Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

KESEHATAN LINGKUNGAN

IDENTIFIKASI TELUR, LARVA DAN NYAMUK DEWASA

NAMA

: RIZKA AULIA SYAFRUDDIN

NIM

: K11114005

DEPARTEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu Negara tropis terbesar di dunia. Iklim
tropis menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh
nyamuk, seperti malaria, demam berdarah, filaria, kaki gajah dan
chikungunya sering berjangkit di masyarakat, bahkan menimbulkan
epidemic yang berlangsung dalam spectrum yang luas dan cepat.
Penyebab utama munculnya epidemi berbagai penyakit tropis tersebut
adalah perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk sebagai vector
penyakit yang tidak terkendali. (Lailatul dkk,. 2010)
Di daerah tropis seperti Indonesia, nyamuk merupakan serangga
yang sering mengganggu kehidupan manusia. Selain itu nyamuk juga
dapat menyebarkan penyakit Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan Filariasis. Pada tahun 2001, wabah Demam Berdarah Dengue masih
menyerang hamper seluruh daerah di Indonesia, baik daerah perkotaan
maupun pedesaan. Wabah DBD juga menyerang pada bayi, anak-anak
serta orang dewasa, sehingga tidak sedikit penderita tersebut yang
meninggal dunia (Santoso, 2003).
Nyamuk merupakan salah satu jenis serangga yang merupakan
vektor penyakit di dunia, tak terkecuali di Indonesia yang merupakan
negara beriklim tropis. Daerah beriklim tropis merupakan tempat yang
cocok untuk nyamuk berkembangbiak. Penyakit yang disebarkan oleh
nyamuk pada manusia antara lain adalah filariasis dan encephalitis oleh
nyamuk Culex, malaria oleh nyamuk Anopheles, dan demam berdarah oleh
nyamuk Aedes (Arifin, 2014).
Nyamuk merupakan salah satu spesies serangga yang mengisap
darah orang atau binatang untuk kelangsungan hidupnya. Nyamuk betina
makan dengan cara menghisap atau menggigit darah. Dalam hal ini
nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur. Berbeda

dengan nyamuk betina, nyamuk jantan yang memiliki tipe mulut yang
tidak sesuai untuk menghisap darah, maka nyamuk jantan memperoleh
makanan dari zat alam seperti sari-sari bunga (Arifin , 2014).
Nyamuk betina dapat hidup kurang dari 3 minggu. Nyamuk jantan
biasanya hanya hidup sekitar satu minggu. Umumnya telur menetas di
tempat yang berisi air. Telur-telur menetas menjadi larva. Larva bernapas
dengan tabung di ujung ekornya Memakan organisme mikroskopis seperti
bakteri. Dengan demikian sebagian besar larva nyamuk membutuhkan air
yang mengandung bahan organik. Dalam waktu kurang dari satu minggu,
larva dapat tumbuh dan berkembang menjadi pupa berbentuk koma.
Biasanya dalam waktu tiga hari pupa akan berubah menjadi nyamuk
dewasa. Hanya nyamuk betina menghisap darah karena darah biasanya
dibutuhkan untuk bertelur. Ketika nyamuk menemukan mangsa, nyamuk
ini menyuntikkan air ludahnya ke dalam tubuh mangsa. Air ludah
mengandungi antikoagulan yang menjamin kelancaran darah dan kadang
kadang mengandungi parasit yang dapat menyebabkan penyakit
(Gunasegaran, 2013).
World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di Asia Tenggara.
Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95% terjadi pada anak di
bawah 15 tahun (Adifian 2013)
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
menular yang masih menjadi prioritas masalah kesehatan mengingat sering
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan menyebabkan kematian.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk
Aedes aegypti sebagai vektor utama. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya

semakin

bertambah

seiring

dengan

meningkatnya

mobilitas dan kepadatan penduduk (Ayuningtyas, 2013).


Berdasarkan laporan kegiatan pem- berantasan DBD oleh Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2010, terdapat kasus DBD
sebanyak 19.329 orang dengan jumlah kematian 238 orang, Incidence
Rate (IR) 58,1 per 100.000 penduduk , dan Case Fata- lity Rate (CFR)

1,25%. Daerah di Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai jumlah kasus


DBD paling tinggi adalah Kota Semarang. Pada tahun 2010 sebanyak
4.128 kasus dengan kematian 37 orang, IR 266,7 per 100.000 penduduk,
dan CFR 0,9%. Berdasarkan rekapitulasi DBD Dinas Kesehatan Kota
Semarang tahun 2011, Kecamatan Gajahmungkur yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Pegandan sepanjang tahun 2011 selalu menduduki
peringkat

pertama

dengan

kasus

DBD

terbanyak.

