Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Data TB di dunia Indonesia merupakan negara nomor 2 “high TB burden”. Data
WHO 2014: 3.2 juta perempuan penderita TB. TB sebagai “Top five killers of women”
pada perempuan dewasa usia 20-59 tahun, termasuk penyebab kematian 140.000
perempuan dengan HIV (+). Dari 330.000 dewasa (> 15 tahun) kematian TB-HIV adala
40% adalah perempuan. 90% kematian akibat TB-HIV dan perempuan di Afrika.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA).Patogenesis/ patofisiologi.
(Kepmenkes, 2019). Tuberkulosis (TB) masih merupakan ancaman kesehatan masyarakat
di Indonesia. Berdasarkan WHO Global TB report 2020 kasus TB di Indonesia pada tahun
2019 diperkirakan sejumlah 845.000 kasus dengan insidensi 312 per 100.000 penduduk
yang kemudian membawa Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus terbesar kedua
di dunia setelah di India.
Untuk menuju target eliminasi TB tahun 2030, perlu adanya strategi percepatan
penemuan dan pengobatan yang mencakup perluasaan akses dan penyediaan yang bermutu
dan terstandar. Perubahan besar dalam penegakkan diagnosos dan pengobatan TB telah
direkomendasikan oleh WHO tahun 2020 dalam buku WHO operational handbook on
Tuberculosis- Module 3 : rapid diagnostics for tuberculosis. Pada buku tersebut terdapat
paradigma dalam penegakan diagnosis TB dan TB RO yang harus dilakukan lebih dini,
lebih akurat untuk semua jenis tipe penyakit TB serta deteksi yang cepat untuk mengetahui
resistensi obat TB.
Strategi nasional pengendalian Tuberculosis di Indonesia mengikuti perkembangan
ilmu dan terknologi terkini di bidang kesehatan. Direktorat jendral pencegahan dan
pengendalian penyakit telah melakukan kajian rekomendasi yang dikeluarkan oleh WHO
tersebut dan akan menerapkannya dalam tatalaksan TB di Indonesia. Percepatan

1
pengendalian TB di Indonesia tidak akan pernah lepas dari peran dan kerjasama antara
pihak-pihak terkait. Termasuk tenaga kesehatan professional seorang bidan. Untuk itu
diperlukan pemahaman yang minimal mendasar dari bidan yang kemungkinan juga akan
menghadapi kasus TB pada pasien yang hamil, nifas atauapun menyusui. Sehingga
pemahaman mendasar diperlukan bagi seorang bidan dalam menjalankan asuhan
kebidanan berkesinambungan .

A. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana definisi TB pada kehamilan
2. Bagaimana patofisiologi penyakit TB
3. Bagaimana faktor resiko TB
4. Bagaimana tanda dan gejala serta penularan TB
5. Bagaimana efek TB terhadap kehamilan, TB kongenital dan dampak nya pada janin
6. Bagaimana manajemen yang dilakukan pada kasus TB pada kehamilan, termasuk
tatalaksana penunjang dan pengobatan

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Dapat mengerti dan memahami serta melaksanakan manajemen kehamilan pada
kasus TB
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi TBC pada kehamilan
b. Mengetahui Patofisiologi penyakit TB
c. Mengetahui faktor resiko TB
d. Mengetahui tanda dan gejala serta penularan TB
e. Mengetahui mengenai efek TB terhadap kehamilan, TB kongenital dan dampak nya
pada janin
f. Mengetahui manajemen yang dilakukan pada kasus TB pada kehamilan, termasuk
tatalaksana penunjang dan pengobatan

2
D. MANFAAT PENULISAN
Diharapkan dengan pembuatan makalah ini dapat membuka khasanah ilmu
pengetahuan kelompok mengenai penanganan atau manajemen kehamilan pada kasus
TB dan dapat dilaksanakan jika suatu saat menemukan kasus. Atau juga ikut berperan
serta dalam pencegahan TB pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu menyusui
serta bayi dan balita. Sehingga bisa membantu pemerintah nantinya dalam percepatan
penangan TB pada kasus kehamilan khususnya.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi TB (Tuberkulosis)


Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA).Patogenesis/
patofisiologi. (Kepmenkes, 2019) Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. (Kemenkes, 2013) Tuberkulosis adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang
sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Tuberkulosis pada kehamilan merupakan
masalah tersendiri karena selain mengenai ibu, juga dapat menular pada janin yang
dikandung dan berpengaruh buruk terhadap janin melalui berbagai macam cara
terutama pada masa perinatal.(Sari, 2018)
2.2 Patogenesis TB
Setelah inhalasi, nukleus percik renik terbawa menuju percabangan trakea-
bronkial dan dideposit di dalam bronkiolus respiratorik atau alveolus, di mana nukleus
percik renik tersebut akan dicerna oleh makrofag alveolus yang kemudian akan
memproduksi sebuah respon nonspesifik terhadap basilus. Infeksi bergantung pada
kapasitas virulensi bakteri dan kemampuan bakterisid makrofag alveolus yang
mencernanya. Apabila basilus dapat bertahan melewati mekanisme pertahanan awal
ini, basilus dapat bermultiplikasi di dalam makrofag.
Tuberkel bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23- 32 jam sekali
di dalam makrofag. Mycobacterium tidak memiliki endotoksin ataupun eksotoksin,
sehingga tidak terjadi reaksi imun segera pada host yang terinfeksi. Bakteri kemudian
akan terus tumbuh dalam 2-12 minggu dan jumlahnya akan mencapai 103-104, yang
merupakan jumlah yang cukup untuk menimbulkan sebuah respon imun seluler yang
dapat dideteksi dalam reaksi pada uji tuberkulin skin test. Bakteri kemudian akan
merusak makrofag dan mengeluarkan produk berupa tuberkel basilus dan kemokin
yang kemudian akan menstimulasi respon imun.

