Anda di halaman 1dari 24

PENDIDIKAN KESEHATAN

PADA PENDERITA ASMA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. FITRIANINGSIH
2. NURASIAH JAMIL
3. MUHAMMAD SUKRON HADI
4. MUSPI EDWIN MAULANA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HAMZAR
LOMBOK TIMUR
TAHUN 2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis Paru adalah penyakit akibat infeksi kuman


Mycobacterium tuberculosis yang sistemis sehingga menyerang hampir
semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer: 459).
Di Indonesia, masalah kesehatan masih menjadi masalah yang serius
dan sulit dihindarkan oleh karena kurangnya kesadaran diri dari
penduduknya. Salah satu masalah kesehatan yang saat ini marak dibicarakan
di semua kalangan bahkan di seluruh penjuru dunia adalah masalah penyakit
menular yang merupakan ancaman bagi kehidupan. Salah satunya adalah
penyakit Tuberculosis (TBC). Penyakit Tuberculosis (TBC) merupakan
penyebab kematian terbanyak dibanding dengan penyakit infeksi lain. Di
Indonesia TBC merupakan penyebab kematian peringkat ketiga setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit pernafasan serta menjadi peringkat
pertama dari golongan penyakit infeksi. Setiap tahunnya, WHO
memperkirakan terjadi 583.000 kasus TBC baru di Indonesia dan kematian
karena TBC sekitar 140.000 orang. TBC adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet. Orang dapat terinfeksi kalau droplet terhirup ke dalam saluran
pernafasan.
Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dan kepadatan hunian
lingkungan tempat tinggal. Pada tahun 1995 pemerintah telah memberikan
anggaran obat bagi penderita tuberkulosis secara gratis ditingkat Puskesmas,
dengan sasaran utama adalah penderita tuberkulosis dengan ekonomi lemah.

2
Obat tuberkulosis harus diminum oleh penderita secara rutin selama enam
bulan berturut-turut tanpa henti.
Untuk kedisiplinan pasien dalam menjalankan pengobatan juga perlu
diawasi oleh anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap
saat dapat mengingatkan penderita untuk minum obat. Apabila pengobatan
terputus tidak sampai enam bulan, penderita sewaktu-waktu akan kambuh
kembali penyakitnya dan kuman tuberkulosis menjadi resisten sehingga
membutuhkan biaya besar untuk pengobatannya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latarbelakang sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi TBC ?
2. Apa saja tanda dan gejala TBC ?
3. Apa saja metode diagnostik TBC ?
4. Bagaimana cara penularan penyakit TBC ?
5. Bagaimana cara pencegahan penyakit TBC ?
6. Bagaimana cara pengobatan penyakit TBC ?
7. Bagaimana Peran Perawat dalam promosi kesehatan mengenai
kasus TBC ?
8. Apa saja proses keperawatan dalam promosi kesehatan mengenai
kasus TBC ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui promosi kesehatan pada pasien TBC.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi TBC
2. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala TBC
3. Mahasiswa mampu mengetahui metode diagnostik TBC
4. Mahasiswa mampu mengetahui cara penularan penyakit TBC
5. Mahasiswa mampu mengetahui cara pencegahan penyakit TBC
6. Mahasiswa mampu mengetahui cara pengobatan penyakit TBC
7. Mahasiswa mampu mengetahui peran perawat dalam promosi
kesehatan mengenai kasus TBC
8. Mahasiswa mampu mengetahui proses keperawatan dalam
promosi kesehatan mengenai kasus TBC
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi TBC

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering


mengenai parenkim paru , biasanya di sebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. TB dapat menyebar hampir kesetiap bagian tubuh , termasuk
meninges , ginjal , tulang , dan nodus limfe. infeksi awal biasanya terjadi
dalam 2 sampai 10 minggu setelah pajanan. pasien kemudian dapat
membentuk penyakit aktif karena respons imun menurun atau tidak adekuat.
proses aktif dapat berlangsung lama dan karakteristikan oleh periode remisi
yang panjang ketika penyakit di hentikan , hanya untuk dilanjutkan dengan
periode aktivitas yang di perbarui. TB adalah masalah kesehatan masyarakat
di seluruh dunia yang erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi ,
kepadatan penduduk , perumahan dibawah standar , dan tidak memadainya
layanan kesehatan. angka mortalitas dan morbiditas terus meningkat.

TB ditularkan ketika seorang penderita penyakit paru aktif


mengeluarkan organisme. individu yang rentan menghirup droplet dan
menjadi terinfeksi. bakteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak
diri . reaksi inflamasi menghasilkan eksudat ke alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma dan jaringan fibrosa . awitan biasanya
mendadak.

Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi


TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui
udara. Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatik dan laten. Namun hanya
satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang berkembang menjadi penyakit
aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka lebih dari 50% orang yang
terinfeksi bisa meninggal.

Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah
sputum atau dahak, demam, berkeringat di malam hari, dan berat badan
turun. (dahulu TB disebut penyakit "konsumsi" karena orang-orang yang
terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan.) Infeksi pada organ
lain menimbulkan gejala yang bermacam-macam. Diagnosis TB aktif
bergantung pada hasil radiologi (biasanya melalui sinar-X dada) serta
pemeriksaan mikroskopis dan pembuatan kultur mikrobiologis cairan tubuh.
Sementara itu, diagnosis TB laten bergantung pada tes tuberkulin
kulit/tuberculin skin test (TST) dan tes darah. Pengobatan sulit dilakukan
dan memerlukan pemberian banyak macam antibiotik dalam jangka waktu
lama. Orang-orang yang melakukan kontak juga harus menjalani tes
penapisan dan diobati bila perlu. Resistensi antibiotik merupakan masalah
yang bertambah besar pada infeksi tuberkulosis resisten multi-obat (TB
MDR). Untuk mencegah TB, semua orang harus menjalani tes penapisan
penyakit tersebut dan mendapatkan vaksinasi basil Calmette–Guérin.

Para ahli percaya bahwa sepertiga populasi dunia telah terinfeksi oleh
M. tuberculosis, dan infeksi baru terjadi dengan kecepatan satu orang per
satu detik. Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis yang
aktif di tingkat global. Pada tahun 2010, diperkirakan terjadi pertambahan
kasus baru sebanyak 8.8 juta kasus, dan 1,5 juta kematian yang mayoritas
terjadi di negara berkembang. Angka mutlak kasus Tuberkulosis mulai
menurun semenjak tahun 2006, sementara kasus baru mulai menurun sejak
tahun 2002. Tuberkulosis tidak tersebar secara merata di seluruh dunia. Dari
populasi di berbagai negara di Asia dan Afrika yang melakukan tes
tuberkulin, 80%-nya menunjukkan hasil positif, sementara di Amerika
Serikat, hanya 5–10% saja yang menunjukkan hasil positif. Masyarakat di
dunia berkembang semakin banyak yang menderita Tuberkulosis karena
kekebalan tubuh mereka yang lemah. Biasanya, mereka mengidap
Tuberkulosis akibat terinfeksi virus HIV dan berkembang menjadi AIDS.
Pada tahun 1990-an Indonesia berada pada peringkat-3 dunia penderita TB,
tetapi keadaan telah membaik dan pada tahun 2013 menjadi peringkat-5
dunia.

Kuman TBC tidak melalui ASI sehingga bayi boleh menyusu ibu. Ibu
perlu diobati secara adekuat dan diajarkan pencegahan penularan ke bayi
dengan menggunakan masker.Bayi tidak langsung diberi BCG oleh karena
efek proteksinya tidak langsung terbentuk. Walaupun sebagian obat anti-
TBC melaluiASI, kadarnya tidak cukup sehingga bayi tetap
diberikan profilaksis dengan INH dosis penuh.
Pengobatan TBC pada ibu memerlukan waktu paling kurang dari 6
bulan. Setelah 3 bulan pengobatan secara adekuat, biasanya ibu sudah tidak
menularkan lagi, dan pada bayi dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya
negative, terapi INH di dalam darah sudah sangat rendah.

2.1.1 Manifestasi Klinis

Deteksi dan diagnose TB dicapai melalui temuan


pemeriksaan subjektif dan hasil pengujian objektif. Diagnosis sulit
karana TB menyerupai banyak penyakit lain dan dapat terjadi
bersama dengan penyakit paru lainnya. Perawat dan penyedia
layanan kesehatan lainnya harus memiliki kecurigaan dengan
risiko-tinggi TB.

Riwayat klien meliputi pengkajian kemungkinan paparan


baru atau lama terhadap TB dan juga pekerjaan klien, aktivitas
harian klien, dan perjalanan atau riwayat tinggal dinegara dengan
insiden TB yang tinggi. Riwayat paparan TB sangat penting, tetapi
sebagian besar klien tidak menyadari paparan ini. Disarankan
untuk menentukan apakah klien pernah diperiksa TB sebelumnya
dan mendapatkan hasil pemeriksaan tersebut.

Infeksi TB primer mungkin tetap tidak dikenali karena


relative tanpa gejala. Lesi klasifikasi pada rontgen dada dan reaksi
uji kulit positif sering kali merupakan satu-satunya indikasi bahwa
infeksi TB primer telah terjadi. Kebanyakan klien memiliki basilus
tuberkel seumur hidup dan tidak pernah mengalami penyakit aktif
karena daya tahan tubuh mereka cukup untuk menghalangi infeksi
primer. Tuberkel akan sembuh melalui fibrosis dan kalsifikasi.
Ketika orang yang terinfeksi mengalami penyakit aktif, dapat
terjadi hal berikut : (1) lokasi kompleks primer berkembang dan
memburuk, (2) terjadi kavitasi didalam paru, (3) infeksi aktif akan
menyebar, dan (4) klien akan menjadi sakit secara klinis.

2.2 Tanda dan Gejala TBC


2.2.1 Gejala Umum
a. Suhu tubuh meningkat hilang timbul berkisar 40-41oC.
b. Sesak napas dan nyeri dada
c. Badan lemah kurang enak badan
d. Berkeringat pada maam hari walau tanpa kegiatan.
e. Berat badan menurun
2.2.2 Gejala Khusus
a. Batuk terus menerus disertai dahak lebih dari tiga minggu
b. Batuk lama dengan dahak bercampur darah
c. Nyeri dada
d. Sesak nafas
e. Pembesaran kelenjer getah bening di leher yang sulit bila
diraba
f. Gangguan pencernaan kronis disertai penurunan berat badan
g. Timbul panas badan tinggi biasanya disertai kejang pada anak

2.3 Metode Diagnostik TBC


a. Uji Kulit TB (uji mantoux) ; tes QuantilFERON-TB Gold (QFT)
b. Foto Rongten dada
c. Apusan basilus tahan asam
d. kultur sputum

Uji kulit tuberculin. Uji kulit tuberculin, baisanya uji mantoux,


dilakukan secara rutin pada kelompok risiko tinggi yang diduga TB aktif.
Uji Mantoux menggunakan tuberculin purified protein derivative (PPD)
untuk mengidentifikasi infeksi TB. Sejumlah kecil (0.1ml) derivate
tersebut diberikan secara intradermal untuk membentuk bentol dikulit
berukuran 6 hingga 10mm. bentol tersebut harus dibaca dalam 48 hingga
72 jam oleh professional terlatih. Adanya indurasi (bentukan keras, teraba,
meninggi) dan bukan eritema, mengindikasi hasil positif.

Reaksi positif palsu terhadap uji kulit tuberculin dapat terjadi pada
klien yang memiliki infeksi mikobakterial lain atau yang telah
mendapatkan vaksin vacille calmette Guerin (BCG). Reaksi negative palsu
juga dapat terjadi, terutama pada orang yang mengalami supresi imun atau
anergi (gangguan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen). Pada klien
tersebut, dan untuk siapa pun yang memiliki uji kulit positif, pemeriksaan
apusan sputum AFB dan rontgen dada dapat digunakan untuk
mengidentifikasi penyakit aktif. Penting untuk memulai isolasi respiratoris
untuk klien tersebut hingga hasil sputum AFB diketahui.

