuk
menggunakan obat nyamuk bakar, obat nyamuk oles, penyemprotan, insektisida
untuk menghindari gigitan nyamuk. Pada kelompok kasus yang tidak
menggunakan obat nyamuk yaitu 56 responden (84,8%) sedangkan kelompok
kontrol sebesar 39 responden (59,1%). Pada kelompok kasus yang menggunakan
obat nyamuk yaitu sebesar 10 responden (15,2%) dan pada kelompok kontrol
sebesar 27 responden (40,9%).
Kebiasaan menggantung pakaian yaitu kebiasaan responden menggantung
pakaian yang habis dipakai maupun yang belum dipakai di dalam rumah. Jumlah
responden pada kelompok kasus yang tidak menggantung pakaian yaitu sebesar
13 responden (19,7%) dan kelompok kontrol yang tidak menggantung pakaian
yaitu sebesar 44 responden (66,7%). Pada kelompok kasus yang memiliki
kebiasaan menggantung pakaian yaitu sebesar 53 responden (80,3%) dan
kelompok kontrol yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian yaitu sebesar
22 responden (33,3%).
4.3.2 Analisis Bivariat
1. Kerapatan Dinding Rumah dengan Kejadian Malaria
43
Kerapatan dinding
Kontrol
Rapat
33
50%
46
69,7%
Tidak Rapat
33
50%
20
30,3%
OR = 2.300
CI 95% = 1,127-4,692
P = 0,021
44
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ikrayama Babba dkk yaitu ada hubungan yang signifikan antara kerapatan dinding
rumah dengan kejadian malaria.(9)
Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasan
Husin di Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu
Propinsi Bengkulu didapatkan bahwa hasil variabel kerapatan dinding rumah
tidak ada hubungan dengan kejadian malaria.(8)
Konstruksi bangunan rumah yang permanen atau yang rapat dapat
memperkecil kemungkinan masuknya nyamuk ke dalam rumah, sehingga
penghuni rumah dapat terhindar dari gigitan nyamuk.
2. Hubungan Keberadaan Kawat Kasa dengan Kejadian Malaria
Proporsi pada kelompok kasus yang tidak menggunakan kawat kasa sebesar
64 responden (97%) dan kelompok kontrol sebanyak 51 responden (77,3%). Hasil
analisa statistik menunjukkan p = 0,001dan OR = 9,412 dengan CI 95% = 2,05743,058. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemasangan kawat
kasa dengan kejadian malaria karena p<0,05. Nilai OR sebesar 9,412
menunjukkan bahwa orang yang tidak memasang kawat kasa pada ventilasi rumah
mempunyai risiko terkena penyakit malaria sebesar 9,412 kali lebih besar dari
pada yang memasang kawat kasa pada ventilasi rumah. Dari hasil Penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.
Tabel 4.4 Keberadaan Kawat Kasa dengan Kejadian Malaria
Kawat kasa
Subyek Penelitian
45
Kasus
Kontrol
Ada
3%
15
22,7%
Tidak Ada
64
97%
51
77,3%
OR = 9,412
CI 95% = 2,057-43,058
p = 0,001
Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasan
Husin yang didapatkan bahwa ada hubungan antara pemasangan kawat kasa pada
ventilasi rumah dengan kejadian malaria.(8)Hal ini juga sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ikrayama Babba dkk yaitu ada hubungan yang
signifikan antara pemasangan kawat kasa pada ventilasi dengan kejadian malaria
(p=0,001).(9)
Hal ini bertentangan dengan yang dilakukan oleh Supri Ahmadi di Desa
Lubuk Nipis Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim yaitu
penggunaan kawat kasa tidak ada hubungan dengan kejadian malaria.
Pemasangan kawat kasa pada ventilasi dapat mencegah masuknya nyamuk
kedalam rumah. Berkurangnya nyamuk yang masuk kedalam rumah akan
memperkecil kontak nyamuk dengan penghuni rumah, sehingga dapat
menurunkan paparan gigitan nyamuk anopheles.
3. Hubungan Pemasangan Plafon dengan Kejadian Malaria
Proporsi pada kelompok kasus yang tidak memasang plafon sebanyak 57
responden (86,4%), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 20 responden
46
Pemasangan plafon
Kontrol
Ada
13,6%
46
69,7%
Tidak Ada
57
86,4%
20
30,3%
OR = 42,670
CI 95% = 6,058-35,027
p = 0,000
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Febriyani Fatima Nurlette yaitu ada hubungan antara pemasangan plafon dengan
kejadian malaria.(24)
pemasangan plafon berpengaruh terhadap gigitan nyamuk anopheles sp
yang menyebabkan malaria. Pemasangan plafon dapat mengurangi nyamuk yang
masuk kedalam rumah dan mengurangi paparan terhadap gigitan nyamuk.
