KESEHATAN LINGKUNGAN
NAMA
NIM
: K11114005
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu Negara tropis terbesar di dunia. Iklim
tropis menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh
nyamuk, seperti malaria, demam berdarah, filaria, kaki gajah dan
chikungunya sering berjangkit di masyarakat, bahkan menimbulkan
epidemic yang berlangsung dalam spectrum yang luas dan cepat.
Penyebab utama munculnya epidemi berbagai penyakit tropis tersebut
adalah perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk sebagai vector
penyakit yang tidak terkendali. (Lailatul dkk,. 2010)
Di daerah tropis seperti Indonesia, nyamuk merupakan serangga
yang sering mengganggu kehidupan manusia. Selain itu nyamuk juga
dapat menyebarkan penyakit Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan Filariasis. Pada tahun 2001, wabah Demam Berdarah Dengue masih
menyerang hamper seluruh daerah di Indonesia, baik daerah perkotaan
maupun pedesaan. Wabah DBD juga menyerang pada bayi, anak-anak
serta orang dewasa, sehingga tidak sedikit penderita tersebut yang
meninggal dunia (Santoso, 2003).
Nyamuk merupakan salah satu jenis serangga yang merupakan
vektor penyakit di dunia, tak terkecuali di Indonesia yang merupakan
negara beriklim tropis. Daerah beriklim tropis merupakan tempat yang
cocok untuk nyamuk berkembangbiak. Penyakit yang disebarkan oleh
nyamuk pada manusia antara lain adalah filariasis dan encephalitis oleh
nyamuk Culex, malaria oleh nyamuk Anopheles, dan demam berdarah oleh
nyamuk Aedes (Arifin, 2014).
Nyamuk merupakan salah satu spesies serangga yang mengisap
darah orang atau binatang untuk kelangsungan hidupnya. Nyamuk betina
makan dengan cara menghisap atau menggigit darah. Dalam hal ini
nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur. Berbeda
dengan nyamuk betina, nyamuk jantan yang memiliki tipe mulut yang
tidak sesuai untuk menghisap darah, maka nyamuk jantan memperoleh
makanan dari zat alam seperti sari-sari bunga (Arifin , 2014).
Nyamuk betina dapat hidup kurang dari 3 minggu. Nyamuk jantan
biasanya hanya hidup sekitar satu minggu. Umumnya telur menetas di
tempat yang berisi air. Telur-telur menetas menjadi larva. Larva bernapas
dengan tabung di ujung ekornya Memakan organisme mikroskopis seperti
bakteri. Dengan demikian sebagian besar larva nyamuk membutuhkan air
yang mengandung bahan organik. Dalam waktu kurang dari satu minggu,
larva dapat tumbuh dan berkembang menjadi pupa berbentuk koma.
Biasanya dalam waktu tiga hari pupa akan berubah menjadi nyamuk
dewasa. Hanya nyamuk betina menghisap darah karena darah biasanya
dibutuhkan untuk bertelur. Ketika nyamuk menemukan mangsa, nyamuk
ini menyuntikkan air ludahnya ke dalam tubuh mangsa. Air ludah
mengandungi antikoagulan yang menjamin kelancaran darah dan kadang
kadang mengandungi parasit yang dapat menyebabkan penyakit
(Gunasegaran, 2013).
World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di Asia Tenggara.
Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95% terjadi pada anak di
bawah 15 tahun (Adifian 2013)
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
menular yang masih menjadi prioritas masalah kesehatan mengingat sering
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan menyebabkan kematian.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk
Aedes aegypti sebagai vektor utama. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya
semakin
bertambah
seiring
dengan
meningkatnya
pertama
dengan
kasus
DBD
terbanyak.
Kelurahan
Gajahmungkur meningkati peringkat pertama sejak bulan JanuariDesember 2011, sebanyak 57 kasus dengan IR 400,51 per 100.000 penduduk. Hal ini mengalami kenaikan dimana pada tahun 2010 Kelurahan
Gajahmungkur peringkat ke-49. Berdasarkan Laporan Pemantauan Jentik
Berkala (PJB) yang dilakukan oleh Puskesmas Pegandan pada bulan
September 2011 dengan memeriksa 100 dari 2.926 rumah didapatkan
Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kelurahan Gajahmungkur hanya sebesar
58%. Angka tersebut masih sangat rendah di bawah standar yang telah
ditetapkan oleh Departeman Kesehatan sebesar 95%. (Harfriani, 2012)
Sementara Jakarta termasuk salah satu daerah yang selalu
mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD dari tahun 1998-2003, pada
tahun 2003 DBD mencapai hingga 50.131 kasus.2 Pada tahun 2007-2009,
jumlah kasus DBD cenderung menurun. Pada tahun 2009, kasus DBD
tercatat mencapai 18.037 kasus, kejadian terbanyak terdapat di Jakarta
Timur dengan 8.193 kasus, Jakarta Utara 5.253 kasus, Jakarta Selatan
5.004 kasus, Jakarta Barat 5.004 kasus, dan Jakarta Pusat 3.068 kasus
(Rosarie, 2013).
Selain itu, sepanjang tahun 2011 dilaporkan terjadi 65.432 kasus
DBD di Indonesia dengan Incident Rate (IR) 27,56/100.000 penduduk dan
Case Fatality Rate (CFR) 0,91%. Angka Bebas Jentik (ABJ) pada tahun
2008 sebesar 85,7% menurun pada tahun 2009 menjadi 71,1% kemudian
meningkat lagi pada tahun 2010 menjadi sebesar 81,4% (Kemenkes RI,
2012:109). Penyakit ini juga menjadi permasalahan serius di Provinsi Jawa
Tengah. Berdasarkan data dari profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Vektor Nyamuk
Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada
manusia dan hewan yang disebabkan oleh parasit dan virus. Nyamuk dari
genus Psorophora dan Janthinosoma yang terbang dan menggigit pada
siang hari, membawa telur dari lalat Dermatobia hominis dan
menyebabkan myiasis pada kulit manusia atau pada mamalia lain.
Nyamuk yang penting ada tiga genus yang menjadi vektor penyakit
penting di Indonesia, yaitu genus Culex, Anopheles, dan Aedes (Sinaga,
2014).
Vektor
adalah
anthropoda
yang
dapat
menimbulkan
dan
kesehatannmasyarakat.Pengendalian
vektor
penyakit
semuanya
menggunakan
insektisida
sintetis
semenjak
buah garis putih sejajar di garis median dari punggungnya yang berwarna
dasar hitam (lyre shaped marking) (Sinaga, 2014).
Ae. aegypti hidup di pemukiman padat penduduk di perkotaan dan
di pedesaan. Hidup pada berbagai tempat penampungan air misalnya pada
bak mandi, drum, tempayan, kaleng bekas, vas bunga, pelepah daun,
tempurung kelapa yang berisi air untuk tempat bertelur. Eksistensi Aedes
di alam dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan biologi, nyamuk ini tersebar
diantara garis isotherm 20 oC antara 45o LU dan 35o LS pada ketinggian
kurang dari 1000 m dari permukaan air laut. Lama hidup nyamuk dewasa
di alam masih sulit ditentukan, namun demikian nyamuk Aedes dapat
hidup rata-rata dalam waktu 1 bulan (Arifin, 2014).
Nyamuk Ae. aegypti adalah vektor primer penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD), termasuk di Indonesia. Spesies nyamuk ini
memiliki peran penting terkait kesehatan lingkungan pemukiman,
khususnya perkotaan. Keberadaan dan kepadatan populasinya sering
dikaitkan dengan penularan, endemisitas, dan kejadian luar biasa (KLB)
penyakit DBD. Mempelajari perilaku nyamuk Aedes (Ae. aegypti dan Ae.
albopictus) merupakan hal yang penting karena sangat berguna dalam
menyusun strategi pengendalian kedua nyamuk vektor DBD tersebut. Hal
ini karena hingga saat ini belum ada obat dan vaksin pilihan yang
direkomendasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit tersebut,
sehingga satu-satunya upaya yang diandalkan adalah pengendalian
kepadatan kedua spesies tersebut (Sayono, 2011).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditransmisikan kepada
manusia melalui perantara vektor yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus (Aedes sp.). Penyakit ini dapat terjadi sepanjang tahun dan
meningkat seiring dengan datangnya musim penghujan. Penyakit DBD
memiliki mortalitas yang cukup tinggi terutama di negara-negara beriklim
tropis dimana banyak faktor yang mendukung perkembangbiakan nyamuk
vektor tersebut (Lusiyana, 2014).
sampai hari. Pada iklim yang hangat, telur dapat bertumbuh dan
berkembang dalam dua hari, namun pada iklim yang sejuk dapat
mencapai waktu satu minggu. Telur tersebut dapat menetas beberapa
saat setelah terkena air hingga dua sampai tiga hari setelah berada di
air (Rosarie, 2013).
Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu
kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Telur di tempat yang
kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan pada suhu -2C
sampai 42C, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air
atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat
(Ayuningtyas, 2013).
