Masyarakat
Abstrak
Kesehatan masyarakat merupakan hal penting yang dilakukan. Yang termasuk dalam
upaya kesehatan masyarakat merupakan pencegahan penyakit-penyakit dengan tingkatan primer,
sekunder dan juga tersier. Penyakit tersebut dapat dicegah karena adanya keseimbangan antara
trias epidemiologi berupa faktor agen, faktor pejamu, dan juga faktor lingkungan. Bila terjadi
ketidakseimbangan maka orang dapat jatuh sakit. Contoh penyakit-penyakit tersebut adalah
tuberkulosis paru, HIV/AIDS, dan juga penyalahgunaan napza. Namun terdapat beberapa
program puskesmas yang dapat menangani masalah tersebut dan berfungsi juga sebagai saran
pencegahan masyarakat. Selain itu, Jaminan Kesehatan Nasional juga merupakan bagian dari
kesehatan masyarakat yang berfungsi sebagai asuransi sosial, sehingga kelompok tertentu yang
mungkin kurang mampu dari segi finansial dapat menerima pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan.
Kata kunci: epidemiologi, pencegahan, puskesmas dan programnya, kesehatan lingkungan
Abstract
Public health is an important thing to do. Included in public health efforts are the
prevention of diseases at primary, secondary and tertiary levels. The disease can be prevented
because of the balance between the epidemiological triad in the form of agent factors, host
factors, and environmental factors. When there is an imbalance then people can fall ill.
Examples of these diseases are pulmonary tuberculosis, HIV/AIDS, and drug abuse. However,
there are several puskesmas programs that can deal with this problem and also serve as
community prevention advice. In addition, the National Health Insurance is also a part of public
health that functions as social insurance, so that certain groups who may be less well off
financially can receive health services that suit their needs.
Keywords: epidemiology, prevention, puskesmas and its programs, environmental health
Pendahuluan
Pusat kesehatan masyarakat merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dengan cara promotif dan preventif. Beberapa
upaya yang diselenggarakan oleh puskesmas untuk meningkatkan kesehatan masyarakat adalah
pelayanan promosi kesehatan seperti tuberkulosis, HIV/AIDS, dan juga napza. Selain itu
puskesmas juga memberikan pelayanan kesehatan lingkungan, karena penyakit-penyakit
memiliki kaitan yang erat dengan situasi dan kondisi lingkungan. Lingkungan yang memudahkan
masyarakat untuk terkena penyakit harus segera diatasi dengan segera dan baik.1
Skenario
Bapak M (45 tahun) memiliki seorang istri (43tahun) dan 5 orang anak yang masing
masing A(P) 25tahun, S(P)20 tahun, As(L)13 tahun, Rs (L)6tahun, R(P)3 tahun. Istri bapak M
mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan 3 bulan tapi lalu berhenti 1 bulan. Istri
Bapak M juga menggunakan KB sehingga khawatir jika terganggu dengan pengobatan TBC.
Anak perempuannya, R saat ini sedang batuk batuk sudah 3 minggu tidak kunjung reda.
Riwayat penurunan berat badan dan keringat malam juga ada. Berat badan 12 kg, skar BCG +.
Karena keluarga ini tidak memiliki jaminan kesehatan nasional, maka anak R hanya diberi jamu
jamuan dan obat warung. Anak terbesar sempat memakai narkoba menggunakan jarum suntik
dan dicurigai menderita HIV. Rumahnya berada di gang sempit dan lembab.
Epidemiologi
Segitiga epidemiologi merupakan sebuah konsep penyebab penyakit menular dalam
kesehatan masyarakat, dimana hal tersebut digunakan untuk menggambarkan hubungan antara
faktor-faktor, yaitu pejamu (host), agen (seperti bakteri/virus/jamur/parasit), dan lingkungan
(yang menggambarkan keadaan lingkungan ketika terjadinya penularan. Seseorang dapat jatuh
sakit apabila pejamu yang rentan berada pada lingkungan yang mendukungnya kerentanan
pejamu, serta datangnya agen yang mampu untuk menyebabkan penyakit.2
Faktor pejamu merupakan semua faktor pada manusia yang dapat mempengaruhi dan
timbulnya perjalanan penyakit, dimana contoh dari faktor-faktor tersebut adalah umur, jenis
kelamin, kebiasaan, dan imunitas. Faktor agen merupakan zat, dimana jumlah yang berlebih atau
terlalu sedikit dapat menimbulkan proses penyakit. Faktor lingkungan merupakan faktor
eksternal (diluar agen dan pejamu) yang mempengaruhi agen dan peluang untuk terpapar yang
memungkinkan transmisi penyakit.2
1. Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan
besar di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) 2018,
sebagian besar kasus TB terjadi di wilayah Asia Tenggara (44%), diikuti Afrika
(24%). Insidensi TB per tahunnya bervariasi, mulai dari 10 dari 100.000 populasi
pada negara berpendapatan tinggi hingga 150-300 per 100.000 penduduk pada negara
30 besar TB. Di Indonesia diperkirakan pada 845.000 kasus TB, namun baru 543.874
kasus yang dilaporkan ke Kementerian Kesehatan berdasarkan data Maret 2020.3
Faktor pejamu, agen, dan lingkungan untuk TB adalah sebagai berikut:2
a. Pejamu. Berupa pengetahuan, status ekonomi, imunitas, dan status kebiasaan.
Sebuah penelitian mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah memiliki
risiko 3.716x lebih besar terkena TB paru.2
Status ekonomi yang rendah dapat menyebabkan kurang mampunya
seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhannya.2
Faktor imunitas seperti imunisasi BCG, status gizi, serta HIV/AIDS memiliki
peran. Imunisasi akan menyebabkan kemungkinan terkena TB menjadi lebih
kecil. Status gizi yang buruk dapat mengurangi imunitas terhadap TB,
sehingga mempermudah infeksi TB dimana orang yang memiliki Indeks
Massa Tubuh (IMT) yang rendah menjadi lebih rentan terhadap infeksi TB.
Orang hidup dengan HIV juga lebih mungkin untuk mengembangkan TB
aktif daripada mereka yang tidak HIV.2
Adat kebiasaan yang berpengaruh adalah merokok, kebiasaan membuka
jendela setiap hari, dan kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling teratur.
Orang yang merokok secara rutin, tidak memiliki kebiasaan membuka
jendela setiap hari, dan perilaku tidak menjemur memiliki risiko infeksi TB
yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat dijelaskan karena rokok memiliki efek
pro-inflamasi dan imunosupresif pada imunitas saluran pernapasan, sinar
matahari dapat membunuh bakteri patogen dalam rumah, dan bila tidak ada
kebiasaan menjemur maka percikan dahak dari seorang pasien TB tidak
dapat menguap dan bakteri TB tidak dapat terbang ke udara.2
b. Agen. Penyebab dari TB adalah Mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik
tahan asam yang ditularkan melalui udara yang hanya dapat bertahan hidup dalam
manusia. Bakteri ini memasuki saluran pernapasan menuju alveoli sehingga
terjadi infeksi primer dan menimbulkan limfangitis lokal dan regional. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan permeabilitas membran dan pada akhirnya
dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.2
c. Lingkungan.
Luas ventilasi akan berpengaruh pada pertukaran udara, dimana pertukaran
udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar (cukup
mengandung oksigen), yang apabila tidak memenuhi syarat dapat
menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya, luas
ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai. Selain itu
ventilasi juga mempengaruhi proses dilusi udara sehingga dapat mengurangi
kelembapan dan menyebabkan pengenceran konsentrasi Mycobacterium
tuberculosis dan kuman lain yang akan terbawa ke luar dan mati terkena
sinar ultraviolet. Kelembapan yang tinggi merupakan media yang baik untuk
perbumbuhan bakteri patogen.2
Suhu ruangan dipengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara,
kelembapan udara, dan suhu benda-benda di sekitarnya dimana suhu yang
nyaman untuk sebuah rumah adalah 18 – 30ºC. Suhu yang tidak berada
dalam jarak tersebut dapat meningkatkan risiko kejadian TB.2
Kelembapan udara dalam ruangan berfungsi sebagai rasa kenyamanan,
dimana yang optimal adalah 60%. Kelembapan yang tidak optimal dapat
menyebabkan risiko TB yang lebih tinggi, yang disebabkan oleh ventilasi
yang tidak memenuhi syarat sehingga membuat cahaya matahari tidak dapat
masuk ke dalam rumah yang kemudian dapat meningkatkan kelembapan di
dalam rumah.2
Jenis lantai yang memenuhi syarat kesehatan adalah jenis yang kedap air dan
mudah dibersihkan. Masyarakat yang misalnya tinggal dengan lantai tanah,
papan, atau yang tidak kedap air memiliki risiko lebih tinggi terkena TB.
Sebaiknya bahan lantai yang digunakan adalah keramik, marmer, atau ubin.2
Hunian yang berlebihan dapat menyebabkan kurangnya oksigen dan
peningkatan risiko penyakit infeksi. Semakin banyak manusia di dalam
ruangan, kelembapan semakin tinggi yang disebabkan oleh uap air baik dari
pernapasan atau keringat. Sebaiknya kebutuhan ruang per orang adalah 9 m 2,
dengan rata-rata langit-langit adalah 2.8 m.2
Jenis dinding yang baik adalah dinding yang kedap air sehingga dapat
mencegah meningkatnya kelembapan dan suburnya pertumbuhan
mikroorganisme. Dinding yang tidak optimal memiliki kemungkinan terkena
TB lebih tinggi dibanding mereka yang menggunakan dinding yang baik.2
Riwayat kontak serumah menyebabkan peningkatan risiko terkena TB
dikarenakan TB adalah penyakit menular yang disebarkan melalui percikan
dahak ketika berinteraksi dengan penderita TB paru saat batuk, bersin, dan
bernyanyi.2
2. HIV/AIDS
Word Drug Reports 2018 yang diterbitkan oleh United Nations Office on Drugs
and Crime (UNODC), menyebutkkan bahwa sebanyak 275 juta penduduk dunia atau
5.7% dari penduduk dunia berusia 15 - 64 tahun pernah mengonsumsi narkoba.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan bahwa penyalahgunaan narkoba
tahun 2017 didapatkan 3.3 juta pada rentang usia 10 – 59 tahun. Sedangkan angka
penyalahguna di kalangan pelajar pada tahun 2018 (dari 13 ibukota provinsi di
Indonesia) mencapai 2.29 juta orang.7
Faktor pejamu, agen, dan lingkungan dari penyalahgunaan napza adalah sebagai
berikut:8
a. Pejamu. Kebanyakan penyalahgunaan napza dimulai atau terdapat pada masa
remaja, karena remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik,
maupun sosial yang pesat sehingga merupakan individu yang rentan untuk
penyalahgunaan napza. 8
Perubahan yang cepat pada biologi dari remaja seperti perubahan tinggi
badan dan berat badan dan lainnya sering menimbulkan kebingungan dan
keresahan sehingga terjadi ketidaksesuaian jalan pikir. Kebingungan,
kereasahan, dan bahkan depresi yang dapat timbul dari ketidaksesuaian
tersebut dapat mendorong anak untuk menyalahgunakan napza. 8
Perubahan psikologis yang muncul seperti lepasnya ikatan emosional untuk
membentuk identitas diri dan juga peningkatan kemampuan intelektual dapat
menjadi faktor terjadinya penyalahgunaan napza.Bertambahnya peningkatan
intelektual seperti daya abstraksi, kemampuan konseptual, kemampuan
memahami suatu persoalan menjadi berkembang, dan idealisme tetap tinggi
dan keingintahuan terhadap dunia sekitar bertambah kuat. Sehingga rasa ingin
tahu seperti pengalaman seksual dan mencoba napza, merokok, minum dapat
terjadi8
Perubahan sosial seperti rasa ingin diterima dalam suatu kelompok dapat
menjadi faktor risiko. Mungkin untuk diterima suatu kelompok seorang
remaja harus mengikuti nilai atau norma kelompok tersebut seperti merokok
atau penggunaan napza. Bila pada masa remaja orang tua terlalu banyak
memberi aturan dan larangan, remaja dapat menunjukkan sikap memberontak.
8
b. Agen. Semua jenis napza bekerja pada bagian otak yang menjadi pusat
penghayatan kenikmatan, termasuk stimulasi seksual. Oleh karena itu
penghayatan kenikmatan, termasuk stimulasi seksual. Pengguna napza ingin
mengulangi lagi untuk mendapatkan kenikmatan yang diinginkan sesuai dengan
khasiat farmakologinya. Potensi setiap jenis napza untuk menimbulkan
ketergantungan tidak sama besar. 8
c. Lingkungan.
Lingkungan keluarga, terutama faktor orang tua, sering menjadi penyebab
seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna napza. Hal tersebut dapat
dijelaskan, yaitu karena orang tua yang kurang komunikatif dengan anak,
terlalu mengatur, menuntut berlebihan, disiplin kurang konsisten, sikap orang
tua tidak sepaham teruatama dalam hal pendidikan anak, terlalu sibuk, kurang
harmonis, tidak menanamnkan norma atau nilai yang baik atau buruk, ataupun
salah satu anggota keluarga yang menjadi penyalahguna napza. 8
Lingkungan sekolah yang kurang disiplin, sering tidak ada pelajaran pada jam
sekolah, guru/pengurus sekolah yang kurang komunikatif dengan siswa dan
lain-lainnya dapat menjadi faktor. 8
Lingkungan masyarakat dapat juga berpengaruh, seperti mudah diperolehnya
napza, harga napza yang makin murah, atau kehidupan sosial, ekonomi,
politik dan keamanan yang tidak menentukan menyebabkan terjadinya
perubahan nilai dan norma, antara lain sikap permisif. 8
o Strategi penemuan 14
Dapat dilakukan secara aktif dan pasif. Tahap awal penemuan
dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejaa seperti batuk
berdahak 2-3 minggu atau lebih. batuk diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berekringat malam tanpa
kegitaan fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan14
o Pemeriksaan dahak14
Pemeriksaan dahak mikroskopis dengan Teknik sewaktu pagi
sewaktu (SPS) 14
Pemeriksaan biakan14
Uji kepekaan obat tb (untuk memastikan apakah mengalami
resistensi obat atau tidak) 14
- Diagnosis tuberculosis14
o Diagnosis tb paru
Diagnosis ditegakan dengan gejala klinis dan ditemukannya kuman tb,
bisa dengan pemeriksaan dahak mikroskopis yang merupakan diagnosis
utama14
Gambar 2. Alur diagnosis TB14
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan
o Tahap awal (intensif) 14
Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara lansgung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu
Sebagian besar pasien TB BTA + menjadi BTA – dalam waktu 2 bulan
o Tahap lanjutan14
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
- Panduan pengobatan OAT14
o Kategori 1 (2RHZE/4H3R3) 14
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
Pasien baru TB paru atau BTA positif
Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
o Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) 14
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA + yang telah diobati
sebelumnya :
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
Tabel 9. Dosis obat ARV untuk PPP HIV pada orang dewasa dan remaja15
Kesehatan Lingkungan
a. Peran puskesmas (sudah dijabarkan dalam bagian sebelumnya)
b. Peran pemerintah
- Penyehatan air dan sanitasi dasar.17
c. Peran masyarakat
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung (2001), peran serta masyarakat
adalah proses di mana individu dan keluarga serta swadaya masyarakat termasuk swasta,
mengambil peran sebagai berikut:20
1. Mengambil tanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri,
keluarga, serta masyarakat. 20
2. Mengembangkan kemampuan untuk berkontribusi dalam pengembangan kesehatan
mereka sendiri dan masyarakat sehingga termotivasi untuk memecahkan berbagai
kesehatan yang dihadapi. 20
3. Menjadi agen atau perintis pengembangan kesehatan dan pemimpin dalam
penggerakan peran serta masyarakat di bidang kesehatan yang dilandasi semangat
gotong royong. 20
Tingkatan Pencegahan
Tujuan ilmu kedokteran adalah untuk mempromosikan kesehatan, menjaga kesehatan,
dan memulihkan kesehatan bila terganggu, dan untuk meminimalisir kesengsaraan dan
penderitaan. Tujuan-tujuan tersebut diwujudkan dalam pencegahan. Beberapa tingkat
pencegahan yang dapat diterapkan dalam ilmu kedokteran. Menurut Leavell dan Clark, terdapat
tiga tingkatan pencegahan, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan
tersier.21
1. Pencegahan primer dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan sebelum
terjadinya onset penyakit, yang menyingkirkan kemunkinan penyakit dapat terjadi.
Pencegahan primer dapat diwujudkan dengan mempromosikan kesehatan dan
kesejahteraan, serta kualitas hidup dengan tindakan perlindungan khusus. Selain dari
mencegah penyakit, pencegahan primer juga memiliki konsep yang mendorong
pencapaian serta pemeliharaan tingkat kesehatan yang dapat diterima sehingga setiap
individu dapat menjalankan kehidupan secara ekonomis dan sosial. Pencegahan
primer juga menyangkut sikap terhadap kehidupan dan kesehatan dan inisiatif yang
diambil untuk melakukan tindakan yang positif dan bertanggung jawab untuk dirinya
sendiri, keluarga, dan juga komunitas. Contoh tindakan kesehatan masyarakat berupa
sanitasi, pemberantasan infkeis, imunisasi, sumber makanan serta air yang baik,
kesehatan lingkungan, dan lainnya. 21
2. Pencegahan sekunder dapat diartikan sebagai tindakan yang memberhentikan
kelanjutan suatu penyakit yang baru saja terjadi dan mencegah terjadinya komplikasi.
Intervensi yang dilakukan dalam tahap ini berupa diagnosis awal dan pentalaksanaan
yang baik. Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghambat proses penyakit dan
memberikan tatalaksana sebelum perubahan patologis yang ireversibel terjadi dan
sebelum penyakit infeksius menyebar. Pencegahan tingkat ini juga dapat melingdungi
individu lain dalam suatu komunitas. Pada tahap inilah ilmu kedokteran klinis
dilakukan. 21
3. Pencegahan tersier dapat diartikan sebagai tindakan yang meminimalisir penderitaan
yang disebabkan kesehatan yang tidak baik dan mempromosikan penyesuaian diri
pasien terhadap kondisi yang ireversibel. Selain itu, jika kondisi pasien sudah stabil,
maka rehabilitasi dapat memainkan peran juga. 21
Kesimpulan
Penyakit dapat timbul karena adanya ketidak seimbangan antara faktor agent host dan
environment. Puskesmas sebagai layanan kesehatan primer memiliki program untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan melakukan pencegahan penyakit. Untuk
menanggulangi suatu penyakit bukan hanya tanggung jawab dari puskesmas saja, tapi tanggung
jawab bersama antara individu, masyarakat, puskesmas dan juga pemerintah. Program
pemerintah seperti Jaminan Kesheatan Nasional juga dapat membantu penanggulangan penyakit
bagi masyarakat yang kurang mampu.
Daftar pustaka
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat. [Cited 18 Juni 2021]. Available from:
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK%20No.%2075%20ttg
%20Puskesmas.pdf
2. Zuriya Y. Hubungan antara faktor host dan lingkungan dengan kejadian TB paru di
wilayah kerja puskemas pamulang tahun 2016. BS thesis. FKIK UIN Jakarta, 2016.
[Cited 17 June 2021]. Available from:
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34348/1/YUFA%20ZURIYA-
FKIK.pdf
3. Liwang F, Yuswar PW, Wijaya E, Sanjaya NP, editor. Kapita selekta kedokteran. Jilid I.
5th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2020. p. 418.
4. Guterres M. Beberapa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadiian HIV/AIDS pada
laki-laki umur 25 – 44 tahun (studi kasus di kota dili, timor leste. Doctoral dissertation.
FK Undip Semarang, 2015. [Cited 18 June 2021]. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/46430/3/BAB_II.pdf
5. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia;
2017. p. 54
6. Irwan. Epidemiologi penyakit menular. Yogyakarta: CV Absolute Media; 2017. p. 73 – 9
7. Penggunaan Narkotika di Kalangan Remaja Meningkat [Internet]. Badan Narkotika
Nasional RI. 2021 [cited 20 June 2021]. Available from: https://bnn.go.id/penggunaan-
narkotika-kalangan-remaja-meningkat/
8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penyuluhan masalah narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (napza) bagi petugas kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006.
p. 36 – 41
9. Promosi Kesehatan [Internet]. Direktorat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
2021 [cited 20 June 2021]. Available from: https://promkes.kemkes.go.id/promosi-
kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas. [Cited 19 Juni 2021].
Available from: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/114918/permenkes-no-13-
tahun-2015
11. Sugiharto M, Oktami RS. Pelaksanaan klinik sanitasi di puskesmas gucialit dan
puskesmas gambut dalam menanggulangi penyakit berbasis lingkungan. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 2018;21(4), 261-270.
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. [Cited
19 Juni 2021]. Available from: http://www.bphn.go.id/data/documents/92uu023.pdf
13. Sa’pang M, Sitoayu L, Novianti A. Prinsip asuhan gizi dan dietik. [Cited 19 Juni 2021].
Available from: https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Course-10597-7_0312.pdf
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pengendalian
tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Program pengendalian HIV AIDS dan
PIMS fasilitas kesehatan tingkat pertama. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2017.
16. Kebijakan program dan kegiatan direktorat pencegahan dan pengendalian masalah
kesehatan jiwa dan napza (dit. P2mkjn) pada rakontek tahun 2021 [Internet].
Docplayer.info. 2021 [cited 20 June 2021]. Available from:
https://docplayer.info/73136897-Kebijakan-program-dan-kegiatan-direktorat-
pencegahan-dan-pengendalian-masalah-kesehatan-jiwa-dan-napza-dit-p2mkjn-pada-
rakontek-tahun-2018.html
17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis rencana pengamanan air
minum (RPAM) komunal. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2017.
18. Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Tata cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan limbah B3. 2010;
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/PER/V/2011
Tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. [Cited 20 Juni 2021].
Available from: http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK%20No.
%201077%20ttg%20Pedoman%20Penyehatan%20Udara%20Dalam%20Ruang
%20Rumah.pdf
20. Baqie A, editor. Teknolimbah buletin pusat pengembangan teknologi tepat guna
pengolahan limbah cair. 4th ed. Yogyakarta: Pusteklim Yogya; 2013. p. 2–7. Available
from: https://issuu.com/pusteklimyogya/docs/tekno_limbah_vol-4
21. Park JE. Park’s textbook of preventive and social medicine. 25th ed. India: Banarsidas
Bhanot. 2019. p. 47 – 9
22. Bae J-M. Implementation of Quaternary prevention in the Korean healthcare system:
Lessons from the 2015 middle east respiratory syndrome Coronavirus outbreak in the
republic of Korea. J Prev Med Public Health. 2015;48(6):271–3.
23. Najmah. Epidemiologi penyakit menular. Jakarta: Trans Info Medial; 2016. p. 90 – 2
24. Najmah. Epidemiologi penyakit menular. Jakarta: Trans Info Medial; 2016. p. 135 - 8
25. Hidayat MR. Pencegahan dan penanggulanan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, 2019;25(12).