4
Sebelum imunitas seluler berkembang, tuberkel basili akan menyebar melalui
sistem limfatik menuju nodus limfe hilus, masuk ke dalam aliran darah dan menyebar
ke organ lain. Beberapa organ dan jaringan diketahui memiliki resistensi terhadap
replikasi basili ini. Sumsum tulang, hepar dan limpa ditemukan hampir selalu mudah
terinfeksi oleh Mycobacteria. Organisme akan dideposit di bagian atas (apeks) paru,
ginjal, tulang, dan otak, di mana kondisi organ-organ tersebut sangat menunjang
pertumbuhan bakteri Mycobacteria. Pada beberapa kasus, bakteri dapat berkembang
dengan cepat sebelum terbentuknya respon imun seluler spesifik yang dapat
membatasi multiplikasinya. (Kepmenkes, 2019)

2.3 Faktor resiko


Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah :
1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain.
2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu panjang.
3. Perokok
4. Konsumsi alkohol tinggi
5. Anak usia < 5 tahun dan lansia
6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang infeksius.
7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh: lembaga
permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang)
8. Petugas kesehatan
(Kepmenkes, 2019)
Faktor Predisposisi:
 Kontak dengan penderita tuberkulosis
 Nutrisi kurang
 Faktor Sosioekonomi
(Kemenkes, 2013)

5
2.4 Tanda gejala
Gejala utama
 Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih
Gejala tambahan
 Dahak bercampur darah atau batuk darah
 Sesak nafas
 Badan lemas
 Nafsu makan menurun
 Berat badan menurun
 Malaise
 Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik
 Demam meriang lebih dari satu bulan
(Kememkes RI, 2013)

2.5 Penularan TB
Penularan TB biasanya terjadi di dalam ruangan yang gelap, dengan minim
ventilasi di mana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu yang lebih lama.
Cahaya matahari langsung dapat membunuh tuberkel basili dengan cepat, namun
bakteri ini akan bertahan lebih lama di dalam keadaan yang gelap. Kontak dekat dalam
waktu yang lama dengan orang terinfeksi meningkatkan risiko penularan. Apabila
terinfeksi, proses sehingga paparan tersebut berkembang menjadi penyakit TB aktif
bergantung pada kondisi imun individu. Pada individu dengan sistem imun yang
normal, 90% tidak akan berkembang menjadi penyakit TB dan hanya 10% dari kasus
akan menjadi penyakit TB aktif (setengah kasus terjadi segera setelah terinfeksi dan
setengahnya terjadi di kemudian hari). Risiko paling tinggi terdapat pada dua tahun
pertama pasca-terinfeksi, dimana setengah dari kasus terjadi. Kelompok dengan risiko
tertinggi terinfeksi adalah anak-anak dibawah usia 5 tahun dan lanjut usia.
Orang dengan kondisi imun buruk lebih rentan mengalami penyakit TB aktif
dibanding orang dengan kondisi sistem imun yang normal. 50- 60% orang dengan
HIV-positif yang terinfeksi TB akan mengalami penyakit TB yang aktif. Hal ini juga

6
dapat terjadi pada kondisi medis lain di mana sistem imun mengalami penekanan
seperti pada kasus silikosis, diabetes melitus, dan penggunaan kortikosteroid atau
obat-obat imunosupresan lain dalam jangka Panjang. (Kepmenkes, 2019)

2.6 Efek Kehamilan Terhadap Tuberkolosis

 Tidak memperberat atau memperingan perjalanan penyakit TB, termasuk rerata


konversi sputum, stabilisasi penyakit dan rerata kekambuhan selama didiagnosis
dan diobati adekuat.
 Luas kerusakan anatomi paru, gambaran foto toraks, hasil sensitivitas terhadap
TB perjalanan dan prognosis penyakit pada kehamilan

2.7 Efek Tuberkolosis Terhadap Kehamilan


Pengaruh TB pada kehamilan tergantung dari beberapa faktor antara lain: lokasi
penyakit (intra atau ekstrapulmonal), usia kehamilan, status gizi ibu dan ada tidaknya
penyakit penyerta. Selama kehamilan dapat terjadi transmisi basil TB ke janin.
Tuberkulosis maternal berhubungan dengan peningkatan risiko abortus spontan, mortalitas
perinatal, kecil untuk usia gestasi dan berat badan lahir rendah. Tuberkulosis kongenital
merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Beberapa hasil penelitian:
 Penelitian Bjerkedel dkk, perempuan hamil dengan TB: ↑ insidens pre-eklampsi,
perdarahan post-partum dan kesulitan saat melahirkan
 Jana dkk: perempuan hamil dengan TB apabila terjadi keterlambatan diagnosis
↑ pre-eklampsia, gagal napas dan kelahiran preterm  ↑ morbiditas
 TB ekstra paru  tidak berefek langsung pada kehamilan tetapi perawatan RS
berulang dan disabilitas
 Bothamley: TB kehamilan  luaran. Pada ibu: Toksemia (preeklampsia),
perdarahan pervaginal .Pada anak bisa menyebabkan kematian fetus pada 16-28
minggu, acute fetal distress, prematuritas. Luaran perinatal: jika pengobatan tidak
lengkap, diagnosis terlambat, keterlibatan paru lanjut atau luas.
 Jana dkk: Perempuan hamil yang telah diobati 7-9 bulan  mortalitas perinatal 6
x lipat .Insidens prematuritas dan BB lahir rendah  2 x lipat •

7
 Figuera-Damien dkk: keterlambatan diagnosis dan pengobatan  ↑ mortalitas
neonatal
 Tripathy dkk: apabila perempuan hamil dengan TB diobati = perempuan TB tidak
hamil
 Jana dkk: kasus ETB tidak berefek pada luaran perinatal
 ETB (tulang belakang, abdomen dan SSP) ↑ restriksi pertumbuhan fetus dan
skor APGAR rendah.

2.8 Dampak Tuberkolosis pada Janin

Tuberkulosis (TB) pada kehamilan selain dapat mengenai ibu juga dapat menular pada
bayi baik intrauterin, saat persalinan, maupun pasca natal. Selama kehamilan, dapat
terjadi transmisi basil TB ke janin. Transmisi biasanya terjadi secara limfatik, hematogen
ataupun secra langsung. Janin dapat terinfeksi melalui darah yang berasal dari infeksi
plasenta melalui vena umbilikalis atau aspirasi cairan amnion. Kejadian ini disebut
sebagai TB kongenital. Kejadian TB kongenital selama persalinan sangat jarang.
Tuberkulosis kongenital sulit didiagnosis karena gejalanya mirip infeksi neonatal dan
kongenital lainnya. Gejala biasanya muncul pada 2-3 minggu pasca partus. Gejalanya
berupa hepatosplenomegali, distress pernapasan, demam dan foto toraks
biasanyaabnormal.

M.tuberculosis kurang dapat berkembang pada lingkungan intra uterin dengan kadar
oksigen yang rendah. Dengan bertambahnya usia bayi setelah lahir, kadar oksigen pun
meningkat mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang cepat. Untuk diagnosis dan tata
laksana diperlukan pemeriksaan klinis dan penunjang berupa pemeriksaan patologi dari
plasenta darah v.umbilikalis, foto toraks, bilas lambung serta evaluasi uji tuberculin
secara berkala. Deteksi dini TB pada neonatus dan penanganan yang baik pada ibu
dengan TB aktif akan memperkecil kemungkinan terjadinya TB perinatal. Tuberkulosis
yang didapat pasca natal memiliki gejala yang sama dengan TB pada anak, seperti berat
badan turun tanpa sebab, gagal tumbuh, demam lama dan berulang, pembesaran kelenjar
getah bening multipel, batuk lama, atau diare persisten.

8
2.9 Diagnosis

Pada infeksi TB pada kehamilan terdapat tantangan diagnosis

 Gejala non spesifik dan gejala awal yaitu malaise dan kelelahan  gejala

Kehamilan

 Gejala respirasi TB sama dengan pasien tidak hamil


 Diagnosis juga sebaiknya memperhhatikan identifikasi faktor risiko dan gejala
TB

Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan dalam penentuan diagnosis:

 Pemeriksaan sputum mikroskopis BTA 3 kali (SPS)


 Pemeriksaan molekular (PCR) TB: Xpert MTB/RIF
 Perempuan hamil: sensitivitas 81% dan spesifisitas 97%
 Dibandingkan kultur dan lebih sensitif dibandingkan

Pemeriksaan sputum mikroskopis

Pencitraan: foto toraks

 Paparan radiasi 0.01 mGy (tidak ada bukti kelainan fetus 100 mGy  aman)
 Memakai pelindung saat foto toraks

2.10 Penatalaksanaan Tuberkulosis

v Manifestasi klinis TB pada kehamilan umumnya sama dengan wanita yang tidak hamil
yaitu manifestasi umum dari TB paru. Sehingga pengobatan TB pada ibu hamil pada
prinsipnya tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua wanita hamil
harus diskrining untuk diagnosis TB. Tes HIV juga penting dilakukan pada wanita hamil
terduga TB. Ibu hamil yang sakit TB, harus segera diberi pengobatan OAT untuk

9
mencegah penularan dan kematian. Amikasin, Streptomisin, Etionamid/ Protionamid
tidak direkomendasikan untuk pengobatan tuberkulosis pada ibu hamil.
v Pastikan selama masa pengobatan, pasien didampingi oleh seorang pengawas minum obat
(PMO) yang dapat memantau dan mendorong kepatuhan pasien berobat.
v Penatalaksanaan TB dalam kehamilan (TB-ANC)
-Pada kunjungan ANC ibu hamil, bidan dapat melakukan:

 Anamnesa ibu dengan gejala utama yaitu : batuk berdahak ≥ 2 minggu disertai
gejala tambahan: sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, BB turun,
berkeringat malam hari tanpa aktifitas, demam meriang ≥ 1 bln, adariwayat
kontak dengan penderita TB
 Skrinning gejala dan tanda TBC:
- Apakah ada batuk lama (2 minggu atau lebih)?
- Apakah ada batuk berdarah?
- Apakah ada demam dan lemas?
- Apakah ada berkeringat malam tanpa aktivitas?
- Apakah terjadi penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas?
- Apakah ada gejala TB Ekstra Paru (kelenjar, tulang, kulit, dll)?
- Apakah ada kontak serumah atau kontak erat dengan pasien TB?
 Bagi yang dicurigai, dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan BTA
 Terapi pada ibu hamil yang BTA positif oleh dokter
 Bidan tetap melakukan pemantauan minum OAT pada ibu hamil bersama dengan
petugas TB.
 Pengobatan secara obstetri juga perlu diperhatikan seperti pemeriksaan antenatal
yang teratur, edukasi : istirahat cukup, makanan bergizi, pengobatan anemia, dan
dukungan keluarga yang optimal. Berikan isolasi yang memadai selama
persalinan dan pasca persalinan.

-Pengobatan dan tatalaksana yang dilakukan oleh dokter:

1. Tujuan pengobatan TB adalah :

10
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien

b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan

c. Mencegah kekambuhan TB

d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain

e. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat

2. Prinsip Pengobatan TB :

Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.


Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB.

Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:

a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal
4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi

b. Diberikan dalam dosis yang tepat

c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan
obat) sampai selesai masa pengobatan.

d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal
serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

3. Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :

a. Tahap awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin
sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap
awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya

11
dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah
sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.

b. Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase
lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.

 Untuk Kategori1(pasien TB baru BTA positif, ATAU pasien TB baru BTA


negatif foto toraks positif), ibu diberikan rifampisin, INH, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari selama 2 bulan, dilanjutkan rifampisin dan INH 3 kali
seminggu (intermiten) selama 4 bulan. Dosis yang diberikan adalah sebagai
berikut.
1. INH dosis 5 mg/kgBB/hari (untuk pemberian setiap hari) atau 10
mg/kgBB/hari (untuk pemberian 3 kali seminggu), maksimum 300 mg/hari.
2. Rifampisin 10 mg/kgBB/hari, maksimum 600 mg/hari.
3. Pirazinamid 25 mg/kgBB/hari, maksimum 2000 mg/hari
4. Etambutol 15 mg/kgBB

Terapi tersebut dapat diberikan dalam bentuk kombinasi dosis tetap (KDT) sesuai
berat badan ibu seperti di bawah ini:

12
 Lakukan pemeriksaan dahak kembali di akhir tahap intensif (bulan kedua). Bila
hasil negatif, lanjutkan pengobatan tahap berikutnya. Bila hasil positif, berikan
tambahan pengobatan seperti tahap intensif selama 28 hari (OAT sisipan). Setelah
selesai, lakukan pemeriksaan dahak ulangan. Bila negatif, lanjutkan pengobatan
ke tahap berikutnya. Bila tetap positif, rujuk pasien ke layanan TB-MDR untuk
pemeriksaan resistensi sambil melanjutkan pengobatan ke tahap lanjutan.
 Lakukan pemeriksaan dahak satu bulan sebelum tahap lanjutan selesai (bulan
kelima). Bila hasilnya negatif, lanjutkan pengobatan. Bila hasilnya positif, rujuk
pasien ke layanan TB-MDR.
 Lakukan pemeriksaan dahak di akhir pengobatan (bulan keenam). Bila hasilnya
negatif, pasien dinyatakan sembuh. Bila hasilnya positif, rujuk pasien.
 Bayi harus diperiksa untuk mengetahui adanya tuberkulosis. Seksio sesaria tidak
dilakukan atas indikasi tuberkulosis paru, kecuali apabila ada indikasi obstetrik.
 Setelah lahir, bayi diberikan profilaksis INH (5-10mg/kgBB/hari) sampai 6 bulan.
Vaksinasi BCG segera diberikan setelah pengobatan profilaksis selesai.
 Ibu hamil dengan tuberkulosis pasien kambuh, pasien gagal, dan pasien putus
berobat dan ibu hamil dengan TB ekstra paru sebaiknya dirujuk ke layanan TB-
MDR untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai.

v Tuberkolosis pada ibu menyusui


Meskipun terdapat konsentrasi OAT yang disekresikan pada ASI namun
konsentrasinya minimal dan bukan merupakan kontraindikasi pada ibu menyusui.

13
Konsentrasi OAT pada ASI sangat rendah sehingga bukan sebagai pengobatan TB pada
bayi. Ibu dengan TB paru sensitif obat dapat melanjutkan OAT sambil menyusui.
Pemberian OAT yang cepat dan tepat merupakan cara terbaik mencegah penularan dari
ibu ke bayinya Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.

v Tuberkolosis pada pengguna kontrasepsi


Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin,
dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk
KB), karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektivitas obat kontrasepsi
hormonal berkurang , maka dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi non hormonal.

v Pengobatan tuberkulosis pada pasien HIV


Pada prinsipnya tata laksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV sama
seperti pasien TB tanpa HIV. Obat TB pada pasien HIV sama efektifnya dengan pasien
TB tanpa HIV. Pengobatan pasien dengan koinfeksi TB-HIV lebih sulit dari pada TB
pada pasien tanpa HIV. Pasien TB-HIV mempunyai sistem imunitas yang rendah dan
sering ditemukan infeksi hepatitis sehingga sering timbul efek samping obat, interaksi
antar obat yang akan memperburuk kondisi pasien dan obat harus dihentikan atau
dikurangi dosisnya maka pengobatan pun menjadi lebih panjang serta kepatuhan pasien
sering terganggu.

v Obat-Obatan TB:
1. Isoniazid
Direkomendasikan untuk TB pada kehamilan meskipun terdapat peningkatan risiko
hepatotoksisitas pada ibu hamil. Gejala harus dimonitor dengan pemeriksaan fungsi
hati yang dianjurkan setiap 2 minggu pada 2 bulan pertama dan setiap bulan pada
bulan berikutnya. Isoniazid sebagai proilaksis juga aman dan direkomendasikan pada
daerah berisiko tinggi seperti koinfeksi dengan HIV atau riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis. Suplementasi B6 (piridoksin 50mg/hari ) dianjurkan untuk
setiap ibu hamil yang mengkonsumsi isoniazid karena defisiensi sering terjadi pada
ibu hamil dibandingkan populasi umum.

2. Rifampisin

14
Belum ada dilaporkan efek atau kecatatan pada bayi yang ibunya selama kehamilan
mendapatkan rifampisin. Aman digunakan selama menyusui.Penggunaan rifampisin
direkomendasikan pada ibu hamil dengan tuberkulosis dan vitamin K harus diberikan
pada ibu (10mg/hari) dan bayi setelah melahirkan apabila rifampisin digunakan pada
trimester tiga kehamilan menjelang partus. • Cytochrome P450 dapat menginduksi
klirens kontrasepsi hormone.
3. Etambutol
Direkomendasikan untuk TB pada kehamilan. Keamanan selama kehamilan :belum
ada dilaporkan efek atau kecatatan pada bayi yang ibunya selama kehamilan
mendapatkan etambutol. Aman juga untuk ibu menyusui.
4. Pirazinamid.
Sampai saat ini belum terdapat laporan efek samping penggunaan obat ini pada
penatalaksanaan pasien TB. Belum ada penelitian tentang penggunaan keamanan
selama kehamilan.
5. Streptomisin
Berhubungan dengan ototoksisitas janin dan TIDAK DIREKOMENDASIKAN untuk
pengobatan tuberkulosis pada wanita hamil. Toksisitas, terutama pada trimester
pertama. Penelitian pada 203 perempuan hamil yang mendapatkan Streptomisin (72
perempuan saat trimester pertama)  35 (17%) bayi kehilangan pendengaran,
disfungsi vestibular atau defisit nervus 8 kranial.
6. Fluorokuinolon
Hanya digunakan pada wanita hamil apabila keuntungan terapi lebih besar
dibandingkan risikonya dan hanya dapat digunakan oleh dokter yang sudah
berpengalaman dalam penanganan tuberkulosis.
 Definisi Hasil Pengobatan

15
v Kegagalan pengobatan
Tinggi rendahnya keberhasilan pengobatan atau Treatment Success Rate (TSR)
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Faktor pasien: pasien tidak patuh minum obat anti TB, pasien pindah fasilitas
pelayanan kesehatan (tanpa informasi hasil pengobatan ke fasyankes awal) dan
kasus TB resistan obat.
2. Faktor pengawas menelan obat (PMO): PMO tidak ada, PMO ada tapi kurang
memantau
3. Faktor obat: suplai obat terganggu sehingga pasien menunda atau tidak meneruskan
pengobatan dan kualitas obat menurun karena penyimpanan tidak sesuai standar.

16
v Pentingnya Pengawasan dan ketaatan pasien dalam pengobatan OAT
Ketaatan pasien pada pengobatan TB sangat penting untuk mencapai kesembuhan,
mencegah penularan dan menghindari kasus resisten obat. Pada “Stop TB Strategy”
mengawasi dan mendukung pasien untuk minum OAT merupakan landasan DOTS dan
membantu mencapai target keberhasilan pengobatan 85%. Kesembuhan pasien dapat
dicapai hanya bila pasien dan petugas pelayanan kesehatan berkerja sama dengan baik
dan didukung oleh penyedia jasa kesehatan dan masyarakat.

Pengobatan dengan pengawasan membantu pasien untuk minum OAT secara teratur
dan lengkap. Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan metode
pengawasan yang direkomendasikan oleh WHO dan merupakan paket pendukung yang
dapat menjawab kebutuhan pasien. Pengawas menelan obat (PMO) harus mengamati
setiap asupan obat bahwa OAT yang ditelan oleh pasien adalah tepat obat, tepat dosis dan
tepat interval, di samping itu PMO sebaiknya adalah orang telah dilatih, yang dapat
diterima baik dan dipilih bersama dengan pasien. Pengawasan dan komunikasi antara
pasien dan petugas kesehatan akan memberikan kesempatan lebih banyak untuk edukasi,
identifikasi dan solusi masalah-masalah selama pengobatan TB. Directly Observed
Treatment Short Course sebaiknya diterapkan secara leksibel dengan adaptasi terhadap
keadaan sehingga nyaman bagi pasien.

Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons terapi. Pemantauan yang regular
akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan tata laksana reaksi obat tidak
diinginkan. Semua pasien, PMO dan tenaga kesehatan sebaiknya diminta untuk
melaporkan gejala TB yang menetap atau muncul kembali, gejala efek samping OAT
atau terhentinya pengobatan.

Berat badan pasien harus dipantau setiap bulan dan dosis OAT disesuaikan dengan
perubahan berat badan. Respons pengobatan TB paru dipantau dengan apusan dahak
BTA. Perlu dibuat rekam medis tertulis yang berisi seluruh obat yang diberikan respons
bakteriologis, resistensi obat dan reaksi tidak diinginkan untuk setiap pasien pada Kartu
Berobat TB.

