Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular yang menyebabkan kematian dan


merupakan penyebab kematian ketiga di indonesia (Depkes RI, 2005). Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa penyakit TB Paru
merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernapasan pada semua kelompok usia. Bahkan peringkat pertama penyebab kematian
kematian penyakit menular, jumlah pasiennya sekitar 500.000 orang/tahun, dengan kematian
sebesar 175.000/tahun, khususnya didaerah pedesaan miskin dan daerah kumuh perkotaan
yang rawan kuman (Famy, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan di 15 propinsi di Indonesia menunjukkan angka rata-rata
kesakitan sebesar 2,55 permil bagi seluruh Indonesia, dengan angka tertinggi di Sumatera
Utara sebesar 4,4 permil, Sulawesi Selatan 4,7 permil dan 0,8 permil di Bali sebagai angka
terendah, sedangkan angka kematian antara tahun 1980 sampai dengan 1986 bergeser dari
5,3% menjadi 5,1% (Famy, 2009).
Kusnindar (1990) menjelaskan hasil survei rumah tangga pada tujuh propinsi, bahwa secara
keseluruhan penyakit TB Paru merupakan 5,1% dari semua kejadian penyakit dan pola
penyakit TB Paru menunjukkan paling besar pada umur antara 15 sampai 54 tahun. Sekitar
World Health Organization (WHO)

B.
1.
2.
3.
4.

Tujuan.
Untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang TB Paru.
Untuk menjelaskan gejala-gejala dan orang-orang yang berisiko menderita TB Paru.
Menjelaskan cara perawatan, pengobatan, dan pencegahan TB Paru.
Menjelasakan permasalahan yang ada di masyarakat akibat TB Paru.

BAB II
1

PEMBAHASAN
A. Definisi
TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Basil Mycobacterium
Tuberculosis atau basil tuberkel yang tahan asam. Penularannya melalui udara apabila orang
yang menderita TBC dalam paru-paru atau tenggorokan batuk, bersin atau berbicara sehingga
kuman/basil dilepaskan ke udara. Kuman/basil dapat bertahan beberapa jam dalam suhu
kamar/lingkungan rumah, maka jika ada orang disekitar penderita maka kuman/basil akan
mudah menular ke semua orang disekitarnya/yang kontak dengan penderita. Kebanyakan
orang mendapat/tertular kuman TBC adalah orang yang sering berada di dekat penderita,
seperti anggota keluarga, teman atau rekan kerja. Karena orang yang terdekat dan paling
sering kontak/berkomunikasi dengan penderita adalah keluarganya, maka orang mengetahui
dan menduga penyakit TBC adalah penyakit keturunan dan sulit untuk disembuhkan.
Sehingga perlu adanya pemahaman dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penderita dan
keluarga untuk mencegah penularan/penyebaran penyakit.
Meskipun penderita tinggal di lingkungan yang kurang sehat dan kondisi sosial
ekonomi yang kurang mendukung diharapkan penderita dan orang-orang yang ada
disekitarnya/keluarga melaksanakan perilaku hidup sehat/tindakan-tindakan pencegahan
dengan benar sesuai anjuran/arahan petugas puskesmas dalam upaya menekan semakin
meningkatnya angka kesakitan dan kematian yang disebabkan TBC Paru di masyarakat.
Misalnya dengan cara penemuan kasus secara dini dengan mengenal tanda dan gejala TBC,
minum obat secara teratur, menutup mulut waktu bersin/batuk, tidak meludah disembarang
tempat, menjemur tempat tidur penderita, meningkatkan ventilasi dan pencahayaan rumah
penderita (membuka pintu dan jendela terutama saat pagi, pemasangan genteng kaca karena
kuman TBC akan mati jika terpapar sinar matahari/sinar ultra violet) dan memisahkan alatalat yang telah digunakan penderita karena kemungkinan sudah terkena basil TBC yang dapat
menular pada orang lain, serta menerapkan pola hidup sehat dalam masyarakat dengan
mengkonsumsi makanan bergizi.
Riskesda (2008:105) prevalensi TB paru cenderung meningkat sesuai bertambahnya
usia dan prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi TB Paru 20% lebih
tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan tiga kali lebih di pedesaan dibandingkan
perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan di pendidikan
tinggi. Dalam Gerdunas-TBC, (2002c: 3) Penularan TBC akan lebih mudah terjadi jika
2

terdapat dalam situasi hunian padat (overcrowding) , sosial ekonomi yang tidak
menguntungkan (social deprivation), lingkungan pekerjaan dan perilaku hidup tidak sehat
dalam masyarakat. Depkes RI, (2008: 5). Yang beresiko tertular TBC Paru diantaranya orangorang yang kontak fisik secara dekat dengan penderita, orang-orang tua, anak-anak, orangorang bertaraf hidup rendah dan memiliki akses rendah terhadap fasilitas kesehatan serta
orang-orang yang sedang sakit dan turun daya tahan kekebalan tubuhnya. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang
rendah diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS. Resiko penularan setiap tahun di
Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi ( Annual Risk of Tuberculosis Infection =
ARTI ) antara 1-3% dan 50 persennya dengan BTA positif.
Adanya kontak dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya
karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya (Depkes
IDAI, 2008: 12). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat menularkan penyakit melalui
batuk, bersin dan percakapan, juga peralatan yang terkontaminasi kuman TBC. Semakin
sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi penularan. Sumber penularan
bagi bayi dan anak yang disebut kontak erat, adalah orangtuanya, orang serumah atau orang
yang sering berkunjung. Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri
setiap 16-20 jam. Matinya juga sangat lambat, perlu waktu sedikitnya 6 bulan bagi obatobatan yang ada untuk membunuh seluruh bakteri. Dengan pengobatan TBC yang lama dan
perlu adanya ketelatenan dari penderita untuk tetap teratur mengkonsumsi obat yang
diberikan (Obat Anti Tuberkulosis/OAT). Kuman TBC hanya dapat dibasmi dengan obatobatan

(program

DOTS

yang

memerlukan

Pengawas

Minum

Obat/PMO

untuk

mengawasi/mengingatkan penderita minum obat) yang disertai makan makanan bergizi serta
pola hidup sehat. Sehingga selama terapi perlu adanya pemahaman bahwa masih ada
kemungkinan terjadi penularan pada orang disekitarnya/khususnya keluarga jika tidak
dilakukan tindakan pencegahan penularannya baik oleh penderita maupun orang disekitarnya
khususnya keluarga untuk mendukung terlaksananya program terapi. Depkes (2008: 3)
Sekitar 75% Pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis (15-50
tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 34 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar
20-30%. Jika dia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial
stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Depkes (2008: v) Kerugian yang diakibatkan
3

sangat besar, bukan hanya aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun
ekonomi. Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang terhadap TB
berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan dan kelemahan akibat TB.
Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency.
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh
kasus di dunia.
Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita
TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.
Seratus tahun yang lalu, satu dari lima kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh
tuberkulosis.
Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang tersering di
Indonesia. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan ketidakpatuhan dalam menjalani
pengobatan mempunyai dampak yang besar karena pasien Tuberkulosis akan menularkan
penyakitnya pada lingkungan,sehingga jumlah penderita semakin bertambah.
Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6 bulan
pengobatan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu dilanjutkan atau berhenti,
karena pengobatan yang cukup lama seringkali membuat pasien putus berobat atau
menjalankan pengobatan secara tidak teratur, kedua hal ini ini fatal akibatnya yaitu
pengobatan tidak berhasil dan kuman menjadi kebal disebut MDR ( multi drugs resistance ),
kasus ini memerlukan biaya berlipat dan lebih sulit dalam pengobatannya sehingga
diharapkan pasien disiplin dalam berobat setiap waktu demi pengentasan tuberkulosis di
Indonesia.
Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai "Hari TBC" oleh sebab pada 24 Maret
1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab
tuberkulosis yang ditemukannya.

B. Klasifikasi
4

Tuberkulosis paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis

Tuberkulosis paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis

Tuberkulosis pada sistem saraf

Tuberkulosis pada organ-organ lainnya

Tuberkulosis millier

C. Patofisiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo
Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis,
M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis
merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.
M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3, tidak
membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti
bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna
oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh
karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa
mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia,
Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada
dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di
bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi
efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel
mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M.
tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga.

D. Masalah Turberkulosis
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian
akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB
didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB
lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis
(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang
sedang berkembang.

Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,


penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya,
tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).

Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,
gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)

Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis


ekonomi atau pergolakan masyarakat.

Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur


umur kependudukan.

Dampak pandemi HIV.


Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang

tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara
dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993,
WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi
dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama,
kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin
menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada
akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB
di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun
ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar
110 per 100.000 penduduk.
E. Tuberkulosis Dan Kejadiannya
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Cara penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh


konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA negatif.

Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis


Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi
setiap tahun.

ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya


tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit
TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa
mengakibatkan kematian.

Risiko menjadi sakit TB


Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:

Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati.


Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:

50% meninggal

25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

F.Diagnosis
Simtoma klinis
Diagnosa tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
jasmani, pemeriksaan bakteriologi , radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori
atau gejala gejala yang erat hubungannya dengan organ pernapasan ( sedang gejala lokal lain
sesuai akan sesuai dengan organ yang terlibat )

Gejala respiratori ialah batuk lebih dari 2 minggu, batuk bercampur darah. Bisa juga

nyeri dada dan sesak napas.


Gejala sistemis antara lain Demam , badan lemah yang disebut sebagai malaise, keringat
malam, anoreksia dan berat badan menurun menjadi semakin kurus. Gejala respiratori
sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung
dari luas lesi, sehingga pada kondisi yang gejalanya tidak jelas sehingga terkadang pasien
baru mengetahui dirinya terdiagnosis Tuberkulosis saat medical check up.

G. Pengobatan TB Paru
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC
(gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan
pencegahan dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari.
1.

Pencegahan
Anak

yang

INH

minimal

(profilaksis)
kontak
3

erat
bulan

dengan

primer

penderita

walaupun

uji

TBC

BTA

tuberkulin

(+).
(-).

Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber
penularan TB aktif sudah tidak ada.

10

2.

Pencegahan

(profilaksis)

sekunder

Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin
dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)


Obat

Dosis

harian

Dosis

2x/minggu

Dosis

3x/minggu

(mg/kgbb/hari)

(mg/kgbb/hari)

(mg/kgbb/hari)

INH

5-15 (maks 300 mg)

15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin

10-20 (maks. 600 mg)

10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid

15-40 (maks. 2 g)

50-70 (maks. 4 g)

15-30 (maks. 3 g)

Etambutol

15-25 (maks. 2,5 g)

50 (maks. 2,5 g)

15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin

15-40 (maks. 1 g)

25-40 (maks. 1,5 g)

25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami


perubahan

manajemen

operasional,

disesuaikan

dengan

strategi

global

yanng

direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia


WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994.
11

Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan
obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi
kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam
menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.
Strategi

DOTS

(Directly

Observed

Treatment

Short-course)

pertama

kali

diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk
dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan
cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan
indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi
dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan
lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka
banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan,
dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya
implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT
akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant).
Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat
fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan
bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1

2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
Penderita baru TBC paru BTA positif.
12

Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2

HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada:
Penderita kambuh.
Penderita gagal terapi.
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3

2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada:
Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak


Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1.

2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH


+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).

2.

2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,


kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis

maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.


Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
13

TB tidak berat
INH

: 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


INH

: 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison

: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

14

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini
paling sering menyerang paru-paru walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh
lain dan ditularkan orang ke orang. Ini juga salah satu penyakit tertua yang diketahui
menyerang manusia. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks
Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa
terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari
setengah kasus.
Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency.
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh
kasus di dunia.
Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita
TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.
Seratus tahun yang lalu, satu dari lima kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh
tuberkulosis.
Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang tersering di
Indonesia. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan ketidakpatuhan dalam menjalani
pengobatan mempunyai dampak yang besar karena pasien Tuberkulosis akan menularkan
penyakitnya pada lingkungan,sehingga jumlah penderita semakin bertambah.
Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6 bulan
pengobatan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu dilanjutkan atau berhenti,
karena pengobatan yang cukup lama seringkali membuat pasien putus berobat atau
menjalankan pengobatan secara tidak teratur, kedua hal ini ini fatal akibatnya yaitu
pengobatan tidak berhasil dan kuman menjadi kebal disebut MDR ( multi drugs resistance ),
kasus ini memerlukan biaya berlipat dan lebih sulit dalam pengobatannya sehingga
15

diharapkan pasien disiplin dalam berobat setiap waktu demi pengentasan tuberkulosis di
Indonesia
Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai "Hari TBC" oleh sebab pada 24 Maret
1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab
tuberkulosis yang ditemukannya.
B. SARAN
Untuk Orang yang berisiko tinggi terkena tuberkulosis antara lain adalah orang
orang yang tinggal dalam rumah/ruangan yang ventilasinya buruk, orang yang berhubungan
dekat dengan penderita tuberkulosis, sebelumnya pernah terserang penyakit tersebut, orang
yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah (penderita malnutrisi, kanker, atau
penyakit lain yang mengganggu sistem kekebalan tubuh), dan pecandu obat atau alkohol.
Penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita, dan lebih banyak menyerang
kulit

berwarna

daripada

orang

kulit

putih.

Sebaiknya orang yang terkena atau terinfeksi TB Paru melakukan Perawatan


tuberkulosis selain dengan terapi obat termasuk antibiotik, juga harus banyak istirahat,
ruangan cukup cahaya dan ventilasi, udara harus segar, mengkonsumsi makanan sehat,
bergizi, dan seimbang. Salah satu tindakan pencegahan tuberkulosis adalah dengan vaksinasi
BCG, walaupun vaksinasi tersebut tidak menjamin perlindungan terhadap infeksi tetapi dapat
membantu

menurunkan

risiko

terkena

tuberkulosis

yang

hebat.

16

DAFTAR PUSTAKA

http://Google.co.id
http://Wikipedia.co.id

17

Anda mungkin juga menyukai