Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA

PASIEN DENGAN DEPRESSED

A. Pengertian dari Fraktur Depressed


Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur depressed diartikan sebagai fraktur dengan tabula eksterna pada
satu atau lebih tepi fraktur terletak di bawah level anatomik normal dari tabula
interna tulang tengkorak sekitarnya yang masih utuh. Jenis fraktur ini terjadi jika
energi benturan relatif besar terhadap area benturan yang relatif kecil. Misalnya
benturan oleh martil, kayu, batu pipa besi.
Fraktur depressed terjadi dari gaya yang terlokalisir pada satu tempat di
kepala. Ketika gaya tersebut cukup besar, atau terkonsentrasi pada daerah sempit,
tulang terdesak ke bawah, sehingga menghasilkan fraktur depressed. Keadaaan
tersebut tergantung dari besarnya benturan dan kelenturan tulang kepala.

B. Etiologi dari Fraktur Depressed


Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan
tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan
berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan
membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis
tulang yang menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi,
kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya
pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak. Fraktur
disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana
terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Penyebab umum untuk fraktur
akibat trauma kapitis adalah jatuh (28%), kecelakaan kendaraan bermotor
(20%), pedestrian impact (19%), dan penyerangan (11%)
Fraktur depresi disebabkan oleh impact energy diatas area yang relatif
kecil. Benda- benda yang dapat menyebabkan fraktur depresi adalah palu, pipa,
atau alat-alat olahraga.
C. Manisfestasi Klinis dari Fraktur Depressed
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekanektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang
dijelaskan secararinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.Tidak semua tanda
dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak
ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala,
tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluh
mengalami cedera pada daerah tersebut.
E. Patofisiologi dari Fraktur Depressed
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma. Meskipun tengkorak sangat sulit retak dan memberikan
perlindungan yang sangat baik untuk otak, trauma yang parah atau pukulan dapat
mengakibatkan fraktur tengkorak. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan
otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan
yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur
terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah
kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan kurang
akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar
tengkorak cenderung melintasi sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi
tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari
hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar
tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung. Patah tulang
tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian berdarah ke dalam ruang
di sekitar jaringan otak. Patah tulang, terutama pada bagian belakang dan bawah
(dasar) dari tengkorak, bisa merobek meninges, lapisan jaringan yang menutupi
otak. Bakteri dapat masuk ke tengkorak melalui patah tulang tersebut,
menyebabkan infeksi dan kerusakan otak parah. Kadang-kadang, potongan tulang
tengkoraknya retak tekan ke dalam dan merusak otak. Jenis patah tulang fraktur
disebut depresi. Patah tulang tengkorak depresi mungkin mengekspos otak ke
lingkungan dan bahan asing, menyebabkan infeksi atau pembentukan abses
(pengumpulan nanah) di dalam otak.
Pathway
F. Pemeriksaan Diagnostik
Selain pemeriksaan analisa lab darah, dapat dilakukan pemeriksaan
pencitraan.Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan adalah X-ray, CT-scan
dan MRI. Fraktur pada vertex akan lebih terlihat pada X-ray, namun kriteria
standar untuk diagnosis fraktur pada tulang kepala adalah dengan menggunakan
CT-scan. Pemeriksaan MRI digunakan apabila ada kecurigaan kelainan pada
ligamen atau pembuluh darah.

G. Penatalaksanaan Medis
Setiap pasien yang mengalami trauma kapitis harus diobservsi selama

kurang lebih 4 jam.Di bawah ini adalah kriteria minimal untuk dilakukan

pemeriksaan CT scan dan pasien masuk rumah sakit :


1. Hilang kesadaran (post-traumatic amnesia) lebih dari 10 menit
2. Rasa mengantuk yang terus-menerus
3. Deficit neurologis fokal
4. Fraktur tulang tengkorak
5. Mual atau muntah terus menerus setelah 4 jam observasi
6. Ada tanda patologis yang didapatkan dari hasil CT scan
7. Jika pasien tidak memiliki perawatan yang adekuat di rumah
Manajemen lebih lanjut untuk pasien-pasien seperti ini adalah obeservasi dengan

baik; observasi neurologis harus dicatat dalam grafik yang menampilkan Glasgow

Coma Scale.Jika terdapat periode yang signifikan dari kehilangan kesadaran, atau

jika pasien terus menerus mengantuk, tindakan di bawah ini harus dilakukan

untuk meminimalisai edema serebri :


1. Elevasi kepala 20°
2. Evaluasi patologi intracranial; tindakan yag lebih lanjut dilakukan

berdasarkan hasil evaluasi.


Pada fraktur depressed gabungan terjadi, maka antibiotik profilaksis dan

tetanus profilaksis harus diberikan, dan tindakan operasi dengan general anestesi,

harus dilakukan secepat mungkin. CT scan per-operatif tidak hanya menunjukkan

fraktur pada fragmen tulang tengkorak tetapi juga adanya kelainan patologi di

intrakranial.
Craniotomy adalah potongan yang dilakukan pada kranium. Saat operasi

dibuat suatu flap yang memungkinkan akses ke dura di bawahnya. Selain untuk

melakukan elevasi pada segmen tulang yang terkena, craniotomy juga dilakukan

untuk mengevakuasi hematoma, mengeluarkan benda asing dari dalam tulang

kepala dan menutup bolongan pada basis kranii untuk mengobati atau mencegah

terjadinya perembasan CSF.Pada dewasa, indikasi dilakukannya elevasi adalah

ketika segmen lebih cekung dari 8-10 mm (atau melebihi ketebalan dari tulang),

terdapat defisit neurologis, perembasan CSF, dan pada fraktur terbuka.


Pada perioperatif, luka pada kulit kepala haus dibersihkan dan dilakukan

debridemen, dan fragmen tulang diangkat.Jika duramater tertekan, atau fragmen

tulang masuk ke dalam otak, harus dilakukan debridemen dengan cermat dan

diperoleh hemostasis.Diharapkan dura harus ditutup dan ini mungkin memerlukan

penggunaan tambalan dari perikranium atau fascia lata dari paha.Jika luka dan

fragmen tulang terkontaminasi berat, dan jika ada keterlambatan operasi, tulang

tidak boleh diganti dan kranioplasti rekonstruksi mungkin diperlukan setelah itu.

Jika fraktur depressed tertutup tidak ada urgensi untuk dilakukan elevasi fragmen

tulang, dan terbukti tidak ada komplikasi intrakranial. Ada kontroversi terhadap

pendapat bahwa fragmen pada fraktur depressed dapat mengarah ke epilepsy

akibat adanya tekanan terus menerus ke otak. Terkadang, craniectomy dilakukan

ketika otak yang terdapat di bawahnya juga terkena dan bengkak.Pada kasus ini

cranioplasty perlu dilakukan di kemudian hari.


Fraktur depressed yang terjadi pada anak tanpa kelainan neurologis akan

sembuh dengan baik dan tidak memerlukan tindakan operasi. Pengobatan

terhadap kejang dianjurkan apabila kemungkinan terjadinya kejang. Balita dan

anak dengan fraktur depressed terbuka memerlukan intervensi bedah


(craniotomy). Kebanyakan dokter bedah saraf akan mengelevasi fraktur apabila

segmen cekung lebih dari 5 mm dibandingkan dengan tulang yang disekitarnya.

Indikasi lain operasi pada anak adalah ketika terdapat penetrasi dari dura, defek

kosmetik yang persisten dan terdapatnya defisit neurologis fokal. Indikasi untuk

dilakukannya elevasi yang segera adalah ketika terdapat kontaminasi yang masif,

ataupun terdapatnya hematoma.

H. Pengkajian keperawatan
A. Pengkajian
Identitas Pasien :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Agama :
Tanggal Masuk RS :
Alasan Masuk :

1. Pengkajian Primer
a. Airway (jalan napas)
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil. Dengarkan
suara yang dikeluarkan pasien, ada obstruksi airway atau tidak.
Jika pasien tidak sadar lihat ada sumbatan airway atau
t i d a k d a n s u a r a - s u a r a n a f a s s e r t a hembusan nafas pasien.
Pemeriksaan jalan napas pasien dilakukan dengan cara kepala
dimiringkan, buka mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya
benda asing. Perhatikan tulang leher, Immobilisasi, Cegah gerakan
hiperekstensi, hiperfleksi ataupun rotasi.
b. Breathing (pernapasan)
Dapat segera dinilai dengan cara menentukan apakah pasien
bernafas spontan/tidak kemudain pasang oksimeter nadi untuk
menjaga saturasi O2 minimum 95%. Jika tidak usahakan untuk
dilakukan intubasi dan support pernafasan dengan memberikan
masker O2 sesuai indikasi. Setelah jalan nafas bebas sedapat
mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensi normalnya antara
16 – 20X/menit, kemudian lakukan monitor terhadap gas darah dan
pertahankan PCO 2 antara 28 – 35 mmHg .
c Circulation (sirkulasi)
Pada pemeriksaan sistem sirkulasi ukur dan catat frekuensi denyut
jantung dan tekanan darah jika diperlukan pasang EKG. Apabila
denyut nadi/jantung, tidak teraba lakukan resusitasi jantung,
Kemudian tentukan perdarahan dan kenali tanda-tanda siaonosis.
Waspada terjadinya shock dan lakukan penanganan luka secara
baik serta pasang infus dengan larutan RL.
d Disability (kesadaran)
Pada pemeriksaan disability, pemeriksaan kesadaran memakai
glasgow coma scale (GCS). Penilaian neorologis untuk menilai
apakah pasien sadar, memeberi respon suara terhadap rangsang
nyeri atau pasien tidak sadar. Periksa kedua pupil bentuk dan
besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya, Periksa adanya
hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan kiri,
e Exposure
Tanggalkan pakaian pasien dan cari apakah ada luka atau trauma
lain secara generalis. Tetapi jaga agar pasien tidak hipotermi.
2. Pengkajian Sekunder
a Keluhan Utama
Penurunan kesadaran , nyeri kepala.
b Riwayat kesehatan saat ini
Klien mengeluh mual, nyeri pada kepala, sesak napas
c Riwayat kesehatan masa lalu
Pernah mengalami cedera kepala sebelumnya atau tidak
d Riwayat kesehatan dan Pemeriksaan fisik
Keadaan umum baik/sedang/lemah, kesadaran
CM/somnolen/delirium/koma
e Sistem pernapasan
Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,
ronkhi,mengi
f Sistem kardiovaskuler
Palpitasi, perubahan tekanan darah atau normal, perubahan
frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yang diselingi
bradikardia disritmia)
g Sistem gastrointestinal
Penurunan fungsi kontraksi otot polos lambung, penurunan fungsi
usus dalam mengabsorbsi makanan
h Sistem urinarius
Inkontensia kandung kemih
i Sistem reproduksi
j Sistem saraf
GCS, Penurunan fungsi kontraksi otot polos lambung(saraf vagus),
gangguan fungsi otot respirasi dan jantung(saraf pada medulla
oblongata), gangguan penglihatan, pengecapan, penciuman, kaji
fungsi motorik, fungsi sensorik, dan fungsi serebral.
k Sistem musculoskeletal
Kekuatan otot skala 1-5, gangguan pergerakan ektremitas
atas/bawah, nyeri tekan, pembengkakan, kesimetrisan.
l Sistem endokrin
Hipoglikemia

I. Diagnosa Keperawatan.
1. Nyeri b/d agen cedera fisik
2. Kerusakan integritas kulit b/d tekanan pada tonjolan tulang
3. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang,
nyeri
4. Risiko syok
J. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1 Nyeri b/d agen cedera fisik NOC: Analgesic Administration
Pain Level □ Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
□ Melaporkan gejala nyeri berkurang derajat nyeri sebelum pemberian obat
□ Melaporkan lama nyeri berkurang
□ Cek riwayat alergi terhadap obat
□ Tidak tampak ekspresi wajah kesakitan
□ Tidak gelisah □ Pilih analgesik yang tepat atau kombinasi dari
□ Respirasi dalam batas normal (dewasa: 16-
analgesik lebih dari satu jika diperlukan
20 kali/menit)
□ Tentukan analgesik yang diberikan (narkotik,
non-narkotik, atau NSAID) berdasarkan tipe
dan keparahan nyeri
□ Tentukan rute pemberian analgesik dan dosis
untuk mendapat hasil yang maksimal
□ Pilih rute IV dibandingkan rute IM untuk
pemberian analgesik secara teratur melalui
injeksi jika diperlukan
□ Evaluasi efektivitas pemberian analgesik
setelah dilakukan injeksi. Selain itu observasi
efek samping pemberian analgesik seperti
depresi pernapasan, mual muntah, mulut kering
dan konstipasi.
□ Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
2 Kerusakan integritas kulit b/d tekanan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC
pada tonjolan tulang ...x….. jam diharapkan dapat menjaga integritas Pressure Management
kulit dengan kriteria hasil : 1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
NOC :
jam sekali
Tissue Integrity : Skin and Mucous
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan
Membranes, 4. Monitor aktivitas dan mobilasasi pasien
5. Monitor status nutrisi pasien
Hemodyalis akses
Insision site care
1. Integritas kulit yang baik bisa (sensasi, 1. Membersihkan, memantau dan meningkatkan
elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi) proses penyembuhan pada luka yang ditutup
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit
dengan jahitan, klip atau straples
3. Perfusi dengan baik
2. Monitor proses kesembuhan area insisi
4. Mampu melindungi kulit dan
3. Bersihkan area sekitar jahitan atau staples,
mempertahankan kelembaban kulit dan
menggunakan lidi kapas steril
perawatan alami 4. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
5. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau
biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai
program
3 Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... NIC :
integritas struktur tulang, nyeri x ... jam, diharapkan klien meminta bantuan Bantuan Perawatan Diri : Berpindah
untuk aktivitas mobilisasi dengan kriteria hasil: 1. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses
NOC : berpindah dari suatu tempat ke tempat lain
2. Ajarkan teknik ambulansi dan teknik berpindah
Mobilitas
yang aman
1. Menunjukkan kemampuan bergerak secara
3. Bantu pasien selama proses berpindah, gunakan
bertujuan dalam lingkungan sendiri secara
sabuk penyokong bila perlu
mandiri dengan atau tanpa alat bantu
2. Mampu memanfaatkan kemampuan otot untuk
Terapi Latihan Fisik ; Mobilitas Sendi
bekerja bersama secara volunteer dalam
1. Kaji kebutuhan belajar pasien
menghasilkan gerakan yang bertujuan 2. Ajarkan gerakan-gerakan sederhana kepada
3. Menunjukkan kemampuan tulang untuk
pasien untuk menggerakkan daerah persendian
menyokong tubuh dan memfasilitasi
pergerakan Pengaturan Posisi
1. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana postur
dan mekanika tubuh yang benar saat
melakukan aktivitas serta cara penggunaan alat
bantu mobilitas
2. Bantu mengatur posisi pasien
3. Ubah posisi pasien minimal setiap dua jam
4. Berikan penguatan positif selama aktivitas
5. Awasi seluruh upaya mobilitas pasien
4 Risiko syok Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x NIC:
… jam diharapkan tidak terjadi syok dengan Shock Prevention
kriteria hasil : 1. Monitor tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah,
NOC: RR)
Shock Severity: Hypopholemic 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan perfusi
1. Tidak terjadi penurunan tekanan sistolik 3. Kolaborasi pemberian O2
secara drastis 4. Kolaborasi pemberian cairan infus
2. Tidak terjadi penurunan tekanan diastolik 5. Lakukan pemeriksaan EKG pada pasien
secara drastis
3. Tidak terjadi peningkatan heart rate secara Bleeding reduction
drastis 1. Monitor kadar hematokrit
4. CRT < 3 detik 2. Kolaborasi pemberian transfusi darah
5. Nadi teraba kuat
6. Tidak ada peningkatan RR secara drastis
7. Tidak ada sianosis
8. Tidak terjadi penurunan kesadaran
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification


(NIC) Fourth Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier

Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition.


St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier

NANDA. 2009. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2009-2011.


Jakarta: EGC

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta : EGC

Muttaqin,Arif.2011.Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi pada Praktik


Klinik Keperawatan.EGC:Jakarta

Rasjad, Chairuddin. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Jakarta: Yarsif


Watampone

Anda mungkin juga menyukai