Kelurahan

Gajahmungkur meningkati peringkat pertama sejak bulan JanuariDesember 2011, sebanyak 57 kasus dengan IR 400,51 per 100.000 penduduk. Hal ini mengalami kenaikan dimana pada tahun 2010 Kelurahan
Gajahmungkur peringkat ke-49. Berdasarkan Laporan Pemantauan Jentik
Berkala (PJB) yang dilakukan oleh Puskesmas Pegandan pada bulan
September 2011 dengan memeriksa 100 dari 2.926 rumah didapatkan
Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kelurahan Gajahmungkur hanya sebesar
58%. Angka tersebut masih sangat rendah di bawah standar yang telah
ditetapkan oleh Departeman Kesehatan sebesar 95%. (Harfriani, 2012)
Sementara Jakarta termasuk salah satu daerah yang selalu
mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD dari tahun 1998-2003, pada
tahun 2003 DBD mencapai hingga 50.131 kasus.2 Pada tahun 2007-2009,
jumlah kasus DBD cenderung menurun. Pada tahun 2009, kasus DBD
tercatat mencapai 18.037 kasus, kejadian terbanyak terdapat di Jakarta
Timur dengan 8.193 kasus, Jakarta Utara 5.253 kasus, Jakarta Selatan
5.004 kasus, Jakarta Barat 5.004 kasus, dan Jakarta Pusat 3.068 kasus
(Rosarie, 2013).
Selain itu, sepanjang tahun 2011 dilaporkan terjadi 65.432 kasus
DBD di Indonesia dengan Incident Rate (IR) 27,56/100.000 penduduk dan
Case Fatality Rate (CFR) 0,91%. Angka Bebas Jentik (ABJ) pada tahun
2008 sebesar 85,7% menurun pada tahun 2009 menjadi 71,1% kemudian
meningkat lagi pada tahun 2010 menjadi sebesar 81,4% (Kemenkes RI,
2012:109). Penyakit ini juga menjadi permasalahan serius di Provinsi Jawa
Tengah. Berdasarkan data dari profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011, IR mencapai 15,27/100.000 penduduk dan CFR 0,93% dengan


ABJ sebesar 77,14% (Ayuningtyas, 2013).
Jenis jenis vektor malaria di Indonesia ada 4 spesies, iaitu:
(Anophelse sundaicus, An. subpictus, An. aconitus dan An. maculatus).
Nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus menularkan penyakit
Demam Berdarah Denggi. Di Indonesia vektor Anopheles, Aedes dan
Mansonia mengakibatkan penyakit filariasis. Nyamuk Aedes albopictus,
Culex fatigans dan Mansonia menularkan penyakit chikungunya
disebabkan virus alvavirus. Nyamuk genus Culex sp mengakibatkan
penyakit Japenese Encephalitis (JE) (Gunasegaran, 2013).
Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati urutan ketiga
dari 3 propinsi dengan prevalensi klinis malaria tinggi setelah Propinsi
Papua Barat dan Propinsi Papua. Jumlah kasus malaria klinis pada tahun
2007 adalah 577,723 kasus, dengan AMI 119. Angka malaria tertinggi
di NTT dilaporkan dari Pulau Sumba, salah satunya adalah Kabupaten
Sumba Tengah. Situasi malaria di SumbaTengah pada 3 tahun terakhir
pada tahun 2008 sebesar 144,75, tahun 2009 sebesar 131,35 dan pada
tahun 2010 sebesar 75,06. Puskesmas Lendiwacu merupakan salah satu
puskesmas dengan angka klinis malaria yang cukup tinggi. Pada bulan
November 2010 dari 5.888 penduduk, gejala malaria klinisnya sebanyak
997 dan API 100,76. Demikian juga dengan Puskesmas Mananga
Kecamatan Mamboro tahun 2010 API 81,79 dan Desa Manu Wolu yang
berada di pesisir pantai API 106,22 (Noshirma, dkk., 2011).
Pada tahun 2004 filariasis telah menginfeksi 120 juta penduduk di
83 negara di seluruh dunia, terutama negara-negara di daerah tropis dan
beberapa daerah subtropis. Di Indonesia, berdasarkan survei yang
dilaksanakan pada tahun 2000-2004 terdapat lebih dari 8000 orang
menderita klinis kronis filariasis (elephantiasis) yang tersebar di seluruh
provinsi. Secara epidemiologi data ini mengindikasikan lebih dari 60 juta
penduduk Indonesia berada yang berisiko tinggi tertular filariasis dengan 6
juta penduduk diantaranya telah terinfeksi (Pulungan, dkk., 2012).

Faktor lingkungan biotik dan abiotik berpengaruh terhadap


kehidupan vektor. Penetasan telur menjadi larva, pertumbuhan larva
menjadi pupa, dan pupa menjadi imago dipengaruhi faktor abiotik seperti
curah hujan, temperatur, dan evaporasi. Demikian pula faktor biotik seperti
predator, kompetitor, dan makanan di tempat perindukan. Stabilitas dan
kandungan air perindukan baik bahan organik, mikroba, dan serangga air
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup pradewasa nyamuk (Sayono,
2011).
Tindakan pengendalian terhadap nyamuk ditujukan pada nyamuk
dewasa atau pada larva. Tindakan yang ditujukan pada larva dapat
mencakup memodifikasi habitat - habitat larva atau pengendalian habitat
larva dengan pestisida. Sejauh ini pengendalian serangga umumnya
dilakukan menggunakan pestisida sintetik. Penggunaan pestisida sintetik
dianggap efektif, praktis, manjur dan dari segi ekonomi lebih
menguntungkan. Namun demikian penggunaan pestisida sintetik secara
terus- menerus dan berulang - ulang dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan, kematian berbagai macam jenis makhluk hidup dan resistensi
dari hama yang diberantas. Pestisida sintetik mengandung bahan kimia
yang sulit terdegradasi di alam sehingga residunya dapat mencemari
lingkungan dan dapat menurunkan kualitas lingkungan (Triyadi, 2012).
Untuk mengatasi hal tersebut, manusia lebih cenderung
menggunakan insektisida atau obat pembasmi nyamuk yang dijual bebas
seperti obat nyamuk bakar, tissue oles, elektrik dan sebagainya. Semua
usaha pemberantasan nyamuk tersebut hanya bersifat sesaat dan tidak
memiliki efek pencegahan. (Gama, 2010)
B. Tujuan
Adapun tujuan umum kegiatan kunjungan ke Laboratorium
Entomologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ini adalah untuk
mengidentifikasi jentik dan nyamuk dewasa terutama pada jenis nyamuk
aedes aegypti, anopheles dan culex.
C. Manfaat

Manfaat dari kegiatan ini kita dapat mengidentifikasi telur, larva


dan nyamuk dewasa terutama pada jenis nyamuk aedes aegypti, anopheles
dan culex.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Vektor Nyamuk
Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada
manusia dan hewan yang disebabkan oleh parasit dan virus. Nyamuk dari
genus Psorophora dan Janthinosoma yang terbang dan menggigit pada
siang hari, membawa telur dari lalat Dermatobia hominis dan
menyebabkan myiasis pada kulit manusia atau pada mamalia lain.
Nyamuk yang penting ada tiga genus yang menjadi vektor penyakit
penting di Indonesia, yaitu genus Culex, Anopheles, dan Aedes (Sinaga,
2014).
Vektor

adalah

anthropoda

yang

dapat

menimbulkan

dan

menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk


semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang
termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia
karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara
penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan diatas (Nurmaini, 2003).
Vektor utama dari virus dengue adalah nyamuk Aedes aegypti,
sedangkan Aedes albopictus merupakan vektor sekunder di Pasifik dan
Asia; dan vektor potensial setelah serangan baru di Afrika, Eropa Selatan,
dan Amerika (Rosaire, 2013).
Faktor lingkungan biotik dan abiotik berpengaruh terhadap
kehidupan vektor. Penetasan telur menjadi larva, pertumbuhan larva
menjadi pupa, dan pupa menjadi imago dipengaruhi faktor abiotik seperti
curah hujan, temperatur dan evaporasi. Demikian pula faktor biotik seperti
predator, kompetitor dan makanan di tempat perindukan. Stabilitas dan
kandungan air perindukan baik bahan organik, mikroba dan serangga air
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup pradewasa nyamuk (Sayono,
2011).
Pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk
menurunkan atau menekan populasi vektor pada tingkat yang tidak
membahayakan

