Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR MAKSILA

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Surgical


Di Ruang Bedah RSPN

OLEH :
Sanda Prima Dewi
125070201131017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR MAKSILA


a. Definisi
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh
berbagai faktor penyebab dan menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen dan
adanya kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor maksila adalah suatu
pertumbuhan jaringan baru yang terjadi di sinus maksilaris cenderung menginvasi
jaringan sekitarnya dan bermetastase ke tempat-tempat jauh.
b. Etiologi
1. Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga beberapa
zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit,
formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat
kemungkinan terjadi keganasan sinonasal jauh lebih besar. Alkohol, asap rokok,
makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi
keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi kemungkinan terjadi
keganasan(2).
2. Pajanan terhadap radio aktif Thorotrast dalam waktu yang lama meningkatkan resiko
tumor sinus maksila
3. Sinusitis kronis meningkatkan resiko terbentuknya tumor
4. Konsumsi tembakau meningkatkan resiko terhadap terbentuknya tumor sinus maksila
(squamous cell carcinoma), meskipun mekanisme serta pengaruh tembakau terhadap
peningkatan resiko ini belum diketahui secara pasti(5).
c. Epidemiologi
Insiden tertinggi keganasan sinonasal ditemukan di Jepang yaitu 2-3,6 per 100.000
penduduk pertahun, juga ditemukan di beberapa tempat tertentu di Cina dan India. Di
Departemen THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini ditemukan pada 10-15%
dari seluruh tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih banyak dengan rasio laki-laki
banding wanita sebesar 2:1(2).

Insidensi di India sekitar 0,44% dari seluruh keganasan di India dengan perbandingan
antara pria dan wanita adalah 0,57% banding 0,44%. Insiden pada tahun 2000 adalah 0,3 per
100.000 penduduk. Kebanyakan melibatkan sinus maksila diikuti dengan sinus etmoid,
frontal dan sfenoid. Penyakit ini sering pada usia 40-60 tahun(1).
Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Enam puluh
persen tumor sinonasal berkembang di dalam sinus maksilaris, 20-30% di dalam rongga
nasal, 10-15% di dalam sinus etmoidalis, dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis.
Apabila hanya melibatkan sinus-sinus paranasal tersendiri, 77% tumor maligna muncul di
dalam sinus maksilaris, 22% di dalam sinus etmoidalis dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan
frontalis(6).
d. Patofisiologi
Tumor menyebar secara lokal sewaktu tonjolan-tonjolan mencederai dan mematikan selsel yang disekitarnya. Tumor yang sedang tumbuh dapat mematikan sel-sel disekitarnya
dengan menekan sel-sel tersebut atau dengan menghancurkan suplai darah dan
mengeluarkan bahan kimia serta enzim yang menghancurkan integritas membran sel
disekitarnya, sehingga sel tersebut mengalami lisis dan kematian. Setelah sel-sel
disekitarnya mati tumor dapat dengan mudah tumbuh untuk menempati ruang yang
ditinggalkan.
e. Manifestasi Klinis
Gejala tergantung dari asal tumor primer serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam
sinus maxilla biasanya tanpa gejala, tetapi biasanya didapatkan darah ada secret hidung dan
adanya gejala obstruksi nasal. Gejala lainnya timbul setelah tumor besar, dapat mendorong
atau menembus dinding tulang dan meluas ke rongga hidung atau mulut, pipi, atau orbita(7).
Tergantung dari perluasan tumor,gejala dapat di kategorikan sebagai berikut:
1.

Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rhinorea. Sekretnya sering
bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang
hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau
karena mengandung jaringan nekrotik.

2.

Gejala orbital. perluasan tumor ke orbita menimbulkan diplopia, proptosis, atau


penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.

3.

Gejala oral. Perluasan tumor kerongga mulut dapat menyebabkan penonjolan


atau ulkus palatum atau prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi geligi goyah.
Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri gigi, tetapi tidak sembuh
meskipun gigi telah dicabut.

4.

Gejala fasial. Perluasan tumor kedepan akan menyebabkan penonjolan pipi,


disertai nyeri, anestesi atau parastesia muka jika mengenai nervus trigeminus.

5.

Gejala Intrakranial. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala


hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuororea, yaitu cairan otak
yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka nervus
otak lainnya akan terkena. Jika tumor meluas kebelakang, terjadi trismus akibat
terkenanya muskulus pterigoideus disetai anestesi dan parastesi daerah yang di
persarafi nervus maxillaries dan mandibularis.

6.

Penyebaran ke sistem limfatik submandibula dan deep cervical nodes (pada


keadaan tumor yang telah bermetastasis)
Saat pasien berobat biasanya tumor sudah dalam fase lanjut. Hal ini yang juga

menyebabkan diagnosis terlambat adalah karena gejala dininya mirip dengan rinitis atau
sinusitis kronik sehingga sering diabaikan pasien maupun dokter(2).
f. Pemeriksaan Fisik
1. Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah ada asimetri
atau distorsi. Temuan lain yaitu adanya proptosis yang mendorong mata ke atas.
2. Pemeriksaan dinding lateral cavun nasi, jika terdorong ke arah medial menunjukan
tumor berada di sinus maksila.
3. Palapasi gusi rahang atas dan palatum, apakah ada nyeri tekan, penonjolan atau gigi
goyah.
4. Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi.
5. Pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasi
ke kelenjar leher(2).
g. Pemeriksaan Penunjang

1. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Biopsi tumor


sinus maksila, daapat dilakukan melalui operasi Caldwell-Luc yang inisisinya melalui
sulcus ginggivo-bukal
2. Foto polos sinus paranasal, untuk melihat adanya erosi tulang dan perselubungan
padat unilateral.
3. CT Scan, sarana terbaik untuk melihat perluasan tumor dan destruksi tulangtulang
4. MRI (Magnetic resonance imaging), baik untuk melihat perluasan tumor ke jaringan
padat dan untuk membedakan jaringan tumor dari jaringan norma tetapi kurang
begitu baik dalam memperlihatkan dsetruksi tulang(2).

h. Stadium Tumor Sinus Maksilaris


Cara penentuan stadium tumor sinus maksilaris yang terbaru adalah menurut
American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2006 yaitu (8):
Tumor Primer (T)
TX
T0
Tis
T1

Tumor primer tidak dapat ditentukan


Tidak tampak tumor primer
Karsinoma in situ
Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi

T2

tulang
Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan
atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris

T3

dan fossa pterigoid


Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan
subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus

T4a

etmoidalis
Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid,

T4b

fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal


Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa
kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus
trigeminal V2, nasofaring atau klivus(8).

T1 Terbatas pada mukosa sinus maksilaris

T2 menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga


palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan
dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid

T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus


maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan
medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis.

A.T4a menunjukkan invasi tumor pada anterior orbita. B. T4a menunjukkan


invasi tumor pada sinus sfenoidalis dan fossa kribriformis

Pandangan

koronal

T4b

menunjukkan

tumor

menginvasi apeks orbita dan atau dura, otak atau fossa


kranial medial

Kelenjar getah bening regional (N)


NX

Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar

N0

Tidak ada pembesaran kelenjar

N1

Pembesaran kelenjar ipsilateral 3 cm

N2

Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar ipsilateral
<6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm

N2a

Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm


8

N2b

Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6 cm

N2c

Metastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

N3

Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm(8).

Gambar 8. Klasifikasi kelenjar getah bening regional (N) untuk seluruh


keganasan kepala dan leher kecuali karsinoma nasofaring dan tiroid

Metastasis Jauh (M)


MX

Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0

Tidak ada metastasis jauh

M1

Terdapat metastasis jauh(8).

Stadium Tumor

Sinus Maksila (8)


0

Tis

N0

M0

T1

N0

M0

II

T2

N0

M0

III

T3

N0

M0

T1

N1

M0
9

IVA

IVB

IVC

T2

N1

M0

T3

N1

M0

T4a

N0

M0

T4a

N1

M0

T1

N2

M0

T2

N2

M0

T3

N2

M0

T4a

N2

M0

T4b

Semua N

M0

Semua T

N3

M0

Semua T

Semua N

M1

i. Penatalaksanaan
1.

Pembedahan

Pembedahan atau lebih sering bersama dengan modalitas terapi lainnya seperti radiasi dan
kemoterapi sebagai ajuvan sampai saat ini masih merupakan pengobatan utama untuk
keganasan dihidung dan sinus paranasal. Pembedahan dikontraindikasikan pada kasuskasus yang telah bermetastasis jauh, sudah meluas ke sinus kavernosus bilateral atau
tumor sudah mengenai kedua orbita. Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor sebersih
mungkin. Bila perlu dilakukan cara pendekatan rinotomi lateral atau degloving.
Untuk tumor ganas dilakukan tindakan radikal seperti maksilektomi, dapat berupa
maksilektomi media, total dan radikal. Maksilektomi radikal biasanya di lakukan
misalnya pada tumor yang sudah infiltrasi ke orbita, terdiri dari pengangkatan maksila
secara endblok disertai eksterasi orbita, jika tumor meluas ke rongga intrakranial
dilakukan reseksi kraniofasial atau kraniotomi, tindakan dilakukan dalam tim bersama
dokter bedah saraf (2).
2. Kemoterapi

10

Kemoterapi bermanfaat pada tumor ganas dengan metastase atau yang residif atau jenis
yang sangat baik dengan kemoterapi, misalnya limfoma malignum. Peran kemoterapi
untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya paliatif, penggunaan efek
cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi
eksternal massif. Penggunaan cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara
bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal. Angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan resiko pembedahan
yang buruk dan yang menolak untuk dilakukan operasi dipertimbangkan untuk
mendapatkan kombinasi radiasi dan kemoterapi (2,9).
3. Radiasi
Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau sebagai
terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi tidak
menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang sedikit dapat
dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang pembedahan dan
penyembuhan luka post operasi lebih dapat diperkirakan(9).
j. Rekonstruksi Dan Rehabilitasi
Sesudah maksilektomi, harus dipasang prostesis maksila sebagai tindakan-tindakan
rekonstruksi dan rehabilitasi, supaya pasien dapat menelan dan berbicara dengan baik,
disamping perbaikan kosmetik melalui operasi bedah plastik. Rehabilitasi setelah reseksi
pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau reconstructive flap seperti flap otot
temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang kranial, pedicled atau microvascular free
myocutaneous dan cutaneous flap. Dengan tindakan ini pasien dapat bersosialisasi kembali
dalam keluarga dan masyarakat (2,9).

k. Prognosis
Pada umumnya prognosisnya kurang baik, beberapa hal yang mempengaruhi
prognosis antara lain:
a. Diagnosis terlambat dan tumor sudah meluas sehingga sulit mengangkat tumor.
b. Sulit evaluasi paska terapi karena tumor berada dalam rongga
c. Sifat tumor yang agresif dan mudah kambuh

11

d. Tumor ganas memiliki prognosis yang buruk, hanya 30% dari pasien yang dapat
bertahan dalam 5 tahun. Pada pasien dengan stadium T yang lanjut serta telah terjadi
metastasi regional, dapat bertahan selama 28 bulan meskipun telah mendapatkan terapi
berupa kemoterapi, pembedahan dan radioterapi(10).

12

DAFTAR REFERENSI

1. Dhingra PL. Neoplasms of Nasal Cavity. In : Dhingra PL, Diseases of Ear, Nose and
Throat. 3rd Elsevier, New Delhi 2007 ; p. 192-198
2. Roezin, A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. Dalam Soepardi, EA et al., (Eds)
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6 Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 2009; p.178-181
3. Tjahdewi, S, Wiratno. Tumor Ganas Hidung Dan Sinus Paranasal Analisa Klinik Pada
55 Penderita. Dalam Kumpulan Naskah Ilmiah Kongress XII. Balai Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang 1999; p. 984-992
4. Soetjipto, D, Mangunkusumo, E. Sinus Paranasal. Dalam Soepardi, Efiaty Arsyad, et al.,
(Eds) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6 Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 2009; p.145-149
5. Cancer Institute Stanford Medicine. Diagnosis and Treatment of Cancer in the
Maxillary Sinuses. Stanford Cancer Institute, California 2010. Available at :
http://cancer.stanford.edu/headneck/sinus/sinus_max.html (Accessed : April 5th 2012).
6. Barnes, L et al., Head and Neck Tumours. In : Barnes, L et al., (Eds) Tumours of the
Nasal Cavity and Paranasal Sinuses. World Health Organization Classification of
Tumours. Pathology and Genetics. Lyon, IARC Press 2005; pp. 12-25
7. Bull, PD. Carcinoma Of The Maxillary Antrum. In : Bull, PD. Diseases of the Ear, Nose
and Throat. 9th Ed Blackwell Publishing Company, UK 2002; p.95-96
8. Greene, FL et al., Nasal Cavity and Paranasal Sinuses. In: Greene, FL et al., (Eds) AJJ
Cancer Staging Atlas. American Joint Committee on Cancer, Springer. America 2006; pp.
53-60
9. Bailey JB. Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses. In : Bailey Jb (Ed) Head and
Neck Surgery Otolaryngology. 4th Ed, Volume Two, Lippincott Williams and Wilkins,
Philadephia 2006 pp: 1481-1488

13

10. Jham, BC et al., A case of maxillary sinus carcinoma. Department of Oral Pathology,
School of Dentistry, Universidade Federal de Minas Gerais. Elsevier, Brazil 2005; p. 159.
Available

at:

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1741940905001044

(Accessed : April 5th 2012)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a.

Pengkajian
14

Identitas, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, sakit, dan diagnosis medis.

Keluhan utama, pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan keganasan
adalah nyeri pada daerah yang mengalami masalah. Nyeri merupakan keluhan utama
pada tumor ganas.

Riwayat penyakit sekarang, pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul dan
secara umum mencangkup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
Kadang-kadang klien mengeluhkan adanya suatu pembengkakan atau benjolan.
Pembengkakan atau benjolan ini dapat timbul secara perlahan-lahan dalam jangka
waktu yang lama dan dapat juga secara tiba-tiba.

Riwayat penyakit terdahulu, pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab


yang mendukung terjadinya tumor dan keganasan. Adanya riwayat fraktur terbuka
yang meninggalkan bekas sikatriks dapat mendukung terjadinya suatu lesi pada
jaringan lunak. Factor kebiasaan kurang baik seperti merokok akan mendukung
terjadinya keganasan pada system pernapasan yang dapat bermetastasis kesistem
musculoskeletal.

Riwayat penyakit keluarga, kaji tentang adakah keluarga dari generasi yang
terdahulu yang mengalami keluhan yang sama dengan klien. Beberapa kelainan
genetic dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang, misalnya sarcoma jaringan
lunak atau soft tissue sarcoma (STS).

Riwayat psikososial, kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Pengamatan
atau observasi juga mencakup adaptasi dan penyesuaian yang mungkin sudah
dilakukan klien.

Pola fungsi kesehatan seperti :


Persepsi terhadap kesehatan - manejemen kesehatan : disini kita menanyakan ke
pasien apakah dia mengkonsumsi rokok, alcohol, dan apakah dia mempunyai
riwayat alergi atau tidak

Nutrisi dan metabolik : disini kita mengkaji pasien mempunyai diet khusus atau tidak,
anjuran diet sebelumnya, nafsu makan pasien, apakah pasien mempunyai gangguan
menelan.

Pola eliminasi
15

a.

Kebiasaan BAB di rumah dan di rumah sakit

b.

Kebiasaan BAK di rumah dan di rumah sakit

Pola aktivitas dan latihan


kemampuan perawatan diri : skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2 = perlu
bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan orang lain dan alat, 4 = tergantung/ tidak
mampu. Aktifitas yang di kaji seperti : makan/ minum, mandi, toileting, berpakaian,
mobilisasi di tempat tidur, berpindah, ambulasi ROM.

Oksigenasi : disini kita mengkaji tentang pemenuhan oksigen dari pasien tersebut,
apakah dia menglami gangguan dalam pemenuhan oksigen atau tidak
Pola istirahat dan tidur : disini kita mengaji waktu tidur dari pasien, jumlah tidur/
istirahat, frekuensinya, apakah pasien mengalami insomnia atau tidak
Pola kognitif dan perseptual : pengkajiannya meliputi : status mental, bicara, bahasa
yang digunakan, kemampuan membaca, kemampuan mengerti, kemampuan
berinteraksi, pendengaran, penglihatan, pasien mengalami vertigo/ tidak, management
nyeri.
Pola persepsi diri dan konsep diri : pengkajiannya meliputi citra diri, identitas diri,
peran diri, ideal diri, harga diri
pola seksual dan reproduksi
Pola peran hubungan meliputi : status perkawinan, pekerjaan, kulitas bekerja, sistem
dukungan keluarga, dukungan keluarga saat masuk rumah sakit.
Pola keyakinan nilai (agama yang dianut, larangan agama, kebiasaan sembahyang di
rumah/ di rumah sakit)
b. Diagnosis
Nyeri akut berhubungan dengan agan cedera biologis : tumor maksila, ditandai
dengan klien mengeluh nyeri, peningkatan denyut nadi melebihi 100x/menit. Dan
peningkatan tekanan darah melebihi 120/80mmHg.
PK Pendarahan

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor


biologis (virus) ditandai dengan Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan
ideal, pasien mengeluh gangguan sensasi rasa, pasien kurang minat pada makanan

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan deformitas hidung ditandai
dengan dispnea, sputum yang disertai darah.
16

Mual berhubungan dengan farmaseutikal (efek kemoterapi) ditandai dengan pasien


melaporkan mual dan keenganan terhadap makanan.

Ansietas berhubungan dengan krisis situasi ditandai dengan gelisah.


Resiko cedera berhubungan dengan tumor maksila ditandai dengan diplopia,
proptosis, atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.

17

c.

Rencana Keperawatan

No
Diagnosa
1. Nyeri Kronis

Tujuan dan Kriteria Hasil


Setelah diberikan asuhan

Intervensi
NIC : Pain Management

Rasional

berhubungan dengan

keperawatan selama ... x

1. Lakukan

ketunadayaan fisik

24 jam diharapkan nyeri

nyeri

kronis (ca serviks)

pasien dapat terkontrol,

komprehensif termasuk

maka

ditandai dengan

dengan kriteria hasil:

lokasi,

karakteristik,

ditentukan

keluhan nyeri

NOC : Pain Control

durasi,

frekuensi,

Pasien mengetahui

kualitas

panjang nyeri yang

presipitasi

dirasakan (skala 5)
Pasien menggunakan
analgetik untuk
mengurangi nyeri

(skala 5)
Pasien mengatakan
nyeri sudah terkontrol
dengan teknik non
farmakologis (skala 5)

NOC : Pain Level

TD normal : 100-120 /

pengkajian 1. Dengan
secara

dan

2. Observasi
nonverbal

mengetahui Px mengeluh nyeri jarang

karakteristik nyeri pasien, timbul


diharapkan
secara

dapat O : tidak ada tegangan


tepat otot

terapi yang akan diberikan. A : tujuan tercapai


2. Mengetahui
reaksi
faktor
P
:
Pertahanakan
nonverbal yang disebabkan
intervensi
oleh nyeri yang dirasakan
reaksi
klien.
3.
Untuk meningkatkan rasa
dari
nyaman

ketidaknyamanan
3. Kontrol

Evaluasi
S:

lingkungan

yang

dapat

mengurangi tingkat nyeri

yang

pasien.
dapat 4. Mengurangi

faktor

mempengaruhi

nyeri

dapat

seperti suhu ruangan,


pencahayaan
kebisingan

dan

presipitasi

mengurangi intensitas nyeri


yang dirasakan pasien.
5. Memandirikan
pasien
dalam

mengontrol

rasa
18

60-80 mmHg
RR normal : 16 20

4. Kurangi

x/menit

nonfarmakologi.
5. Ajarkan tentang teknik 6. Mencegah terjadinya respon
non farmakologi: napas
alergi.
dalam,
relaksasi, 7. Memberikan obat analgesic

HR normal : 60
-100x /menit

faktor

presipitasi nyeri

teknik
nyeri

yang sesuai dengan scala


nyeri pasien
Analgesic 8. Untuk mengetahui adanya

Administration
6. Lakukan

respon
pengecekan

terhadap riwayat alergi.


7. Pilih analgesic yang
sesuai.
8. Monitor
vital

melalui

kontrol

distraksi.
NIC

nyerinya

tanda-tanda
sebelum

setelah

abnormal

dari

pemberian analgesik.
9. Untuk
mengetahui
keefektifan dari pemberian
analgesik.

dan

diberikan

analgesic dengan satu


kali dosis atau tanda
yang tidak biasa dicatat
perawat
9. Evaluasi

keefektian

dari analgesic

19

2.

PK : Perdarahan

Setelah diberikan asuhan

Mandiri:

keperawatan selama ...x24

1. Kaji

S:
pasien

untuk 1. Untuk mengetahui adanya -px mengeluhkan tidak

jam, perawat dapat

menemukan bukti-bukti

meminimalkan komplikasi

perdarahan

yang terjadi dengan


kriteria hasil:
Nilai Ht dan Hb

atau 2. Penurunan

hemoragi
2. Kaji kadar Hb klien.
3. Lindungi
pasien
terhadap

tanda-tanda perdarahan.

cedera

dan

hemoglobin

lemas

kadar O :
menandakan -HB dalam batas normal

suplay oksigen ke jaringan 10 gr/dl, episode


inadekuat

yang

dapat perdarahan berhenti

menyebabkan keletihan.
A:
3. Mengurangi
resiko
pasien
Tujuan tercapai
normal
terjadinya
cedera.
Klien tidak mengalami
untuk
membatasi
P : Pertahankan
4. Mencegah
terjadinya
episode perdarahan
aktivitas,
jika
intervensi
cedera akibat kelelahan.
Tanda-tanda vital
diperlukan.
5. Vitamin B12 dan zat besi
berada dalam batas
5. Anjurkan
klien
dibutuhkan
dalam
normal (TD: 100-120 /
mengkonsumsi
pembentukan sel darah
60-80 mmHg
makanan
yang
merah dan hemoglobin.
Nadi: 60 100 x/menit
mengandung
banyak
Kandungan
teh
bisa
RR: 16 20 x/mnt
zat besi dan vitamin
mengikat
fe
yang
0
Suhu : 36 - 37 C
B12
dan
kurangi
terkandung dalam tubuh
0
0,5 C
mengonsumsi teh.
sehingga
meningkatkan
berada dalam batas

terjatuh
4. Instruksikan

Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian

risiko anemia
6. Pemberian
diberikan

tranfusi
untuk
20

transfuse sesuai

meresusitasi volume cairan

indikasi

dan jika terjadi perdarahan


yang hebat

3.

Ketidakseimbangan
nutrisi

kurang

Setelah

asuhan NIC

biologis nutrisi

diharapkan
klien

status a. Lakukan

meningkat,

ditandai dengan berat dengan kriteria hasil :


badan 20% atau lebih NOC Label : Nutritional
dibawah berat badan Status
ideal.

Label

: a. Untuk

dari keperawatan selama 3x24 NutritionTherapy

kebutuhan tubuh b.d jam,


faktor

dilakukan

mengenai

nutrisi klien.
b. Monitor
makanan

klien

mengetahui S :-

status nutrisi klien sehingga O :

pengkajian

lengkap

dapat

dapat melakukan intervensi - Tidak mengalami tanda


yang tepat.

b. Untuk mengetahui apakah - Menunjukkan prilaku,


intake

jumlah kalori harian sudah perubahan pola hidup

dan

terpenuhi
hitung kalori harian.
a. Intake makanan klien
c. Untuk
mempercepat
c. Siapkan
pasien
meningkat.
peningkatan berat badan
makanan tinggi protein,
b. Rasio
BB/TB
klien
klien.
tinggi
kalori
dan
seimbang.(IMT=18-23)
d. Agar lambung pasien tidak
minuman yang siap
terangsang
secara
dikonsumsi.
d. Bantu pasien memilih
berlebihan sehingga pasien

NOC Label : Appetite


a. Adanya peningkatan nafsu
makan.
b. Klien menikmati makanan.

malnutrisi.

makanan yang lunak,

tidak nyaman.

untuk meningkatkan
dan/atau
mempertahankan berat
badan yang sesuai.
A:
Tujuan tercapai
P : Pertahankan
intervensi

lembut dan tanpa asam. e. Agar


pasien
nyaman
e. Berikan
perawatan
sebelum dan selama makan.
mulut sebelum makan.

21

NOC label : Nutritional

NIC

status : nutrient intake

Monitoring

a.Asupan kalori pasien dapat

a. Catat

terpenuhi
b. Asupan protein pasien
dapat terpenuhi kembali
c.Asupan lemak pasien
dapat terpenuhi

Label:Nutrition
perubahan

signifikan status nutrisi a. Untuk mengetahui apakah


klien

pada

treatment

awal.

intake

makanan

mampu

meningkatkan status nutrisi

b. Berat badan klien pada


interval yang spesifik.

klien.
b. Untuk
adanya

dapat

mengetahui

peningkatan

berat

badan.

NIC

Label :Nutrition
a. Untuk mengetahui kebiasaan

Counseling
a. Tentukan
makanan

intake
klien

dan

makan

klien

agar

dapat

menentukan intervensi yang

tepat.
kebiasaan makan
b. Agar dapat memperbaiki
b. Identifikasi
fasilitas
pola makan klien menjadi
dari pola makan untuk
lebih baik.
dirubah.
.

22

4.

Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Nic Label :

S:

tidak

batuk

efektif keperawatan selama ...... x24

berhubungan dengan jam

diharapkan

pasien Airway Management

deformitas

hidung menunjukkan

keefektifan

ditandai

dengan jalan nafas dengan kriteria

dispnea, sputum yang hasil:


disertai darah

Status

Airway Patency
1. Respiratory rate kembali
normal

klien

pada

rhytm

kembali normal
mengeluarkan

sputum
4. Suara napas pasien yang
kembali normal
5. Berkurangnya

2.

Tanda-tanda vital dalam dan

yang

Posisi

memberikan ekspansi paru O:


yang

pertukaran udara (posisi

pasien

semi fowler)

memaksimalkan potensial
sekresi

klien

3.

Untuk

dalam

normal

membantu

4.

Untuk

mampu

efektif

menghambat jalan nafas

5. Monitor status respirasi

5.

dan oxigenasi klien


suara

Mengetahui
perkembangan

6. Auskultasi suara napas,


tambahan

pasien

dapat 18x/menit)

mengeluarkan secret yang

napas

RR

sehingga rentang

bagaimana cara batuk

adanya

nafas

pengeluaran secret

4. Ajarkan

catat

sesak

ventilasi

atau suctioning

penggunaan otot bantu

sputum

fowler

memaksimalkan potensi

3. Bersihkan

dengan

berkurang

semi
optimal

mengatakan

jernih yang disertai darah

rentang normal.

dengan dorongan batuk

2. Respiratory

1.

jika ada perubahan.


posisi

Respiratory

3. Mampu

1. Kaji TTV klien, catat


2. Posisikan

NOC LABEL :

Airway Management

pasien

status

respirasi dan oksigenasi


6.

Derajat spasme bronkus


dengan

obstruksi

jalan
23

(16-

6. Pasien dapat batuk

nafas

7. Akumulasi dari sputum

dimanifestasikan

berkurang

dapat/tidak
adanya

bunyi nafas adventisius


misalnya

Vital Signs

tidak

adanya

bunyi nafas oleh mengi

1. Tanda-tanda vital dalam


rentang normal , tekanan Oxygen Therapy
darah (S= 90-120 mmHg,

1. Pertahankan

D=60-80 mmHg), nadi

jalan nafas

(60-100

x/mnt),

pernafasan

(12-20

x/mnt), suhu (36-37,5o

potensial OXYGEN THERAPY


1.

2. Administrasikan

Agar jalan napas pasien


efektif

pemberian oksigen jika

2.

perlu

Pemberian oksigen untuk


memenuhi

C)

kebutuhan

oksigen pasien
Respiratory Monitoring

Respiratory Monitoring

1. Monitor status respirasi

1.

(kedalaman, ritme, dll)


2. Monitor
pasien

pada

kemampuan
untuk

pasien

kedalaman,

batuk

gangguan
adanya

pergerakan dada, lihat


pergerakan dada yang

seperti

ritme,

mengindikasikan

efektif
3. Catat

Perubahan status respirasi

pada

dll

adanya
jalan

napas.
2.

Batuk

efektif

dapat

membantu mengeluarkan
24

asimetris, menggunakan
otot bantu dan retraksi
otot

supraklavikular

serta intercosta

dahak/sekret jika ada.


3.

Ketidak simetrisan pada


dada dan penggunaan otot
bantu

Vital Sign Monitoring

pernapasan

pada

pasien

mengindikasikan

adanya

gangguan

pernapasan

1. Monitor tanda -tanda


vital

jika

diperlukan Vital Sign Monitoring

(tekanan darah, nadi,


suhu, pernapasan)
5.

diberikan

1. Untuk mengetahui adanya


perubahan

tanda-tanda

vital
1. Untuk mengetahui

Mual berhubungan

Setelah

dengan farmaseutikal

keperawatan selama x 24 Nausea Management

frekuensi, durasi, intensitas

tidak mual lagi

(efek kemoterapi)

jam diharapkan rasa mual 1. Melakukan pengkajian

serta factor pencetus dari

O : pasien nampak

ditandai dengan

yang dirasakan oleh klien

mual

mual klien.

tenang, frekuensi mual

pasien melaporkan

hilang

durasi, intensitas, dan 2. Agar klien bias menangani

mual dan keenganan

dengan criteria hasil:

terhadap makanan

NOC LABEL:

atau

asuhan NIC LABEL:

berkurang

Nausea & Vomiting control


1. Klien

mengungkapkan

timbulnya mual.

dari

frekuensi,

factor pencetusnya.
2. Mendorong
pasien
untuk
menangani

belajar
mualnya

sendiri.
3. Mengidentifikasi factor

mualnya sendiri.
3. Agar dapat memberikan
terapi yang tepat bagi klien.

S : pasien mengatakan

berkurang
A : tujuan tercapai
P : Pertahanakan
intervensi

4. Untuk mengalihkan rasa


mual yang dirasakan oleh
25

2. Dapat menjelaskan factor


penyebab mual
3. Menggunakan

yang

menyebabkan

mualnya.
obat 4. Menganjurkan

5. Membantu meredam rasa


klien

antiemetic (anti mual)

istirahat dan tidur yang

yang direkomendasikan.

cukup

Nausea & Vomiting Severity


1. Frekuensi
berkurang
2. Intensitas
berkurang

mual

klien.
mual yang dirasakan oleh
klien.

untuk

mengurangi mualnya.
5. Ajarkan klien teknik
non-farmakologi untuk

mual

memanajemen
mualnya.

26

Anda mungkin juga menyukai