ILUSTRASI KASUS
: Tn. A
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Umur
: 26 Tahun
Alamat
Agama
: Islam
Tgl dtg
: 2 April 2014
Jenis Pembiayaan
: Jamkesmas
I.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak napas sejak 1 minggu sebelum datang ke poli umum
Puskesmas Muara Aman.
Demam dirasakan oleh pasien hilang timbul dan tidak terlalu tinggi. Buang air besar
dan buang air kecil diakui pasien tidak ada keluhan. Riwayat tansfusi dan pemakaian
jarum suntik disangkal pasien.
Pasien menyangkal adanya mual, muntah. pasien menyangkal adanya riwayat
trauma pada dada. Pasien mengaku sebagai perokok aktif.
Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang mengalami keluhan atau penyakit serupa dengan pasien
disangkal. Namun pasien mengaku adanya keluhan serupa pada teman dilingkungan
kerjanya.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal pasien
Berat Badan
: 47 kg
Tinggi Badan
: 160 cm
BMI
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 88x/menit
Suhu
: 36,7oC
Pernafasan
: 28x/menit
Kepala
Rambut
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
: Bibir kering (-), Perdarahan gusi (-), Hipertrofi gusi (-), karies
dentis
(+)
Leher
Tekanan vena jugularis (JVP)
: 5 2 cmH2O
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe
Thorax
Paru-Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Ekstremitas
Sewaktu
Pagi
: tidak dilakukan
Sewaktu
: tidak dilakukan
Pneumonia
Bronkhitis Kronis
Ca Paru
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat
di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensi HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul6.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu
diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia6.
Latar belakang penulisan sari pustaka ini adalah untuk mempelajari dan
mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, cara penularan, patogenesis, klasifikasi,
gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, DOTS,
pencegahan, cara pencatatan dan pelaporan Tuberkulosis paru.
II.2 ETIOLOGI
Penyakit Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama
kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk
mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TB
pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP)11.
bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam
paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi Tuberkulosis10.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak
dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial
ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya
jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari
infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan
jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya
infeksi Tuberkulosis10.
II.4. Patogenesis
II.4.1 Tuberkulosis Primer
Penularan Tuberkulosis paru dari orang ke orang terjadi karena kuman
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada
ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana
lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas,
atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran parikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya3.
Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak di dalam sitoplasma
makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan
disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka
terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal,
jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan
tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan terjadi penjalaran ke seluruh
bagian paru menjadi TB milier3.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal bersama-sama limfadenitis
regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu
3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi3:
1)
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
2)
3)
2)
3)
asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang
berlebihan sitokin dengan TNF-nya.
Bentuk perkijuan lain yang jarang terjadi adalah cryptic disseminate TB yang
terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi
bakteri sangat banyak. Kavitas dapat menjadi3:
a)
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas
ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier.
Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan
selanjutnya ke usus menjadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti
perjalanan seperti yang disebutkan diatas. Bisa juga terjadi TB
endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura,
b)
c)
II.5 Klasifikasi
American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat2:
1)
Kelas 0
kelas ini tidak mempunyai riwayat terpajan dan tes kulit tuberkulin
menunjukkan hasil negatif (jika dilakukan)
2)
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3
pasien
dengan TB aktif secara klinis dengan prosedur diagnostik telah selesai.
Jika diagnosis masih tertunda, orang tersebut harus diklasifikasikan
sebagai tersangka tuberkulosis (kelas 5). Untuk masuk ke kelas 3,
seseorang harus memiliki bukti klinis, bakteriologis, dan/atau radiografi
TB saat ini. Hal ini dipastikan dengan isolasi M. tuberkulosis. Seseorang
yang menderita TB di masa lalu dan juga yang saat ini memiliki penyakit
aktif secara klinis termasuk dalam kelas 3. Seseorang tetap di kelas 3
sampai pengobatan untuk episode penyakit saat ini selesai.
5)
Kelas 4
abnormal atau tidak berubah, dan reaksi tes kulit tuberkulin positif, dan
tidak ada bukti klinis.
6)
Kelas 5
1)
b)
dan
kelainan
radiologi
menunjukkan
gambaran
tuberkulosis aktif.
c)
2)
klinis
dan
kelainan
radologi
menunjukkan
Tuberkulosis aktif.
b)
b)
c)
b)
TB paru
TB
TB paru BTA (-)
TB ekstraparu
Kasus baru
Kasus kambuh
Tipe penderita
TB paru
Kasus kronik
Setelah
infeksi
primer
perifer,
rongga
pleura
dapat
3) Tuberkulosis Meningeal
Infeksi kronik ini berwujud tidak saja sebagai tanda meningeal tetapi
sering juga sebagai tanda saraf kranialis. Yang khas pada cairan serebrospinal
adalah kandungan protein yang tinggi, glukosa rendah, dan limfositosis.
Kemoterapi yang efektif adalah isoniazid, rifampisin dan etambutol.
Tuberkuloma pada selaput otak atau otak dapat menjadi nyata pada orang
dewasa, beberapa tahun setelah infeksi primer, dan kejang seringkali menjadi
manifestasi utamanya.
5) Tuberkulosis Tulang
Penyakit yang mengenai tulang dan sendi bukanlah manifestasi
tuberculosis yang jarang. Penyakit Pott, yaitu tuberculosis tulang belakang,
biasanya mengenai vertebra midtorakal. Basilus tuberkel mencapai vertebra
secara hematogen atau melalui saluran limfatik dari rongga pleura ke kelenjar
limfe paravertebra(). Gejala awal yang paling umum adalah nyeri punggung
yang mungkin ada selama berminggu-minggu atau bulan sebelum diagnosis.
Tuberkulosis sendi paling sering mengenai sendi penopang berat
badan yag besar seperti panggul dan lutut. Tuberkulosis sendi berespon baik
terhadap imobilisasi dan kemoterapi. Sinovitis tuberkulosa dapat terjadi
sendiri atau bersama arthritis tuberkulosa.
6) Tuberkulosis Genitourinarius
Tuberkulosis ginjal biasanya berawal dari hematuria dan piuria
mikroskopik dengan biakan urin yang steril. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan ditemukannya basilus tuberkel pada biakan urin. Seiring dengan
berkembangnya penyakit, terjadi kavitas parenkim ginjal. Dengan kemoterapi
yang adekuat, pengangkatan ginjal secara bedah hamper tidak diperlukan.
Ureter dan kandung kemih dapat terinfeksi akibat penyebaran organism lewat
tubulus, dan dapat terjadi striktur ureter.
7) Adenitis Tuberkulosis
Gambar 4. Limfadenitis Tuberkulosis
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannya
b)
c)
d)
2)
b)
menjalani puasa selama 8-10 jam, dan lebih baik jika pasien
masih di tempat tidur.
c)
d)
Pada segmen apikal dan posterior lobus atas paru serta segmen
superior lobus bawah paru ditemukan berupa bercak-bercak
seperti awan / nodular6.
2)
3)
4)
1)
2)
densitas tinggi,
3)
2)
3)
ditekuk. Hanya indurasi (pembengkakan yang teraba) dan bukan eritem yang
bernilai9.
Hasil tes mantoux ini dibagi dalam3:
1)
2)
3)
4)
5)
2)
3)
4)
5)
6)
1)
b)
c)
d)
Biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang dicurigai
tuberkulosis.
e)
Otopsi
2)
Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifk untuk tuberkulosis. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan
didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali
normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke
arah normal lagi3.
II.9 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif 2-3
bulan dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan6. Pengobatan TB bertujuan untuk
menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT1.
2)
Sikloserin,
Protionamid,
Viomisin,
Kapreomisin,
Berat
Badan
INH
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
(R)
(H)
(Z)
(E)
(S)
< 40
300
150
750
750
Sesuai BB
40-60
450
300
1000
1000
750
>60
600
450
1500
1500
1000
2)
Berat
Badan
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16
minggu
RH (150/150)
30-37
2 tablet
2 tablet
38-54
3 tablet
3 tablet
55-70
4 tablet
4 tablet
>71
5 tablet
5 tablet
b)
c)
obat
menjadi
sederhana
dan
meningkatkan
kepatuhan pasien.
d)
Peningkatan
kepatuhan
tenaga
kesehatan
terhadap
Pasien kasus baru TB paru dengan BTA positif, dan TB dengan BTA
negatif beserta gambaran foto toraks lesi luas (termasuk luluh paru).
Paduan obat yang dianjurkan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3atau
2RHZE/6HE. Pengobatan fase inisial resimennya 2HRZE, maksudnya
Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)
diberikan setiap hari selama dua bulan.
Kemudian diteruskan ke fase lanjutan 4RH atau 4R3H3 atau 6HE,
maksudnya Rifampisin dan Isoniazid diberikan selama empat bulan
setiap hari atau tiga kali seminggu, atau diberikan selama 6 bulan.
Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi.
2)
Pasien baru TB paru dengan BTA negatif beserta gambaran foto toraks
lesi minimal.
Panduan obat yang dianjurkan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3
atau 6RHE
3)
5)
b)
Berobat 4 bulan
Bila BTA saat ini negatif, klinis dan radiologi tidak aktif atau
ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila
gambaran radiolologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga
kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka
pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Bila BTA
saat ini positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.
6)
kuinolon,
betalaktam,
makrolid,
dan
lain-lain.
c)
Pertimbangkan
pembedahan
untuk
meningkatkan
kemungkinan penyembuhan.
d)
2)
a)
b)
c)
Pasien kambuh
b)
Pasien gagal
c)
Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
Berat
RHZE (150/75/400/275) + S
Badan
Selama 56 hari
30-37
3 kali seminggu
tiap hari
2 tab 4KDT
Selama 28
hari
2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin
RH (150/150) +
E(400)
selama 20 minggu
2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
inj.
38-54
3 tab 4KDT
3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin
3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
inj
55-70
4 tab 4KDT
4 tab 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin
4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
inj.
>71
5 tab 4KDT
5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin
5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
inj.
Efek Samping
Tidak ada nafsu
Penyebab
Rifampisin
Penatalaksanaan
Semua OAT diminum malam
sebelum tidur
perut
Nyeri Sendi
Pirasinamid
Beri Aspirin
INH
terbakar di kaki
Warna kemerahan
per hari
Rifampisin
Penyebab
Penatalaksanaan
Semua jenis
kulit
OAT
dibawah *).
Tuli
Streptomisin
Gangguan
Streptomisin
keseimbangan
.
Ikterus tanpa penyebab
Hampir semua
lain
OAT
ikterus menghilang.
Hampir semua
muntah (permulaan
OAT
Gangguan penglihatan
Etambutol
Hentikan Etambutol.
Rifampisin
Hentikan Rifampisin.
(syok)
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit1:
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatalgatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin,
sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada
sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu
kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu
sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini
bertambah berat, pasien perlu dirujuk.
2)
3)
4)
hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3
kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan.
Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau
diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati,
Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan
(rekomendasi WHO) adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
5)
Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) OAT Stop
b)
c)
d)
e)
b)
penuh
(sesuai
berat
badan).
Sehingga
paduan
obatmenjadi RHES3.
c)
6)
7)
efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti
diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula
darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral.
Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopati diabetika,
oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat
memperberat kelainan tersebut. Apabila kadar gula darah tdak terkontrol,
maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan.
8)
Pasien TB Milier
Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE/4RH dan diindikasikan
untuk rawat inap. Pada gejala meningitis, sesak napas, gejala toksik, dan
demam tinggi dapat diberikan kortikosteroid prednison dengan dosis 30-40
mg per hari kemudian diturunkan secara bertahap.
9)
10)
Untuk TB paru:
a.
b.
konservatif.
c.
b)
11)
adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama
efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip
pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis
HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus
memperhatikan
Prinsip-prinsip
Universal
Precaution
(Kewaspadaan
Keamanan Universal).
Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi
dalam satu unit pelayanan kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan
secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu
dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul
sukarela dengan test HIV).
12)
1)
Evaluasi klinis
2)
Evaluasi bakteriologi
Evaluasi bakteriologi (0-2-6/9 bulan pengobatan). Tujuan untuk
3)
Evaluasi radiologis
Evaluasi radiologis (0-2-6/9 bulan pengobatan). Pemeriksaan dan
evaluasi foto toraks dilakukan pada saat sebelum pengobatan, setelah 2 bulan
pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan
dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) dan pada akhir pengobatan6.
4)
b)
c)
d)
e)
f)
5)
Kriteria sembuh6:
a)
BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase itensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang
adekuat.
b)
Pada
foto
toraks,
gambaran
radiologi
serial
tetap
sama/perbaikan.
c)
6)
minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak
dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3, 6, 12, dan 24 bulan (sesuai
indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6,
12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh)6.
2)
3)
4)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
2)
3)
4)
Mencegah resistensi
2)
3)
4)
2)
3)
4)
gejala-gejala
mencurigakan
TB
untuk
segera
2)
3)
4)
5)
6)
II.11 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
1)
Terapi pencegahan.
2)
penularan
Terapi pencegahan4:
Kemoprofilaksis diberikan kepada pasien HIV atau AIDS. Obat yang
digunakan pada kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5
mg/kgBB (tidak lebih dari 300 mg) sehari selama minimal 6 bulan.
II.12 Penyuluhan
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting,
penyuluhan dapat
dilakukan secara6:
1)
Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat
dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dan lainlain.
2)
Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien,
kelompok keluarga pasien, masyarakat pengunjung rumah sakit, dan lainlain.
Cara memberikan penyuluhan :
a)
b)
c)
d)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Cara
pengisisan
formulir
sesuai
dengan
buku
pedoman
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul A, et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.
2. American Thorachic Society. Diagnostic Standards and Classification of
Tuberculosis in Adults and Children. Am J Respir Crit Care Med vol 161.
2000; p:13761395.
3. Amin Z dan Asril B. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi IV. Hal 988-992. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
4. Isselbacher, Braunwald, Wilson et all. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Volume 2. Edisi 13. Hal 799-808. Jakarta: EGC, 1999.
5. Mansjoer A, et all. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid I. Hal 472-476.
Jakarta: Media Aesculapius, 2001.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan
Pentalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika, 2006.
7. Perhimpunan Doter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Tuberkulosis Paru.
Panduan Pelayanan Medik. Hal 109-111. Jakarta: BP PAPDI,2009.
8. Sastroasmoro N, et all. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo,2007.
9. Sylvia A, Loraine M. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Hal 852-860. Jakarta: EGC, 2005.
10. http://www.emedicine.medscape.com
11. http://www.medicastore.com
12. http://www.scribd.com