Anda di halaman 1dari 20

Pendekatan Klinis terhadap Pasien dengan Anemia et causa Defisiensi Besi

Muhammad Nugra Anggono Prasetya 102014227


Richard Jefferson 102018022
Windy Arya Pradana Pata’dan 102018096
Jumriana 102018015
Yulistina 102018044
Paulina Ware Dani 102018080
Ni Luh Airin Gita Devinda 102018116

Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida)


Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta 11510
E-mail : gita.2018fk116@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Anemia adalah suatu keadaan dimana terjadinya penurunan kadar hemoglobin di bawah
normal. Salah satu jenis anemia adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah
anemia yang tejadi akibat adanya penurunan jumlah besi dan penyimpanan besi yang ada di
dalam tubuh, sehinga tubuh mengalami gangguan eritopoiesis. Anemia defisinesi besi memiliki
gejala khas seperti kolinikia, pika, atrofi papil lidah, stomatitis angularis dan disfagia serta gejala
umum anemia berupa penurunan aktivitas dan kelelahan. Untuk mendiagnosis suatu anemia
defisiensi besi maka dapat dipastikan dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium berupa
darah lengkap dan pemeriksaan kadar besi dan cadangan besi dalam tubuh. pengobatan anemia
defisiensi besi terdiri dari terapi kausal dan terapi penambahan zat besi. Prognosis dari penyakit
ini baik apabila mendapatkan penanganan yang tepat.
Kata kunci : anemia, defisiensi besi, penyakit kronis

Abstract
Anemia is a condition where there is a decrease in hemoglobin levels below normal. One
type of anemia is iron deficiency anemia. Iron deficiency anemia is anemia caused by a decrease
in the amount of iron and iron storage in the body, so that the body experiences erythopoiesis
disorders. Iron deficiency anemia has typical symptoms such as cholinikia, pika, tongue papilla
atrophy and dysphagia as well as general symptoms of anemia in the form of decreased activity
and activity. To diagnose an iron deficiency anemia, it can be ascertained by using laboratory
tests in the form of complete blood count and examination of iron levels and iron reserves in the
body. treatment of iron deficiency anemia overcoming causal therapy and iron supplementation
therapy. The prognosis of this disease is good with appropriate management.
Keywords : anemia, iron deficiency, chronic disease

Pendahuluan
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin mengalami penurunan.
Penyebab anemia tersering di dunia adalah karena adanya defisiensi besi, yang pada pemeriksaan
hapusan darah tepi akan terlihat morfologi eritrosit mikrositik hipokrom. Besi merupakan salah
satu komponen penting di dalam tubuh kita yang berguna untuk proses eritopoiesis atau proses
pembentukan sel darah merah. apabila terjadinya pengurangan jumlah besi dalam tubuh dan
pengurangan jumlah penyimpanan besi maka dapat menyebabkan adanya pengaruh terhadap
pembentukan sel darah merah sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia. Penyebab anemia
defisiensi besi bervariasi tergantung dengan usia, jenis kelamin dan status sosial ekonomi. Pasien
dengan anemia defisiensi besi seringkali mengeluhkan terjadnya lemas dan sesak.1

Skenario
Seorang lelaki berumur 56 tahun, datang dengan keluhan lemas sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit.

Anamnesis
Anamnesis adalah suatu proses wawancara antara dokter dan pasien untuk memperoleh
informasi tentang penyakit dan riwayat penyakit pasien yang dapat membantu dalam penegakan
diagnosis yang lebih akurat.
a. Identitas pasien
Identitas yang dapat ditanyakan kepada pasien pada saat pemeriksaan adalah
nama, usia, alamat, pekerjaan serta status perkawinan. Dari skenario diketahui bahwa
pasien adalah seorang lelaki berusia 56 tahun.
b. Keluhan utama
Dari skenario didapatkan bahwa pasien mengalami keluhan lemas sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang
Berdasarkan skenario diketahui bahwa pasien mengalami mudah lelah sejak 6
bulan yang lalu. Dapat melakukan kerja ringan, namun tidak sanggup melakukan kerja
berat karena cepat lelah dan capek. 1 minggu yang lalu pasien mengeluhkan susah
melakukan kerja ringan karena kerja ringan sudah membuat pasien capek dan berdebar-
debar. Bila bersitirahat keluhan menghilang. Pasien menyangkal adanya perdarahan.
Pasien sering berobat ke puskemas dan dinyatakan kurang darah dan diberikan obat tablet
besi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Berdasarkan skenario diketahui pasien menderita darah tinggi sejak 10 tahun,
tidak berobat teratur, dan sejak 3 tahun ginjalnya mulai terganggu.
e. Riwayat pribadi dan keluarga
Pada pasien dengan kecurigaan terhadap anemia defisiensi besi dapat ditanyakan
mengenai diet yang dikonsumsi untuk mengetahui apakah terdapat adanya riwayat
kurangnya konsumsi zat besi. Tanyakan juga mengenai penggunaan obat-obatan seperti
aspirin atau OAINS (obat anti inflamasi non steroid). Tanyakan juga riwayat anggota
keluarga apakah ada yang mengalami penyakit yang sama atau riwayat mengalami
anemia defisiensi besi, kelainan darah, dan gangguan pembekuan darah karena dapat
menjadi salah satu faktor resiko terjadinya anemia defisiensi besi.2

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien dengan anemia defisiensi besi
adalah kulit yang pucat, namun biasanya gejala ini baru akan timbul ketika hb pasien mencapai
7-8 gr/dl. Pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan adanya lemas, berkurangnya kemampuan
untuk melakukan suatu pekerjaan, sesak napas, adanya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak. Pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan adanya konjungtiva
yang pucat dan takikardia.3
Pemeriksaan fisik khas yang terdapat pada pasien dengan anemia defisiensi besi adalah
koilonychia (kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan mencekung seperti sendok), atrofi
papil lidah, stomatitis angularis, disfagia, pica.3
Dari skenario didapatkan hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut :
a. Sakit sedang
b. Kesadaran : compos mentis
c. Tekanan darah : 180/100 mmHg
d. Frekuensi nadi : 100x/menit
e. Frekuensi napas :24x/menit
f. Suhu : 36.3oC
g. Konjungtiva dan jari-jari pucat
h. Tidak ad perdarahan dan organomegali
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi adalah
a. Pemeriksaan darah lengkap
Hasil dari darah lengkap yang ditemukan pada penderita anemia defisiensi besi
terdapat adanya hemoglobin dan indeks eritrosit yang menurun. Didapatkan adanya hasil
MCV (mean corpuscular volume) dan MCH (mean corpuscular hemoglobin) yang
menurun. MCV <70 hanya terdapat pada anemia defisiensi besi dan thalassemia major.
MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration) akan menurun pada defisiensi besi
yang berat dan berlangsung lama.4,5
Pada pemeriksaan sediaan hapus darah tepi didapatkan adanya anemia mikrositik
hipokrom, anisositosis, dan poikilositosis. Jika mikrositik hipokrom berlangsung lama
dan terjadi secara ekstrim maka dapat membuat sel menjadi berbentuk cincin (ring cell)
atau memanjang seperti ellips (pencil cell), kadang dapat dijumpai adanya sel target.4,5

Gambar 1. Pemeriksaan sediaan hapusan darah tepi pada anemia defisiensi besi4

b. Serum besi dan TIBC (total binding iron capacity)


Pada anemia defisiensi besi didapatkan hasil berupa konsenterasi besi serum yang
menurun (<50 g/dl) dan TIBC yang meningkat (>350 g/dl). TIBC menunjukan tingkat
kejenuhan apotransferin terhadap besi.4,5
c. Kadar ferritin serum
Ferritin serum merupakan indikator yang baik untuk menentukan cadangan besi
dalam tubuh. Kadar normal ferritin serum adalah 20-220 g/dl, pada penderita anemia
defisiensi besi didapatkan adanya kadar ferritin serum yang menurun (<20 g/dl).4,5
d. Protoporfirin
Protoporfirin adalah salah satu bahan yang digunakan dalam pembentukan heme.
Apabila adanya sintesis yang terganggu seperti pada penderita anemia defisiensi besi,
maka portoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Nilai normal protoporfirin <30
mg/dl, namun pada penderita anemia defisiensi besi kadar protoporfirin bebas bisa
mencapai >100 mg/dl. Keadaan yang sama juga bisa ditemukan pada anemia penyakit
kronik dan keracunan timah hitam.4,5
e. Kadar reseptor transferin
Pada penderita anemia defisiensi besi didapatkan adanya kadar reseptor transferin
yang meningkat. Kadar normal reseptor transferrin pada pemeriksaan imunologi adalah
4-9 g/L. pengukuran kadar reseptor trasnferrin digunakan untuk membedakan anemia
defisiensi besi dan anemia penyakit kronik. Akan lebih baik lagi jika menggunakan
pemeriksaan ratio atau perbandingan antara reseptor transferin dan log serum ferritin.
Rasio >1.5 menunjukan adanya anemia defisiensi besi sedangkan <1.5 menunjukan
adanya anemia penyakit kronik.4,5
f. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan pengecatan besi sumsum tulang
dengan biru Prussia (pearl’s stain). Pada anemia defisiensi besi menunjukan adanya
cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif). Gambaran sumsum tulang pada
anemia defisiensi besi didapatkan adanya gambaran hyperplasia normoblastik ringan.4,5
Dalam keadaan normal terdapat 40-60% normoblas mengandung granula ferritin
dalam sitoplasmanya (sideroblas), namun pada anemia defisiensi besi didapatkan adanya
sideroblas negatif.4,5
g. Pemeriksaan untuk mencari penyebab dari anemia defisiensi besi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan feses untuk melihat
keberadaan cacing tambang, pemeriksaan darah samar dan feses, endoskopi, barium
intake atau barium inloop dan lain lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi
tersebut.4,5
Pada skenario pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien adalah
a. Hb : 7.2 mg/dl
b. Leukosit : 5500
c. Trombosit : 250.000
d. Morfologi : mikrositik hipokrom
e. Darah samar feses : negatif

Metabolisme besi dalam tubuh


Besi merupakan elemen vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan
hemoglobin, myoglobin dan berbagai macam jenis enzim. Besi dalam jaringan tubuh dapat
dibagi menjadi5 :
a. Senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam
tubuh4
b. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang5
c. Besi transport, besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk
mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya.5
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup dan diatur oleh banyaknya
besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap
usus setiap hari berkisar 1-2 mg ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama. Besi dari usus
dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam
sumsum tulang sebsesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritopoiesis sebanyak 24 mg
per hari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif dan akan beredar pada sirkulasi membutuhkan
besi sebanyak 17 mg, sedangkan besi 7 mg akan dikembaliakn ke makrofag karena terjadinya
eritopoiesis yang infefektif (henolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit yang
beredar, setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum
tulang sebanyak 17 mg.5
Besi merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan hemoglobin. Hemoglobin
terbentuk atas gabungan antara heme dan globin. Asam amino terkumpul pada bagian ribosom
dan membentuk adanya rantai α2 β2 globulin. Trasnferin dan ferritin akan memberikan asupan
besi yang kemudian bergabung dengan portoporfirin membentuk heme. Adana gabungan heme
dan globin akan membentuk hemoglobin.5
Gambar 2. Siklus besi dalam tubuh5

Gambar 3. Sintesis hemoglobin5

Diagnosis banding
a. Anemia penyakit kronik
Anemia sering ditemukan pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis
maupun keganasan. Pada umumnya anemia penyakit kronis ditandai dengan kadar Hb
berkisar 7-12 g/dl, kadar Fe yang menurun dan TIBC yang rendah. Anemia pada penyakit
kronis ditandai dengan cadangan Fe yang tinggi pada jaringan serta produksi sel darah
merah yang berkurang.5,6
Anemia penyakit kronis dapat disebabkan karena adanya inflamasi, infeksi
ataupun tumor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi pada sumsum
tulang, perubahan metabolisme besi, hemofagositosis, menurunya proses eritopoiesis, dan
menurunya respon terhadap stimulasi eritopoietin. Diduga hal ini dapat terjadi karena
adanya TNF (tumor necrosis factor), IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6) dan IFN
(interferon). 5,6
Gambar 4. Patogenesis anemia penyakit kronis6

Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk membedakan antara


anemia penyakit kronis dengan anemia defisiensi besi adalah sebagai berikut5,6

variabel Anemia penyakit Anemia Orang normal


kronis defisiensi besi
Besi plasma <70 <70 70-90
(mg/L)
TIBC <200 >450 250-400
% saturasi Fe 30 7 15
makrofag
Ferritin serum 20-200 <20 20-200
Reseptor 8-28 >28 8-28
trasnferin
serum

Tabel 1. Perbedaan pemeriksaan penunjang pada anemia penyakit kronis, anemia defisiensi besi,
dan orang normal5

b. Anemia sideroblastik
Anemia sideroblastik adalah jenis anemia yang disebabkan karena adanya
gangguaan penggunaan besi pada saat pembentukan rantai heme pada hemoglobin.
Anemia sideroblastik ditandai dengan adanya gambaran cincin sideroblas pada sumsum
tulang. Cincin sideroblas adalah perkusor eritroid yang mengandung deposit besi non
heme pada bagian mitokondrianya, sehingga membentuk gambaran cincin di sekeliling
nukelus. Bentuk cincin besi tersebut menutupi setidaknya 1/3 dari bagian tepi nukleus.
Anemia siderobasltik dapat terjadi karena adanya kegagalan dalam pembentukan
portoporfirin. Untuk membuat rantai heme pada hemoglobin dibutuhkan adanya besi dan
portoporfirin. Pada anemia sideroblastik protoporfirin tidak terbentuk dengan sempurna
menyebabkan besi mengalami akumulasi pada eritrosit.7,8
Gejala klinis yang dapat dialami pada pasien dengan anemia sideroblastik adalah
konjungtiva dan kulit yang pucat, lemas, hipotensi, takikardi, dan hepatosplenomegaly.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat ditemukan pada pasien dengan anemia
sideroblastik adalah kadar hb yang menurun, MCV dan MCHC rendah, serta gambaran
anemia mikorsitik hipokrom. Pemeriksaan yang digunakan sebagai baku emas dalam
mendiagnosis anemia sideroblastik adalah pemeriksaan biopsy sumsum tulang dan
ditemukan adanya gambaran cincin sideroblas pada sumsum tulang dengan pewarnaan
Prussian blue. 7,8

Gambar 5. Cincin sideroblastic7

Diagnosis kerja
Berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan pada skenario saya mengambil diagnosa kerja berupa anemia defisiensi besi. Hal ini
diambil berdasarkan adanya keluhan pasien yang menyatakan bahwa pasien mengalamilemas
sejak 1 minggu sebelum masuk rumahsakit. Semenjak 6 bulan yang lalu pasien merasa cepat
lelah, dapat melakukan kerja ringan namun tidak dapat melakukan kerja berat. 1 minggu yang
lalu sudah tidak dapat melakukan kerja ringan karena membuat pasien mudah lelah dan
berdebar-debar. Apabila pasien beristirahat keluhannya membaik. Pasien juga menyatakan
bahwa pasien menderita darah tinggi sejak 10 tahunm berobat tidak teratur dan sejak 3 tahun
yang lalu ginjalnya mulai terganggu. Keluhan yang dialami pasien adalah keluhan yang khas
dialami pada penderita anemia secara umum. Kemudian pada pemeriksaan fisik juga didapatkan
adanya tekanan darah sebesar 180/100 mmHg, nadi 100 kali per menit, napas 24 kali per menit
dan suhu 36oC. hasil pemeriksaan penunjang juga menunjukan adanya kadar hemoglobin rendah
sebesar 7.2 gr/dl dengan morfologi mikrositik hipokrom.
Untuk menentukan diagnosis secara pasti pasien mengalami anemia defisiensi besi maka
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa kadar besi serum dan TIBC serta ferritin serum.

Anemia defisiensi Anemia penyakit Anemia sideroblastik


besi kronik
Derajat anemia Ringan - berat ringan Ringan - berat
MCV menurun menurun Menurun - normal
MCH menurun Menurun - normal Menurun - normal
Besi serum Menurun <30 Menurun <50 Normal - meningkat
TIBC Meningkat >360 Menurun <300 Menurun - normal
Saturasi transferrin Menurun <15% Menurun – normal Meningkat >20%
Besi sumsum tulang Negative Positif + (cincin sideroblas)
Portoporfirin eritrosit Meningkat Meningkat Normal
Ferritin serum Menurun <20% Normal Meningkat

Tabel 2. Perbedaan pemeriksaan penunjang antara anemia defisiensi besi, anemia penyakit
kronis dan anemia sideroblastik5

Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
absorbsi serta adanya kehilangan besi yang disebabkan oleh karena perdarahan yang menahun :
 Kehilangan besi yang diakibatkan oleh perdarahan yang menahun berasal dari1,5 :
o Saluran cerna : tukak peptik, pemakaian NSAID, kanker dan infeksi cacing tambang
o Saluran genitalia wanita : menorrhagia
o Salurang kemih : hematuria
 Faktor nutrisi1,5
o akibat berkurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi yang tidak
baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C dan rendah daging)
 Kebutuhan besi yang meningkat1,5
o Anak dalam masa pertumbuhan
o Kehamilan
 Gangguan absorbsi1,5
o Gastrektomi
o Kolitis kronik
Pada orang dewasa anemia defisiensi besi dijumpai hampir identik dengan perdarahan yang
menahun. Untuk faktor nutrisi dan peningkatan kebutuhan gizi jarang terjadi. Penyebab
perdarahan paling sering pada laki-laki adalah perdarahan pada gastrointestinal, di negara tropik
sering dikarenakan adanya infeksi cacing tambang, sedangkan pada wanita dalam masa
reproduksi lebih sering dikarenakan meno-metrorhgia (perdarahan uterus).1,5

Faktor resiko
Faktor resiko terjadinya anemia defisiensi besi adalah
a. Wanita
Wanita dapat mengalami mensturasi yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan. Menstruasi dengan perdarahan dapat menjadi salah satu resiko terjadinya
anemia9
b. Anak-anak
Bayi yang lahir dengan berat bayi lair rendah (BBLR), premature, tidak
mendapatkan ASI yang cukup memiliki resiko terjadinya anemia defisiensi besi. Anak
membutuhkan tambahan asupan gizi untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan.9
c. Vegetarian
Vegetarian adalah orang yang tidak mengkonsumsi daging sama sekali. Daging
merupakan salah satu sumber makanan yang mengandung besi, sehingga apabila
seseorang menjadi vegetarian maka dapat menyebabkan berkurangnya asupan besi yang
menjadi salah satu faktor reisiko terjadinya anemia defisiensi besi.9
d. Donor darah
Donor darah yang terlalu sering dilakukan dapat menyebabkan peningkatan resiko
anemia defisiensi besi karena dapat mengurangi kadar penyimpanan besi. Kadar
hemoglobin yang rendah sesudah melakukan donor darah hanya terjadi sementara dan
dapat diatasi dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi.9

Epidemiologi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai, terutama
pada negara berkembang karena berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat.1

Tabel 3. Epidemiologi anemia defisiensi besi1

Klasifikasi
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi dapat dibagi menjadi
3 tingkatan1 :
a. Deplesi besi : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritopoiesis belum
terganggu1
b. Eritopoiesis defisiensi besi : cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritopoiesis
terganggu tetapi belum timbul anemia secara laboratorik1
c. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai dengan anemia.1

Patogenesis
Jika terjadi kehilangan besi atau kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh
sehingga cadangan besi akan semakin menurun. Cadangan besi yang menurun ini disebut
sebagai keseimbangan zat besi yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state).
Keadaan ini ditandai dengan adanya penurunan kadar feritin serum dan adanya peningkatan
absorbsi besi dalam usus.1,5
Apabila kekurangan besi terus berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk
eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi keadaan ini disebut dengan iron deficient
erytropoesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah adanya peningkatan kadar
free protophorphyrin atau zinc protophorpyrin dalam eritrosit, saturasi transferin menurun dan
kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meningkat, serta adanya
peningkatan pada reseptor transferin dalam serum.1,5
Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga
kadar hemoglobin akan mulai menurun, akibatnya akan muncul anemia hipokrom mikrositik,
yang disebut sebagai anemia defisiensi besi. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada
epitel serta pada beberapa enzim yang dapat meninmbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan
berbagai gejala lainnya.1,5
Pada skenario diketahui bahwa pasien mengalami hipertensi. Hipertensi dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada arteri ginjal. Arteri ginjal menjadi keras dan menyempit, hal ini
menyebabkan adanya gangguan aliran darah menuju ginjal sehingga ginjal tidak mendapatkan
suplai darah yang cukup dan seiring berjalannya waktu akan mengalami inflamasi dan penurunan
fungsi. Gangguan ginjal ini menyebabkan adanya produksi hepsidin yang dirangsang oleh faktor-
faktor inflamasi. Kadar hepsidin yang meningkat menyebabkan adanya penurunan penyerapan
besi di bagian usus dan mengurangi mobilisasi besi. Hal ini menyebabkan jumlah besi dalam
tubuh berkurang sehingga proses eritopoiesis menjadi terganggu.1,5

Manifestasi klinis
 Gejala umum pada anemia diantaranya1,5 :
Apabila kadar Hb < 7-8 g/dl dapat dijumpai :
o Badan lemah, lesu dan cepat lelah
o Mata berkunang-kunag
o Telinga berdenging
Anemia yang bersifat simtomatik adalah jika Hb < 7 g/dl dapat dijumpai pasien tampak pucat
terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku
 Gejala yang khas pada anemia defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia lainnya
diantaranya1,5 :
o Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.1,5

Gambar 6. Koilonikia1
o Atrofi pada lidah, yaitu permukaan lidah yang menjadi licin dan mengkolap
karena hilangnya papil lidah.
Gambar 7. Atrofi papil lidah1
o Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya radang pada sudut mulut sehingga akan
tampak percak berwarna pucat keputihan

Gambar 8. Stomatitis angularis1


o Disfagia yaitu rasa nyeri menelan karena adanya kerusakan pada epitel hipofaring1,5
o Pica, yaitu keinginan untuk memakan benda tak lazim seperti es batu1,5
o Sindrom Plummer Vinson yaitu kumpulan dari gejala yang terdiri dari anemia
hipokrom mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia1,5

Kriteria diagnosis
Untuk menegakan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Terdapat 3 tahapan untuk mendiagnosis anemia
defisiensi besi1,5 :
1. Tahapan pertama, menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin
atau hematokrit1,5
2. Tahapan kedua, memastikan adanya defisiensi besi 1,5
3. Tahapan ketiga, menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi 1,5
Pada anemia defisiensi besi indeks eritrosit MCV, MCH akan menurun, MCHC akan
menurun pada keadan yang berat, dan RDW (variasi ukuran eritrosit) akan meningkat. Gambaran
morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokrom mikrositik.1,5
Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi menurut WHO :
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usianya 1,5
2. Konsentasi HB eritrosit rata-rata < 31% (N: 32%-35%)1,5
3. Kadar Fe serum < 5 μg/dl (N: 80-180μg/dl). 1,5
4. Saturasi transferin < 15% (N: 20%-50%) 1,5
Dasar diagnosis anemia defisiensi besi menurut kerlin et al :
Anemia defisiensi besi dapat ditegakan apabila terdapat adanya tanda anemia hipokromik
mikrositer pada hapusan darah tepi, MCV <80 fl dan MCHC <31% dengan salah satu dari
kriteria berikut1,5 :
1. Dua dari 3 parameter berikut ini1,5 :
a. Besi serum <50 mg/dl
b. TIBC >350 mg/dl
c. Saturasi trasnferin <15%
2. Ferritin serum <20 mg/l1,5
3. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (pearl’s stain) menunjukan cadangan besi
negatif1,5
4. Degan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg per hari (atau preparat besi yang setara)
mengalami kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl1,5

Tatalaksana
Tatalaksana yang diberikan terhadap anemia defisiensi besi dapat berupa5
1. Terapi kausal : terapi terhadap penyebab anemia defisiensi besi, apabila tidak dilakukan
terapi kausal maka anemia dapat kambuh kembali5
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy)
a. Terapi besi oral
Merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah dan aman. Preparat yang
tersedia adalah ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis anjuran 3x200 mg. pemberian
sulfas fenosus dapat mengakibatkan absropsi besi menajdi 50 mg/hari dan dapat
meningkatkan eritopoiesis 2-3 kali normal.5
Preparat lain yang dapat ditemukan : ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus
lactate, dan ferrosus succinate.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping
lebih sering terjadi dibandingkan diberikan setelah makan. Pada pasien yang
mengalami intoleransi atau mengalami efek samping maka preparat besi oral dapat
diberikan setelah makan.5
Efek samping preparat besi oral antara lain adalah gangguan gastrointestinal yang
dapat ditemukan pada 15-20% kasus, mual, muntah dan konstipasi. Untuk
mengurangi adanya efek samping ini maka pengobatan dapat diubah menjadi setelah
makan atau melakukan pengurangan dosis menjadi 3x100 mg.5
Pengobatan dengan preparat besi ini biasanya diberikan dalam waktu 3-6 bulan
sampai cadangan besi dalam tubuh kembali normal. Setelah itu dapat diberikan dosis
pemeliharaan sebanayk 100 mg untuk mencegah adanya rekurensi.5
b. Terapi besi parenteral
Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi memiliki resiko yang lebih tinggi dan
harga yang jauh lebih mahal, oleh karena itu hanya boleh diberikan sesuai dengan
indikasi. Indikasi pemberian terapi besi parenteral adalah5 :
1. intoleransi terhadap pemberian oral
2. kepatuhan terhadap berobat rendah
3. gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
4. penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi
5. keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi oleh pemberian besi oral.
6. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trisemester tiga atau sebelum operasi.
7. Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia
gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml) iron
sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron
sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan secara intramuskular dalam
atau intravena. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, flebitis,
sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop. Terapi besi parental
bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500
sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus berikut5 :
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2.4 + 500 atau 1000 mg.5
3. Pengobatan lain
a. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani5
b. Vitamin C : vitamin C dapat diberikan 3x100 mg/hari untuk meningkatkan absorbsi
besi5
c. Transfusi darah
anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian
transfusi darah pada anemia defisiensi besi adalah5 :
 Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.
 Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang
sangat menyolok.
 Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada
kehamilan trisemester akhir atau preoperasi

Respon terhadap terapi


Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita dinyatakan memberikan
respon baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi normal setelah hari 10-14 diikuti
kenaikan Hb 0,15 g/hari. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. Jika respon terhadap
terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan5 :
1. Dosis besi kurang
2. Masih ada pendarahan cukup banyak
3. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum
4. Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan menahun, atau pada saat
yang sama ada defisiensi asam folat.
5. Diagnosis defisiensi besi salah
Jika dijumpai keadaan diatas maka, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.5

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita anemia defisiensi besi adalah adanya
peningkatan resiko terjadinya infeksi, kelainan jantung, pertumbuhan dan perkembangan yang
terlambat pada anak, komplikasi kehamilan dan depresi.3

Prognosis
Apabila pasien dengan anemia defisiensi besi dilakukan tatalaksana yang tepat maka
prognosis yang dihasilkan akan menjadi dubia at bonam atau prognosis yang baik. Prognosis
pada anemia defisiensi besi akan menjadi buruk apabila diikuti dengan adanya neoplasia atau
penyakit komorbid lainnya. Anemia defisiensi besi kronis dapat menyebabkan terjadinya
hipoksia yang menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian paru dan jantung.8

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan agar dapat menghindari terjadinya anemia defisiensi besi,
berupa5 :
a. Pendidikan kesehatan5
- Kesehatan lingkungan : seperti penggunaan jamban dan penggunaan alas kaki yang
dapat menghindari terjadinya infeksi cacing tambang
- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu penyerapan
besi
b. Suplementasi besi sebagai profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti ibu
hamil dan balita.5
c. Fortifikasi makanan dengan besi, yaitu mencampurkan makanan dengan besi.5

Kesimpulan
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi
adalah memperbaiki etiologi yang menjadi dasar terjadinya anemia (mengembalikan substrat
yang dibutuhkan dalam produksi eritrosit) dan mengembalikan kadar hemoglobin menjadi
seperti semula. Dengan pengobatan yang tepat dan adekuat maka anemia defisiensi besi ini dapat
disembuhkan.
Daftar pustaka
1. Amalia A, Tjiptaningrum A. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi.
Majority. 2016;5(5).
2. Goddard A, James M, McIntyre A, Scott B. Guidelines for the management of iron
deficiency anaemia. Gut [Internet]. 2011 [cited 10 April 2021];60(10):1309-1316.
Available from: https://www.spg.pt/wp-content/uploads/2015/11/2011-bsg_ida.pdf
3. Warner M, Kamran M. Iron Deficiency Anemia [Internet]. Treasure Island: StatPearls;
2020 [cited 8 April 2021]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448065/
4. Jameson J, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J et al. Harrison's principles
of internal medicine. 20th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2018.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2017. 2591-601h.
6. Madu A, Ughasoro M. Anaemia of Chronic Disease: An In-Depth Review. Medical
Principles and Practice [Internet]. 2016 [cited 9 April 2021];26(1):1-9. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5588399/
7. Ashorobi D, Chhabra A. Sideroblastic Anemia [Internet]. Treasure Island: StatPearls;
2021 [cited 9 April 2021]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538287/
8. Mohan N. Sideroblastic Anemias Clinical Presentation: History, Physical Examination,
Complications [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2021 [cited 11 April 2021].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1389794-clinical#b3
9. Iron deficiency anemia - Symptoms and causes [Internet]. Mayo Clinic. 2021 [cited 9
April 2021]. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/iron-
deficiency-anemia/symptoms-causes/syc-20355034

Anda mungkin juga menyukai