Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkolosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium Tubercolosis atau TBC. Sebagian kuman TBC menyerang paru
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya. Kuman TBC ini berbentuk batang
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam parla pewarnaan. Oleh karena itu
di sebut juga sebagai basil tahan asam BTA kuman TBC cepat mati dengan sinar
matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembabdan didalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman tertidur lama selama
beberapa tahun.

Tuberculosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan
sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Prevalensi TB di
Indonesia dan Negara –negara berkembang lainnya cukup tinggi, pada tahun 2006
kasus baru di Indonesia berjumlah > 600.000 dan sebagian besar diderita oleh
masyarakat yang berada dalam usia produktif (15-55 tahun) .angka kematian karena
infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi > 100.000 kematian per
tahun.

Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya
mengendalikan infeksi ini, salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB di
masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang defenitif. (Depkes RI
2015).

1
Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevelensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan WHO tahun 2012
sepertiga populasi di dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap
tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian
berasal dari Negara berkembang salah satunya Indonesia (Depkes RI,2012).

Di kawasan asia tenggara, data World Health Organization ( WHO)


menunjukan bahwa tb membunuh 2.000 jiwa setiap hari dan sekitar 40% dari kasus
TB di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Dikarenakan jumlah penduduknya
yang begitu besar dan padat, Indonesia termasuk dalam High Burden Countries,
menempati urutan ketiga di dunia dalam hal penderita tb paru, setelah India dan Cina.

Laporan WHO 2013, diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tehun 2012
dimana 1,1 juta orang diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif. Tahun 2012
diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBMDR dan 170.000 orang
diantaranya meninggal dunia. (Kemkes RI,2014).

Indonesia peringkat empat terbanyak untuk penderita TB setelah Cina, India


dan Afrika Selatan. Kementerian kesehatan RI Tjadra Yoga Aditama di sela-sela
acara Forum stop TB Partnersip Kawasan Asia Tenggara, pasifik barat dan
mediterania timur, senin (3/3/2014), di Jakarta Djandra mengatakan prevelensi TB di
Indonesia pada tahun 2013 ialah 297 per 100.000 penduduk dengan kasus baru setiap
tahun mencapai 460.000 kasus, dengan demikian total kasus hingga tahun 2013
mencapai sekitar 800.000.900.000 kasus.

Nafsiah Mboi saat menjadi menteri mengatakan Indonesia dan Negara-negara


lain dengan beban tertinggi penyakit TB perlu banyak belajar dari Negara yang
tergolong sukses menanggulagi TB seperti Amerika Serikat dan Singapura, Negara
tersebut sukses dengan metode DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course)
pembentukan forum diskusi untuk berbagai informasi tentang situasi terkini,

2
penatalaksanaan, dan tantanggan dalam upaya melibatkan kemitraan yang luar dan
program penanggulanagan TB penting untuk dilakukan (PPTI,2014).

Pada tahun 2009 penemuan di provinsi Kalimantan Selatan penderita TB Paru


BTA positif mencapai 6.650 kasus dan diobati sebanyak 6.755 kasus serta penderita
TB Paru yang sembuh sebnayak 6.371 kasus. Provinsi Kalimantan Selatan jumlah
penemuan penderita TB Paru BTA positif pada tahun 2010 mencapai 8.466 kasus dan
diobati sebanyak 9.779 kasus serta penderitaTB Paru yang sembuh 6.903 kasus.
(Dinkes Prov Kalimantan Selatan, 2015).

Sedangkan di puskesmas Berangas Barat pada tahun 2015 sebanyak 39 kasus


sedangkan periode januari –maret 2014 adalah sebanyak 8 kasus Data Puskesmas
Berangas Barat 2014. Factor resiko yang dapat menimbulkan penyakit tuberkolosis
adalah factor daya tahan tubuh yang rendah vaksinasi , tuberkolosis terutama banyak
terjadi di populasi yang mengalami stress, kekurangan nutrisi, ventilasi rumah yang
tidak bersih, perawatan kesehatan yang tidak cukup, perpindahan tempat dan factor
factor lingkungan berperan besar pada insidensi kejadian tuberkolosis.

Angka penemuan TBC kasus baru sejak tahun 2008 hingga tahun 2013
terdapat peningkatan. Tahun 2008 ditemukan BTA (+) sebanyak 2206 kasus, tahun
2009 BTA (+) sebanyak 2880 kasus, tahun 2010 BTA (+) sebanyak 3157 kasus,
tahun 2012 BTA (+) sebanyak 3355 kasus, dan pada tahun 2013 ditemukan 3561
kasus TB Paru BTA (+) yang menjadi sumber penularan di masyarakat. (Dinkes Prov
Riau,2013).

3
Cara penularan yang menjadi sumber penularan adalah pasien TB BTA positif
pada waktu batuk atau bersin. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan sementara dan sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab, daya
penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dekeluarkan dari
parunya. Semakin tinggi hasil derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak makin
menular pasien tersebut. (Depkes RI,2015).

Dokumentasi mengenai penderita TB sebagai sumber infeksi dan penularan


dari pasien ke petugas kesehatan, penularan dari pasien dan dari petugas kesehatan ke
pasien telah tercatat dengan baik di AS dan Eropa.di Negara yang sedang
berkembang penularan nosokomial bisa menjadi ancaman yang serius terhadap
petugas kesehatan karena banyaknya pasien TB, ruang rawat yang terbuka dan
minimnya atau tidak adanya kontrol untuk tindakan pencegahan terhadap infeksi TB.
Meskipun dokumentasi mengenai penularan secara nosokomial di daerah prevelensi
tinggi sulit didapat karena besarnya penularan di dalam masyarakat, tetapi beberapa
penelitian di Negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika Latin member kesan
tingginya resiko petugas kesehatan terinfeksi TB di tempat pelayanan kesehatan.

Tes kulit tuberkulin adalah metode setandar untuk menemukan orang yang
terinfeksi TB, tetapi tes tuberkulin yang tersedia sekarang ini mempunyai sensitivitas
dan sefesivisitas yang kurang dari 100% dalam mendeteksi TB. untuk itu perlu
pengetahuan tentang reaksi positif palsu dan reaksi negative palsu pada tes
tuberkulin. Tes tuberkulin yang tersedia dan direkomendasikan oleh WHO adalah
PPD RT-23 yang dibuat oleh Biological standartd staten, serum institute,
Copenhagen, Denmark.

4
Reaksi tes tuberkulin yang dilakukan secara intradermal akan menghasilkan
reaksi hipersensitivitas tipe lambat, reaksi ini akan mencapai maksimal dalam 48-72
jam setelah menyuntikan. Pada petugas kesehatan reaksi indurasi lebih kurang 10 mm
di anggap positif maka perlu dilakukan pemeriksaan poto thoraks untuk melihat
apakah ada kelainan yang mengarah pada TB aktif.

Secara etimologis epidemiologi berasal dari : epi yang berarti atas ( pada =
upon ), dan demos yang berarti masarakat, serta logos atau ilmu. Dengan demikan
epidemiologi berarti “ pengetahuan yang mempelajari apa yang terjadi di masarakat “
suatu pengertian yang cukup luas. Dahulu epidemiologi di beri arti yang sempit yaitu
ilmu yang mempelajari suatu penyakit menular ( epidemic ).

Di amerika serikat prevalensi dari penyakit tuberkolosis turun dengan


mengesankan semenjak tahun 1900. Diawal abad ini lebih 80% penduduk terinfeksi
sebelum umur 20 th. Dalam suatu penelitian dengan autopsi di tahun 1972 hanya 2
sampai 5% dari anak-anak muda yang member reaksi tuberkolin positif sedangkan di
usia di atas 50 th, di jumpai sekitar 25%. Penurunan insiden nyataterjadi pada anak-
anak dan usia remaja (9). Hal ini berbeda dengan Negara sedang berkembang, seperti
di Indonesia dengan penderita TB terbanyak pada usia angkatan kerja, atau dewasa
muda.

Dari survei di Jakarta tahun 2012 dan hasil run-test jumlah penderita TB di
beberapa daerah nampak bahwa golongan masyarakat berpenghasilan rendah
merupakan sasaran kuman-kuman TB. Dalam hal ini Tjipto heriyanto menyatakan
bahwa tuberculosis merupakan penyakit rakyat, Angka kematiannya menduduki
urutan ketiga.Penyebab utama berkembangnya penyakit ini oleh karena masih
rendahnya pendapatan ekonomi masyarakat.

5
Saat ini jumlah penderita TB di Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah
India dan China. Laporan dari WHO tahun 2000, jumlah penderita TB di India
sebanyak 1,85 juta jiwa, di China 1,36 juta jiwa di Indonesia 0,59 juta jiwa. Dengan
Angka kekerapan masing-masing untuk india 184/100.000 penduduk dan di
Indonesia 280/100.000 penduduk. Bagaimana keadaan penyakit TB di kalangan
masyarakat saat ini (tahun 2005-2007). Berkat ketekunan dan kerja keras terutama
tenaga kesehatan yang ada di puskesmas-puskesmas serta dukungan tenaga kesehatan
di program nasional Tuberkulosis Departemen Kesehatan RI, serta bantuan berbagai
pihak seperti WHO, LSM-LSM minsalnya PPTI, KNCV dan USAID serta beberapa
Negara penyandang dana yang bergabung dalam GF-ATM (Global Fund to AIDS,
TB and Malaria) Angka kejadian TB dapat diturunkan secara bermakna. Di jawa dan
Bali Angka kekerapan pasien dengan BTA(+) kira-kira 1 orang diantara 1000 orang

Penduduk, di luar jawa terutama di kawasan timur angkanya diperkirakan


kurang lebih masih 2 penderita TB dengan BTA (+) diantara 1000 penduduk.Angka
prevelensi tersebut didapat dari proyek “Tuberkulosis Prevalance Survey 2004” yang
merupakan kerja sama antara National Institute Of Health Research and
Development, Directorate General Of Communicable Disease Control and
Environmental Health. Ministry Of Health Rrpublic Of Indonesia, World Health
Organization and Projec DOTS Expansion GF ATM. Angka-angka tersebut tepatnya
sebagai berikut: Angka prevelensi rata-rata seluruh Indonesia adalah 104 penderita
TB (BTA+) diantara 100.000 penduduk. Di jawa dan Bali 59 per 100.000, di luar
jawa dan bali rata-rata adalah 174 per 100.000, yang menjadi terbagi menjadi daerah
sumatera sebesar 160 per 100.000 dan Indonesia Timur sebesar 189 penderita TB
(BTA+) per 100.000 penduduk.

1.2 Perumusan Masalah

6
Mengingat kompleksnya masalah yang terjadi pada klien dengan
penyakit TB Paru.Maka penulis tertarik untuk merawat klien dengan judul
Manajemen Asuhan Keperawatan Sistem Pernapasan Pada Pasien TB Paru
Dengan Hemaptoe di Ruang Melati RSUD Sidikalang Tahun 2019.
1.3 Tujuan Praktek Belajar Lapangan
1.3.1 TujuanUmum

Mampu Menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Pasien TB Paru Dengan


Hemaptoe di Ruang Melati RSUD Sidikalang Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Dapat melaksanakan pengkajian asuhan keperawatan pada Pasien TB Paru di
Ruang Melati RSUD Sidikalang tahun 2019.
2. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pernpasan TB Paru di Ruang Melati RSUD Sidikalang tahun 2019.
3. Dapat melaksanakan rencana asuhan keperawatan Pada Pasien TB Paru di
Ruang Melati RSUD Sidikalang 2019.
4. Dapat melaksanankan implementasi asuhan keperawatan Pada Pasien TB Paru
di Ruang Melati RSUD Sidikalang tahun 2019.
5. Dapat melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien gangguan sistem
pernapasan TB Paru di Ruang Melati RSUD Sidikalang tahun 2019.
6. Dapat melaksanakan Discharge planning.
7. Dapat membandingkan antara kasus dan teori.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi penulis

Menambah wawasan ilmu pengetahuan peneliti khususnya tentang


manajemen kasus dengan gangguan sistem pernapasan TB Paru Hemaptoe di Ruang
Melati RSUD Sidikalang tahun 2019.

1.4.2 Bagi praktek keperawatan

7
Sebagai masukan untuk meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien yang
menderita TB Paru.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Menjadikan referensi untuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut yang


berhubungan dengan TB Paru.

1.4.4 Bagi pasien dan keluarga

Dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan gejala serta penyebab penyakit


TB Paru sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit TB Paru.

Anda mungkin juga menyukai