4. Hubungan Keberadaan Kandang Ternak dengan Kejadian Malaria
47
Kontrol
Tidak ada
51
77,3%
51
77,3%
Ada
15
22,7%
15
22,7%
OR = 1.000
CI 95% = 0,443-2,257
p = 1,000
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria
Nurftriah dkk yang menyebutkan keberadaan ternak bukan merupakan faktor
risiko kejadian malaria.(25)
Keberadaan kandang ternak tidak berhubungan dengan kejadian malaria di
wilayah kerja Puskesmas Rukun Lima, karena dari hasil observasi daerah ini
sebagian besar responden memang tidak memiliki kandang ternak.
5. Hubungan Keberadaan Semak-Semak dengan Kejadian Malaria
48
Kontrol
Tidak ada
51
77,3%
54
81,8%
Ada
15
21,7%
12
18,2%
OR = 1,324
CI 95% = 0,566-3,097
p = 0,517
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim
Sand dkk yaitu keberadaan hutan, kebun, semak-semak, sawah disekitar rumah
tidak ada hubungan dengan kejadian malaria dengan nilai p 1,0 atau p 0,05(35).
Hasil ini juga sejalan dengan yang dilakukan Hasan Husin yaitu tidak ada
hubungan antara keberadaan semak-semak disekitar rumah dengan kejadian
malaria.(8)
49
Genangan air
Kontrol
Tidak Ada
19
28,8%
35
53%
Ada
47
71,2%
31
47%
OR = 2,793
CI 95% = 1,360-5,735
p = 0,005
50
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Supri Ahmadi, yang
mendapatkan bahwa faktor risiko genangan air disekitar rumah berhubungan
dengan kejadian malaria.(26)
Nyamuk anopheles dalam perkembangannya membutuhkan media air
sebagai tempat perindukan nyamuk (breeding places) yaitu perubahan dari telur,
jentik lalu menjadi pupa. Kondisi tanah seperti adanya galian, sumur, selokan parit
disekitar rumah responden akan berpotensi menimbulkan genangan air, sehingga
dapat terbentuk tempat perindukan bagi nyamuk. Hal ini menyebabkan kepadatan
nyamuk anopheles cenderung stabil bahkan meningkat.
7. Hubungan Kebiasaan Keluar Rumah Pada Malam Hari dengan Kejadian
Malaria
Proporsi pada kelompok kasus yang memiliki kebiasaan keluar rumah pada
malam hari sebesar 32 responden (48,5%) dan pada kelompok kontrol sebesar 13
responden (19,7%). Hasil analisa menunjukkan p = 0,000 dan OR = 2,165 dengan
CI 95% = 1,767-8,331. Hasil ini menunjukkan bahwa kebiasaan keluar rumah
pada malam hari merupakan faktor risiko kejadian malaria karena p<0,05 atau
memiliki hubungan dengan kejadian malaria di area kerja Puskesmas Rukun
Lima. Nilai OR sebesar 2,165 menunjukkan bahwa orang yang memiliki
kebiasaan keluar rumah pada malam hari mempunyai risiko terkena penyakit
malaria sebesar 2,165 kali lebih besar dari pada yang tidak memiliki kebiasaan
keluar rumah pada malam hari. Dari hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan H1 diterima.
51
Tabel 4.11 Kebiasaan Keluar Rumah Pada Malam Hari dengan Kejadian
Malaria
Subyek Penelitian
Kebiasaan Keluar rumah
pada Malam Hari
Kasus
Kontrol
Tidak
34
51,5%
53
80,3%
Ya
32
48,5%
13
19,7%
OR = 2,165
CI 95% = 1,767-8,331
p = 0,000
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria
Nurftriah dkk yaitu kebiasaan keluar rumah di malam hari merupakan faktor
risiko kejadian malaria.(25) Hasil analisis ini juga sama dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ikrayama Babba, Suharyo Hadisaputro, Suwandi Sawandi
tentang faktor-faktor risiko yang mempengaruhi Kejadian Malaria Di Wilayah
Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara responden yang memiliki kebiasaan
keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria.(9)
Aktivitas nyamuk anopheles sp cenderung melakukan gigitan mulai dari
18.00-06.00, saat melakukan gigitan ini nyamuk anopheles akan menularkan
sporozoit yang dapat menyebabkan penyakit malaria. Siapapun yang mempunyai
kebiasaan keluar rumah pada malam hari berisiko digigit oleh nyamuk karena
aktivitas nyamuk anopheles sp yang cenderung mencari darah pada malam hari
hingga subuh untuk menularkan sporozoit.
52
Menggunakan Kelambu
Kontrol
Ya
19
28,8%
16
24,2%
Tidak
47
71,2%
50
75,8%
OR = 0,792
CI 95% = 0,365-1,178
p = 0,554
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria
Nurftriah dkk yaitu kebiasaan menggunakan kelambu bukan merupakan faktor
risiko kejadian malaria.(25)
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari wawancara pada responden, pada
kelompok kasus dan kelompok kontrol sebagian besar sudah menggunakan
kelambu pada saat tidur. Tetapi dari hasil analisis didapatkan tidak ada hubungan,
53
karena responden memiliki waktu beraktivitas lebih banyak di luar kelambu dan
hanya menggunakan kelambu pada saat tidur. Saat beraktivitas
itulah host
terpapar oleh gigitan nyamuk anopheles. Host yang beraktivitas tanpa ada
perlindungan diri dari gigitan nyamuk akan meningkatkan resiko penyakit
malaria.
9. Hubungan Menggunakan Obat Nyamuk, Repellent, Insektisida dan
Penyemprotan dengan Kejadian Malaria.
Proporsi pada kelompok kasus yang tidak menggunakan obat nyamuk, obat
nyamuk oles, insektisida dan penyemprotan sebesar 56 responden (84,8%) dan
pada kelompok kontrol yang sebesar 39 responden (59,1%). Hasil analisa
menunjukkan p = 0,001 dan OR = 3,877 dengan CI 95% = 1686-8,916. Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak menggunakan obat nyamuk merupakan faktor risiko
kejadian malaria karena p<0,05 atau ada hubungan antara tidak menggunakan
obat nyamuk dengan kejadian malaria di area kerja Puskesmas Rukun Lima. Dari
hasil penelitian ini dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima.
Tabel 4.13Distribusi Penggunaan Obat Nyamuk, repellent, insektisida dan
penyemprotan dengan Kejadian Malaria
Subyek Penelitian
Kasus
Kontrol
Ya
10
15,2%
27
40,9%
Tidak
56
84,8%
39
59,1%
54
OR = 3,877
CI 95% = 1,686-8,916
p = 0,001
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria
Nurftriah dkk yaitu kebiasaan menggunakan anti nyamuk, repellent, insektisida
dan penyemprotan merupakan faktor risiko kejadian malaria.(25)
Keberadaan nyamuk di dalam rumah berpotensi menularkan penyakit
malaria. Penggunaan obat nyamuk repellent, insektisida dan penyemprotan
berfungsi untuk menghindari diri gigitan nyamuk dan untuk membasmi nyamuk.
10. Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Kejadian Malaria
Proporsi pada kelompok kasus yang memiliki kebiasaan menggantung
pakaian sebesar 53 responden (80,3%) dan proporsi pada kelompok kontrol
sebesar 22 responden (33,3%). Hasil analisa menunjukkan p = 0,000 dan OR
=8,154 dengan CI 95% = 3,687-18,032. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa
kebiasaan menggantung pakaian merupakan faktor risiko kejadian malaria karena
p<0,05 atau ada hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian
malaria di area kerja Puskesmas Rukun Lima. Nilai OR sebesar 8,154
menunjukkan bahwa orang yang memiliki kebiasaan menggantung pakaian
mempunyai risiko terkena penyakit malaria sebesar 8,154 kali lebih besar dari
pada yang tidak memiliki kebiasaan menggantung pakaian. Dari hasil penelitian
ini dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima.
55
Kasus
Kontrol
Tidak
13
19,7%
44
66,7%
Ya
53
80,3%
22
33,3%
OR = 8,154
CI 95% = 3,687-18,032
p = 0,000
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Semuel Franklyn Yawan yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan
menggantung pakaian dengan risiko terkena penyakit malaria.(18)
Setelah nyamuk memenuhi kebutuhannya yaitu menghisap darah manusia
atau hewan, nyamuk akan membutuhkan tempat bersarang (resting places) sambil
menunggu siklus mencari darah berikutnya untuk pematangan telur. Kebiasaan
menggantung pakaian di dalam rumah akan menciptakan tempat bersarang bagi
nyamuk. Tempat bersarang yang baik untuk nyamuk adalah lingkungan yang
teduh, suhu relatif rendah, sedikit sinar matahari.
4.3.3 Analisis Multivariat
Berdasarkan hasil analisa multivariat dengan menggunakan metode regresi
logistic didapatkan variabel yang paling dominan adalah keberadaan plafon,
kebiasaan keluar malam dan kebiasaan menggantung pakaian. Dari ketiga faktor
ini yang paling berpengaruh sebagai faktor resiko malaria yaitu kebiasaan keluar
malam.
56
Koefisien
-2,683
-1,505
-2,279
P
0,000
0,006
0,000
OR ( CI 95%)
0,068 (0,024-0,192)
0,222 (0,076-0,647)
0,102 (0,037-0,284)
57
58
Menggantung pakaian yang sudah dipakai atau pakaian yang masih bersih
akan membantu menyediakan tempat bagi nyamuk untuk bersarang agar dapat
melanjutkan siklus hidupnya mencari darah. Hal ini karena, tempat menggantung
pakaian akan menimbulkan tempat yang teduh, sedikit lembab, kurang cahaya
atau gelap yang dapat menciptakan lingkungan yang mendukung untuk nyamuk
bersarang.
59
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Hasil analisis mengenai faktor risiko dan hubungannya dengan penyakit
60
kawat kasa (OR = 9,412), tidak ada pemasangan plafon (OR = 42,670),
adanya genangan air (OR = 2,793) kebiasaan keluar rumah pada malam
hari (OR = 2,165), tidak menggunakan penggunaan obat nyamuk (OR =
3,877), kebiasaan menggantung pakaian (OR = 8,154) dengan kejadian
malaria
3. Faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian malaria di
Puskesmas Rukun Lima Kabupaten Ende yaitu tidak dipasangnya plafon,
kebiasaan keluar malam pada malam hari dan kebiasaan menggantung
pakaian terhadap risiko kejadian malaria di Puskesmas Rukun Lima.
5.2 Saran
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Ende.
Meningkatkan penyuluhan secara intensif kepada masyarakat untuk
memberikan pemahaman tentang bahaya penyakit malaria, cara mencegah
dan menanggulangi malaria.
2. Masyarakat
-
61
Meneliti lebih lanjut tentang variabel lain yang juga dapat menjadi faktor
risiko kejadian malaria.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
62
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
from: http://core.ac.uk/download/pdf/11717456.pdf
Aris S. Malaria Pendekatan Kausalitas. Yogyakarta; 2013.
P N Harijanto, Nugroho Agung GAC. Malaria Pendekatan Model
Kausalitas. Jakarta: EGC; 2012.
Gunawan S. Epidemilogi Malaria. Harijanto PN, editor. Jakarta: EGC;
2000.
Soedarto. Parasitologi Klinik. 3rd ed. Srisasi HG, editor. Surabaya; 2008.
Rinidar. Pemodelan Kontrol Malaria Melalui Pengelolaan Terintegrasi Di
Kemukiman Lamteuba, Nanggroe Aceh Darussalam. Universitas Sumatera
Utara; 2010.
Kementerian Kesehatan RI. Epidemiologi Malaria Di Indonesia. Bul
Jendela Data dan Inf Kesehat. 2011;116.
Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kemenkes RI. 2013.
Soedarto. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto; 2009.
Semuel YF. Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja
Puskesmas Bosnik Kecamatan Biak Timur Kabupaten Biak [Internet]. 2006
[cited
2014
Apr
24].
Available
from:
http://docrchive.com/document/analisis-faktor-risiko-kejadian-malaria-diwilayah-kerja-puskesmas-bosnik-kecamatan-biak-timur-kabupaten-biaknumfor-papua-892841982286479/
Notoatmodjo S. metodologi penelitian dasar. revisi. jakarta: rineka cipta;
2010.
Busnia Munzir. Entomologi. Andalas University Press. Padang; 2006;45.
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;
2012.
Sastroasmoro S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. IV. Jakarta:
Sagung Seto; 2011.
Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 4th ed.
Jakarta: Sagung Seto; 2011. 99 p.
Nurlette Fatima Febriyanti, Ishak Hasanuddin R. Hubungan Perilaku
Masyarakat dan Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Malaria di
Wilayah Kerja Puskemas Rijali Kecamatan Sirimau Kota Ambon Tahun
2012 [Internet]. 2012 [cited 1BC Apr 24]. Available from:
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/3343
AS Nurfitrianah Ria, Ishak Haaanuddin ALR. Analisis Faktor Risiko
Lingkungan Terhadap Kejadian Malara di Wilayah Kerja Puskesms
Durikumba Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju [Internet]. 2013 [cited
1BC
Apr
24].
Available
from:
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=--rianurfitr9187&PHPSESSID=4c66fe2b86848161919da36c3e320170
Supri Ahmadi. Faktor Resiko Kejadian Malaria Di Desa Lubuk Nipis
Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim. Universitas
Diponegoro Semarang; 2008.
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80