17
v Pencatatan dan pelaporan program penanggulangan TB
Pencatatan dan pelaporan adalah komponen penting dalam program nasional TB, hal
ini dilakukan agar bisa didapatkannya data yang kemudian dapat diolah, dianalisis,
diinterpretasi, disajikan serta kemudian disebarluaskan. Data yang dikumpulkan harus
merupakan data yang akurat, lengkap dan tepat waktu sehingga memudahkan proses
pengolahan dan analisis data. Data program TB diperoleh dari pencatatan yang dilakukan
di semua sarana pelayanan kesehatan dengan satu sistem baku yang sesuai dengan
program TB, yang mencakup TB sensitif dan TB RO.

18
19
Surat Edaran Dirjen P2P No. 936 tahun 2021 tentang Perubahan Alur dan Pengobatan
Tuberkulosis di Indonesia

 Perubahan besar dalam penegakan diagnosis dan pengobatan TBC telah


direkomendasikan oleh WHO tahun 2020 dalam buku WHO operational handbook on
tuberculosis – Module 3: rapid diagnostics for tuberculosis.
 Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia mengikuti perkembangan ilmu
dan teknologi terkini di bidang kesehatan.
 Perubahan paradigma dalam penegakan diagnosis TBC dan TBC RO yang harus
dilakukan:
a. Lebih dini

b. Lebih akurat

c. Untuk semua jenis dan tipe penyakit TBC

d. Deteksi cepat untuk mengetahui resistansi obat TBC.

3 komponen utama SE Dirjen P2P No. 936/2021 :

1. Diagnosis
2. Pengobatan
3. Pemantauan Pengobatan
Alur Penegakan Diagnosis TB :

20
Pengobatan:

1. Obat Anti TBC (OAT) Kategori 1fase awal dan lanjutan dengan dosis harian. Pada
tahun 2021prioritas pemberian OAT ini adalah untuk: Pasien TBC HIV;Kasus TBC
yang diobati di Rumah Sakit; Kasus TBC dengan hasil MTB pos Rifampisin sensitive
dan Rifampisin indeterminate dengan riwayat pengobatan sebelumnya
2. Pemberian OAT Kategori 2 tidak direkomendasikan untuk pengobatan Pasien TBC.
Mulai tahun 2021 Program TBC tidak menyediakan OAT Kategori 2
3. Pasien TBC MTB pos Rifampisin Sensitif yang berasal dari kriteria dengan riwayat
pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal dan loss to follow up) diobati dengan OAT
Kategori 1 dosis harian.

21
4. Sejak tahun 2019, Program TBC sudah menyediakan OAT dalam sediaan tablet
dispersible untuk pengobatan TBC RO anak dan TPT anak kontak dengan pasien TBC
RO. Sediaan ini mudah dikonsumsi oleh anak, namun pemanfaatannya masih terbatas.
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota agar melakukan sosialisasi supaya OAT RO
anak dapat dimanfaatkan. sebaik-baiknya.
Pemantauan pengobatan :

1. Pemantauan pengobatan pasien TBC SO menggunakan pemeriksaan mikroskopis.


2. Pemantauan pengobatan pasien TBC RO menggunakan pemeriksaan mikroskopis dan
biakan.

2.11 Pencegahan TB

A. Pencegahan Primer

Pencegahan Primer atau pencegahan tingkat pertama yang meliputi promosi


kesehatan dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan pada host, agent dan
lingkungan. Contohnya :encegahan pada faktor penyebab tuberculosis (agent)
bertujuan mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh agent tuberculosis yaitu
mycobacterium tuberkulosa serendah mungkin dengan melakukan isolasi pada
penderita tuberkulosa selam menjalani proses pengobatan.

a) Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan tuberkulosa seperti


meningkatkan kualitas pemukiman dengan menyediakan ventilasi pada rumah dan
mengusahakan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah
b) Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan status gizi individu,
pemberian imunisasi BCG terutama bagi anak.
c) Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal serumah dengan bukan penderita
karena bisa menyebabkan penularan.
d) Meningkatkan pengetahuan individu pejamu (host) tentang tuberkulosa definisi,
penyebab, cara untuk mencegah penyakit tuberculosis paru seperti imunisasi BCG,
dan pengobatan tuberculosis paru.

22
B. Pencegahan Sekunder

Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosa


dini dan pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk
mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran
pencegahan ni ditujukan pada mereka yang menderita atau dianggap menderita
(suspect) atau yang terancam akan menderita tuberkulosa (masa tunas). Contohnya :

a) Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada penderita tuberkulosa paru sesuai
dengan kategori pengobatan seperti isoniazid atau rifampizin.
b) Penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin dengan melakukan diagnosa
pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang dewasa.
c) diagnosa dengan tes tuberculin
d) Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya
e) melakukan foto thorax
f) Libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti tuberkulosa

C. Pencegahan Tersier

Pencegahan tertier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan mencegah


jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanent, mencegah bertambah
parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian. Dapat juga dilakukan rehbilitasi
untuk mencegah efek fisik, psikologis dan sosialnya.

a) Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara sistematis dan berjenjang.


b) Berikan penanganan bagi penderita yang mangkir terhadap pengobatan.
c) Kadang kadang perlu dilakukan pembedahan dengan mengangkat sebagian paru-paru
untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang akibat
tulang belakang

23
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. DATA SUBJEKTIF

Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : IRT

Identitas Suami
Nama : Tn. W
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Swasta

