Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Tuberkulosis adalah suatu

penyakit yang disebabkan oleh kuman

Mycrobacterium tuberkulosis. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert


Koch pada tahun 1882. Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa
sepertiga populasi dunia (2 triliyun manusia ) terinfeksi dengan Mycrobacterium
tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India, Afrika, dan
Amerika latin. Tuberculosis terutama menonjol di populasi yang mengalami
stress, nutrisi jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan yang kurang dan
perpindahan penduduk.1
Di Amerika Serikat kebanyakan anak terinfeksi dirumahnya oleh seorang
yang dekat padanya, tetapi wabah Tuberculosis anak juga terjadi pada sekolahsekolah dasar serta penitipan anak. Penularan Tuberculosis adalah dari orang ke
orang, droplet (tetes) lendir berinti yang dibawa udara. Penularan jarang terjadi
dengan kontak langsung atau barang-barang yang terkontaminasi.Orang dewasa
yang terinfeksi tuberkulosis dapat menularkan Mycobacterium tuberculosis ke
anak. Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit sebab
penyakit tuberkulosis paru yang sudah berat dan progresif sering tidak
menimbulkan gejala yang dapat dilihat/dikenal antara gejala dengan luasnya
penyakit maupun lamanya sakit sering tidak mempunyai korelasi yang baik. Hal
ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit paru
yang besar (great imitator), yang mempunyai diagnosis banding hampir pada
semua penyakit dada dan banyak penyakit lain yang mempunyai gejala umum
berupa kelelahan dan panas. 1,2
Coxitis adalah peradangan pada hip joint (sendi coxae). 3 Terbanyak
disebabkan oleh penyebaran Mycrobacterium

tuberculosis pada tulang.

Tuberkulosis tulang dan sendi adalah peradangan granulomatosa disebabkan


oleh Myobacterium tuberkulosis. Ini adalah penyakit lokal dan destruktif yang
biasanya melalui darah dari fokus primer seperti terinfeksi kelenjar getah bening
peribronchial atau mesenterika. Infeksi mungkin terjadi dari manusia atau jenis

sapi. Di negara-negara dimana susu mentah digunakan secara luas, transmisi


melalui sapi adalah umum, sedangkan di daerah di mana susu dipasteurisasi
penularan melalui sapi sangat langka dan penularan antar manusia lebih umum.
Kejadian TB telah sangat menurun dalam tiga dekade terakhir karena penemuan
obat antituberculous dan penegakan yang ketat tindakan kesehatan publik seperti
pasteurisasi dan pelaporan dan isolasi pasien dengan TB aktif. Tetapi di negaranegara ekonomi berkembang, masih banyak ditemui.4
1.2

BATASAN MASALAH
Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala
pasien, serta penatalaksanaan Coxitis. Laporan ini juga membahas sedikit
mengenai Coxitis secara umum.

1.3

TUJUAN PENULISAN
Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk:
-

Melaporkan pasien dengan diagnose Coxitis.

Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah


Ortopedi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan
Kepanjen Malang.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1

IDENTITAS
Nama

: An.RA

Umur

: 5 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Alamat

: Dampit

Pekerjaan

: Belum bekerja

Pendidikan

: Belum sekolah

Agama

: Islam

St.Perkawinan: Belum menikah


Suku

: Jawa

Tgl. Berobat : 05 April 2011


No. Register : 230395
2.2

ANAMNESA
Keluhan Utama:
Pembengkakan pada paha kanan atas bagian belakang yang terasa nyeri.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poli bedah ortopedi RSUD Kanjuruhan Kepanjen
diantar oleh ayahnya dengan posisi sendi panggul fleksi dan keluhan
pembengkakan pada paha kanan atas bagian belakang sejak 1 bulan yang lalu.
Pembengkakan tersebut dimulai dengan munculnya benjolan yang berukuran
1cm yang makin lama makin membesar. Besarnya ukuran benjolan tersebut
awalnya tidak mengganggu pasien namun makin hari makin terasa nyeri dan
pada benjolan tersebut mulai membengkak hingga mengeluarkan cairan
berwarna kuning seperti madu yang keruh. Selain nyeri, pasien juga kesulitan
beraktivitas (bermain) sehingga pasien seringkali rewel. Menurut ayah pasien,
pasien lebih rewel dan sering merasa kesakitan di malam hari. Selain itu,
menurut orang tua pasien berat badan pasien juga turun secara drastis dalam

waktu 1 bulan dari 17 kg menjadi 11kg. Ayah pasien menyangkal adanya


riwayat kecelakaan/jatuh (trauma). Ayah pasien juga menyangkal adanya
keluhan serupa pada lokasi lain dari tubuh pasien. Menurut ayah pasien, 1
minggu sebelum dibawa ke RSUD Kanjuruhan pasien batuk-batuk dan suhu
badan meningkat. Karena suhu badan pasien yang dirasa keluarga cukup tinggi
maka pasien dibawa ke PUSKESMAS. Di PUSKESMAS pasien diberi obat.
Namun karena tidak ada perbaikan oleh PUSKESMAS pasien di rujuk ke RSUD
Kanjuruhan.
Riwayat penyakit dahulu
-

Diabetes

: tidak diketahui

Alergi

: tidak diketahui

Batuk lama

: disangkal

Riwayat penyakit keluarga


-

Riwayat sakit dengan gejala serupa

: Tidak diketahui

Diabetes

: Tidak diketahui

Alergi

: Tidak diketahui

Batuk lama

: (+), ibu pasien meninggal 3

tahun yang lalu dengan diagnose penyakit paru-paru. Ibu pasien tersebut
rutin berobat namun obat kadang berhenti diminum bila keluhan berkurang.
Setelah minum obat biasanya kencing berwarna merah yang oleh dokter
dikatakan sebagai efek samping obat.
2.3

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Tampak kesakitan, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan
kurang.
Tanda Vital
Tensi

: 130/100 mmHg

Nadi

: 130 x/menit, isi cukup

Pernafasan

: 22x/menit, regular, Kusmaull (-), Cheyne-Stokes (-)

Suhu

: 38,2o C

PB

: 120 cm

BB

: 11 kg

BMI

= Kg/m2
= 11/(1,2)2
= 7,64

Indeks
BB/U

Status gizi
BB Lebih (Over weight)
BB Normal (Normal weight)
BB Rendah (Under weight)
BB Sangat Rendah (Severe Under weight)

Z score
> +2 SD
-2 SD s/d +2 SD
-3 SD s/d < -2 SD
< -3 SD

Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : warna kemerahan seperti rambut jagung, distribusi merata.
Mata
Sklera Ikterik

: -/-

Conjuctiva Anemis

: -/-

Telinga
Bentuk

: normotia

Secret

: -/-

Hidung
Tidak ada deviasi septum
Sekret

: -/-

Mulut dan tenggorokan


Bibir

: tidak kering dan tidak cyanosis

Tonsil

: T1/T1

Pharing

: tidak hiperemi

Leher
Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB
Paru
6

Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/Jantung


Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, tidak tampak adanya massa
Palpasi : teraba lemas, tidak ada defence muskular
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) normal
Status lokalisata
Regio pelvis posterior dekstra
Look : pasien datang dengan posisi paha flexi, kulit kemerahan, terdapat luka
1cm penonjolan abnormal (+), oedem (+), hipervaskularisasi (-).
Feel

: Regio pelvis dekstra teraba lebih hangat dari pada Regio pelvis sinistra,
nyeri tekan (+), krepitasi (-), pembengkakan limfonodi daerah setempat
(-)

Move : Gerakan pasif dan aktif Hip joint terhambat.


2.3

RESUME
An.RA 5 tahun datang ke poli bedah ortopedi dengan posisi sendi
panggul fleksi dan keluhan pembengkakan

pada paha kanan atas bagian

belakang yang terasa nyeri, makin membesar 1bulan, membentuk luka yang
mengeluarkan cairan berwarna kuning seperti madu yang keruh. Pasien juga
mengalami penurunan berat badan 5kg dalam jangka waktu 1 bulan, 1
minggu sebelum dibawa ke RSUD pasien mengalami batuk ringan dan demam,
status gizi kesan kurang, pasien nampak sakit, riwayat trauma (-), riwayat
keluarga sakit paru-paru (+). Pada pemeriksaan lokalisata pada regio pelvis
posterior dekstra ditemukan kulit kemerahan, terdapat luka 1cm penonjolan
abnormal (+), oedem (+), teraba lebih hangat dari pada Regio pelvis posterior
sinistra, nyeri tekan (+), pembengkakan limfonodi daerah setempat (-),
pergerakan aktif dan pasif hip joint terhambat.
2.4

DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja
Coxitis suspect Infeksi Bakteri Spesifik (Tuberculosis) dengan gizi buruk
Diagnosis Banding
Coxitis non spesifik
Osteoarthritis
Dislokasi panggul bawaan.
2.5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Usulan pemeriksaan adalah:
1. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, mantoux test, biopsy dan kultur
jaringan
2. X-Ray

2.6

PENATALAKSANAAN
Non operatif
1. Memperbaiki keadaan umum penderita, istirahat, perbaikan nutrisi (konsul
ke Gizi).
2. Pemberian antituberculostatika dengan triple drug bila BTA (+) pada
pemeriksaan bakteriologi, mantoux (+) 10 mm (konsul ke Spesialis anak).
Operatif
1. Debridement pada regio pelvis posterior dekstra yang mengalami lesi
2. Imobilisasi dengan traksi kulit pada tungkai yang sakit.

2.7

DISKUSI
Pada kasus ini diambil kesimpulan bahwa pasien menderita Coxitis
suspect infeksi spesifik (Tuberculosis) dengn gizi buruk berdasarkan temuan
pada;
Anamnesa
-

Pasien adalah anak-anak berusia 5 tahun

Benjolan pada paha kanan atas bagian belakang yang mengeluarkan nanah
yang terasa nyeri sehingga pasien kesulitan beraktivitas.

Adanya riwayat rewel dimalam hari.

Penurunan berat badan yang drastis sebanyak 5 kg dalam waktu 1 bulan.

Tidak ada keluhan serupa pada bagian tubuh lain.

Terdapat riwayat penyakit keluarga dengan diagnosis sakit paru-paru.

Pemeriksaan fisik
-

Pasien nampak kesakitan

Peningkatan suhu tubuh

PB dan BB yang tidak proporsional (tampak kurus)

Rambut kemerahan seperti rambut jagung

Status lokalisata (Regio pelvis posterior dekstra)


Look: pasien datang dengan posisi flexi, kulit kemerahan, terdapat luka
1cm penonjolan abnormal (+), oedem (+), hipervaskularisasi (-).
Feel: Regio pelvis posterior dekstra teraba lebih hangat dari pada Regio
pelvis posterior sinistra, nyeri tekan (+), krepitasi (-), pembengkakan
limfonodi daerah setempat (-).
Move: Gerakan aktif dan pasif Hip joint terhambat
Pada kasus ini yang menjadi diagnosis bandingnya adalah infeksi sendi

non spesifik, osteoarthritis dan dislokasi panggul bawaan. Infeksi sendi non
spesifik (Arthritis supuratif akut) dijadikan diagnosis banding berdasarkan
kesamaan bahwa infeksi ini menyerang sendi dan bermanifestasi klinis pada
anak-anak berupa benjolan yang berisi pus, nyeri, menyerang sendi besar,
gerakan sendi menjadi terbatas.11 Namun diagnosis ini dapat disingkirkan karena
pada infeksi sendi non spesifik (Arthritis supuratif akut) infeksi sendi dapat
terjadi: 1. Secara langsung melalui luka pada sendi baik karena luka trauma,
injeksi atau tindakan atroskopi, 2. Penyebaran osteomielitis kronis yang
menembus masuk ke dalam sendi, 3. Metastasis dari tempat lain melalui
sirkulasi darah, sementara pada pasien ini riwayat trauma pada sendi yang
bersangkutan maupun trauma pada lokasi lain pada tubuh pasien disangkal.
Selain itu, diagnosis ini dapat disingkirkan jika pada pemeriksaan bakteriologi
ditemukan BTA (+) karena pada infeksi sendi non spesifik (Arthritis supuratif
akut) disebabkan oleh Stafilococcus aureus.

Osteoarthritis juga dijadikan diagnosis banding pada kasus ini


berdasarkan kesamaan bahwa terdapat rasa nyeri saat melakukan aktivitas,
gangguan pergerakan sendi, ditemukannya proses inflamasi (tumor, rubor, dolor,
kalor, fungsiolesa), serta mengenai sendi-sendi besar.

11

Namun diagnosis

banding ini dapat disingkirkan karena osteoarthritis biasanya ditemukan pada


usia lanjut, adanya faktor metabolik/endokrin seperti obesitas maupun
hiperurisemi. Pemeriksaan penunjang yang membantu menyingkirkan diagnosis
ini adalah pemeriksaan laboratorium Laju Endap Darah (LED) dimana pada
Oateoarthritis LED biasanya normal

11

sedangkan pada kasus infeksi bakteri

spesifik terjadi peningkatan. 2,7


Dislokasi panggul bawaan juga dijadikan diagnosis banding pada kasus
ini didasarkan pada asimetri antara panggul kanan dan panggul kiri pasien. Pada
pasien dengan infeksi sendi spesifik pada stadium lanjut memberikan gambaran
radiologis dislokasi panggul. Namun diagnosis banding ini dapat disingkirkan
karena pada pasien asimetri tersebut baru terjadi 1 bulan, sementara pada
dislokasi panggul bawaan asimetri telah terjadi sejak pasien lahir.11

10

BAB III
COXITIS SUSPECT INFEKSI SPESIFIK (TUBERCULOSIS)
DENGAN GIZI BURUK
3.1

DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini diketahui mengenai hampir semua organ tubuh dalam
bentuk TB Paru dan TB Ekstraparu. Pemikiran kemungkinan adanya TBE yang
menyertai TBP pada seorang penderita agaknya belum menjadi kelaziman.
Dikenal istilah Koch pulmonum, yaitu penyakit paru yang disebabkann
Mycobacterium tuberculosis. Seringkali penyakit tuberkulosis diidentikkan
dengan Koch pulmonum, seolah-olah tuberkulosis hanya menimbulkan
penyakit paru-paru saja. Sikap ini dapat

dihilangkan dengan meningkatkan

kewaspadaan dalam mendeteksi penyakit tuberkulosis bentuk lain atau pada


organ lain yang mungkin menyertai TB paru.2
Tuberculosis sendi merupakan manifestasi lokal penyakit tuberculosis
dari focus di tempat lain.

11

Coxitis adalah radang pada sendi panggul.3 Coxitis

merupakan salah satu infeksi spesifik tulang dan sendi, terbanyak disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis.5
3.2

EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang dapat berakibat
fatal dan dapat mengenai hampir semua bagian tubuh. Biasanya dan lebih
banyak mengenai paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium
tuberculosis atau Tubercle bacillus. Menurut WHO 6, Indonesia adalah negara
yang menduduki peringkat ketiga dalam jumlahpenderita TB setelah India dan
Cina. Diperkirakan 140.000 orang meninggal akibat TB setiap tahun atau setiap
4 menit ada satu penderita yang meninggal dinegara negara tersebut , dan
setiap 2 detik terjadi penularan. Hampir 10% dari seluruh pendertita TB
memiliki keterlibatan dengan muskulo-skeletal.7
Penyebaran Mycrobacterium tuberculosis berasal dari hematogen dari
tempat lain maupun bisa langsung dari daerah metaphyse menyebar ke synovial

11

joint. Sendi terbanyak terkena ialah sendi panggul (Coxitis tuberculosa) dan
sendi lutut (Gonitis tuberculosa), terbanyak pada anak yang sedang tumbuh.
Tuberculosis sendi umumnya bersifat monoartikuler (80%) dan hanya
20% yang bersifat poliartikuler. Sendi yang terserang terutama sendi lutut,
panggul, pergelangan kaki dan kadangkala sendi bahu. Arthritis tuberculosa
selalu disertai osteomielitis tuberkulosa yang merupakan penyebaran dari
tuberculosis pada epifisis.11
3.3

PATOFISIOLOGI
Mycrobacterium tuberkulosis masuk kedalam tubuh manusia melalui
saluran pernafasan dan saluran cerna, dengan perjalanan infeksi berlangsung
dalam 4 fase:7
1. Fase Primer
Basil masuk melalui saluran pernafasan sampai ke alveoli. Didalam jaringan
paru timbul reaksi radang yang melibatkan sistim pertahanan tubuh, dan
membentuk afek primer.Bila basil terbawa ke kelenjar limfoid hilus, maka
akan timbul limfadenitis primer, suatu granuloma sel epiteloid dan nekrosis
perkijuan. Afek primer dan limfadenitis primer disebut kompleks primer.
Sebagian kecil dapat mengalami resolusi dan sembuh tanpa meninggalkan
bekas atau sembuh melalui fibrosis dan kalsifikasi.
2. Fase Miliar
Kompleks primer mengalami penyebaran miliar, suatu penyebaran
hematogen yang menimbulkan infeksi diseluruh paru dan organ lain.
Penyebaran bronkogen menyebarkan secara langsung kebagian paru lain
melalui bronkus dan menimbulkan bronkopneumonia tuberkulosa. Fase ini
dapat berlangsung terus sampai menimbulkan kematian, mungkin juga dapat
sembuh sempurna atau menjadi laten atau dorman.
3. Fase Laten
Kompleks primer ataupun reaksi radang ditempat lain dapat mengalami
resolusi dengan pembentukan jaringan parut sehingga basil menjadi dorman.
Fase ini berlangsung pada semua organ yang terinfeksi selama bertahuntahun.Bila terjadi perubahan daya tahan tubuh maka kuman dorman dapat

12

mengalami reaktivasi memasuki fase ke 4, fase reaktivasi.


4. Fase Reaktivasi
Fase reaktivasi dapat terjadi di paru atau di luar paru. Pada paru, reaktivasi
penyakit ini dapat sembuh tanpa bekas, sembuh dengan fibrosis dan
kalsifikasi atau membentuk kaverne dan terjadi bronkiektasi. Reaktivasi
sarang infeksi dapat menyerang berbagai organ selain paru. Ginjal
merupakan organ kedua yang paling sering terinfeksi ; selanjutnya kelenjar
limfe, tuba , tulang, sendi, otak, kelenjar adrenal, saluran cerna dan kelenjar
mammae. Meskipun jarang, tuberkulosa kongenital dapat ditemukan pada
bayi, ditularkan melalui vena umbilikal atau cairan amnion ibu yang
terinfeksi.

Inhalasi basil TB

Alveolus

Fagositosis oleh makrofag

Basil TB berkembang biak

Destruksi basil TB

Destruksi makrofag

Resolusi

Pembentukan tuberkel

Kelenjar limfe

Perkijuan

Penyebaran hematogen

Kalsifikasi

Kelenjar limfe

Pecah

Lesi sekunder paru

Lesi di hepar, lien, ginjal,


tulang, otak, dll

Pada TB tulang dan sendi, synovial membrane merespon dengan


membentuk villous hypertrophy dan effusion sehingga capsul sendi menegang.
Small grayish tubercles mungkin terlihat pada inflamed synovial surface.

13

Kemudian terjadi pannus dan pannus ini menghalangi nutrisi ke articular


cartilage dari synovial fluid dan terjadilah necrosis dari articulate cartilage.
Tuberculous granulation tissue erosi ke subcondral bone, ditempat ini akan
terjadi local osteomyelitis tuberculosa dan terjadilah collapse dari tulang, juga
terbentuk sequester. Kombinasi dari necrosis cartilage dan destruksi underlying
bone menyebabkan irreparable joint damage.4,9
Appley membagi tuberculosis sendi menjadi 3 stadium, yaitu:11
1. Stadium aktif
Pada stadium ini ditemukan peradangan local berupa kemerahan dan
pembengakakan sendi

serta artrofi otot. Pada foto rontgen ditemukan

adanya rerefaksi tulang. Pada stadium dini terjadi peradangan sinovium


(sinovitis), pembengkakan sinovium dan belum teradapat pembengkakan
tulang rawan. Focus pada efipisis/metafisis selanjutnya menyebar ke
permukaan sendi sehingga terjadi panus (jaringan granulasi) pada permukaan
sendi, membran sinovia membengkak, edema, menebal, dan berwarna abuabu. Basil kemudian menembus tulang rawan sendi serta tulang subkondral
dan selanjutnya terjadi erosi yang hebat pada sendi. Apabila tuberkulosis
berlanjut, akan terjadi kaseosa pada sendi yang dapat menyebar pada
jaringan lunak di sekitarnya atau melalui sinus tembus ke permukaan kulit.
2. Stadium penyembuhan
Pada stadium ini terjadi penyembuhan secara berangsur-angsur. Gejala klinis
seperti panas dan nyeri menghilang serta terjadi kalsifikasi pada tulang.
3. Stadium residual
Bila penyembuhan penyakit ini terjadi sebelum ada kerusakan pada sendi,
maka akan terjadi penyembuhan sempurna, tetapi bila telah terjadi kerusakan
pada tulang rawan sendi maka akan terdapat gejala sisa/sekuele yang bersifat
permanen berupa fibrosis dan deformitas pada sendi.
3.4

MANIFESTASI KLINIS
Penderita terbanyak pada anak-anak, terdapat chronically irritable joint,
anak berjalan dengan kaki pincang. Sendi terasa nyeri, otot spasme dan atropi.
Terdapat kontraktur fleksi sendi lutut, atau sendi panggul. Laju endap darah

14

meningkat dan tuberculin skin test positif. Biasanya, anak akan muncul
umumnya sakit, mudah lelah, dan memiliki berat badan turun dengan jelas.
Riwayat keluarga TB atau riwayat pribadi adenitis serviks atau radang selaput
dada dapat diperoleh. Jika lesi berada dalam ekstremitas bawah, misalnya, di
pinggul, gejala awal mungkin sedikit lemas karena ketidaknyamanan. Sendi
yang terkena akan menjadi kaku, dan segera "night-cries" berkembang, karena
iritasi dari proses ini adalah masih low-grade, spasme otot melindungi bagian di
siang hari, tetapi ketika anak tertidur tindakan perlindungan dari otot-otot hilang,
dan saat bergerak, nyeri dirasakan, maka, anak tersebut akan menangis.4
Pada coxitis, infeksi biasanya mulai di epifisis femur dan kadang-kadang
mulai di membran sinovia. Rasa nyeri terasa di lutut (reffered pain). Kemudian
terjadi arthritis dan abses yang menyebabkan dekstruksi caput femoris. Gejala
pertama biasanya spasme dan kelemahan intermitten. Rasa nyeri terasa dilutut
atau di bagian dalam (medial) paha. Kalau terjadi destruksi sendi lebih lanjut,
paha akan berada dalam posisi fleksi dan adduksi dengan rotasi yang mulanya
eksorotasi tapi kemudian menjadi endorotasi. Pembengkakan sendi dapat
bertambah dan terjadi abses dan pus akan menuju anterior masuk ke sendi atau
jurusan lain.8
3.5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 2,7
1. Darah
Secara umum, sama dengan penderita penyakit kronik lainnya,sering
ditemukan anemia hipokrom. Hitung-jumlah lekosit dapat normal atau
meningkat sedikit, pada hitung jenis ditemukan monositosis. Laju endap
darah meningkat tetapi tidak dapat menjadi indikator aktivitas penyakit.
2. Tes Tuberkulin
Dengan cara Mantoux, disuntikkan PPD 5 TU (0.1 ml) intrakutan. Reaksi
pada tubuh dibaca setelah 48-72 jam. Jika indurasi < 5 mm dikatakan tes
Mantoux negatif. Indurasi > 10 mm , tes Mantoux positif ; sedangkan
indurasi 5 9 mm meragukan dan perlu diulang.
3. Bakteriologi

15

Untuk

pemeriksaan

bakteriologik

dan

histopatologik

diperlukan

pengambilan bahan melalui biopsi atau operasi. Biopsi dapat dilakukan


dengan cara

fine needle aspiration dengan tuntunan

CT atau

video

assisted thoracoscopy. Pemeriksaan terhadap bahan pemeriksaan yang


diambil dengan biopsi dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik
biasa, mikroskopik fluoresen atau biakan. Pada pemeriksaan mikroskopik
dapat dilakukan pewarnaan Ziehl Nielsen, Tan Thiam Hok, Kinyoun-Gabbet
atau dengan metoda fluorokrom yang memakai pewarnaan auramine dan
rhodamine. Pemeriksaan ini membutuhkan sedikitnya 5 x 10 3 kuman per ml
sputum.. Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh : jenis spesimen, ketebalan
sediaan apus yang dihasilkan, ketebalan pewarnaan, kemampuan dan
keahlian pemeriksa. Beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan
sensitifitas hasil pemeriksaan sediaan apus secara mikroskopik, yaitu:
cytocentrifugation dari bahan pemeriksaan sputum, mencairkan sputum
dengan

sodium hypochloride diikuti dengan sedimentasi selama satu

malam. Jumlah basil tuberkulosis yang didapatkan pada spondilitis


tuberkulosa lebih rendah bila dibandingkan dengan tuberkulosis paru. Juga
pada pewarnaan biasa hanya sanggup mendiagnosa sekitar separuhnya.
4. Kultur
Semua spesimen yang mengandung mikrobakteria harus di inokulasi melalui
media kultur, karena : kultur lebih sensitif dari pada pemeriksaan
mikroskopis, dapat mendeteksi hingga 10 bakteri per ml ; kultur dapat
melihat perkembangan organisme yang diperlukan untuk identifikasi yang
akurat dan dengan pembiakan kuman dapat dilakukan resistensi tes terhadap
obat-obat anti tuberkulosa.
5. Histopatologi
Secara histopatologik, hasil biopsi memberi gambaran granuloma epiteloid
yang khas dan sel datia Langhans, suatu giant cell multinukleotid yang khas.
6. PCR
Prinsip kerja PCR adalah 3 tahapan reaksi yang dilakukan pada suhu yang
berbeda. Yaitu: denaturasi, aneling primer, dan polimerase. Ini adalah suatu
proses amplifikasi DNA yang dilakukan berulangkali. Produk yang

16

dihasilkan bertindak sebagai template untuk siklus berikutnya sehingga


setiap siklus menghasilkan produk secara eksponensial. Dengan kemampuan
ini PCR dapat mendeteksi basil tuberkulosa yang jumlahnya tidak cukup
untuk bisa diperiksa secara mikroskopis atau bakteriologis. Jumlah kuman
10 1000 sudah dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. Target yang paling
sering digunakan pada pemeriksaan ini adalah IS6110. Deteksi dengan
menggunakan IS6110 ini dilakukan dari sputum (pada tuberkulosa paru) dan
darah (pada tuberkulosa di luar paru). Pemeriksaan PCR memberikan
sensitifitas 94.7% , spesifisitas 83.3% dan akurasi 92% terhadap bahan
pemeriksaan yang berasal dari spondilitis tuberkulosa.
7. ICT Tuberkulosis
Tes immunokromatografi untuk mendeteksi Mycrobacterium tuberkulosa
atau ICT Tuberkulosis adalah suatu pemeriksaan serodiagnostik dengan
mengembangkan antigen untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh
tubuh penderita. Pemeriksaan ini menggunakan membran atau strip
nitroselulose yang disensitisasi dengan antigen. Teknik pemeriksaan dengan
metode ini cepat dan mudah. Strip dapat dibaca secara manual atau dibaca
oleh densitometer. Antigen yang paling sering digunakan untuk mendiagnosa
tuberkulosis adalah antigen 38 kDa dengan sensitifitas 45% 85% dan
spesifisitas 98%.
Pemeriksaan Radiologis
Gambaran Radiologis
Terdapat regional osteoporosis, soft tissue swelling didaerah sendi. Kemudian
terdapat osteolytic pada epiphyse, bila cartilage space menghilang berarti
terdapat destruksi dari cartilage.5

17

Pada tingkat awal: 5


Rarefaksi dan mungkin penebalan jaringan lunak di sekitar panggul
Pada tingkat lanjut:
Penyempitan ruang sendi, destruksi kaput femoris dan asetabulum, osteoporosis,
osteolitik dan mungkin dislokasi panggul.
3.6

DIAGNOSIS
Diagnosa dibuat berdasarkan temuan klinis dengan tingkat kecurigaan
yang tinggi didaerah endemis, dengan keluhan nyeri dan tanda-tanda infeksi
sistemik lainnya disertai dengan hasil pemeriksaan hematologis, radiologis,
bakteriologis dan histipatologis. Diagnosa untuk tuberkulosis diluar paru (extra
pulmonal tuberculosis) termasuk coxitis tuberkulosa dapat dikatakan pasti bila
secara klinis, dan hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan hasil positif. Jika
hasil pemeriksaan bakteriologis dan histopatologis negatif maka disebut sebagai
kasus tuberkulosis ekstra paru tersangka.7
Diagnosis banding:
Coxitis non spesifik
18

Transient sinovitis
Penyakit Legg-Calve-Perthes
Osteoarthritis
Dislokasi panggul bawaan.

Catatan:

Diagnosis dengan system scoring ditegakkan oleh dokter.

Batuk dimasukan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk


kronis lainnya seperti Asma, sinusitis, dan lain-lain.

Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung di diagnosis TB.

Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan dibawah ini :
1. Tanda bahaya : kejang, kaku kuduk, penurunan kesadaran, kegawatan
lain seperti sesak nafas.
2. Foto torak menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura.
3. Gibbus, Coxitis

19

3.7

PENATALAKSAAN
Penatalaksanaan dilakukan dengan memperbaiki keadaan umum
penderita, perbaikan nutrisi, istirahat, pemberian antituberculostatika dengan
triple drug, imobilisasi dengan traksi tungkai yang sakit. Bila terapi konservatif
gagal maka dilakukan operasi (Artrodesis panggul, bila ada kerusakan sendi
yang lanjut).

20

3.8

GIZI BURUK
Gizi buruk dapat ditentukan secara klinis dan antopometris, yaitu:10

Terlihat sangat kurus dan atau edema, dan atau

BB/PB atau BB/TB kurang dari -3SD

Marasmus
wajah seperti orang tua
kulit terlihat longgar
tulang rusuk tampak
terlihat jelas
kulit paha berkeriput
terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan
kulit di pantat
berkeriput
( baggy pant )

Kwasiorkor
edema
rambut kemerahan,
mudah dicabut
kurang aktif,
rewel/cengeng
pengurusan otot
crazy pavement
dermatosis

Marasmik-Kwasiorkor
Gambaran klinik
merupakan campuran
dari beberapa gejala
klinik Kwashiorkor dan
Marasmus dengan
BB/TB <-3 SD disertai
edema yang tidak
mencolok

10 TATALAKSANA ANAK GIZI BURUK10


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tindakan

Stabilisasi
H 1-2
H 3-7

Atasi/cegah hipoglikemi
Atasi/cegah hipotermi
Atasi/cegah dehidrasi
Perbaiki ggg elektrolit
Obati infeksi
Perbaiki def. nutrient mikro
Makanan stabilisasi &
Transisi
Makanan tumbuh kejar
Stimulasi
Siapkan tindak lanjut

tanpa Fe

21

Transisi
H 8-14

Rehabilitas
i
Mg 3-6

Tindak lanjut
Mg 7-26

+ Fe

BAB IV
PENUTUP
4.1

KESIMPULAN
An.RA 5 tahun datang ke poli bedah ortopedi dengan posisi sendi
panggul fleksi dan keluhan pembengkakan

pada paha kanan atas bagian

belakang yang terasa nyeri, makin membesar 1bulan, serta membentuk luka
yang mengeluarkan cairan berwarna kuning seperti madu yang keruh. Pasien
juga mengalami penurunan berat 5 kg dalam jangka waktu 1bulan. 1 minggu
sebelum dibawa ke RSUD pasien mengalami batuk ringan dan demam. Status
gizi pasien kesan kurang dan nampak sakit. Riwayat keluarga sakit paru-paru
(+). Pada pemeriksaan lokalisata pada regio pelvis posterior dekstra ditemukan
kulit kemerahan, terdapat luka 1cm, penonjolan abnormal (+), oedem (+),
teraba lebih hangat dari pada Regio pelvis posterior sinistra, nyeri tekan (+),
krepitasi (-), pergerakan hip joint terhambat. Berdasarkan resume tersebut
disimpulkan bahwa pasien menderita Coxitis suspect infeksi spesifik
(tuberculosis) dengan gizi buruk. Diagnosa banding dari keadaan tersebut adalah
Coxitis non spesifik, osteoarthritis, dan dislokasi panggul bawaan.
4.2

SARAN
Berdasarkan kasus tersebut pasien disarankan:
1. Memperbaiki keadaan umum penderita, istirahat, perbaikan nutrisi (konsul
ke Gizi).
2. Pemberian antituberculostatika dengan triple drug jika ditemukan BTA (+)
pada pemeriksaan bekteriologi (konsul ke Spesialis anak).
3. Imobilisasi dengan traksi kulit pada tungkai yang sakit setelah dilakukan
debridement pada lesi.

22

DAFTAR PUSTAKA
1.

Dr Bing Kusnan, Dr Siti Suratmi. 1990. Diagnosis dan Pengobatan


TBC Paru Laboratorium/UPF Penyakit Datum Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, RS Dr Kariadi, Semarang Cermin Dunia
Kedokteran No. 62 hal 3-6

2.

Zul Dahlan. 1997. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis


Subunit Pulmonologi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Unpad RS Hasan Sadikin, Bandung. Cermin Dunia
Kedokteran No. 115 hal 8-12.

3.

W.A. Newman Dorland; alih bahasa Huriawati Hartanto et al.


Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC

4.

Dr Arun Pal Singh. 2010. Tuberculous Arthritis-Pathology and Clinical


Features.

Diakses

pada

19

April

2011.

http://boneandspine.com/arthritis/tuberculous-arthritispathology-clinicalfeatures/=
5.

Dr.Johan Bastian, Sp.OT. 2009. Kuliah infeksi Tulang dan Sendi


FK UNISMA.

6.

WHO Communicable Diseases Cluster. 1999. Fixed dose combination


tablets for treatment of tuberculosis. Report of an informal meeting held in
Geneve; April 27 1999.

7.

Nazar Moesbar. 2006. Infeksi Tuberkulosa pada Tulang BelakangSub Departemen Orthopaedi dan Trauma Departemen Ilmu Bedah
FK-USU/RSUP

H.

Adam

Malik

Medan.

Suplemen

Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006.


8.

Ilmu Kesehatan anak. 2007. Tuberkulosis tulang dan sendi-Coxitis


editor:Rusepno Hasan, Husein Alatas hal 591. Jakarta: Percetakan
Infomedika Jakarta

9.

Udo Geipel. 2009. Pathogenic organisms in hip joint infections Udo Geipe
-Institute of Medical Microbiology and Hygiene, University of Saarland
Hospital, Homburg (GER) How to cite this article: Geipel U. Pathogenic

23

organisms in hip joint infections. Int J Med Sci 2009; 6:234-240. Diakses
pada 19 April 2011 http://www.medsci.org/v06p0234.htm
10.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI . 2005. Buku I :


Buku Bagan Tata Laksana Gizi Buruk, tahun 2005, hal. 3

11.

Prof.Chairuddin Rasjad, PhD. 2000. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.


Makassar: Bintang Lamumpatue

24

Anda mungkin juga menyukai