Istilah tuberculin converter merujuk pada klien yang tidak


menunjukkan bukti radiologis maupun bakteriologis adanya TB paru tetapi
uji kulit tuberkulinnya “berubah” dari reaksi negative menjadi reaksi
positif. Hasil tuberculin yang negative tidak selalu berarti bahwa tidak ada
TB.

Uji QuantiFERON-TB Gold. Uji QuantiFERON-TB Gold


merupakan pemeriksaan baru yang dikenalkan pada 2005. Ia merupakan
pemeriksaan darah yang digunakan untuk menentukan bagaimana system
imunitas klien bereaksi terhadap M. tuberculosis. Hasil positif dari Uji
QuantiFERON-TB Gold hanya menunjukkan bahwa klien pernah
terinfeksi, dan seperti uji kulit Mantoux, tidak dapat menginformasi
apakah klien telah berlanjut menjadi penyakit TB aktif

2.4 Cara Penularan Penyakit TBC

Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh


Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita
TBC saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah
berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam
paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama
pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula
dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah
bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti
otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski
yang paling banyak adalah organ paru.
Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru
menyebabkan infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan
koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis,
sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui
mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC
tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai
tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.
Ketika seseorang yang mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara,
menyanyi, atau meludah, mereka sedang menyemprotkan titis-titis aerosol
infeksius dengan diameter 0.5 hingga 5 µm. Bersin dapat melepaskan
partikel kecil-kecil hingga 40,000 titis. Tiap titis bisa menularkan penyakit
Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini sangat rendah. (Seseorang
yang menghirup kurang dari 10 bakteri saja bisa langsung terinfeksi).

Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam


frekuensi sering, atau selalu berdekatan dengan penderita TB, beresiko
tinggi ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi sekitar 22%.
Seseorang dengan Tuberkulosis aktif dan tidak mendapatkan perawatan
dapat menginfeksi 10-15 (atau lebih) orang lain setiap tahun. Biasanya,
hanya mereka yang menderita TB aktif yang dapat menularkan penyakit ini.
Orang-orang dengan infeksi laten diyakini tidak menularkan penyakitnya.
Kemungkinan penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain tergantung
pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah titis infeksius
yang disemprotkan oleh pembawa, efektifitas ventilasi lingkungan tempat
tinggal, jangka waktu paparan, tingkat virulensistrain M. tuberculosis, dan
tingkat kekebalan tubuh orang yang tidak terinfeksi. Untuk mencegah
penyebaran berlapis dari satu orang ke orang lainnya, pisahkan orang-orang
dengan TB aktif ("nyata") dan masukkan mereka dalam rejimen obat anti-
TB. Setelah kira-kira dua minggu perawatan efektif, orang-orang dengan
infeksi aktif yang non-resisten biasanya sudah tidak menularkan
penyakitnya ke orang lain. Bila ternyata kemudian ada yang terinfeksi,
biasanya perlu waktu tiga sampai empat minggu hingga orang yang baru
terinfeksi itu menjadi cukup infeksius untuk menularkan penyakit tersebut
ke orang lain.

2.5 Cara Pencegahan Penyakit TBC


a. Menghindari kontak dengan penderita aktif TBC
b. Menutup mulut sewaktu batuk dan bersin
c. Tidak meludah di sembarang tempat
d. Ventilasi rumah yang baik agar udara dan sinar matahari masuk
e. Tidur dan istirahat yang cukup
f. Tidak merokok dan minum-minuman alkohol
g. Berolahraga teratur
h. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan gizi seimbang

2.6 Cara Pengobatan Penyakit TBC


Terapi TB merupakan proses jangka panjang yang harus dimulai
segera setelah adanya dugaan infeksi. Pasien dengan TB aktif dimulai
dengan empat obat untuk memastikan eliminasi organisme resistan. Dosis
dari beberapa obat diberikan cukup besar Karena basilus sulit dibunuh. Obat
yang digunakan untuk TB dapat berupa lini-pertama dan lini-kedua. Agen
lini-pertama diresepkan pertama kali hingga hasil kultur dan sensitivitas
tersedia.

CDC saat ini merekomendasikan pendekatan dua fase untuk terapi,


terdiri atas fase induksi yang menggunakan empat obat yang bertujuan
menghancurkan sebagian besar organisme yang berkembang dengan cepat,
dan fase lanjutan, biasanya menggunakan dua obat untuk mengeliminasi
basilus yang tersisa.

Oleh karena obat yang digunakan untuk TB mungkin memiliki efek


samping yang serius, pemeriksaan awal (bergantung pada obat-obatan yang
digunakan) mungkin perlu dilakukan terlebih dahulu. Toksisitas obat dapat
membatasi terapi dari TB. Toleransi obat, efek obat, dan toksisitas obat
bergantung pada factor-faktor seperti dosis obat-obatan, waktu sejak dosis
terakhir, dan formula kimia obat-obatan, serta usia klien, fungsi ginjal dan
usus klien, dan kepatuhan terapi.
Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang
cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa
lebih. Penyakit TBC dapat disembuhkan secara total apabila penderita
secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan
memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik.
Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang
lebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan
baik darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun
obat-obatan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid dan rifampin sebagai
pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena adanya kemungkinan
resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan memutuskan
memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan streptomycin sulfate
atau ethambutol HCL sebagai satu kesatuan yang dikenal 'Triple Drug'.

Pengobatan untuk TBC berbentuk paket selama 6 bulan yang harus


dimakan setiap hari tanpa terputus. Bila penderita berhenti, pengobatan
harus diulang dari awal. Pengobatan TB paru diberikan dalam 2 tahap
yaitu :
1. Tahap awal
Penderita mendapat obat setiap hari selama 2 bulan 60 tablet.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama yaitu 4 bulan dengan
dosis 3x seminggu dengan jumlah obat 54 tablet.

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus TBC di Indonesia
Beban TBC di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai
angka kesembuhan yang ada akibat dari proses pengobatan yang berjalan
dalam jangka waktu yang lama yakni selama minimal 6 bulan dan resiko
terjadinya resistensi obat.

Sehingga pemerintah melalui kegiatan puskesmas melaksanakan


program penanggulangan dan pemberantasan penyakit menular (P2M)
untuk TBC dengan strategi DOTS (Directly, Observed, Treatment, and
Short Course). TBC jika parah menjadi TBR (tibi resisten) jika pasien tak
mau minum obat.
3.2 Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan dalam kasus TBC
Peran pemberi pelayanan kesehatan , terutama perawat perlu
dioptimalkan dalam memberikan promosi kesehatan. Caranya adalah
dengan memanfaatkan/ mengaktifkan kembali peran-peran Puskesmas
sebagai pusat pelayanan masyarakat untuk mencapai visi pembangunan
kesehatan Indonesia tahun 2025, yaitu penduduk Indonesia hidup dalam
lingkungan dan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata dan memiliki
derajat kesehatan yang tinggi (Depkes, 2007). Meskipun saat ini Puskesmas
kurang berhasil menumbuhkan inisiatif masyarakat dalam pemecahan
masalah dan belum mampu mendorong kontribusi masyarakat dalam upaya
kesehatan (Depkes, 2007), optimalisasi peran perawat komunitas melalui
Puskesmas sebagai wadah strategis untuk membentuk ‘paradigma sehat’
masyarakat merupakan salah satu solusi terbaik karena langsung turun
menyentuh masyarakat. Mengembalikan peran Puskesmas yang tidak hanya
sebagai wadah upaya kuratif, tetapi juga sebagai pusat pemberdayaan dan
komunikasi masyarakat terutama terkait kesehatan perlu dilakukan. Selain
itu, Panduan Integrasi Promosi Kesehatan (PIPK) yang disusun oleh
Departemen Kesehatan juga perlu dijadikan pedoman dalam melakukan
promosi kesehatan.
3.3 Pencegahan penularan TBC terhadap Perawat

Selama rawat inap, pengendalian infeksi yang tepat dan praktik


kesehatan dari karyawan rumah sakit sangat penting. Pertama, identifikasi
dini klien dengan TB sangatlah penting. Klien yang memiliki risiko tinggi
dank lien dengan manifestasi klinik pneumonia harus ditempatkan segera di
ruang isolasi hingga hasil asupan AFB atau kultur diterima. Ruang isolasi
udara harus dijaga dengan tekanan negative relative terhadap ruang luar,
tekanan negative akan mencegah udara ruang isolasi mengalir keluar ketika
pintu dibuka, sehingga menghindari penyebaran partikel infeksi ke luar
ruangan. Perlengkapan lain, seperti lampu ultraviolet (terbukti ampuh
membunuh mikrobakteria) dan filter partikulat udara efisiensi tinggi
(HEPA) juga harus digunakan.

Perlengkapan perlindungan pribadi, particulate respirator diperlukan


bagi semua pekerja kesehatan yang memasuki ruang isolasi TB. Alat ini
akan menyaring nuclei droplet, ketepatan penggunaan particulate respirator
harus dikaji ulang jika ada perubahan bentuk wajah penggunanya.

Memonitor status TB tenaga kesehatan juga penting. Uji kulit harus


dilakukan tiap tahun untuk semua tenaga kesehatan yang mungkin terpapar
TB. Uji setengah tahun sekali harus dilakukan pada area risiko tinggi atau
saat konversi positif dari uji kulit TB sering ditemukan.

Saat klien ditemukan mengalami TB, petugas kesehatan akan


berbicara dengan klien dan mebgumpulkan daftar kontak. Setiap orang yang
pernah memiliki kontak dengan klien harus diperiksa dengan uji kulit
tuberculin dan rontgen dada untuk mengevaluasi infeksi TB.

3.4 Proses Keperawatan dan Promosi


Kesehatan Kasus :
Tn. F ( 50 thn ) seorang pekerja serabutan tinggal di sebuah
rumah yang sederhana dengan ventilasi yang tidak baik/tertutup,
pencahayaan kurang dan tidak rapi. Setiap hari klien mengeluh
berkeringat dingin dan demam pada malam hari dan batuk-batuk lebih
dari 3 minggu serta mengalami penurunan berat badan ( 5 kg ) secara
drastis. Disamping itu Tn. F mengeluh mudah capek dan sesak napas
saat melakukan aktivitas. Tn. F tinggal bersama istrinya Ny. W ( 45
tahun ). Ny. W dan Anaknya Sdr. Y ( 21 thn ). Ny. W juga mengeluh
batuk-batuk tanpa disertai keringat dingin. Klien merasa takut dengan
kondisi yang dialaminya dan memutuskan untuk memeriksakan diri ke
RS.
3.4.1 Pengkajian

Adalah langkah awal dari tahapan proses


keperawatan. Pengkajian factor perilaku dalam
promosi kesehatan menurut Lawrence Green :
1980 dalam bukunya Soekidjo Notoatmodjo,
2007 : 16-17).

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)


Faktor yang perlu dikaji adalah :
a. Pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan
b. Tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan
kesehatan
c. Sistem nilai yang dianut
masyarakat
d. Tingkat pendidikan
e. Tingkat social ekonomi
Hal di atas dapat dijelaskan bahwa untuk
berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan
kesehatan bagi ibu hamil diperlukan
pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut
tentang manfaat periksa kehamilan baik bagi
kesehatan ibu sendiri maupun janinnya.Faktor
ini terutama yang positif mempermudah
terwujudnya perilaku,maka sering disebut
factor pemudah.

2. Faktor pemungkin (Enambling factors )

Faktor yang perlu dikaji adalah :


Ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat
Missal : air bersih, tempat pembuangan
sampah, tempat pembuangan tinja,
ketersediaan makanan yang bergizi,
termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit,
poliklinik, posyandu, polindes, pos obat
desa, dokter atau bidan praktik swasta.
3. Faktor Penguat (Reinforcing
factors) Faktor yang perlu dikaji :
a. Faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, para petugas
termasuk petugas kesehatan.
b. Undang-undang, peraturan-peraturan,
baik dari pusat maupun pemerintah
daerah yg terkait dengan kesehatan.

3.4.2 Promosi Kesehatan Terkait Faktor

1. Promosi kesehatan dalam faktor – faktor


predisposisi

Pendidikan atau promosi kesehatan


ditujukan untuk menggugah kesadaran,
memberikan atau meningkatkan
pengetahuan masayarakat tentang
pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan baik bagi dirinya sendiri,
keluarganya maupun masyarakatnya,
begitu pula promosi kesehatan
memberikan pengertian tentang tradisi,
kepercayaan masyarakat, dsb.
2. Promosi kesehatan dalam faktor – faktor
Enabling

Pendidikan kesehatan dilakukan


dengan memberdayakan masyarakat
agar mereka mampu mengadakan sarana
dan prasarana kesehatan dengan cuma-
cuma tetapi memberikan kemampuan
dengan cara bantuan teknik (pelatihan
dan bimbingan), memberikan arahan,
dan cara-cara mencari dana untuk
pengadaan sarana dan prasarana,
pemberian fasilitas hanya sebagai
percontohan. Bentuk pendidikan yang
sesuai pengembangan dan
pengorganisasian yang sesuai (PPM),
upaya peningkatan pendapatan keluarga,
bimbingan koperasidsb.yang
memungkinkan tersedianya polindes, pos
obat desa, dana sehat, dsb.

3. Promosi kesehatan dalam factor


Reinforcing

Promosi kesehatan yang paling


tepat adalah bentuk pelatihan bagi toga,
toma dan petugas kesehatan
sendiri.Tujuan utama dari pelatihan ini
adalah agar sikap dan perilaku petugas
dapat menjadi teladan, contoh atau
acuan bagi masyarakat tentang hidup
sehat (berperilaku hidup sehat).

3.4.3 Pengkajian pada Individu


Pengkajian awal (initial assessment),
dilakukan ketika pasien masuk ke rumah
sakit.Selama pengkajian umum, perawat
mengidentifikasi kesehatan yang dialami klien,
dengan mengumpulkan data pengkajian baik
umum maupun khusus dapat memudahkan
perencanaan perawatan klien.
Hal yang harus dikaji :
a. Identitas pasien
b. Riwayat penyakit
c. Pola – persepsi –pemeliharaan kesehatan
d. Pola aktivitas latihan
e. Pola Nutrisi dan metabolic
f. Pola Eliminasi
g. Pola Tidur istirahat
h. Pola kognitif – persepsi
i. Pola toleransi – koping stress/persepsi
diri/konsep diri
j. Pola seksual – reproduktif
k. Pola hubungan dan peran
l. Pola Nilai dan keyakinan
m. Pengkajian fisik
n. Pernapasan atau sirkulasi
o. Metabolik-integumen
p. Abdomen
q. Neurosensori
r. Muskuloskeletal
s. Perencanaan pulang
Pengkajian lebih lanjut dengan
menggunakan format pengkajian (Lihat dan
baca pada buku pengantar dokumentasi Proses
Keperawatan karangan A.Aziz Alimul Hidayat,
S.Kep.)

3.4.4 Pengkajian pada Keluarga

Pengkajian keluarga dan individu didalam


keluarga.Pengkajian keluarga dengan cara
mengidentifikasi data demografi dan social
cultural, data lingkungan, struktur dan fungsi
keluarga, stress dan koping yang digunakan
dalam keluarga dan perkembangan keluarga,
sedangkan pengkajian individu sebagai
keluarga dengan cara mengkaji :fisik, mental,
emosi, social dan spiritual. Pengkajian lebih
lanjut dengan menggunakan format pengkajian
Keluarga
3.4.5 Pengkajian pada
Masyarakat Hal yang perlu
dikaji :
1. Data Inti
2. Data lingkungan fisik
3. Pelayanan kesehatan dan social
4. Ekonomi
5. Keamanan dan transportasi
6. Politik dan pemerintahan
7. Sistem komunikasi
8. Pendidikan
9. Rekreasi

3.5 Diagnosa Keperawatan

“ Kurangnya Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyakit Tuberculosis


(TBC) “

3.6 Intervensi

Strategi yang di gunakan dalam upaya promosi kesehatan


mengenai TBC diantarannya yaitu :

a. Gunakan sebuah strategi dalam mengelola asuhan keperawatan


dengan seni atau kiat keperawatan dan teknik pendidikan tentang TBC
b. Berikan kontribusi terhadap permasalahan TBC di Indonesia
c. Berikan pendidikan kesehatan mengenai TBC juga harus diberikan
kepada masyarakat secara menyeluruh
d. Buat perilaku individu, kelompok, dan masyarakat Indonesia menuju
hal positif secara terencana melalui proses belajar
e. Hasil pengubahan perilaku yang diharapkan melalui proses
pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah perilaku sehat
f. Perawat mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pembentukan
sikap selama pembelajaran yang berfokus pada masyarakat Indonesia

STRATEGI DOTS (program untuk penderita TBC) :

a. Berikan intervensi terhadap pasien yang diketahui menderita TB


dan keluarganya, dapat juga segera melaksanakan rujukan secara
tepat agar dapat ditangani dan mendapatkan pengobatan. (Tak
boleh menuggu lama pengobatan).
b. Observasi lingkungan dan obatnya. selalu mmemantau
perkembangan pasien dan keketatan dalam melaksanakan program
kuratif .
c. Berikan pengobatan dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosa) baik
di tingkat puskesmas ataupun R.S dimana obat didapatkan secara
gratis.
d. Berikan edukasi dan pembelajaran secara singkat dan jelas
mengenai penularan, Pengawas Minum Obat dan Pengobatan TBC
yang harus dilakukan minimal 6 Bulan

3.7 Implementasi

Strategi yang di gunakan dalam upaya promosi kesehatan


mengenai TBC diantarannya yaitu :

a. Menggunakan sebuah strategi dalam mengelola asuhan


keperawatan dengan seni atau kiat keperawatan dan teknik
pendidikan tentang TBC
b. Memberikan kontribusi terhadap permasalahan TBC di
Indonesia
c. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai TBC juga harus
diberikan kepada masyarakat secara menyeluruh
d. Membuat perilaku individu, kelompok, dan masyarakat
Indonesia menuju hal positif secara terencana melalui proses
belajar
e. Menghasilkan pengubahan perilaku yang diharapkan melalui
proses pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah perilaku
sehat
f. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pembentukan
sikap selama pembelajaran yang berfokus pada masyarakat
Indonesia

STRATEGI DOTS (program untuk penderita TBC) :

a. Memberikan intervensi terhadap pasien yang diketahui


menderita TB dan keluarganya, dapat juga segera
melaksanakan rujukan secara tepat agar dapat ditangani dan
mendapatkan pengobatan. (Tak boleh menuggu lama
pengobatan).
b. Observasi lingkungan dan obatnya. selalu mmemantau
perkembangan pasien dan keketatan dalam melaksanakan
program kuratif .
c. Berikan pengobatan dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosa)
baik di tingkat puskesmas ataupun R.S dimana obat
didapatkan secara gratis.
d. Berikan edukasi dan pembelajaran secara singkat dan jelas
mengenai penularan, Pengawas Minum Obat dan Pengobatan
TBC yang harus dilakukan minimal 6 Bulan

3.8 Evaluasi

Diharapkan setelah pemberian informasi dan cara mencegah TBC


agar tidak menjadi persoalan yang terus mengakar, maka masyarakat dapat
menjadikan dirinya sebagai sentral perubahan terutama pada perilaku dan
gaya hidup yang lebih baik dari sebelumnya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Beban TBC di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai


angka kesembuhan yang ada akibat dari proses pengobatan yang berjalan
dalam jangka waktu yang lama yakni selama minimal 6 bulan dan resiko
terjadinya resistensi obat. Sehingga peran perawat dan seluruh tim medis
lainnya sangat dibutuhkan demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat
indonesia yang setinggi-tingginya.

Anda mungkin juga menyukai