Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TENTANG TBC PADA IBU HAMIL

Oleh

Kelompok 2

1. Angelina Wawo
2. Naomi desi Wali
3. Yuyun plaikari
4. Ningsilia N.Inna
5. Safira Leuanan

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2024
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………….…….5

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….…………………..6

1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………..

2.1 Desinisin TBC.....................................………………………………………………………………8

2.2 Etiologi.........................………………...............………………………………..………………....9

2.3 Manifestasi klinis.......................…………………………………………………………..………..….9

2.4 Patofiologi ..................................................................................................…………..11

2.5 pengaruh tuberkolosis terhadap kehamilan.....................................................………...17

2.6.pengaruh tuberkolosis terhadap janin………………………………………………………………………….

2.7 pengaruh tuberkolosis terhadap persalinan…………………………………………………………………..

2.8 pemeriksaan diagnose TBC pada kehamilan…………………………………………………………………..

2.9. penalaksanaan tuberculosis dalam kehamilan………………………………………………………………..

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………..

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………..23

3.2 Saran………………………………………………………………………………....23
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Latar belakang Di Indonesia, kasus baru tuberkulosis hampir separuhnya adalah wanita dan
menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Kira-kira 1-3% dari semua wanita hamil
menderita tuberkulosis. Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem hormonal,
imunologis, peredaran darah, sistem pemafasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas sehingga
paru-paru terdorong ke atas oleh uterus yang gravid menyebabkan volume residu pernafasan
berkurang. Pemakaian oksigen dalam kehamilan akan bertambah kira-kira 25% dibandingkan
diluar kehamilan, apabila penyakitnya berat atau prosesnya luas dapat menyebabkan hipoksia
sehingga hasil konsepsi juga ikut menderita. Dapat terjadi partus prematur atau kematian janin.
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah
karenasebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection
danselanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk
darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah atau dahak
berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dariglottis
keamh distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darahtidak luas,
sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi. Biasanya penyakit TBC sering menyerang pada
usia rata-rata 15-35 tahun, boleh dibilang usia masih produktif. Oleh sebab itu penyakit ini perlu
diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat sehingga
sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu
sendiri bayinya dan masyarakat sekitarnya.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Menjelaskan pengertian penyakit TBC pada kehamilan?

2. Menjelaskan penanganan penyakit TBC pada kehamilan?

3. Menjelaskan pengobatan penyakit TBC pada kehamilan ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui tentang pengertian penyakit TBC pada kehamilan?

2. Untuk mengetahui tentang penanganan penyakit TBC pada kehamilan?

3. Untuk mengetahui tentang pengobatan penyakit TBC pada kehamilan?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian
bawah karena sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui anbone
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon,
sedangkan batuk darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah
atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pemafasan bagian bawah yaitu mulai
dari glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah
tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi. Biasanya penyakit IBC sering
menyerang pada usia rata-rata 15-35 tahun, boleh dibilang usia masih produktif.

2.2 Etiologi

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk


batang dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman ini terdiri dari asam
lemak (Lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat bertahun-tahun dalam lemari es) Hal ini terjadi karena kuman yang ada pada sifat
yang dormant, yang kemudian dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif kembali.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat îni menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang kandungan oksigennya tinggi. Cara penularan melalui udara pernafasan dengan
menghirup partikel kecil yang mengandung bakteri tuberculosis. Masa tunas berkisar antara 4-12
minggu. Masa penularan terus berlangsung selama sputum BTA penderita positif.
2.3 Manifestasi klinis

a) Penurunan berat badan.

b) Anoreksia

c) Dispneu

d) Sputum purulen/hijau

e) mukoid/kuning

f) Demam

g) Batuk

h) Sesak nafas

i) Nyeri dada Malaise

2.4 Patofisiologi

Sumber penularan TB Paru adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk/bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk tetesan kecil (percikan dahak. Droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan hidup diudara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi jika tetesan tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan kemudian
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, saluran nafasatau penyebaraan langsung kebagian tubuh lain (Dep Kes, 2003). Infeksi
primer: infeksi primer terjadi pada saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC
Paru. Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, sehingga dapat melewatinya mukosilier
bronkus, dan terus berjalan hingga di alveolus, menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB
Paru berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yangmengakibatkan
peradanganpada paru-paru, dan inidisebutkomplek primer.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan bersarnya
merespons daya tahanimunitas seluler) pada umumnya reaksi daya tahan tubuh Hal tersebut
dapat menghentikan perkembangan keman TB Paru. Meskipun demikian, ada beberapa kuman
akan menetap sebagai kuman bertahan atau Dorman (tidur), kadang- Terkadang daya tahan
tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang
bersangkutan akan menjadi penderita TB Paru. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan
mulai menular sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Dep Kes, 2003). Infeksi paska
primer (pos utama TBC): TB paru pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun setelah infeksi.

2.5 Pengaruh tuberkulosis terhadap kehamilan

Kehamilan dan tuberkulosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stresor
tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Efek TB pada kehamilan
tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan
saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, tidak ada penyakit penyerta,
status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TBC. Status
nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis ibu dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitaskeibuan. Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan
antituberkulosa merupakan faktor yang penting dalam menentukan kesehatan ibu dalam
kehamilan dengan TBC. Kehamilan dapat berefek terhadap tuberkulosis dimana peningkatannya
diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps
yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada
wanita hamil dengan TBC. Selain paru-paru, kurman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain
seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman berkembang hingga organ
reproduksi, kemungkinan akan mempengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan
TB di samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi
kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TBC, khususnya wanita usia
reproduksi.
Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami
kesulitan untuk hamil karena rahim belum siap menerima hasil konsepsi. Harold Oster MD, 2007
mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan mempengaruhi kesuburan.
seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat
menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi
tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan
untuk hamil, wanita pengidap TBC mengobati TBC-nya terlebih dahulu sebelumnya sampai
tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan k chamilan dan tidak perlu
melakukan aborsi.

2.6 Pengaruh tuberkulosis terhadap janin

Menurut Oster. (2007) jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko
terhadap janin Untuk meminimalisir risiko, biasanya diberikan obat-obatan TBC yang aman bagi
kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TBC juga
menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan
perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami
masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C
Saha, Kushag radhi Ghosh, 1999 tentang efek TBC ekstrapulmoner tuberkuosis, diperoleh hasil
bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, pengiriman dan hasil
konsepsi. Namun jika dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak menderita
tuberkulosis selama hamil mempunyai risiko rawat inap lebih tinggi (21% 2%), bayi dengan skor
APGAR rendah segera setelah lahir (19% 3%), berat badan lahir rendah (<2500) Selain itu,
risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran
prematur dan terjadinya penularan TBC dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut
TBC bawaan). Gejala TBC bawaan biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan
bayi, seperti prematur, gangguan pernafasan, demam, berat badan rendah, hati dan limpa
membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum yang jelas, apakah bayi tertular
saat masih di perut atau setelah lahir.
2.7 Pengaruh tuberkulosis terhadap persalinan

Setengah dari jumlah kasus yang dilaporkan selama proses persalinan terjadi infeksi pada
bayi yang disebabkan karena teraspirasi rahasia vagina yang terinfeksi kuman TBC

2.8 Pemeriksaan diagnosis TBC pada kehamilan

Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam.
Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari
langsung.tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap. Dalam jaringan
tubuh, kuman ini dapat melakukan terbengkalai (tertidur lama selama beberapa tahun). Penyakit
TBC biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di dalamnya lingkungan
sekitar melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah
Bagaimana bagaimana menjaga kondisi tubuh agar-agar tetap sehat seseorang yang terpapar
kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan tubuh yang kuat karena
sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk. Diagnosa TBC bisa
dilakukandengan beberapacara, Septemberitu benarmeriksaan BTA dan rontgen(foto torak).
Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan, murah dan cukup dapat diandalkan. Kelemahan
pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat kuman 5000/cc dahak.
Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/ec dahak misalnya, tidak akan terdeteksi dengan
pemeriksaan BTA (hasil negatif). Sedangkan rontgen memang dapat mendeteksi pasien dengan
BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian dan pengalaman petugas yang
membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes untuk mengetahui tidaknya infeksi TB,
melalui interferon gamma yang konon lebih baik darituberkulintes. Diagnosis dengan interferon
gamma bisa mengukur secara lebih jelas Bagaimana bagaimana beratnya infeksi dan berapa
besar kemungkinan jatuh sakit.
2.9 Penatalaksanaan Tuberkulosis dalam kehamilan

a). Penatalaksanaan Tuberkulosis dalam persalinan

✔.Bila prosesnya tenang, pengiriman akan berjalan seperti biasa, dan tidak perlu tindakan

apa-apa.

✔.Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan mungkin. Pada kala 1, ibu hamil diberi obat-

obat penenang dan analgetik dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi

vakum/forceps.

✔.Bila ada indikasi obstetrik untuk sectionio caesarea, hal ini dilakukan dengan bekerja

sama dengan ahli anestesi untuk mendapatkan anestesimana yang terbaik

. B. Penatalaksanaan tuberkulosis dalam masa nifas

✔Usahakan jangan terjadi pendarahan banyak diberi uterotonika dan koagulasia

✔ Usahakan mencegah adanya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang

cukup.

✔Bila ada anemia sebaiknya diberikan tranfusi darah, agar daya tahan ibu kuat terhadap

infeksi sekunder. Ibu dianjurkan segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah

cukup, segera dilakukan tubektomi


C. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Yang Sehat dari Ibu yang menderita Tuberkulosis

Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita TBC, harus dipisahkan dengan segera
setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologi ibu negatif dan bayi sudah mempunyai daya tahan
tubuh yang cukup. 50% bayi baru lahir dari ibu yang menderita tuberkulosis aktif, menderita
tuberkulosis pada tahun pertama, maka kemoprofilaksis dengan isonizid 1 tahun dan vaksinasi
BCG harus segera dilakukan. sebelum menyerahkan bayi pada ibunya. Pendapat ini masih
diperdebatkan, tetapi Keputusan akhir dilakukan dengan pertimbangan lingkungan sosial ibu, ibu
dapat dipercaya dapat mengobati diri sendiri dan bayinya yang baru lahir. Vaksin BCG termasuk
golongan kuman hidup yang dilemahkan dari M.bovon yang telah dikembangkan 50 tahun yang
lalu. Semua BBL dari ibu yang TBC aktif atau reaktif harus terjadi pada hari pertama kelahitan
dengan dosis 0,1 ml intracutan pada wilayah berbentuk delta jika terjadi. Efek sedang
berlangsung dapat membesar dan terjadi ulkus. Setelah 6 bulan papul merah tadi dapat mengecil,
berlekuk dengan jaringan parut putih seumur hidup hidup. Untuk mengurangi waktu keterbukaan
ibu yang menderita tuberkulosis aktif pada bayinya, dapat diberikan INH dan BCG segera
setelah bayi lahir, bayi diangkat ke ibunya jika profilaksis INH telah diberikan sampai tes
tuberkulin positif. Dua syarat menggunakan cara pengobatan ini adalah kuman tuberkulosis ibu
sensitif terhadap INH dan penderita dapat dipercaya dan mampu memberikan obat tersebut pada
ibunya 3.0 Pengobat TBC dalam kehamilan.

a). Pengobatan medis

Pengobatan tuberkulosis aktif pada kehamilan hanya sedikit berbeda dengan penderita yang
tidak hamil. Ada 11 obat tuberkulosis yang terdapat di Amerika Serikat, 4 diantaranya dianggap
sebagai obat primer karena kefektifannya dan toleransinya pada penderita, obat tersebut adalah
isoniazid, rifampisin, etambutol dan streptomisin. Obat sekunder adalah obat yang digunakan
dalam kasus resisten obat atau intoleransi terhadap obat, yang termasuk adalah paminasalisilic
acid, pirazinamid, sikloserin, etionamida, kanamisin, voimycin dan capreomycin.
Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes tuberkulin
positif, gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif. Pengobatan ini mungkin
dapat ditunda dan diberikan pada masa nifas. Meskipun beberapa penelitian tidak menunjukkan
efek teratogenik dari isoniazid padawanita pasca par Tum. Beberapa rekomendasimenunda
pengobatan ini sampai 3-6 bulanpossaat melahirkan. Sayangnya, penayembuhannya akan
membawa waktu yang sangerbang lama. Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu
mempertimbangkan keamanannya selama kehamilan. Alternatif lain dengan menunda
pengobatan samp ai 12 minggu. pada penderita asitomatik. Karena banyak terjadi resistensi pada
pemakaian obat tunggal, maka sekarang direkomendasikan cara pengobatan dengan
menggunakan kombinasi 4 obat pada penderita yang tidak hamil dengan gejala tuberkulosis. Ini
termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamide atau streptomycin diberikan sampai tes resistensi
dilakukan. Beberapa obat tuberkulosis utama tidak tampak berpengaruh buruknya terhadap
beberapa janin. Kecuali streptomisin yang dapat menyebabkan ketulian kongenital, maka sama
sekali tidak boleh dipakai selama kehamilan.

3.1 konsep dasar asuhan kebidanan

a. Pengkajian

Pengkajian di mulai dari pengumpulan data meliputi:

1. Biodata klien: Nama, umur, jenis kelamin,agama,alamat,pendidikan terakhir, suku, status


perkawinan,

2. dan pekerjaan Riwayat kesehatan

3. Keluhan utama

4. Riwayat penyakit keluarga

5. Riwayat kesehatan sebelumnya.

6. Pemeriksaan fisik

7. Pola aktivitas sehari-hari.


8. Riwayat psikososial

9. Pola persepsi dan tatanan sehat

10. Pola nutrisi dan metabolik

11. Penghapusan pola.

b. Diagnosis keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan upaya
batuk

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru. Kerusakan

membran di alveolar, cermin, rahasia kevtal dan tebal

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan oksigenasi yang tidak memadai
untuk

aktivitas

5. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan berhubungan

dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif.

6. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan ketahanan primer adekuat,

kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi, malnutrisi

c. Rencana keperawatan

a). Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan upya batuk

buruk Tujuan : membersihkan jalan nafas efektif, KH pasien : dapat mempertahankan jalan

nafas dan mengeluarkan sekret tanpa bantuan


1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan dan
ganggunaan otot bantu. Intervensi Rasional: Peningkatan buny i pernafasan dapat
menunjukkan atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan rahasia akumulasi untuk
membersihkan jalan. nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseserib
pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter. jumlah dahak,
adanya hemop tisis Rasional: Pengeluaran sulit bilseorang rahasia sandahaknya
tebalberdarah kental/ darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi).
3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi Rasional : Posisi membantu memaksimalkan
ekspans
paru dan me bisa dicoba. pernafasan.
4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai kebutuhan Rasional: Anehob
struksi
respirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan rahasia.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m/hari kecuali kontra indikasi. Rasional:
Pemasukan
tinggi cairan membantu untuk mengencerkan rahasia, membantu untuk mudah
dikeluarkan.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan upaya
batuk

Tujuan setelah dilakukan tindakan memblokir pola napas kembali aktif KH: dispnea

berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan pernafasan normal Intervensi 1) Kaji
kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris, catat setiap perubahan

Rasional: Kecepatan biasanyameningkat, dispnea terjadi peningkatan kerjA pernafasan,

kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.

2) Kaji kualitas dahak, warna, bau dan konsistensi Rasional: Adanya dahak yang kental, kental,

berdarah dan bernanah yang diduga terjadi sebagai masalah sekunder

3) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler Rasional: Posisi duduk
memungkinkan perluasan parumaksimalupaya batuk untuk menggerakkan dan membuang

rahasia.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru, kerusakan

membran alveolar, kedap, sekret kental dan tebal Tujuan tidak ada tanda-tanda dispnea

KH: melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan ventilasi dan O,
jaringan

adekuat dengan AGP dalam rentang normal, bebes dari gejala, distres pernafasan. Intervensi

1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas, meningkat. upaya
pernafasan,
terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan. Rasional: TBC parumenyebabkanefek
luas pada paru daribagian kesil bronkopneumon ia sampai inflamasi menyebar luas
nekrosis berhasil pleura untu fibrosis luas.
2) Evaluasi tingkat kesadaran, katat sianosis dan perubahan pada warna kulit, termasuk
membran
mukosa dan kuku Rasional: Akumulasi sekret / pengaruh jalan nafas dapat mengganggu
O organ vital dan jaringan.
3) Tunjukkan dorong bernafas dengan bibir selama endikasi, khususnya untuk pasien
dengan fibrosis
atau kerusakan parenkim.Rasional: Membuat tahanan melawan udara luar untuk
mencegah kolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara
melalui paru dan menghilangkan atau menurunkan nafas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien sesuai keperluan
Rasional:
Menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat
menurunkan beratnya gejala, 5) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan
pemberian oksigen Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu
pengenceran sekret.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, anoreksia,
ketidakcukupan nutrisi Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)
Kriteria hasil pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perilaku atau
perubahan pola hidup. Intervensi dan rasional:

1) Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat

kekurangannya berat badan, riwayat mual atau muntah, diare. Rasional berguna dalam

mendefinisikan derajat luasnya masalah dan pilihan. intervensi yang tepat.

2) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.Rasional membantu dalam

mengidentifikasi kebutuhan pertimbangan keinginan. individu dapat memperbaiki masuka


diet

3) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat, awasi

frekuensi volume konsistensi feces Rasional: Dapat mempengaruhi pilihan diet dan

mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan atau penggunaan

nutrient

4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.

Rasional Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan meningkat saat demam.

5) Berikan perawatan rnulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.

Rasional: Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan
respirasi

yang merangsang pusat muntah.

6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.

Rasional Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau kebutuhan energi dari
makan

makanan banyak dari menurunkan iritasi gaster.Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk
menentukan komposisi diet.Rasional : bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat

untuk kebutuhan metabolik dan diet

E. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.

Tujuan agar pola tidur terpenuhi. Kriteria hasil pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun.
Intervensi, dan rasional:

1) Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal usia, tingkat
aktivitas, gaya hidup tingkat stres Rasional: rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam
tiap malam nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah individu yang dapat rileks dan
istirahat dengan mudah memerlukan sedikit tidur untuk merasa segar kembali dengan
bertambahnya usia, waktu tidur. Total secara umum menurun, khususnya tidur tahap IV
dan waktu tahap meningkat.

2). Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang, berikan. kesempatan
untuk

Memilih penggunaan bantal, linen dan selimut, berikan ritual waktu tidur yang

menyenangkan bila perlu pastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien

menginginkan. Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi, lingkungan
rumah sakit dapat mengganggu relaksasi.

f. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen untuk
aktivitas.

Tujuan agar aktivitas kembali efektif. Kriteria hasil pasien mampu melakukan ADLnya secara
mandiri dan tidak kelelahan setelah beraktivitas. Intervensi dan rasional:
1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen seperti merokok.
suhu sangat
ekstrim, berat badan kelebihan, stress.Rasional : merokok suhu ekstrim dan stress
menyebabkan vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan
oksigen, berat badan. berlebihan, meningkatkan tahapan perifer yang juga meningkatkan
beban kerja jantung.
2) Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi.
Rasional: mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan latihan yang diawasi
memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi pernafasan Memberikan dukungan
emosional dan semangat Rasional rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat
menghambat peningkatan aktivitas.

3) Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas.Rasional intoleransi


aktivitas
dapat dikaji dengan mengevaluasi jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah
beraktivitas. .

g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, keterbatasan kognitif, tidak lengkap
informasi yang ada .Tujuan pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit TB Paru. Kriteria
hasil pasien menyatakan mengerti Intervensi dan rasional: tentang penyakit TB Paru.

1) Kaji k emampuan pasien untuk belajar

Rasional: belajar tergantung pada emosi dari kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapi

individu.

2).Berikan instruksi dan informasi tertulis pada pasien untuk rujukan contoh: jadwal obat.

Rasional : informasi tertulis menentukan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar

informasi pengulangan menguatkan belajar.

3).Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan

lama,dikaji potensial interaksi dengan obat atau subtansi lain Rasional meningkatkan

kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaika
kondisi pasien..

4) Dorong untuk tidak merokok Rasional: meskipun merokok tidak merangsang


berulangnya TBC
tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan

. 5) Kaji bagaimana yang ditularkan kepada orang lain. Rasional pengetahuan dapat

menurunkan resiko penularan atau reaktivitas ulang juga komperkasi sehubungan dengan

reaktivitas.

h. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan dengan
pertahanan

primer tidak adekuat, kerusakan jaringan, penekanan proses inflamasi, mal nutrisi Tujuan

tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran. Kriteria hasil pasien mengidentifikasi intervensi

untuk mencegah atau menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola

hidup Intervensi dan rasion al:

1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama
batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa.Rasional : membantu pasien menyadari/
menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan
berulang atau komplikasi serta membantu pasien atau orang terdekat untuk mengambil
langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain
2) Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga, sahabat karib/ teman.
Rasional :
orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran
terjadinya infeksi.
3) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau isolasi pernafasan. Rasional:
dapat
membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial sehubungan
dengan penyakit menular.Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada
tisu dan menghindari meludah. Kaji
pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat, dorong untuk
mengulangi demonstrasi.Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah
penyebaran

4).Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat

Rasional: periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya
rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3
bulan.
4) Dorong memilih mencerna makanan seimbang, berikan makan sering, makanan kecil
pada
jumlah, makanan besar yang tepat. Rasional : adanya anoreksia (mal nutrisi sebelumnya,
merendahkan tahapan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan, makanan
kecil dapat meningkatkan pemasukan semua.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabakan oleh Mycobacterium


tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini
dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada
kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi
bakteri tersebut. Di indonesia, kasus baru tuberkulosis hampir separuhnya adalah wanita dan
menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Kira-kira 1-3% dari semua wanita hamil
menderita tuberkulosis. Pada kehamilan terdapat perubahan- perubahan pada sistem hormonal,
imunologis.peredaran darah, sistem pernapasan,seperti terdesaknya diafgrama ke atas sehingga
paru paru terdorong ke atas oleh uterus yang gravid menyebabkan volume residu pernapasan
berkurang. Pemakaian oksigen dalam kehamilan akan bertambah kira-kira 25% dibandingkan
diluar kehamilan, apabila penyakitnya berat atau prosesnya luas dapat menyebabkan hipoksia
sehingga hasil konsepsi juga ikut menderita. Dapat terjadi partus prematur atau kematian janin.
Namun penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit TBC ini dapat
menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.
3.2 SARAN

Dengan di susunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
mengetahui dan memahami tentang penyakit TB paru pada kehamilan dan dapat memberikan
asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang menderita TB paru. Kiritk dan sarannya dari
pembaca kami sangat harapakn agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan RI. Pedoman Nasional (2007) Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 cetakan
Pertama. Depkes RI. Jakarta

Algasaff Hood, Mukty Abdul. Bab 2 infeksi (2008): Tuberkulosis Paru. Dasar dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: Airlangga University Press

Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine MC Carty, 2006, Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit ed, 6, volume 1& 2, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai