Anda di halaman 1dari 10

A.

Definisi
Sarkoma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel – sel yang tumbuh
terus – menerus secara tidak terbatas / berlebihan (proliferasi), tidak berkoordinasi
dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh,yang berasal dari jaringan
mesodermal (Tjarta, Achmad. 1973).
Berdasarkan pengertiannya Sarkoma adalah keganasan yang berasal dari
jaringanlunak/ jaringan ikat (seperti : otot, tendon, lemak, saraf, pembuluh darah, atau
tulang rawan) dantulang. Sedangkan Fibroblas adalah sel - sel yang secara normal
menghasilkan jaringanfibrous di seluruh tubuh.Jadi Fibrosarkoma adalah tumor ganas sel
jaringan ikat dankolagen. Pada awalnya fibrosarkoma didiagnosis atas dasar adanya
tumor sel spindle yangmembentuk kolagen, termasuk disini adalahmalignant fibrous
histiocytoma, sarcomasynovial tipe fibrous monofasik,malignant schwannoma,
neurofibrosarkoma.
Fibrosarkoma adalah neoplasma ganas yang berasal dari sel mesenkim, dimana
secara histologi sel yang dominan adalah sel fibroblas. Pembelahan sel yang tidak
terkontrol dapat menginvasi jaringan lokal serta dapat bermetastase jauh ke bagian tubuh
yang lain.

B. Etiologi
Penyebab pasti dari fibrosarkoma belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang
sering berkontribusi seperti faktor radiasi yang menyebabkan adanya perubahan genetik
oleh karena hilangnya alel, poin mutasi, dan translokasi kromosom. Selain beberapa
penyebab di atas, fraktur tulang, penyakit paget, dan operasi patah tulang juga dapat
menimbulkan fibrosarkoma sekunder.
Fibrosarkoma merupakan keganasan yang sering terjadi terutama akibat paparan
radiasi. Sebagian besar kasus mengenai usia diantaran 30-50 tahun dengan proporsi
jumlah laki-laki yang lebih dominan terkena. Seseorang dengan riwayat infark tulang
atau iradiasi merupakan faktor risiko pada fibrosarkoma sekunder.Fibrosarkoma pada
grade yang tinggi merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadi metastasis dan
kekambuhan lokal.
C. Patofisiologi
Fibrosarkoma dapat terjadi akibat pengaruh paparan radiasi dari lingkungan yang
mengakibatkan terjadinya translokasi kromosom pada sekitar 90% kasus.x-radiation dan
gamma radiation paling berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan. Ionisasi radiasi
menyebabkan terjadinya perubahan genetik yang meliputi mutasi gen, mutasi mini-
satellit( perubahan jumlah DNA sequences), formasi mikronukleus ( tanda kehilangan
atau kerusakan kromosom), aberasi kromosomal (struktur dan jumlahnya), perubahan
ploidi (jumlah dan susunan kromosom), DNA stand breaks dan instabilitas kromosom.
Ionisasi radiasi mempengaruhi semua fase dalam siklus sel, namun fase G2 merupakan
yang paling sensitif.
Sepanjang hidup sel pada sumsum tulang, mukosa usus, epitelium testikular
seminuferus, folikel ovarium rentan mengalami trauma dan sebagai akibatnya akan
selalu mengalami proses mitosis. Iradiasi selama proses mitosis mengakibatkan aberasi
kromosomal. Tingkat kerusakan bergantung pada intensitas, durasi, dan kumulatif dari
radiasi.DNA dapat mengalami kerusakan secara langsung maupun tidak langsung
melalui interaksi dengan reactive products yang berupa radikal bebas.
Pengamatan terhadap kerusakan DNA diduga sebagai hasil perbaikan DNA atau
sebagai akibat dari replikasi yang salah. Perubahan ekspresi gen memicu timbulnya suatu
tumor. Sebagai akibat paparan x-radiation dan gamma radiation sangat kuat berkorelasi
terhadap timbulnya keganasan atau kanker. Kerusakan DNA yang dimanifestasikan
dalam bentuk translokasi kromosom gene COL1A1 pada kromosom 17 dan gen platelet-
derived growth factor B pada kromosom 22 mengakibatkan terjadinya keganasan pada
jaringan fibrous. Perubahan fibrosarkoma dicirikan dengan pertumbuhan pola
herringbone yang nampak pada klasik fibrosarkoma.
D. Pathway
Ionisasi Radiasi
(mutasi gen,perubahan ploidi,DNA,stand break dll)

