Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny.

J DENGAN
ASTROSITOMA FLAMBOYAN 6 RSUD dr. MOEWARDI
SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

SITI AISYAH

NIM : P27220018214

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI NERS
2018
A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Astrositoma adalah jenis tumor glioma paling umum yang terbentuk dari
astrosit. Otak merupakan organ utama sistem saraf pusat dan terdiri atas sel‐sel
saraf (neuron) yang saling mendukung (glial). Sel‐sel yang berlainan membuat
jaringan glial termasuk astrosit. Sekitar 50 persen tumor otak primer adalah
astrositoma (swari, 2018)
2. Klasifikasi
- Astrositoma tingkat I (juvenile pilocystic astrositoma). Juvenile
pilocystic astrositoma paling sering terjadi pada anak-anak dan remaja.
Pada tahap ini, tumor umumnya menyerang serebelum, otak besar, jalur
saraf optik, dan batang otak.
- Astrositoma tingkat II (low-grade astrositoma atau astrositoma diffuse).
Tumor ini tumbuh relatif lambat dan biasanya tidak memiliki batas yang
jelas. Kondisi ini paling sering terjadi pada orang dewasa yang berusia
antara 20-40 tahun.
- Astrositoma tingkat III (anaplastik astrositoma). Pada tahap ini tumor
tumbuh lebih cepat daripada astrositoma kelas II. Kondisi ini terjadi paling
sering pada orang dewasa yang berusia atara 30-50 tahun.
- Astrositoma tingkat IV (glioblastoma atau GBM). Pada tahap ini tumor
sudah menyebar dan berkembang agresif. GBM paling sering terjadi pada
orang dewasa antara usia 50 dan 80, dan umumnya paling sering terjadi pada
pria.

3. Etiologi
Penyebab pasti astrositoma tidak diketahui. Data epidemiologi
mengivestigasi eksposur okupasi parental, eksposure lingkungan, intake nutrisi
maternal yang kurang diidentifikasi menderita tumor otak. astrositoma difus
dihubungkan dengan bermacam-macam gangguan dan eksposur. Dengan
pengecualian irradiasi terapeutik, barangkali persenyawahan nitroso
(nitrosourea), mengidentifikasi paparan lingkungan sebagai penyebab spesifik.
Anak-anak penderita leukemia limpatik akut (ALL) yang menerima radiasi
profilaksis. Sebagai contoh, memiliki 22-fold resiko meningkat berkembang
menjadi neoplasma SSP yaitu astrositoma grade II, III, dan IV dengan interval
onset 5 - 1 0 tahun.
4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang umumnya terjadi pada tumor astrositoma ialah hasil
daripada peningkatan tekanan intracranium. Gejala-gejala tersebut antara lain
sakit kepala, muntah, dan perubahan status mental. Gejala lainnya, seperti
mengantuk, letargi, penurunan konsentrasi, perubahan kepribadian, kelainan
konduksi dan kemampuan mental yang melemah terlihat pada awal-awal
timbulnya gejala. Biasanya terdapat pada satu dari empat penderita tumor otak
maligna.
Pada anak kecil, peningkatan intra cranium yang disebabkan oleh tumor
astrositoma bisa memperbesar ukuran kepala. Perubahan-perubahan (seperti
pembengkakkan) dapat diobservasi di bagian belakang retina mata, dimana
terdapat bintik buta, yang disebabkan oleh terjepitnya Nn.Optici. Biasanya tidak
terdapat perubahan pada temperatur, tekanan darah, nadi atau frequensi
pernafasan kecuali sesaat sebelum meninggal dunia. Kejang-kejang juga dapat
ditemukan pada astrositoma diferensiasi baik.
Walaupun spektrum dari gejala-gejala sama pada semua jenis tumor glia
namun frekuensi dari gejala-gejala yang berbeda bervariasi tergantung dari
apakah lesinya grade rendah atau tinggi. Sebagai contoh, glioma grade rendah
dimulai dengan kejang-kejang terdapat pada sekitar 80% dari pasien dan
kebanyakan dari mereka tidak memiliki kelainan pada pemeriksaan neurologis;
sekitar 25% pasien-pasien dengan glioblastoma mengalami kejang-kejang
tetapi yang paling banyak memiliki gejala-gejala sensoris atau motoris
terlateralisasi yang jelas terlihat.
Gejala-gejala daripada tumor astrositoma juga memiliki variasi yang tergantung
pada bagian mana dari otak yang terkena. Terkadang tipe dari kejang-kejangnya
dapat membantu untuk menentukkan lokasi mana tumor tersebut berada.

5. Patofisiologi
Efek regional astrositoma berupa kompresi, invasi dan destruksi dari
parenkim otak. Arteri dan vena hipoksia, kompetisi nutrien, membebaskan
produk akhir metabolik dalam hal ini adalah radikal bebas, adanya gangguan
elektrolit, dan gangguan neurotransmitter serta pelepasan mediator-mediator
seluler seperti sitokin yang akan mengganggu fungsi parenkim normal. Elevasi
tekanan intracranial merupakan efek langsung dari massa yang akan
meningkatkan volume darah atau meningkatkan volume cairan cerebrospinal
yang memediasi gangguan klinis. Tanda dan gejala klinik merupakan tanda dari
gangguan fungsi system saraf pusat. Defisit neurologist fokal berupa
kelemahan, paralysis, gaguan sensoris, kelumpuhan saraf kranial dan kejang-
kejang adalah ciri khas bermacam-macam lokasi tumor.
Astrositoma memiliki banyak tipe dan menyerang berbagai umur dimana lesi
massa ditemukan dimana saja dan dapat menimbulkan gejala dimana tumor
tersebut berada. Jika tidak diobati dengan benar, astrositoma dapat
menyebabkan kematian. Kematian teijadi karena herniasi tentorium dari
desakan massa.
6. Pathway
7. Pemerikasaan penunjang
a. CT Scan Kepala
CT Scan otak merupakan suatu revolusi di dalam diagnosa astrositoma
dengan akurasi 100% untuk tumor-tumor supratentorial (mencakup kelompok
anaplastik maupun yang nonanaplastik). 98% astrositoma grade I menunjukkan
adanya penurunan densitas, enhancement yang tidak mencolok, akan sedikit
atau tidak ada edema perifokal. 40% astrositoma grade II merupakan lesi yang
hipodens dibandingkan dengan jaringan otak sekitarnya, sedangkan sisanya
kerap mempunyai densitas yang sama; namun grade ini menunjukkan edema
yang lebih menonjol dan 90% menampilkan enhancement yang bermakna.
Pemeriksaan CT Scan otak dengan kontras dari suatu astrositoma derajat
rendahsering tidak memperlihatkan enhancement, sehingga keadan ini sulit
dibedakanb dengan lesi infark.

Gambar 1. CT Scan low grade astrositoma prekontaras dan poskontras.


b. MRI Kepala
MRI dapat mendeteksi astrositoma yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan
sken computer tomografi otak.

Gambar 2. MRI low grade astrositoma, A. Axial CT scan, precontrast and


postcontrast. B. Coronal postcontrast T1-weighted
c. Patologi Anatomi
Tampilan mikroskopik astrositoma fibiler berupa kumpulan sel-sel kecil
yang cacat dan uniform dengan latar belakang serabut-serabut neuroglia.
Mitosis tidak ada dan bentuk serta konten nucleus hamper uniform.
Arsitektur jaringan diinfiltrasi masih cukup baik, kadang kala ada
degenerasi kistik atau deposit garam kalsium pada dinding kapiler.
Diferensiasi antara gliosis otak dengan astrositoma yang tumbuh lambat
sering kali sulit. Astrositoma cenderung mempunyai densitas yang sedikit
lebih padat disbanding otak normal. Nukleusnya sedikit lebih besar dan
irregular serta hiperktromatik ringan. Demikian pula pembuluh-pembuluh
kapilernya menjadi sedikit lebih prominen.

Gambar 3. Astrositoma Fibiler Low-grade


8. Penatalakasanaan
Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan diagnosa pasti
dan perbaikan prognosis, mengurangi pemulihan gejala serta memperpanjang
harapan hidup. Tindakan operasi reseksi yang cenderung radikal biasanya
dilakukan bagi tumor-tumor di daerah aman seperti di lobus frontal hemisfer
non dominan, sedangkan biopsi tampaknya lebih bijaksana dilakukan pada
tumor-tumor yang terletak di daerah yang berbahaya seperti di girus motorik.
Angka mortalitas sangat tergantung pada keadaan prabedah disamping juga
penggunaan steroid dan edema sebelumya.
a. Glioma Benigna(11,12,13)
Pengobatan bedah glioma hemisper benigna merupakan salah satu
terapi glioma. Tujuan umum terapi bedah adalah menegakkan diagnosis yang
akurat, grading, dekompresi dan pengobatan. Jika perlangsungannya tidak
memungkinkan tetapi tidak impossible serta pembedahan harus direncanakan
untuk ekstirpasi total tumor kapan saja memungkinkan.
Kombinasi MRI dan CT scan adalah pemeriksaan yang akurat yang
dilakukan sebelum dilakukan pembedahan. Hasil terbaik dapat diperoleh pada
tumor yang dapat disirkumskrip oleh lobektomi tanpa menyebabkan deficit
neurologis. Jika dekompresi dibutuhkan, lobektomi juga menguntungkan. Jika
tumor tidak dapat dibuka secara lengkap dengan lobektomi maka dekompresi
internal biasanya yang terbaik. Biopsy sendiri hendaknya. Dengan teknologi
pencitraan saat ini, lebih dapat ditentukan penanganan yang sesuai dan pilihan
akan biasanya dirubah pada saat operasi hanya oleh adanya peningkaytan
intracranial.
Anastesi umum digunakan pada tindakan operasi glioma. Pasien
diposisikan pada cara apapun yang dibutuhkan untuk persiapan planned flap.
Flap kulit dan tulang semestinya dengan proporsi yang cukup.

b. Lobektomi
Flap kulit dan tulang yang sesuai dibentuk dan dipotong. Untuk flap
tulang, sekurang-kurangnya 1 cm harus dilonggarkan di bawah incisi kortikal
yang diproyeksikan; kelonggaran sebesar 2-3 cm akan menyebabkan semakin
besarnya peluang untuk kesalahan dalam menentukan batas tumor. Jika dural
hemostasis diperoleh, tingkat tekanan intrakranial yang meningkat dapat
diperkirakan. Jika tekanan ekstrim, lebih baik tidak membuka dura lebar-lebar.
Jika tidak ada tekanan atau hanya sedikit, benang bedah circumferential dural
dipasang, dan dura dibuka lebar-lebar dengan pangkalnya berada pada sinus
sekitar yang paling besar. Ini akan mengekspos lobe yang harus dikeluarkan.
Lokasi tumor harus diperkirakan dengan pemeriksaan dan palpasi. Jika tumor
terdapat pada korteks, sebuah biopsi untuk sebuah bagian yang dibekukan bisa
diperoleh dengan pengamatan langsung. Kemungkinan besar sulci hanya
melebar dan girus tidak terlihat. Dengan demikian, biopsi jarum dari tumor
sangat diperlukan. AJili bedah yang berpengalaman bisa langsung memberi
tahu kapan tumor dimasukkan. Jaringan biasanya lebih kuat dari jaringan otak
normal. Sebuah biopsi bisa diaspirasikan, atau jika ada pertanyaan, sebuah
biopsi terbuka yang kecil bisa diambil dalam sebuah girus yang tepat.
Jika sifat-sifat tumor telah ditegaskan, lobektomi bisa dimulai. Caranya
tidak berbeda dengan teknik yang digunakan untuk epilepsi. Batas-batas lobus
terekspos yang harus dikeluarkan diberi sketsa melalui koagulasi pia.
Pembuluh-pembuluh dalam sulci cukup menyusahkan dan bisa ditangani
melalui koagulasi pia pada kedua sisi sulcus dan selanjutnya koagulasi pada
pembuluh melalui kedua pembukaan kecil ini. Pia sendiri selanjutnya harus
dibuka melintasi semua permukaan yang terekspos, dan pembuluh yang
dikoagulasi harus dipotong. CUSA (Cavitron Ultrasonic Aspirator) merupakan
sebuah alat yang sangat baik untuk mengeluarkan jaringan tersebut. Lobus yang
akan dilepaskan perlahan-lahan dipisahkan dari bagian otak yang tersisa
melalui diseksi isapan. Sebuah laser juga dapat digunakan untuk mencapai hasil
yang sama, hanya saja lebih lambat. Jika pemisahan telah dicapai, biasanya kita
bisa rneretraksi otak dan mengkoagulasi vena- vena subdural di tempat dimana
mereka berada. Sebaiknya ini tidak dilakukan sebelum aliran-masuk vaskular
ke lobus bisa dikendalikan. Akhirnya, dengan kombinasi tehnik- tehnik ini,
seluruh lobus bisa dikeluarkan. Apabila bagian otak ini telah dikeluarkan, batas
potong harus dijelajahi untuk menentukan apakah reseksi lebih lanjut diperukan
atau mungkin dilakukan. Batas-batas pial dikoagulasi kapanpun diperlukan.
Vena-vena yang memasuki dura atau sinus dikoagulasi kembali. Selanjutnya
rongga diisi dengan larutan garam, dan dura ditutup secara kedap air. Prosedur
lain setelah penutupan ini tidak memerlukan tehnik khusus.
c. Dekompresi internal
Terkadang ada sebuah massa glioma signifikan yang tidak bisa
ditunjukkan batas- batasnya dengan lobektomi. Pada situasi seperti ini, sebuah
dekompresi internal sering diperlukan, khususnya jika teijadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tumor diidentifikasi dengan biopsi jarum atau biopsy
terbuka. Ultrasound bisa bermanfaat dalam menemukan massa tumor dasar.
Akses terhadap tumor direncanakan melalui girus yang paling dalam. Girus ini
dikoagulasi, dan insisi pial dilakukan pada bagian tengahnya. Insisi girus
sesungguhnya yang diperlukan sangat kecil; sebuah incisi 1 cm biasanya sudah
cukup. Pengisapan atau laser selanjutnya digunakan untuk memperluas incisi
girus sampai ke kedalaman dimana tumor ditemukan. Tumor ini selanjutnya
dikeluarkan secara perlahan mulai dari bagian terdalam terus ke bagian luar,
dengan terus memperlebar rongga. Yang diperlukan untuk memperlebar rongga
tersebut adalah dua retraktor-otak kecil yang seukuran dengan insisi. Jika
rongga telah melebar sampai batas reseksi yang diusulkan, yang harus
merupakan batas-batas kasar dari tumor, jika memungkinkan, tanpa
menyebabkan gangguan saraf, perdarahan dikontrol melalui koagulasi
pembuluh- pembuluh utama, penutupan dengan kapas basah, atau dengan agen
hemostatik yang sesuai. Kolagen mikrokristalin merupakan sebuah material
yang sangat baik untuk dijadikan penutup perdarahan. Kebanyakan glioma
lunak tidak terlalu vaskular, sehingga tidak perlu melanjutkan hemostatis terus
menerus sampai pengambilan tumor dengan pengisapan. Jika perdarahan benar-
benar mengganggu pengihatan dan tidak mudah dikendalikan melalui
penghisapan, maka tahap-tahap hemostasis tentunya harus dilakukan. Jika
hemostasis memadai, sebanyak mungkin material hemostatik harus
dikeluarkan, rongga tumor harus dialiri air-garam sampai menjadi bersih, dan
dura harus ditutup secara kedap air. Prosedur lain setelah penutupan ini tidak
memerlukan tehnik khusus.
Gambar 4. A. Lobektomi Landmark . B. Pengisapan Tumor
d. Biopsi Terbuka
Kadang-kadang semuanya dapat dicapai dengan biopsi terbuka.dengan
memakai teknik sterotaktik jarang ada terdapat peningkatan intrakranial
pada pasien ini, jadi dura dapat dibuka secara sirkumferensial, dasar flap
tergantung medline atau penutupan sinus besar korteks diinspeksi untuk
melihat dimana banyak abnormalitas ditemukan.
Arterialisasi darah vena merupakan tanda bagus untuk lesi dalam,
jadi ahli bedah harus hati-hati dalam mencari pembuluh darah. Ultrasound
dapat melokalisasi tumor di bawah permukaan, meskipun kadang
pemeriksaan dengan jarum otak untuk membedakan konsistensi jaringan
masih diperlukan. Jika area abnormal sudah dilokalisasi dengan baik, insisi
jarum dibuat tidak lebih dari 1-2 cm dan dengan menggunakan suction
diperluas ke dalam tumor yang lebih dalam. Saat terdapat kesulitan dalam
menemukan tumor, lebih baik tidak menggunakan jarum otak dan memakai
suction sampai mencapai pusat di sekitar jaringan sampai area abnormal
dicapai. Biopsy terbuka lebih terpilih karena reseksi radikal tidak
memungkinkan . jika ada peningkatan tekanan intrakranial, prosodur ini
secara signifikan lebih berbahaya dari pengangkatan secara luas karena
tidak memiliki efek dekompresi.

e. Ekssisi Laser yang Dikendalikan Komputer


Teknik-teknik umum dari pemindahan glioma telah mengalami
sedikit perubahan sejak pertama kali ditemukan oleh Harvey Cushing. Masa
enukleasi jari telah lewat, sehingga teknik-teknik yang ada sekarang sangat
sedikit berbeda dari yang digunakan di awal abad ini. Disector ultrasonik
merupakan sebuah cara pemindahan isap yang lebih cepat dan lebih tepat
untuk glioma dan mempercepat lobektomi meski tidak mengubah prinsip
dasar dari bedah. Laser, khususnya laser yang dikendalikan komputer, bisa
mengubah bedah glioma secara signifikan. Penggunaan laser
memungkinkan dilakukannya lobektomi akurat di dekat pembuluh-
pembuluh utama dan di dekat area- area fungsional yang penting pada
korteks tanpa menciderai otak di sekitarnya atau pembuluh-pembuluh darah
yang melewatinya. Laser yang dikontrol komputer memungkinkan para
dokter bedah untuk mengekscisi secara sempurna bagian isi intrakranial
yang diidentifikasi sebagai tumor oleh CT atau MRI. Teknik ini juga
memberikan kemungkinan eksisi tumor-tumor dalam dengan paparan yang
sangat terbatas. Saat ini masih belum diketahui sampai sejauh mana metode
ini bisa digunakan. Belum diketahui apakah perilaku biologi glioma
manusia akan berubah dengan adanya inovasi dalam ilmu bedah. Teknik-
teknik ini masih sedang dalam tahap perkembangan, dan pembaca yang
merasa tertarik perlu membaca dengan seksama literatur-literatur terbaru
yang ada sekarang.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. pengkajian saraf
b. Pergerakan mata
c. Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur
d. Pendengaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
e. Pengkajian reflek
f. Keseimbangan dan koordinasi
g. Penciuman dan sentuhan
h. Abstract thinking
i. Memori
1) Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi
2) Jantung : bradikardi, hipertensi
3) Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
4) Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus

2. Diagnosa
a. Perubahan perfusi jaringan otak b.d kerusakan sirkulasi akibat
penekanan pada otak.
b. Nyeri b.d pasca tindakan operasi pengangkatan tumor
c. Resiko infeksi b.d port de entri masuknya kuman sekunder
pembedahan.
d. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual muntah

3. Intervensi
a. Perubahan perfusi jaringan otak b.d kerusakan sirkulasi akibat
penekanan pada otak.
Tujuan : Tingkat kesadaran meningkat
Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam pasien akan melaporkan kriteria
hasil :
- GCS 4 5 6
- CRT

Intervensi :

1) Pantau status neurologis dan pantau tanda vital tiap 4 jam


bandingkan dengan nilai standar.
2) Pertahankan posisi kepala semifowler.
3) Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah,
pengeluaran feses yang dipaksakan/mengejan.
4) Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan
keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya
b. Nyeri b.d pasca tindakan operasi pengangkatan tumor.
Tujuan : mengurangi nyeri yang dirasakan pasien.
Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam pasien akan melaporkan kriteria
hasil :
- Nyeri berkurang / terkontrol yaitu dengan menunjukan penurunan
skala nyeri.
- Pasien dapat menunjukan tekhnik relaksasi secara individual yang
efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi :
1) Ajarkan pasien dan keluarga tentang tindakan pengendalian
nyeri sebelum menjadi berat dengan cara nonfarmakologi,
misal : relaksasi, terapi music, distraksi.
2) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon nyeri, seperti suhu ruangan, cahaya, kebersihan dan
suara yang ada disekitar pasien.
3) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesic
seperti opiate atau PCA untuk mengelola nyeri pasca operasi.
c. Resiko infeksi b.d port de entri masuknya kuman sekunder
pembedahan.
Tujuan : faktor resiko infeksi akan hilang. Setelah dilakukan intervensi
1x24 jam pasien akan melaporkan kriteria hasil :
- TTV dalam rentang normal.
- Menunjukan status nutrisi yang adekuat.
- Menunjukan hygiene pribadi yang adekuat.
Intervensi
1) Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk menjaga hygiene
pasien.
2) Anjurkan pasien untuk memperbaiki pemasukan nutrisi sesuai
indikasi dokter dan ahli gizi.
3) Lakukan perawatan luka secara rutin.
4) Observasi TTV pasien secara rutin .
5) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian antibiotic.
d. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual muntah.
Tujuan : mencegah terjadinya deficit volume cairan.
Setelah dilakukan intervensi 1x24 jam pasien akan melaporkan kriteria
hasil :
- Nilai natrium dan klorida kembali normal.
- RR kembali normal.
- Konjungtiva tidak anemis.
Intervensi :
1) Kolaborasi : Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian cairan
parenteral.
2) Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan
keadaan membran mukosa.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan keperawatan


berdasarkan diagnose medis NANDA NIC-NOC.Jogjakarta:Mediaction

Wilkinson, Judith dan Nancy R.Ahern. Buku Saku Diagnosis Kperawatan ed 9. EGC:
Jakarta

Novias dwita.2012.pathway astrositomas . Diakses melalui scribd.com pada tanggal.


7 januari 2018

Swari, riski Chandra.pengertian astrositomas. Diakses melalui scribd.com pada


tanggal 7 januari 2018

Anda mungkin juga menyukai