PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan
paru
disebabkan
infeksi
basil
Mycobacterium
tuberculosis
(M.
tuberculosis).1
2.2
Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting
khususnya di negara berkembang. Pada bulan Maret tahun 1993 World
Health Organization (WHO) telah mendeklarasikan tuberkulosis sebagai
Global Health Emergency. Berdasarkan laporan Penanggulangan TB
Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2007, angka insidensi TB
pada tahun 2007 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk),
dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Asia termasuk
kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia sebesar
33%. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat
penyakit ini.2,3,4
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah Cina dan India Perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah
266.000 kasus tahun 1998. TB menempati peringkat nomor 3 sebagai
penyebab kematian teringgi di Indonesia setelah penyakit jantung dan
penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2
2.3
Etiologi
Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium
yang paling banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini
berbentuk batang, bersifat aerob, dinding sel mengandung; lipid, fosfatida
polisakarida, tuberkulo protein, mudah mati pada air mendidih (5 menit
pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan apabila terkena sinar
ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada
suhu kamar dan ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA).1,4,5
2.4
Cara Penularan
Penularan penyakit ini melalui inhalasi droplet khususnya yang
didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan Dahak).
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Dalam 1 tahun, 1 penderita TB BTA positif menularkan 10-15
orang. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, salura
napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.1,5,6
Risiko mendapat infeksi Mycobacterium tuberculosis ditentukan
terutama oleh faktor-faktor eksogen :3
a. Kontak dengan penderita BTA positif (seberapa dekat dan seberapa
lama)
b. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi ruang
yang buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen :3
a. Daya tahan tubuh
b. Usia
c. Penyakit penyerta (infeksi HIV, silikosis, limfoma, leukemia,
malnutrisi, gagal ginjal kronis, diabetes melitus, orang dengan terapi
imunosupresif dan hemophilia)
Patogenesis
2.5.1
Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan ke
alveolus dan menetap di sana. Bila kuman menetap di jaringan paru,
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa
masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut kompleks
primer atau fokus Ghon. Kompleks primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 3-8 minggu.1-4
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
akan muncul
serbukan
jaringan
fibrosis.
Selanjutnya
akan
terjadi
2.6
Klasifikasi
TB paru diklasifkasikan atas:2,7
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. TB paru BTA(+)
2. TB paru BTA (-)
b. Berdasarkan lokasi
1. TB paru
2. TB extra paru
c. Berdasarkan tipe pasien
1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA
(+).
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan
1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatan selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau
kembali positif pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.
2.7
Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
gejala lokal (repiratorik) dan gejala sistemik.
a. Gejala Respiratorik2,3,8
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan
bronkus. Batuk 2 minggu dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi
bronkus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus batuk
akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk
membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat
bersifat mukoid atau purulen.
2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan
ringannya batuk darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat
pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena
ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang paling sering
membawa penderita berobat ke dokter.
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
nafasnya.
4. Wheezing
Terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan
oleh sekret, peradangan, jaringan granulasi dan ulserasi.
5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan
kerusakan paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak
pernah didapatkan.
b. Gejala sistemik-4,8,9
1. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, biasanya
subfebril, mirip demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari
daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut
Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar1,3,4,8:
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik
dan keluhan sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
subfebris, badan kurus atau berat badan menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi
meliputi alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini
berupa konsolidasi serta didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses
menjalar pelan-pelan dan menahun, maka biasanya penderita datang
dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan fisik mudah
diketahui, berupa:
-
tempat
sekret
berada.
Penyempitan
saluran
pernafasan
Sputum
Sputum
dijadikan
tanda
yang
patognomonis,
dengan
10
Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk
menyokong diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak
menunjukkan gambaran yang khas. Tapi gambaran darah kadangkadang dapat membantu menentukan aktivitas penyakit.
-
Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada
proses yang aktif.
Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan
anemi derajat sedang. Bersifat normositik dan sering disebabkan
defisiensi besi.
Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis,
vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya.
d. Pemeriksaan Radiologis
11
Fibrotik
Kalsifikasi
Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai
kavitas
2.9
Diagnosis Banding
Pada proses paru minimal sebagai diagnosis banding adalah simple
bronchopneumonia, kanker paru stadium dini, dan pneumonia lobaris. Pada
proses tuberkulosis menahun perlu diingat bahwa ada penyakit paru non
tuberkulosis yang bersifat menahun, seperti bronkiektasis, bronkitis,
emfisema dan kanker paru.4,8
a.
Simple bronkopneumonia1
Terdapat pada bronkiolus
dan
bronkus.
Disebabkan
oleh
bercak-bercak konsolidasi.1
Pneumonia lobaris1
12
d.
Etiologi
CA paru4
-Merokok. (Hidrokarbon
ASPERGILOSIS7
- Aspergillus fumigatus dan Aspergillus
bentuk radon)
- Polusi udara
di paru-paru
- Genetik(Terdapat perubahan/
berdiameter 2-4 m
sebelumnya seperti :
tuberculosis,sarkoidosis,bronkiektasis.
logi
pengendapan
karsinogenmetaplasia,hyperplasia
13
asi klinis
2. demam
3. sesak nafas
4. dada sakit
5. wheezing
pendek.
4. Sakit kepala, nyeri atau retak
14
Pengoba
tan
berupa :
mikosis sistemik :
a. Kuratif
1,0/mg/kg/hari
b. Paliatif.
c. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif,
paliatif dan terminal sepertia
15
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan
dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan:1-4,6
a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan
tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi
tidak menular dalam 2 minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan
menjadi negatif pada akhir pengobatan
b. Tahap lanjutan
Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat
tambahan.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.
b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman
yang tidak dapat dibunuh INH.
c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada
dalam sel dengan suasana asam.
d. Streptomisin, bersifat bakterisid.
e. Ethambutol, bersifat bakteriostatik.
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
16
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat
kombinasi (Fixed Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila
tidak dilakukan pengawasan menelan obat.6
Program
Nasional
Penanggulangan
TB
paru
di
Indonesia
17
2.11 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas:2
-
18
19
Semua pasien yang diduga menderita TB ekstra paru (dewasa, remaja dan
anak) harus menjalani pemeriksaan spesimen yang didapat dari lokasi kelainan
yang dicurigai. Bila fasilitas dan sumber daya tersedia, sebaiknya dilakukan juga
pemeriksaan biakan dan histopalagi.
Standar 4
Semua individu dengan gambaran foto toraks yang dicurigai TB harus
menjalani pemeriksaaan dahak secara mikrobiologi
Standar 5
Diagnosis TB paru BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut: paling
kurang 3 kali pemeriksaan hasilnya negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi
hari), foto toraks menunjukkan gambaran TB, tidak ada respon terhadap
pemberian antibiotik spektrum luas (catatan: pemakaian fluorokuinolon sebaiknya
dihindari karena mempunyai efek melawan Mycobacterium tubercolosis yang
dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada individu dengan tuberkulosis). Pada
pasien dengan atau diduga HIV, evaluasi diagnostik tersebut di atas harus
dilakukan sesegera mungkin.
Standar 6
Diagnosis TB intratoraks
(paru,
pleura,
kelenjar
getah
bening
20
lanjutan yang dilanjutkan yang dianjurkan adalah INH dan Rifampisin yang
diberikan selama 4 bulan. Pemberian INH dan Etambutol selama 6 bulan
merupakan panduan alternatif untuk fase lanjutan yang digunakan bila kepatuhan
pasien tidak dapat dinilai namun berkaitan dengan angka kegagalan dan
kekambuhan yang tinggi khususnya pada ODHA.
Dosis obat anti tuberkulosis ini harus sesuai dengan rekomendasi
internasional. FDC (Fixed Dose Combination) yang terdiri dari 2 obat (INH dan
Rifampisin), 3 obat (INH, Rifampisin, Pirazinamid) yang terdiri dari 4 obat (INH,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol) sangat dianjurkan khususnya bila tidak
dilakukan pengawasan menelan obat.
Standar 9
Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu
dikembangkan suatu pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan
kebutuhan pasien dan hubungan yang saling menghargai antara pasien dan
petugas Supervisi dan dukungan harus sensitif gender dan kelompok usia tertentu
serta sesuai dengan intervensi yang dianjurkan dan pelayanan pendukung yang
tersedia termasuk edukasi dan konseling pasien.
Elemen utama pada strategi yang terpusat kepada pasien adalah kegiatan
yang digunakan untuk menilai dan meningkatkan kepatuhan terhadap panduan
pengobatan serta dapat menangani bila terjadi ketidakpatuhan terhadap
pengobatan. Kegiatan ini harus dirancang secara individual sesuai dengan keadaan
masing-masing individu dan dapat diterima baik oleh pasien maupun petugas.
Kegiatan-kegiatan dapat meliputi pengawasan menelan obat secara langsung oleh
PMO yang dapat diterima dan dapat dipertanggungjawabkan oleh pasien dan
sistem kesehatan.
Standar 10
Semua pasien harus dimonitor hasil pengobatannya. Penilaian terbaik pada
pasien TB paru adalah dengan pemeriksaan dahak ulang (2 kali) paling sedikit
pada akhir fase awal (2 bulan), bulan kelima dan pada akhir pengobatan. Pasien
dengan BTA positif dalam bulan kelima pengobatan dianggap sebagai gagal
pengobatan dan diberikan pengobatan dengan modifikasi yang sesuai (lihat
standar 14 dan 15).
21
tertulisnmengenainsemua
obat
yang
diberikan,
respon
bakteriologik dan efek samping obat haruss terdokumentasi dan tersimpan secara
baik untuk semua pasien.
Standar 12
Pada daerah dengan angka prevalensi HIV yang tinggi pada populasi
umum dengan kemungkinan ko-infeksi TB-HIV, maka konseling dan testing HIV
diindikasikan untuk seluruh pasien TB sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin.
Pada daerah dengan prevalensi HIV rendah, konseling dan testing HIV hanya
diindikasikan pada pasien TB dengan keluhan dan tanda-tanda yang diduga
berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko tinggi
terpajan HIV.
Standar 13
Semua pasien TB-HIV harus dievaluasikan untuk menentukan apakah
mempunyai indikasi untuk diberi terapi anti retroviral dalam masa pengobatan TB
pengaturan untuk memperoleh obat antiretroviral harus dilakukan pada pasien
yang memenuhi indikasi. Dengan adanya kompleksitas pemberian ARV dan OAT
secara bersamaan maka dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter yang ahli di
bidang
tersebut
sebelum
memulai
pengobatan
TB
dan
HIV
tanpa
22
Pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus yang terdiri
dari atas obat-obatan lini kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang
diketahui atau dianggap sensitif dan diberikan paling sedikit selama 18 bulan.
Untuk memastikan kepatuhan diperlukan kegiatan yang berorientasi kepada
pasien. Konsultasi dengan dokter yang berpengalaman dalam pengobatan
penderita dengan MDR harus dilakukan.
Dua Standar Tanggung Jawab Kesehatan Masyarakat
Standar 16
Semua petugas yang melayani pasien TB harus memastikan bahwa
individu (terutama anak usia dibawah 5 tahun dan ODHA) yang kontak erat
dengan pasien TB harus dievaluasi dan dilakukan penanganan sesuai dengan
rekomendasi internasional. Anak dibawah usia 5 tahun dan ODHA yang kontak
dengan kasus menular (penderita TB BTA positif) harus dievaluasi baik untuk TB
yang laten maupun yang aktif.
Standar 17
Semua petugas harus melaporkan semua kasus TB (kasus baru maupun
kasus pengobatan ulang) dan hasil pengobatannya kepada dinas kesehatan
setempat sesuai dengan ketentuan hukun dan kebijakan yang berlaku.
13 Prognosis8
a)
b)
melalui
resolusi
sempurna
sehingga
tidak
meninggalkan bekas.
Bila diberikan pengobatan spesifik
Bila pengobatan spesifik sesuai aturan sebenarnya (penyembuhan)
Pengobatan spesifik hanya bekerja membunuh basil TB saja,
namun kelainan paru yang sudah ada pada saat pengobatan spesifik
dimulai (misal proses fibrotik, kavitas dan lain-lain), tidak akan
hilang. Penting diberikan pengobatan secara spesifik sedini
23
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas pasien :
Nama
: Tn.H
Umur
: 29 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
Status
: Menikah
Alamat
Masuk RS
: 25 November 2014
24
Keluar RS
: 2 Desember 2014
ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis
Keluhan Utama
Batuk berdahak sejak 7 bulan SMRS (Sebelum Masuk Rumah Sakit)
Riwayat Penyakit Sekarang
-
Pasien juga mengeluhkan nyeri dada seperti tertusuktusuk.nyeri dirasakan ketika beraktifitas dan tidak beraktifitas. Nyeri tidak
menjalar. nyeri dirasakan hilang timbul.
25
Riwayat minum obat TB.paru sejak 1 tahun yang lalu. Tetapi pasien hanya
meminum obat selama 3 hari.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan Kebiasaaan
-
Sosial-ekonomi : kurang
Pola makan : baik 3x1/hari. Sekali makan bisa habis 1 piring nasi.
Pemeriksaan Umum
- Kesadaran
: Komposmentis
- Keadaan umum
- Tekanan darah
: 130/80 mmHg
- Nadi
: 80 x / menit
- Nafas
: 24 x / menit
- Suhu
: 36,70C
Pemeriksaan Fisik
Kepala
- Mata :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik (-/-), pupil bulat (+/
+), isokor (+/+), reflek cahaya (+/+)
- Leher :
Toraks
- Paru :
Thoraks depan :
Inspeksi
Statis
26
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Thoraks Belakang :
Inspeksi
Statis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
- Jantung: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:
-
27
Perkusi
Ekstremitas
-
Atas
Pemeriksaan Penunjang :
Tanggal 27 November 2014
LABORATORIUM DARAH RUTIN :
Hb
: 12,0 gr %
Leukosit
: 16.400 / mm3
Trombosit
: 516.000 / mm3
Ht
: 34,6 vol %.
Fungsi Hati :
- Bilirubin Total : 1,14 Mg/dl
Imuno Serologi :
-
HBs Ag
: Negatif.
Kesan :
- Leukositosis
-
Trombositosis
: Positif (+3)
: Positif (+3)
SS2
: Positif (+3)
28
29
Interpretasi :
Paru :
Terdapat tenting
Terdapat fibrotik
30
Jantung :
Diafragma :
Kesan : TB.Paru
RESUME / KESIMPULAN SEMENTARA
Tn.H, 29 tahun, Laki-laki, Agama Islam, Alamat Dusun tello Bangkinang,
datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan utama batuk berdahak sejak 7 bulan
SMRS (Sebelum Masuk Rumah Sakit). Batuk berdahak kental berwarna putih,
sebanyak 1 sendok teh. Batuk dirasakan terus menerus. Sesak nafas sejak 6 bulan
yang lalu. Sesak nafas semakin memberat ketika beraktifitas dan tidak
beraktifitas. Sesak tidak menciut. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada seperti
tertusuk-tusuk. nyeri dirasakan ketika beraktifitas dan tidak beraktifitas. Nyeri
tidak menjalar. nyeri dirasakan hilang timbul. Batuk berdarah tidak ada. Demam
sejak 6 bulan ini. Demam dirasakan naik-turun. Demam meningkat saat malam
hari. Demam disertai menggigil. Keringat malam sejak 6 bulan yang lalu,
meskipun cuaca dingin. Nafsu makan berkurang sejak 8 hari yang lalu. Berat
badan menurun sejak 8 hari yang lalu. Berat badan pasien menurut dari 75 Kg
menjadi 50 Kg. Karena kondisi semakin lemah, pasien kemudian dibawa ke
RSUD Bangkinang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, Suara
nafas Amforis. Pada pemeriksaan laboratorium leukosit 16.400 / mm3, trombosit
516.000 / mm3, dan pemeriksaan sputum BTA +3. Pada thoraks ditemukan sudut
costo frenikus tumpul, cavitas kedua lapang paru, iga terletak di costa 9, terdapat
tenting, terdapat fibrotik dan infiltrat dikedua lapangan paru.
DAFTAR MASALAH
- Batuk berdahak
- Keringat malam
- Nafsu makan menurun
31
Edukasi
Pasien perlu diingatkan bahwa pengobatan TB paru ini berlangsung lama
yakni minimal 6 bulan. Obat harus diminum secara teratur dan tidak boleh
putus. Pasien juga diberitahu tentang efek samping obat seperti rifampisin
yang dapat mengakibatkan air seni berwarna merah, sehingga jika
ditemukan kondisi tersebut pasien tidak menghentikan minum obat.
Pola hidup sehat yakni menjaga kebersihan lingkungan dan tempat tinggal.
Farmakologi :
IVFD Rl 20 Tpm
Inj. Methilpretnisolon 2 x 1
32
Inj.Ceftriakson 2 x 1
Nebu Falbiven 4 x 1
Curcuma tab 3 x 1
B6 1 x 10 mg
Ethambutol 500 Mg 1 x 1
Rimactacid 1 x 1
Anjuran :
-
Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan Darah Rutin : Leukosit, Trombosit.
FOLLOW UP :
1 Desember 2014
S : Sesak sudah mulai berkurang, nafsu makan baik, Bab
normal.
O : TD = 130/80 mmHg
N = 80 x/i
RR = 24 x/i
T = 36,7oC
Inspeksi:
Dinamis
Palpasi
Perkusi
IVFD Rl 20 Tpm
Inj. Methilpretnisolon 2 x 1
Inj.Ceftriakson 2 x 1
Nebu Falbiven 4 x 1
33
Curcuma tab 3 x 1
B6 1 x 10 mg
Ethambutol 500 Mg 1 x 1
Rimactacid 1 x 1
2 Desember 2014
S : Sesak sudah mulai berkurang, nafsu makan baik, Bab
normal.
O : TD = 120/80 mmHg
N = 76 x/i
RR = 20 x/i
T = 36oC
Inspeksi:
Statis
Dinamis
Palpasi
Perkusi
Cefixime 2 x 1
Curcuma tab 3 x 1
B6 1 x 10 mg
Rimactacid 1 x 1
Pasien pulang
BAB IV
KESIMPULAN UMUM
Seorang pasien laki-laki nama Tn.H, usia 29 tahun, Agama Islam, Alamat
Dusun tello Bangkinang, datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan utama
batuk berdahak sejak 7 bulan SMRS (Sebelum Masuk Rumah Sakit). Batuk
berdahak kental berwarna putih, sebanyak 1 sendok teh. Batuk dirasakan terus
menerus. Sesak nafas sejak 6 bulan yang lalu. Sesak nafas semakin memberat
34
ketika beraktifitas dan tidak beraktifitas. Sesak tidak menciut. Pasien juga
mengeluhkan nyeri dada seperti tertusuk-tusuk. nyeri dirasakan ketika beraktifitas
dan tidak beraktifitas. Nyeri tidak menjalar. nyeri dirasakan hilang timbul. Batuk
berdarah tidak ada. Demam sejak 6 bulan ini. Demam dirasakan naik-turun.
Demam meningkat saat malam hari. Demam disertai menggigil. Keringat malam
sejak 6 bulan yang lalu, meskipun cuaca dingin. Nafsu makan berkurang sejak 8
hari yang lalu. Berat badan menurun sejak 8 hari yang lalu. Berat badan pasien
menurut dari 75 Kg menjadi 50 Kg. Karena kondisi semakin lemah, pasien
kemudian dibawa ke RSUD Bangkinang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, Suara nafas
Amforis. Pada pemeriksaan laboratorium leukosit 16.400 / mm3, trombosit
516.000 / mm3, dan pemeriksaan sputum BTA +3. Pada thoraks ditemukan sudut
costo frenikus tumpul, cavitas kedua lapang paru, iga terletak di costa 9, terdapat
tenting, terdapat fibrotik dan infiltrat dikedua lapangan paru.
Keluhan pada pasien tersebut di atas disebabkan karena telah terinfeksi
oleh kuman tuberkulosis tersebut. Yang mana kuman tersebut telah menempel
pada jaringan paru.
Pengobatan yang diberikan selama perawatan pada pasien yaitu diberikan
Azitromisin tab 500 mg 1x1 sebagai antimikroba ataupun antibakteri golongan
makrolida untuk infeksi saluran nafas atas maupun bawah. Pasien juga diberikan
Ethambutol 500 mg 1x1 yang diindikasikan untuk pengobatan TB dan beberapa
infeksi microbial oportunistik, Inj.Methilpretnisolon 2x1 berfungsi sebagai supresi
inflamasi, Inj.Ceftriaxone 2x1 efektif untuk mikroorganisme gram positif dan
negatif, Nebu Farbiven 4x1 berfungsi untuk mengurangi sesak,mengencerkan
dahak, bronkospasme berkurang/menghilang, Drip Aminofilin / kolf untuk
obstruksi saluran nafas yang reversible dan serangan asma, Curcuma tab 3x1 yang
diindikasikan untuk meningkatkan nafsu makan dan stamina, dan membantu
memelihara kesehatan. Kemudian juga diberikan B6 1x10 mg sebagai suplement
untuk menjaga stamina. Azitromicin tab 500 mg 1x1 berfungsi untuk anti
bakterial makrolid, Ethambutol 500 mg 1x1 yang diindikasikan untuk pengobatan
TB dan beberapa infeksi microbial oportunistik, Rimactacid 1x1
berfungsi
35
cephalosporin
golongan
III
bakterisid,
menghambat
sintesis
mukopeptida pada dinding sel bakteri utunk gram positif (+) dan negatif (-) ,
Curcuma tab 3x1 yang diindikasikan untuk meningkatkan nafsu makan dan
stamina, dan membantu memelihara kesehatan, B6 1x10 mg sebagai suplement
untuk menjaga stamina. Rimactacid 1x1 berfungsi pada tuberculosis yang disebabkan
mikroorganisme
hydrazibe.
DAFTAR PUSTAKA
36
2. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 988-993
3. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006
4. Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Paru. Jakarta: Airlangga, 2002. 73-108
5. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN.
Mikrobiologi Kedokteran, Buku II Edisi I Jakarta: Salemba Medika, 2005.
6. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Program Penanggulangan
Tuberkulosis. http://www.tbcindonesia.or.id [Diakses 22 Oktober 2009]
7. WHO. Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 2006
8. Yunus F. Diagnosis Tuberkulosis. http://www.kalbe.co.id/files/cdk [Diakses 22
Oktober 2009]
9. Permatasari A. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS.
http://www.Adln.lib.unair.ac.id/go.php.id=jiptunair
[Diakses
22
Oktober
2009]
37