kesehatannmasyarakat.Pengendalian

vektor

penyakit

sangat diperlukan bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan


(Santi, 2011).
Upaya pengendalian vektor nyamuk telah lama dilakukan, dan
hampir

semuanya

menggunakan

insektisida

sintetis

semenjak

diperkenalkannya DDT pada tahun 1940.Penggunaan insektisida sintetis


yang semakin meningkat beberapa dekade terakhir mengakibatkan
kerugian seperti efek letal terhadap populasi nontarget, timbulnya
resistensi pada insekta sasaran, serta residu sisa insektisida yang dapat
mencemari lingkungan. Hal ini mendorong para peneliti untuk mencari
alternatif pengendalian vektor menggunakan bahan alami dari tumbuhan
yang dinilai tidak mudah menyebabkan resisten pada nyamuk dan lebih
berwawasan lingkungan (Satria dan Prasetyowati, 2012).
B. Identifikasi Telur, Larva, dan Nyamuk Dewasa Aedes
Menurut Womack (1993) dikutip pada penelitian Handayani (2010)
tentang dasar teori nyamuk aedes, nyamuk aedes merupakan sejenis
nyamuk yang biasanya ditemui di kawasan tropis. Namanya diperoleh dari
perkataan Yunani aedes, yang berarti "tidak menyenangkan", karena
nyamuk ini menyebarkan beberapa penyakit berbahaya seperti demam
berdarah dan demam kuning. Aedes albopictus sp. merupakan spesies
yang sering ditemui di Asia. Kakinya berbelang hitam putih. Aedes
aegypti sp. juga terkenal sebagai penyebar dengue dan demam kuning.
Aedes yang berperan sebagai vektor penyakit semuanya tergolong
stegomya dengan ciri-ciri tubuh bercorak belang hitam putih pada dada,
perut, tungkai. Corak ini merupakan sisi yang menempel di luar tubuh
nyamuk. Corak putih pada dorsal dada (punggung) nyamuk berbentuk
seperti siku yang berhadapan (Mulyatno, 2010).
Nyamuk Ae. aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito
atau tiger mosquito karena tubuhnya memiliki cirri yang khas yaitu adanya
garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam.
Sedangkan yang menjadi cirri khas utamanya adalah ada dua garis
lengkung yang berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral dan dua

buah garis putih sejajar di garis median dari punggungnya yang berwarna
dasar hitam (lyre shaped marking) (Sinaga, 2014).
Ae. aegypti hidup di pemukiman padat penduduk di perkotaan dan
di pedesaan. Hidup pada berbagai tempat penampungan air misalnya pada
bak mandi, drum, tempayan, kaleng bekas, vas bunga, pelepah daun,
tempurung kelapa yang berisi air untuk tempat bertelur. Eksistensi Aedes
di alam dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan biologi, nyamuk ini tersebar
diantara garis isotherm 20 oC antara 45o LU dan 35o LS pada ketinggian
kurang dari 1000 m dari permukaan air laut. Lama hidup nyamuk dewasa
di alam masih sulit ditentukan, namun demikian nyamuk Aedes dapat
hidup rata-rata dalam waktu 1 bulan (Arifin, 2014).
Nyamuk Ae. aegypti adalah vektor primer penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD), termasuk di Indonesia. Spesies nyamuk ini
memiliki peran penting terkait kesehatan lingkungan pemukiman,
khususnya perkotaan. Keberadaan dan kepadatan populasinya sering
dikaitkan dengan penularan, endemisitas, dan kejadian luar biasa (KLB)
penyakit DBD. Mempelajari perilaku nyamuk Aedes (Ae. aegypti dan Ae.
albopictus) merupakan hal yang penting karena sangat berguna dalam
menyusun strategi pengendalian kedua nyamuk vektor DBD tersebut. Hal
ini karena hingga saat ini belum ada obat dan vaksin pilihan yang
direkomendasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit tersebut,
sehingga satu-satunya upaya yang diandalkan adalah pengendalian
kepadatan kedua spesies tersebut (Sayono, 2011).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditransmisikan kepada
manusia melalui perantara vektor yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus (Aedes sp.). Penyakit ini dapat terjadi sepanjang tahun dan
meningkat seiring dengan datangnya musim penghujan. Penyakit DBD
memiliki mortalitas yang cukup tinggi terutama di negara-negara beriklim
tropis dimana banyak faktor yang mendukung perkembangbiakan nyamuk
vektor tersebut (Lusiyana, 2014).

Aedes seperti juga serangga lainnya yang termasuk ordo diptera,


mengalami metamorfosis lengkap. Stadium-stadiumnya terdiri dari telur,
larva (Jentik), pupa (kepompong) dan nyamuk dewasa. Waktu yang
diperlukan untuk pertumbuhan dari telur menjadi dewasa di laboratorium
yang bersuhu 270C dankelembaban udaranya 80%, kurang lebih 10 hari.
Waktu 10 hari tersebut juga diperkirakan untuk keperluan pertumbuhan
Ae.aegypti dari telur sampai dewasadi alam bebas (Mulyanto, 2010).
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna. Siklus
hidupnya yaitu telur- larva- pupa- nyamuk dewasa. Aedes aegypti
menyelesaikan siklus hidupnya dalam waktu 1,5 sampai 3 bulan.Adapun
siklus atau tahapan daur hidup nyamuk aedes, yaitu:
1. Telur
Selama masa bertelur, seekor nyamuk betina mampu
meletakkan 100 - 400 butir telur. Telur-telur tersebut diletakkan
dibagian yang berdekatan dengan permukaan air. Setiap kali nyamuk
betina bertelur, mengeluarkan telur 100 butir yangdiletakkan satusatu pada dinding ovitrap yang telah diberi kertas saring. Telur warna
hitam, ukuran 0,8 mm. Telur akan menetas menjadi jentik dalam
waktu kurung 2 hari setelah terendam air. (Adifian, 2013)
Telur Aedes aegypti berbentuk lonjong dengan panjang kirakira 0,6 mm. Saat diletakkan telur berwarna putih dan akan berubah
menjadi hitam dalam 40 menit. Sekali bertelur jumlah telurnya dapat
mencapai 100-300 butir, rata-rata 300 butir. Frekuensi nyamuk betina
bertelur yaitu setiap dua atau tiga hari. Selama hidupnya, nyamuk
betina dapat bertelur lima kali (Rosarie, 2013).
Jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari banyak darah
yang dihisapnya.Telur diletakkan satu persatu pada dinding tempat air
atau pada benda yang terapung di permukaan air yang terlindung dari
cahaya matahari langsung. Tidak seperti spesies lain, tidak semua telur
langsung diletakkan. Semua telur diletakkan dalam beberapa jam

sampai hari. Pada iklim yang hangat, telur dapat bertumbuh dan
berkembang dalam dua hari, namun pada iklim yang sejuk dapat
mencapai waktu satu minggu. Telur tersebut dapat menetas beberapa
saat setelah terkena air hingga dua sampai tiga hari setelah berada di
air (Rosarie, 2013).
Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu
kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Telur di tempat yang
kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan pada suhu -2C
sampai 42C, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air
atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat
(Ayuningtyas, 2013).
2. Larva
Larva terdiri dari kepala, toraks, dan abdomen, serta ada corong
udara dengan pekten dan sekelompok bulu-bulu. Sepanjang hidupnya,
larva kebanyakan berdiam di permukaan air walaupun mereka akan
berenang ke dasar kontainer jika terganggu atau sedang mencari
makanan. Pada waktu istirahat, larva membentuk sudut dengan
permukaan air ( Rosarie, 2013).
Jentik yang menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar,
panjang 0,5 - 1 cm2. Selalu bergerak aktif di dalam air. Gerakannya
berulang-ulang dari bawah keatas permukaan air untuk bernapas,
kemudian turun kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu
istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.
Biasanya berada disekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6
- 8 hari jentik akan berkembang menjadi pupa. Jentik memerlukan 4
tahap perkembangan, pengaruh makanan, suhu menentukan kecepatan
perkembangan (Adifian, 2013).
Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan, yaitu
(Ayuningtyas, 2013):
a. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1
- 2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas,
dan corong pernafasannya (siphon) belum menghitam.

b. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada


belum jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna hitam.
c. Larva instar III lebih besar sedikit dari larva instar II
d. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh
dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax),dan
perut (abdomen)
3. Pupa
Pupa merupakan stadium akhir calon nyamuk demam berdarah
yang ada didalam air. Bentuk tubuh pupa bengkok dan kepalanya
besar. Fase pupa membutuhkan waktu 2-5 hari. Selama fase itu tidak
makan apapun alias puasa. Berbentuk seperti koma, gerakan lambat,
sering berada di permukaan air. Setelah 1-2 hari kepompong menjadi
nyamuk baru (Sonoto, 2009).
Setelah menjadi instar IV, larva memasuki tahap menjadi pupa.
Berbeda dengan larva, pupa terdiri atas sefalotoraks, abdomen, dan
kaki pengayuh. Terdapat sepasang corong pernafasan berbentuk
segitiga pada sefalotoraks dan kaki pengayuh yang lurus dan runcing
terdapat pada distal abdomen. Pupa bergerak bebas dan merespon
terhadap stimulus. Ia akan menyelam dengan cepat selama beberapa
detik jika ada gangguan kemudian kembali ke permukaan air (Rosarie,
2013).
Umur rata-rata pertumbuhan mulai jentik sampai menjadi pupa
berkisar antara 8-14 hari. Pupa tidak memerlukan makanan lagi
namun membutuhkan udara dan kira-kira mencapai 2 hari untuk
bertumbuh mencapai tahap selanjutnya, nyamuk dewasa. Pada
umumnya, nyamuk jantan menetas lebih dahulu daripada nyamuk
betina (Rosarie, 2013)
4. Nyamuk Dewasa
Merupakan tahap terakhir dari siklus hidup Aedes aegypti.
Nyamuk dewasa terdiri atas kepala, toraks, dan abdomen yang
meruncing. Nyamuk jantan memiliki umur yang lebih pendek dari

nyamuk betina, kira-kira seminggu. Makanan nyamuk jantan adalah


cairan buah-buahan atau tumbuhan. Jarak terbang nyamuk jantan tidak
jauh dari tempat perindukannya karena menunggu nyamuk betina
menetas kemudian siap berkopulasi (Rosarie, 2013).
Nyamuk betina perlu menghisap darah untuk pertumbuhan
telurnya, oleh karena itu ia dapat terbang jauh antara 0,5 sampai kirakira 2 m. Nyamuk jantan dan betina biasanya melakukan perkawinan
pada waktu senja, biasanya hanya terjadi sekali sebelum nyamuk
betina pergi untuk menghisap darah. Lama siklus ini antara 3-4 hari
namun bervariasi. Umur nyamuk betina kira-kira 10 hari (Rosarie,
2013).
Ae. Aegypti dewasa menyukai tempat gelap yang tersembunyi di
dalam rumah sebagai tempat beristirahatnya, nyamuk ini merupakan
vektor efisien bagi arbovirus. Ae.Aegypti juga mempunyai kebiasaan
mencari makan (menggigit manusia untuk dihisap darahnya)
sepanjang hari terutama antara jam 08.00-13.00 dan antara jam 15.0017.00. Sebagai nyamuk domestik di daerah urban, nyamuk ini
merupakan vektor utama (95%) bagi penyebaran penyakit DBD. Jarak
terbang spontan nyamuk betina jenis ini terbatas sekitar 30-50 meter
per hari. Umur nyamuk Ae. aegypti berkisar 2 minggu sampai 3 bulan
atau rata rata 1,5 bulan tergantung dari suhu, kelembaban sekitarnya
(Mulyatno, 2010)
C. Identifikasi Telur, Larva, dan Nyamuk Dewasa Culex
Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor
penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese
enchepalitis, St Louis encephalitis.Nyamuk dewasa dapat berukuran 4 10
mm (0,16 0,4 inci). Dan dalam morfologinya nyamuk memiliki tiga
bagian tubuh umum: kepala, dada, dan perut. Klasifikasi Culex adalah
sebagai berikut (Mulyatno, 2010):

Kingdom : Animalia ,Phylum :

Arthropoda, Class : Insecta, Ordo : Diptera, Family : Culicidae ,Genus :


Culex.

Siklus hidup nyamuk Culex :


1. Telur
Seekor nyamuk betina mampu meletakan 100 - 400 butir telur.
Setiap spesies nyamuk mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda.
Nyamuk Culex meletakan telurnya di atas permukaan air secara
bergelombolan dan bersatu membentuk rakit sehingga mampu untuk
mengapung (Mulyatno, 2010).
2. Larva
Nyamuk Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai
dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu (Astuti, 2010) :
a. Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1 2 mm atau 1 2 hari
setelah menetas. Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong
pernafasan pada siphon belum jelas.
b. Larva instar II, berukuran 2,5 3,5 mm atau 2 3 hari setelah telur
menetas. Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.
c. Larva instar III, berukuran 4 5 mm atau 3 4 hari setelah telur
menetas. Duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna
coklat kehitaman.
d. Larva IV, berukuran paling besar yaitu 5 6 mm atau 4 6 hari setelah
telur menetas dengan warna kepala.
3. Pupa
Pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di
dalam air, pada stadium ini tidak memerlukan makanan dan terjadi
pembentukan sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong
memakan waktu lebih kurang satu sampai dua hari. Pada fase ini
nyamuk membutuhkan 2 - 5 hari untuk menjadi nyamuk, dan selama
fase ini pupa tidak akan makan apapun dan akan keluar dari larva
menjadi nyamuk yang dapat terbang dan keluar dari air (Mulyatno,
2010).
4. Nyamuk Dewasa

Setelah muncul dari pupa nyamuk jantan dan betina akan


kawin dan nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah
waktu 24 - 36 jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial
untuk mematangkan telur. Perkembangan telur hingga dewasa
memerlukan waktu sekitar 10 sampai 12 hari (Mulyatno, 2010).
D. Identifikasi Telur, Larva, dan Nyamuk Dewasa Anopheles
Fauna nyamuk Anopheles yang dilaporkan di Indonesia sebanyak
80 spesies dan yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria adalah 22
spesies yaitu An. sundaicus, An. aconitus, An. nigerrimus, An. macullatus,
An. barbirostris, An. sinensis, An. letifer, An. balabacencis, An.
punctulatus, An. farauti, An. bancrofti, An. karwari, An. koliensis, An.
vagus, An. parengensis, An. umbrosus, An. subpictus, An. longirostris, An.
flavirostris, An. minimus, dan An. leucosphirus (Noshirma, dkk., 2011).
Nyamuk Anopheles memiliki tubuh yang langsing dan 6 kaki
panjang dan memiliki sayap yang bersisik .Nyamuk Anopheles
mempunyai siklus hidup , yang termasuk dalam metamorfosa sempurna.
Yang berarti dalam siklus hidupnya terdapat stage/fase pupa. Lama siklus
hidup dipengaruhi kondisi lingkungan, misal : suhu, adanya zat
kimia/biologisdi tempat hidup. Adapun morfologi dari siklus hidup
nyamuk Anopheles, yaitu (Mulyatno, 2010) :
1. Telur
Setiap bertelur setiap nyamuk dewasa mampu menghasilkan 50200 buah telur. Telur langsung diletakkan di air dan terpisah (tidak
bergabung menjadi satu). Telur ini menetas dalam 2-3 hari (pada
daerah beriklim dingin bisa menetas dalam 2-3 minggu) (Mulyatno,
2010).
2. Larva
Larva terbagi dalam 4 instar , dan salah satu ciri khas yang
membedakan dengan larva nyamuk yang lain adalah posisi larva saat
istirahat adalah sejajar di dengan permukaan perairan, karena mereka
tidak mempunyai siphon (alat bantu pernafasan). Lama hidup kurang
lebih 7 hari, dan hidup dengan memakan algae,bakteri dan
mikroorganisme lainnyayang terdapat dipermukaan (Mulyatno, 2010).

Larva Anopheles tampak mengapung sejajar dengan permukaan


air, mempuyai bagian-bagian badan yang bentuknya khas, yaitu
spirakel pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada bagian
tengah sebelah dorsal abdomen dan sepasang bulu palma pada bagian
lateral abdomen (Sutanto, 2008).
3. Pupa
Pupa mempuyai tabung pernapasan (respiratory trumpet) yang
bentuknya lebar dan pendek, digunakan untuk mengambil O2 dari
udara (Sutanto, 2008).Bentuk fase pupa adalah seperti koma, dan
setelah beberapa hari pada bagian dorsal terbelah sebagai tempat
keluar nyamuk dewasa (Mulyatno, 2010).
4. Nyamuk dewasa
Pada nyamuk dewasa palpus nyamuk jantan dan betina
mempunyai

panjang

hampir

sama

dengan

proboscis-nya.

Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apical


berbentuk gada (club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas
tersebut mengecil. Sayap pada bagian pinggir (kosta dan vena I)
ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran
belang-belang hitam dan putih. Selain itu, bagian ujung sisik sayap
membentuk lengkung (tumpul). Bagian posterior abdomen tidak
seruncing nyamuk Aedes (Sutanto, 2008).
Nyamuk dewasa mempunyai proboscis yang berfungsi untuk
menghisap darah atau makanan lainnya (misal, nektar atau cairan
lainnya sebagai sumber gula). Nyamuk jantan bisa hidup sampai
dengan seminggu, sedangkan nyamuk betina bisa mencapai sebulan
(Mulyatno, 2010)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Identifikasi nyamuk aedes yaitu mulai dari masa bertelur, seekor
nyamuk betina mampu meletakkan 100 - 400 butir telur. Telur-telur
tersebut diletakkan dibagian yang berdekatan dengan permukaan air
lalu telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari
setelah telur terendam air. Umur rata-rata pertumbuhan mulai jentik
sampai menjadi pupa berkisar antara 8-14 hari. Bentuk tubuh pupa
bengkok dan kepalanya besar seperti koma, gerakan lambat, sering
berada di permukaan air. Lalu tahap terakhir yaitu nyamuk dewasa
terdiri atas kepala, toraks, dan abdomen yang meruncing. Ae. Aegypti
dewasa menyukai tempat gelap yang tersembunyi di dalam rumah
sebagai tempat beristirahatnya
2. Identifikasi nyamuk culex yaitu mulai dari masa bertelur, seekor betina
mampu meletakan 100 - 400 butir telur. Nyamuk Culex meletakan
telurnya di atas permukaan air secara bergelombolan dan bersatu
membentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung lalu telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur
terendam air. Umur rata-rata pertumbuhan mulai jentik sampai menjadi
pupa berkisar antara 8-14 hari. Bentuk tubuh pupa bengkok dan
kepalanya besar seperti koma, gerakan lambat, sering berada di
permukaan air. Lalu tahap terakhir yaitu nyamuk dewasa terdiri atas
kepala, toraks, dan abdomen yang meruncing.
3. Identifikasi nyamuk anopheles yaitu dari masa bertelur, nyamuk
dewasa mampu menghasilkan 50-200 buah telur. Telur langsung
diletakkan di air dan terpisah (tidak bergabung menjadi satu). Lalu
telur menetas menjadi larva. Larva terbagi dalam 4 instar , dan salah
satu ciri khas larva anopheles yang membedakan dengan larva nyamuk
yang lain adalah posisi larva saat istirahat adalah sejajar di dengan
permukaan perairan, karena mereka tidak mempunyai siphon (alat

bantu pernafasan). Umur rata-rata pertumbuhan mulai jentik sampai


menjadi pupa berkisar antara 8-14 hari. Bentuk tubuh pupa bengkok
dan kepalanya besar seperti koma, gerakan lambat, sering berada di
permukaan air. Lalu tahap terakhir yaitu nyamuk dewasa terdiri atas
kepala, toraks, dan abdomen yang meruncing.
B. Saran
1. Kepada pemerintah disarankan agar melakukan penyuluhan tentang
pentingnya penerapan program 3M dan penyakit yang disebabkan oleh
nyamuk agar meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan
masyarakat dalam melakukan pencegahan dan pengendalian terhadap
penyakit.
2. Kepada masyarakat disarankan agar menerapkan program 3M dan
tetap menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Maqfirah Nur. 2014. Pengaruh Ekstrak N-Heksan Serai Wangi


Cymbopogon Nardus (L.) Randle pada Berbagai Konsentrasi Terhadap
Periode Menghisap Darah dari Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Ayuningtyas, Eka Devia. 2013. Perbedaan Keberadaan Jentik Aedes aegypti
Berdasarkan Karakteristik Kontainer di Daerah Endemis Demam
Berdarah Dengue. Skripsi. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang, Semarang.
Gunasegaran, Logeswaran. 2012. Jenis-Jenis Larva Nyamuk di Kelurahan BaruLadang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.
Lusiyana.2014.Wolbachia sebagai alternatif pengendalian vektor nyamuk Aedes
sp. Fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia.
Mulyatno, Kris Cahyo. 2010. Morfologi, Siklus Hidup, Habitat, dan Penyakit
yang
ditularkan
oleh
Nyamuk
Culex
sp.[Online].
http://www.itd.unair.ac.id/files/pdf/ protocol1/Culex.pdf. [Diakses pada
tanggal 15 Mei 2015].
Noshirma, Monika, dkk., 2011. Beberapa Aspek Perilaku Nyamuk Anopheles
barbirotris di Kabupaten Sumba Tengah Tahun 2011. [Online].
http://ejournal.litbang.depkes.go.id
/index.php/MPK/article/view/2911
[Diakses pada tanggal 15 Mei 2015].
Nurmaini. 2003. Mentifikasi Vektor Dan Pengendalian Nyamuk Anopheles
Aconitus Secarasederhana. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Pulungan, Erwin Saleh, dkk., 2012. Hubungan Sanitasi Lingkungan Perumahan
dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Filariasis di Kecamatan
Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2012. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan
Rosarie, Putri. 2013. Efektivitas Bacillus Thuringiensis Israelensis Terhadap
Pengendalian Larva Aedes aegypti-Penelitian pada Tempat
Penampungan Air yang Tidak Terkena Cahaya Di Kelurahan Cempaka
Putih Timur, Jakarta Pusat. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Depok.

Santi, Leny Yos. 2011. Efektifitas Ekstrak Kulit Durian (Durio Zibethinus Murr)
Sebagai Pengendali Nyamuk Aedes spp.Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Satria, Wisnu dan Prasetyowati, Heni. 2012. Daya Larvasida Ekstrak Biji Srikaya
(Annona squamosa) dengan Rentang Waktu Penyimpanan yang Berbeda
Terhadap
Larva
Culex
quinquefasciatus.
[Online].
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.
php/aspirator/article/view/3016. [Diakses pada tanggal 15 Mei 2015].
Sayono. 2011. Pertumbuhan Larva Aedes aegypti pada Air Tercemar. [Online].
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jkmi/article/view/584. [Diakses pada
tanggal 15 Mei 2015].
Sinaga, Astri Yosephin. 2014. Sanitasi dan Pemantauan Jentik Nyamuk pada
Toilet Sekolah Dasar di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sirajuddin, Saifuddin dkk,. 2016. Penuntun Praktikum Identifikasi Vektor
Nyamuk. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Sukesi, Tri Wahyuni. 2012. Monitoring Populasi Nyamuk Aedes aegypti L. Vektor
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Gedongkiwo
Kecamatan
Mantrijeron
Kota
Yogyakarta.
[Online].
http://journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/ article/view/1063. [Diakses
pada tanggal 15 Mei 2015].
Sutanto, Inge. 2008. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Triyadi, Dikki. 2012. Efek Sublethal Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava)
Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai