Anda di halaman 1dari 5

Penyakit Endemis di Kalbar

1. Malaria
Penyakit Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 (tabel 11) terdapat
122.007 kasus Malaria Klinis dan 33.392 kasus Malaria Positif. Mengacu pada definisi
operasional pada indikator Indonesia Sehat 2010, dimana penderita malaria di luar Jawa dan Bali
adalah kasus dengan gejala klinis (demam tinggi disertai menggigil) dengan atau tanpa
pemeriksaan sediaan darah di laboratorium, maka berdasarkan definisi operasional tersebut angka
kesakitan malaria di Kalimantan Barat adalah 28,25 per 1.000 penduduk. Hal ini berati bahwa
dari setiap 1.000 penduduk terdapat sekitar 28 sampai dengan 29 orang yang terjangkit penyakit
Malaria. Dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi kenaikan kasus dimana pada tahun 2008 angka
kesakitan malaria adalah 18,87 per.1000 penduduk, sedangkan jika dibandingkan dengan target
pada Indonesia sehat 2010 sebesar 5 per 1.000 penduduk, maka angka kesakitan malaria di
Kalimantan Barat masih tergolong tinggi. Sedang angka kesembuhan kasus yang dihitung
berdasarkan kasus malaria klinis yang diobati adalah sebesar 86,6%, persentasenya masih lebih
rendah dari target yang seharus nya 100% pada tahun 2010.
Terkait Peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS) di Jakarta dengan tema Ayo Berantas Malaria
pada bulan April 2008, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL)
Depkes, dr. I Nyoman Kandun menyatakan bahwa Indonesia termasuk negara berisiko malaria.
Pada tahun 2006 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria klinis, sedangkan tahun 2007 menjadi 1,75
juta kasus. Jumlah penderita positif malaria (hasil pemeriksaan mikroskop positif terdapat kuman
malaria) tahun 2006 sekitar 350 ribu kasus, dan pada tahun 2007 sekitar 311 ribu kasus.
Pada pertemuan Koordinasi Tingkat SR dan SSR Kegiatan Intensifikasi Pengendalian Malaria Gf
ATM Malaria yang diadakan 1-3 Maret 2010, angka kesakitan malaria di Indonesia yang
dilaporkan pada tahun 2009 sebesar 1,143 juta kasus. Angka kesakitan malaria berdasarkan
Annual Paracite Incident (API) di Indonesia pada tahun 2009 menurun menjadi 1.85 %
dibandingkan tahun 2007 sebesar 2.89%. 29
Tingginya angka kesakitan dan kematian malaria disebabkan berbagai faktor diantaranya adalah
perubahan lingkungan, vektor penular, sosial budaya masyarakat, resistensi obat dan pelayanan
kesehatan (http://www.pppl.depkes.go.id)
2. TB Paru
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC
dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui
droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan
melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.
Berdasarkan Hasil rekapitulasi profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2009 tercatat TB Paru
dengan BTA Positif (+) sebanyak 3.996 kasus dengan angka kesakitan 92.52 per 100.000
penduduk. Persentase kesembuhan penderita TB Paru dengan BTA positif di Kalimantan Barat
adalah sebesar 85,07, dengan rincian dari 4.266 penderita yang diobati, sebanyak 3.629 penderita
dinyatakan sembuh. (tabel 9). Jika melihat hasil yang dicapai, maka angka kesembuhan penderita
TB Paru BTA + di Kalimantan Barat sudah mencapai target Indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu
sebesar 85%.
3. HIV/AIDS

Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus menunjukan kenaikan, meskipun berbagai upaya


pencegahan terus dilakukan. Secara kumulatif kasus pengidap HIV dan AIDS di Indonesia dari
tanggal 1 Januari 1987 hingga 31 Maret 2009 terdiri dari HIV 6.668 kasus, AIDS 16.964 kasus,
sehingga jumlah keseluruhannya mencapai 23.632 kasus, dengan angka kematian 3.492 jiwa
(Komala Sari, 2009). Menurutnya, Penyebab meningkatnya HIV dan AIDS lebih banyak
dikarenakan adanya heteroseksual atau bergonta-ganti pasangan, homoseksual, jarum suntik atau
IDU, dan ibu yang sedang hamil yang mengidap HIV dan AIDS yang mengakibatkan terjadinya
penularan terhadap bayi yang dikandungnya, Jumlah kasus baru AIDS di Indonesia cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Bila pada 2005 hanya ada 2.638 kasus AIDS baru, tahun 2006
jumlahnya bertambah menjadi 2.873 kasus, naik lagi menjadi 2.974 pada 2007 dan menjadi
sebanyak 4.969 kasus baru pada 2008. Pada tahun 2009, di Provinsi Kalimantan Barat
berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota, kasus HIV/AIDS tertinggi ada di
Kota Pontianak, yaitu sebesar 278 kasus, diikuti oleh Kabupaten Pontianak dan Kota
Singkawang, masing-masing sebesar 89 dan 66 kasus.

Berdasarkan laporan Bidang Bina Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit,


untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat, sejak tahun 1993 sampai dengan
bulan Desember tahun 2009 tercatat sebanyak 2.265 orang dengan HIV/AIDS

atau sekitar 0,05% prevalensi penderita HIV/AIDS dengan penduduk berisiko


adalah seluruh jumlah penduduk dikarenakan sulitnya untuk mendata
penduduk yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS (PSK, Supir Truk, Pengguna
Narkoba dll). Namun demikian, angka tersebut hanya angka yang di dapat
dari yang melaporkan saja, sedang pada kenyataannya kemungkinan kasus
yang ada akan lebih besar dari angka yang ada, hal ini disebabkan karena
yang terlihat hanya di permukaan saja (yang dilaporkan), sedang yang tidak
terlihat (terlapor) kemungkinan akan jauh lebih besar dari angka yang ada.

Kecenderungan kasus HIV/AIDS di Provinsi Kalimantan


Barat Tahun 2005 s.d Tahun 2009.

Menurut Sasongko, Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan


seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat
suntik yang tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik), 3-5%
melalui transfusi darah yang tercemar. Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari
80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-49 tahun) terutama laki-laki,
tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan
anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. Sekitar 25-35% bayi yang
dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap HIV, melalui infeksi
yang terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan dan melalui

pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester


terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.
4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Kejadian AFP diproyeksikan sebagai indikator untuk menilai keberhasilan program Eradikasi
Polio (Erapo). Upaya pemantauan terhadap keberhasilan Erapo yaitu dengan melaksanakan
kegiatan Surveilans Secara Aktif untuk menemukan kasus AFP sebagai upaya untuk
mendeteksi secara dini munculnya virus polio liar yang mungkin ada di masyarakat untuk segera
dilakukan penanggulangannya. 32
Tahun 2009, berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2009
(tabel 9) terdapat 23 kasus AFP atau sebesar 1,87 per 100.000 penduduk berisiko (usia < 15
Tahun). Dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi penurunan kasus, dimana pada tahun tersebut
jumlah kasus AFP di Kalimantan Barat sebesar 23 kasus atau 2,11 per 100.000 penduduk
berisiko. Dilihat dari kasus AFP, angka AFP Kalimantan Barat masih diatas angka AFP yang
ditargetkan pada tahun 2010 yaitu sebasar 0,9 per 100.000 anak usia < 15 tahun.

5. DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan
oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak
dengan manivestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan kematian. Penyakit
DBD ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan mungkin juga Aedes Albopictus.
Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali di ketinggian lebih
1.000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari.
Penyakit DBD dapat menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit DBD lebih
banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan
kenaikan proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada orang dewasa (Faziah, 2004).
Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah endemik untuk penyakit DBD, hal ini disebabkan
karena letak geografis Kalimantan Barat yang sebagian besar merupakan dataran rendah dan
merupakan daerah rawa. Di samping itu, budaya masyarakat perkotaan di Kalimantan Barat
cenderung menyimpan persediaan air pada tempat-tempat penampungan air di sekitar rumahnya.
Hal ini akan menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes Aegypti yang paling disukai. Di Provinsi
Kalimantan Barat dalam tiga tahun terakhir berturut-turut dari tahun 2007 terjadi kenaikan kasus
DBD adalah sebagai berikut : Pada tahun 2007 terjadi 808 kasus DBD dengan angka kesakitan
20,24 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan kasus menjadi 960 kasus
dengan angka kesakitan sebesar 22,59 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2009, berdasarkan
rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota, terjadi peningkatan kasus DBD yang cukup
signifikan yaitu menjadi sebesar 9.710 kasus DBD dengan angka kesakitan sebesar 225 per
100.000 penduduk (tabel 10).

Anda mungkin juga menyukai