Keluhan Utama
Ibu mengatakan hamil sekitar 2 bulan. Datang ingin memeriksakan kehamilan. Batuk
lama dirasakan

Riwayat Pernikahan
Menikah 1x, lama pernikahan 6 bulan

Riwayat Haid
Menarche 11 tahun, haid teratur, lama nya 6-7 hari, dalam satu hari 2-3x ganti pembalut.
Tidak ada dismenorea. HPHT 29/9/2021
Taksiran partus 6/7/2022

24
Riwayat Kehamilan, Persalinan yang lalu
G1 P0 A0

Riwayat Keluarga Berencana


Belum pernah menggunakan alat kontrasepsi

Riwayat Ginekologi
Perdarahan diluar haid tidak ada
Riwayat keputihan tidak ada
Riwayat tumor atau massa pada payudara tidak ada

Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit dahulu : Asma, hipertensi, DM dan jantung disangkal. Batuk lama
dirasakan
Riwayat penyakit Keluarga : Asma, hipertensi, DM dan jantung disangkal. Penyakit TBC
tidak ada di keluarga.
Pola Kebutuhan Sehari-hari :
Pola Kebutuhan Nutrisi
Makan 3x perhari. Menu makanan bervariasi nasi, sayur, lauk pauk. Susu dan buah tidak
selalu dikonsumsi. Tidak ada pantang makan

Pola Eliminasi
BAB 1x perhari. Tidak ada konstipasi
BAK 5-6 kali perhari, urin berwarna kekuningan jernih

Aktifitas
Sehari-hari melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, menyapu dll

Tidur dan istirahat


Terganggu tidur malam karena ada batuk sudah sekitar 2 minggu an dan banyak
berkeringat

25
Riwayat Hubungan Sexual
Berhubungan sexual hanya dengan suami

Psikososial dan Spiritual


Ibu merasa cemas dan juga senang dengan kehamilan yang pertama.
Ibu tinggal bersama suami dan orangtua
Tidak memiliki hewan peliharaan
Informasi tentang kehamilan awalnya sebatas di beritahu orang tua
Biaya pemeriksaan kehamilan dan rencana biaya persalinan menggunakan BPJS dan biaya
dari suami

B. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan Keadaan umum
a. Keadaan umum baik
b. Kesadaran compos metis
c. Konjungtiva anemis
d. Sklera tidak ikterik
e. BB saat ini 38 kg. BB sebelum hamil 38 mgg
f. TB 151 cm
g. LILA 18 cm
h. TTV : TD 120/74mmHg
Nadi 84x/menit
Suhu 36.5
RR 20x/menit

Pemeriksaan Khusus
Inspeksi
a. Kepala : rambut berwarna hitam, pertumbuhan merata, tidak tampak ketombe, kulit
kepala bersih
b. Muka tampak pucat, tidak ada edema dan tidak tampak cloasma gravidarum

26
c. Mata, bentuk simetris, konjungtiva pucat dan sklera tidak ikterik
d. Telinga tampak simetris, tidak tampak serumen
e. Hidung tampak bersih, tidak tampak ada polip
f. Mulut tidak ada sariawan, lidah dan gigi bersih, tidak ada karies
g. Leher tidak tampak pembengkakan vena jugularis, kelenjar thyroid dan kelenjar limfe
h. Dada tampak simetris, tidak ada retraksi dada
i. Mamae tampak simetris, putting menonjol, tidak teraba ada benjolan, tampak
hiperpigmentasi pada areola
j. Abdomen belum tampak pembesaran karena kehamilan
k. Ekstremitas bawah, tungkai tidak tampak edema dan tidak ada varises
l. Genitalia tidak ada pengeluaran pervaginam

Palpasi
a. Leher tidak teraba pembesaran vena jugularis, kelenjar tyroid dan kelenjar limfe
b. Mammae tidak teraba benjolan
c. Abdomen :
Leopold I belum teraba
Leopold II belum teraba
Leopold III belum teraba
Leopold IV belum teraba

Auskultasi
Belum terdengar

Perkusi
Reflex patella positif kiri dan kanan

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium HB 9,8 gr/dl
TCM (dikelurkan hasil 3 hari) TCM (tes cepat molekuler) atau rapid molecular
diagnostic menunjukkan positif TB dan sensitive obat.

27
C. ANALISA DATA
G1 P0 A0 hamil 11 minggu dengan TB paru

D. PENATALAKSANAAN 
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan
Keadaan umum baik. Kesadaran compos mentis. TD 120/74 mmHg
HR 84x/menit. RR 20x/menit. Suhu 36.5⁰C
Hasil laboratorium:
Hb 9,8 g/dl.
2. Hasil TCM (tes cepat molekuler) atau rapid molecular diagnostic menunjukkan positif
TB dan sensitive obat. Hasil diperoleh 3 hari kemudian
Saat ini usia kehamilan 11 minggu. Taksiran partus 6/7/2022
3. Menginformasikan pada ibu bahwa TB adalah penyakit paru yang disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis
Ibu akan diberikan obat selama 6 bulan oleh dokter dan tidak terputus
mengkonsumsinya. Pemantauan terhadap ibu dan kehamilan nya akan dilakukan
terus menerus. Ibu memahami penjelasan dari bidan
4. Memberikan ibu edukasi tentang penggunaan APD (masker) selama di rumah karena
dapat menularkan ke orang lain lewat percikan ludah. Ibu memahami perilaku
kesehatan yang harus dilakukan.
5. Ibu akan dikonsulkan ke dokter untuk tatalaksana TB dan obat yang harus diminum.
Ibu memahami 4 jenis obat yang harus di minum rifampicin, isoniazid, pirazinamid
dan ethambutol. Ketiga obat tersebut diminum setiap hari selama 2 bulan tanpa
berhenti.
Kemudian ibu akan diingatkan untuk pemeriksaan lanjutan dibulan ke 3.
Ibu memahami rencana pengobatan yang akan dilakukan dan mengetahui bagaimana
aturan meminum obat TB

28
6. Memberikan edukasi agar ibu mengkonsumsi makanan yang bergizi, berolahraga
sesuai kehamilan , berjemur dan melakukan perilaku hidup sehat. Ibu memahami
kegiatan yang sebaiknya dilakukan selama proses pengobatan
7. Memberikan informasi terkait persiapan persalinan pada kehamilan dengan TB
8. Menginformasikan pada ibu bahwa akan dilakukan rujukan ke dokter SpOG untuk
pemantauan kehamilan. Juga ke dokter paru untuk penilaian penyakit TB.
Ibu bersedia dirujuk
9. Menginformasikan pada ibu jadwal kunjungan ulang untuk pemeriksaan kehamilan
dan pemantauan TB nya serta pengambilan obat untuk terapi penyakit TB. Ibu
mengerti kapan jadwal kunjungan ulang dan mengerti obat tidak boleh terputus.
10. Memberitahu ibu tanda bahaya kehamilan trimester I, seperti perdarahan dari
kemaluan, mual muntah yang berlebihan, nyeri pada perut. Ibu memahami tanda
bahaya kehamilan trimester I
11. Memberikan support positf pada ibu dan memotivasi ibu untuk rutin melakukan
pengobatan sampai dengan sembuh

29
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan dan
persalinan nifas, kecuali penyakitnya tidak terkonrol, berat, dan luas yang wanita
hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%. Dengan disertai sesak napas
dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem
pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru
ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu
menjadi lebih parah. TBC paru merupakan salah satu penyakit yang memerlukan
perhatian yang lebih terutama pada seorang wanita yang sedang hamil, karena
penyakit ini dapat dijumpai dalam keadaan aktif dan keadaan tenang. Karena penyakit
paru-paru yang dalam keadaan aktif akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan
orang-orang disekelilingnya
Gejala TB yang dirasakan oleh ibu hamil dan ibu tidak hamil pada intinya
adalah sama, Berhubungan dengan gejala konstitusional: malaise, penurunan BB,
penurunan napsu makan, kelelahan, demam persisten, keringat malam. Efek
kehamilan terhadap TB Tidak memperberat atau memperingan perjalanan penyakit
TB, termasuk rerata konversi sputum, stabilisasi penyakit dan rerata kekambuhan
selama didiagnosis dan diobati adekuat. Untuk itu dibutuhkan kerjasama antara pihak
terkait dalam percepatan penanganan TB, namun sebagai bidan terutama pada
pembahasan kasus sebelumnya yang diangkat oleh penulis bidan sudah cukup baik
dalam melakukan asuhan kebidanan pada kehamilan dengan TB pada Ny. E di
kehamilan pertamanya yang didiagnosis dengan TB paru.

B. Saran

30
Dari pembahasan diatas peran bidan dalam manajemen kasus ibu hamil dengan
TB sangatlah dibutuhkan, dalam melakukan pencegahan dengan penvegahan primer,
sekunder dan tersier, bidan dibutuhkan untuk mendampingi ibu hamil dengan TB agar
bisa terus melakukan pengobatan secara konsisten sampai dengan dinyatakan sembuh,
bidan memotivasi ibu hamil dengan TB agar ibu tidak merasa terasingi yang pada
akhirnya semakin mempersulit pengobatan karena ibu hamil dengan TB rentan
bermasalah pada psikologisnya jika berada pada lingkungan yang tidak mendukung
sehingga bidan juga perlu untuk memberdayakan keluarga dalam penangann kasus TB
pada ibu hamul.

31
DAFTAR PUSTAKA

Amri Yusuf, Merry Indah Sari. 2018. Penatalaksanaan Kehamilan dengan Tuberkolosis Paru.
Jurnal Agromedicine Unila: Volume 5 , Nomor 2, Desember 2018.

Fathiyah Isbaniyah. Materi : TB dan Kehamilan. Departemen Pulmonologi dan Kedokteran


Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Persahabatan, Jakarta 2022

Ikatan Bidan Indonesia. 2021. Modul Pelatihan Midwifery Update. Jakarta.

Kememkes RI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensi. Kementerian
Kesehatan RI, 23–28.
Kemenkes, R. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar
Dan Rujukan.
Kepmenkes. (2019). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.01.07/MENKES/755/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Tuberkolosis. 2, 89.
Kepmenkes, 2019. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/755/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Tuberkulosis. 2, 89.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/755/2019


tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkolosis.

Peraturan Presiden No.67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkolosis.

Sari, A. Y. dan M. I. (2018). Penatalaksanaan Kehamilan dengan Tuberkulosis Paru. J


Agromedicine Unila, 5(2), 622–626.

32
Surat Edaran Dirjen P2P No. 936 tahun 2021 tentang Perubahan Alur dan Pengobatan
Tuberkulosis di Indonesia.

33
34

Anda mungkin juga menyukai