2. Larva
Larva terdiri dari kepala, toraks, dan abdomen, serta ada corong
udara dengan pekten dan sekelompok bulu-bulu. Sepanjang hidupnya,
larva kebanyakan berdiam di permukaan air walaupun mereka akan
berenang ke dasar kontainer jika terganggu atau sedang mencari
makanan. Pada waktu istirahat, larva membentuk sudut dengan
permukaan air ( Rosarie, 2013).
Jentik yang menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar,
panjang 0,5 - 1 cm2. Selalu bergerak aktif di dalam air. Gerakannya
berulang-ulang dari bawah keatas permukaan air untuk bernapas,
kemudian turun kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu
istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.
Biasanya berada disekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6
- 8 hari jentik akan berkembang menjadi pupa. Jentik memerlukan 4
tahap perkembangan, pengaruh makanan, suhu menentukan kecepatan
perkembangan (Adifian, 2013).
Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan, yaitu
(Ayuningtyas, 2013):
a. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1
- 2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas,
dan corong pernafasannya (siphon) belum menghitam.
panjang
hampir
sama
dengan
proboscis-nya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Identifikasi nyamuk aedes yaitu mulai dari masa bertelur, seekor
nyamuk betina mampu meletakkan 100 - 400 butir telur. Telur-telur
tersebut diletakkan dibagian yang berdekatan dengan permukaan air
lalu telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari
setelah telur terendam air. Umur rata-rata pertumbuhan mulai jentik
sampai menjadi pupa berkisar antara 8-14 hari. Bentuk tubuh pupa
bengkok dan kepalanya besar seperti koma, gerakan lambat, sering
berada di permukaan air. Lalu tahap terakhir yaitu nyamuk dewasa
terdiri atas kepala, toraks, dan abdomen yang meruncing. Ae. Aegypti
dewasa menyukai tempat gelap yang tersembunyi di dalam rumah
sebagai tempat beristirahatnya
2. Identifikasi nyamuk culex yaitu mulai dari masa bertelur, seekor betina
mampu meletakan 100 - 400 butir telur. Nyamuk Culex meletakan
telurnya di atas permukaan air secara bergelombolan dan bersatu
membentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung lalu telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur
terendam air. Umur rata-rata pertumbuhan mulai jentik sampai menjadi
pupa berkisar antara 8-14 hari. Bentuk tubuh pupa bengkok dan
kepalanya besar seperti koma, gerakan lambat, sering berada di
permukaan air. Lalu tahap terakhir yaitu nyamuk dewasa terdiri atas
kepala, toraks, dan abdomen yang meruncing.
3. Identifikasi nyamuk anopheles yaitu dari masa bertelur, nyamuk
dewasa mampu menghasilkan 50-200 buah telur. Telur langsung
diletakkan di air dan terpisah (tidak bergabung menjadi satu). Lalu
telur menetas menjadi larva. Larva terbagi dalam 4 instar , dan salah
satu ciri khas larva anopheles yang membedakan dengan larva nyamuk
yang lain adalah posisi larva saat istirahat adalah sejajar di dengan
permukaan perairan, karena mereka tidak mempunyai siphon (alat
DAFTAR PUSTAKA
Santi, Leny Yos. 2011. Efektifitas Ekstrak Kulit Durian (Durio Zibethinus Murr)
Sebagai Pengendali Nyamuk Aedes spp.Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Satria, Wisnu dan Prasetyowati, Heni. 2012. Daya Larvasida Ekstrak Biji Srikaya
(Annona squamosa) dengan Rentang Waktu Penyimpanan yang Berbeda
Terhadap
Larva
Culex
quinquefasciatus.
[Online].
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.
php/aspirator/article/view/3016. [Diakses pada tanggal 15 Mei 2015].
Sayono. 2011. Pertumbuhan Larva Aedes aegypti pada Air Tercemar. [Online].
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jkmi/article/view/584. [Diakses pada
tanggal 15 Mei 2015].
Sinaga, Astri Yosephin. 2014. Sanitasi dan Pemantauan Jentik Nyamuk pada
Toilet Sekolah Dasar di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sirajuddin, Saifuddin dkk,. 2016. Penuntun Praktikum Identifikasi Vektor
Nyamuk. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Sukesi, Tri Wahyuni. 2012. Monitoring Populasi Nyamuk Aedes aegypti L. Vektor
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Gedongkiwo
Kecamatan
Mantrijeron
Kota
Yogyakarta.
[Online].
http://journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/ article/view/1063. [Diakses
pada tanggal 15 Mei 2015].
Sutanto, Inge. 2008. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Triyadi, Dikki. 2012. Efek Sublethal Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava)
Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.