Mempengaruhi semua fax siklus sel (G2 paling sensitif)


(sel pada sumsum tulang mukosa usus,apitalium tastikuler dan folikel ovarium mengalami
mitosis)

Kerusakan DNA
(dalam bentuk translokasi kromosom gen 17 dan 22)

Kerusakan jaringan fibrous

Masa benjolan post op resiko infeksi

Nyeri akut

Gangguan mobilitas fisik Kerusakan integritas kulit


E. Tanda dan Gejala Klinis
Gejala pada fibrosarkoma pada awal mulanya sering tidak tampak atau tanpa
dirasakan adanya nyeri.Biasanya tumor baru tampak setelah timbul gejala dan teraba
suatu benjolan.Pada lesi yang besar terjadi peregangan pada kulit dan nampak mengkilat
berwarna keunguan. Pada massa yang sangat besar terjadi pelebaran pembuluh darah
vena.
Tanda dan gejala pada fibrosarkoma sulit dibedakan dari tumor lainnya sehingga
diperlukan pemerikasaan jaringan dengan mikroskop sehingga didapatkan grade dan
staging dari fibrosarkoma.

F. Diagnosis Banding
1. Mallignant fibrous histiocytoma
Malignant fibrous histiocytoma (MFH) merupakan sarkoma jaringan lunak yang
banyak ditemukan terutama pada ekstremitas, yaitu 70%-75%. MFH berupa massa
kelenjar tumor jaringan lunak, besar, dan tidak nyeri.
2. Giant cell tumor
Giant cell tumor merupakan tumor yang agresif tetapi merupakan tumor jinak pada metafisis
atau epifisis pada tulang panjang.
3. Osteolytic osteosarcoma
Osteolytic osteosarcoma adalah keganasan yang paling umum dari tulang belakang
multiple myeloma, kasusnya terjadi sekitar 50% di sekitar lutut.

G. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan terdapat benjolan. Hal-hal yang perlu
digali adalah:
© Kapan benjolan tersebut mulai muncul?
© Bagaimana sifat pertumbuhannya, apakah cepat atau lambat?
© Keluhan penekanan pada jaringan sekitar
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang perlu dicari adalah:
© Lokasi tumor
© Deskripsi tumor, meliputi:
 Batas tegas atau tidak
 Ukurannya
 Permukaannya
 Konsistensinya
 Nyeri tekan atau tidak
 Kelejar getah bening regional apakah teraba atau tidak

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
Pada foto rontgen biasanya tampak massa isodens berlatar belakang bayangan
otot. Selain itu juga bisa menunjukkan reaksi tulang akibat invasi tumor jaringan
lunak seperti destruksi, reaksi periosteal atau remodeling tulang.
2. Ultrasonografi
Pada pemeriksaan tumor jaringan lunak, ultrasonografi memiliki dua peran utama
yaitu dapat membedakan tumor kistik atau padat dan mengukur besarnya tumor.
3. CT-scan
Pada kasus fibrosarkoma pemeriksaan CT-scan biasanya digunakan untuk
mendeteksi klasifikasi dan osifikasi serta melihat metastase tumor di tempat lain.
4. MRI
MRI merupakan modalitas diagnostik terbaik untuk mendeteksi, karakterisasi, dan
menentukan stadium tumor. MRI mampu membedakan jaringan tumor dengan otot di
sekitarnya dan dapat menilai bagian yang terkena pada komponen neurovaskuler yang
penting dalam limb salvage surgery. MRI juga bisa digunakan untuk mengarahkan
biopsi, merencanakan teknik operasi, mengevaluasi respon kemoterapi, penentuan
ulang stadium, dan evaluasi jangka panjang terjadinya kekambuhan lokal.

5. Histopatologi
Pemerikaan histopatologi dilakukan dengan melakukan biopsi.Biopsi terbuka
meliputi incisi dan eksisi.Incisi dilakukan bila ukuran tumor lebih dari 3cm sementara
pemeriksaan eksisi dilakukan jika ukuran tumor kurang dari 3cm. Biopsi tertutup
meliputi core biopsy / Tru-cut biopsy dan biopsi aspirasi jarum halus.
Pada gambaran histologi fibrosarkoma memiliki pola pertumbuhan fascicula sel
berbentuk fusiform ataupun spindle.Batas antar sel nampak tidak jelas dengan sedikit
sitoplasma dan serabut kolagen membentuk anyaman paralel.Histologi grading
terutama berdasarkan derajat selularitas, diferensiasi sel, gambaran mitotik dan jumlah
kolagen yang dihasilkan oleh sel nekrosisnya.
Pada grade rendah nampak sel spindle yang beraturan dalam fasikula dengan
selularitas rendah sampai sedang dan nampak seperti herringbone.Terdapat nuklear
pleomorfisme derajat rendah dan jarang bermitosis dan nampak stroma kolagen.Pada
grade tinggi terlihat nuclear pleomorfisme yang tajam, selularitas lebih luas, dan
mitosis atypical.Nukleus dapat berbentuk spindle, oval atau bulat.Penampilan
histologi fibrosarkoma grade tinggi mirip dengan tumor lainnya seperti malignant
fibrous histiocytoma, liposarcoma atau synovial sarcoma.

I. Penatalaksanaan
Surgical resection dengan wide margins adalah penatalaksanaan yang biasa
dilakukan.Pada fibrosarkoma dengan low grade operasi biasanya adekuat, meskipun
kekambuhan lokal terjadi dalam 11% pada pasien.Sedangkan pada fibrosarkoma
dengan high grade sering membutuhkan preoperatif atau anjuvant chemotherapi setelah
operasi untuk memenuhi kelangsungan hidup. Kemoterapi merupakan hal yang
kontroversial namun kemoterapi baik digunakan dalam lesi tulang.
Dalam penatalaksanaan fibrosarkoma pada ekstremitas kadang diperlukan
amputasi untuk menciptakan margin yang aman tetapi dengan pertimbangan berupa :
1. Massa jaringan lunak luas dan atau dengan adanya keterlibatan kulit
2. Keterlibatan arteri atau nervus utama
3. Keterlibatan tulang yang luas yang mengharuskan whole bone resection
4. Rekuren tumor yang sebelumnya sudah di radiasi adjuvant.
Pendekatan baru pada fibrosarkoma yaitu pengangkatan dengan pembedahan dengan
mengisolasi dan disambung ke sirkuit ekstrakorporal dengan pengaturan suhu dan
oksigenasi. Dalam hal ini toksisitas dapat dihindari karena adanya isolasi.

J. Pencegahan
Mengingat belum pastinya penyebab dari fibrosarkoma maka pencegahannya pun
sulit dilakukan.Salah satu yang bisa dilakukan yaitu dengan menghindari faktor risiko
seperti radiasi yang menyebabkan adanya perubahan genetik.

K. Prognosis
Pada penderita fibrosarkoma dengan lesi medula high grade harapan hidup selama 5
tahun mendekati 30% sedangkan pada penderita fibrosarkoma di permukaaan tubuh
dan derajat rendah harapan hidup selama 5 tahun ke depan 50-80%.
Faktor lain yang berhubungan dengan usia harapan hidup yang buruk adalah usia
>40 tahun, tumor primer di axial skeleton, lesi eksentris, dan stadium penyakit saat
ditemukan. Tidak ada data kondusif yang dapat membedakan antara tumor primer dan
tumor skunder.

L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post op
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada daerah post op
M. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri
akut teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
b. Klien tampak rileks, tidak meringis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
c. Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan
d. Skala nyeri 0-2.
Intervensi:
1. Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan
karakteristik nyeri.
2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut)
3. Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
4. Berikan lingkungan yang tenang.
5. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari
tindakan penurunan rasa nyeri.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada daerah post op
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah
gangguan tidur teratasi seluruhnya.
Kriteria hasil:
1. Jumlah tidur dalam batas normal
2. Pola tidur, kualitas dalam batas normal
3. Perasaan fresh sesudah tidur
4. Mampu mengidentivikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
Intervensi:
1. Determinas efek-efek medikasi terhadap pola tidur
2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman
4. Kolaborasi pemberian obat tidur
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post op
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko
infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
2. Leukosit dalam batas normal, dan
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi :
1. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor,
dolor, fungsi laesa.
2. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
3. Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptic
4. Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal,
eritema pada daerah luka.
5. Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8. EGC. Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rahmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskletal. Banjarbaru: Akper
Depkes.
Reeves, J. Charlene.Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. I. Salemba medika. Jakarta
Tucker, Susan Martin et al.1999, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai