TUMOR MAKSILA
OLEH :
Sanda Prima Dewi
125070201131017
Insidensi di India sekitar 0,44% dari seluruh keganasan di India dengan perbandingan
antara pria dan wanita adalah 0,57% banding 0,44%. Insiden pada tahun 2000 adalah 0,3 per
100.000 penduduk. Kebanyakan melibatkan sinus maksila diikuti dengan sinus etmoid,
frontal dan sfenoid. Penyakit ini sering pada usia 40-60 tahun(1).
Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Enam puluh
persen tumor sinonasal berkembang di dalam sinus maksilaris, 20-30% di dalam rongga
nasal, 10-15% di dalam sinus etmoidalis, dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis.
Apabila hanya melibatkan sinus-sinus paranasal tersendiri, 77% tumor maligna muncul di
dalam sinus maksilaris, 22% di dalam sinus etmoidalis dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan
frontalis(6).
d. Patofisiologi
Tumor menyebar secara lokal sewaktu tonjolan-tonjolan mencederai dan mematikan selsel yang disekitarnya. Tumor yang sedang tumbuh dapat mematikan sel-sel disekitarnya
dengan menekan sel-sel tersebut atau dengan menghancurkan suplai darah dan
mengeluarkan bahan kimia serta enzim yang menghancurkan integritas membran sel
disekitarnya, sehingga sel tersebut mengalami lisis dan kematian. Setelah sel-sel
disekitarnya mati tumor dapat dengan mudah tumbuh untuk menempati ruang yang
ditinggalkan.
e. Manifestasi Klinis
Gejala tergantung dari asal tumor primer serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam
sinus maxilla biasanya tanpa gejala, tetapi biasanya didapatkan darah ada secret hidung dan
adanya gejala obstruksi nasal. Gejala lainnya timbul setelah tumor besar, dapat mendorong
atau menembus dinding tulang dan meluas ke rongga hidung atau mulut, pipi, atau orbita(7).
Tergantung dari perluasan tumor,gejala dapat di kategorikan sebagai berikut:
1.
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rhinorea. Sekretnya sering
bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang
hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau
karena mengandung jaringan nekrotik.
2.
3.
4.
5.
6.
menyebabkan diagnosis terlambat adalah karena gejala dininya mirip dengan rinitis atau
sinusitis kronik sehingga sering diabaikan pasien maupun dokter(2).
f. Pemeriksaan Fisik
1. Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah ada asimetri
atau distorsi. Temuan lain yaitu adanya proptosis yang mendorong mata ke atas.
2. Pemeriksaan dinding lateral cavun nasi, jika terdorong ke arah medial menunjukan
tumor berada di sinus maksila.
3. Palapasi gusi rahang atas dan palatum, apakah ada nyeri tekan, penonjolan atau gigi
goyah.
4. Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi.
5. Pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasi
ke kelenjar leher(2).
g. Pemeriksaan Penunjang
T2
tulang
Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan
atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris
T3
T4a
etmoidalis
Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid,
T4b
Pandangan
koronal
T4b
menunjukkan
tumor
N0
N1
N2
Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar ipsilateral
<6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm
N2a
N2b
N2c
N3
M0
M1
Stadium Tumor
Tis
N0
M0
T1
N0
M0
II
T2
N0
M0
III
T3
N0
M0
T1
N1
M0
9
IVA
IVB
IVC
T2
N1
M0
T3
N1
M0
T4a
N0
M0
T4a
N1
M0
T1
N2
M0
T2
N2
M0
T3
N2
M0
T4a
N2
M0
T4b
Semua N
M0
Semua T
N3
M0
Semua T
Semua N
M1
i. Penatalaksanaan
1.
Pembedahan
Pembedahan atau lebih sering bersama dengan modalitas terapi lainnya seperti radiasi dan
kemoterapi sebagai ajuvan sampai saat ini masih merupakan pengobatan utama untuk
keganasan dihidung dan sinus paranasal. Pembedahan dikontraindikasikan pada kasuskasus yang telah bermetastasis jauh, sudah meluas ke sinus kavernosus bilateral atau
tumor sudah mengenai kedua orbita. Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor sebersih
mungkin. Bila perlu dilakukan cara pendekatan rinotomi lateral atau degloving.
Untuk tumor ganas dilakukan tindakan radikal seperti maksilektomi, dapat berupa
maksilektomi media, total dan radikal. Maksilektomi radikal biasanya di lakukan
misalnya pada tumor yang sudah infiltrasi ke orbita, terdiri dari pengangkatan maksila
secara endblok disertai eksterasi orbita, jika tumor meluas ke rongga intrakranial
dilakukan reseksi kraniofasial atau kraniotomi, tindakan dilakukan dalam tim bersama
dokter bedah saraf (2).
2. Kemoterapi
10
Kemoterapi bermanfaat pada tumor ganas dengan metastase atau yang residif atau jenis
yang sangat baik dengan kemoterapi, misalnya limfoma malignum. Peran kemoterapi
untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya paliatif, penggunaan efek
cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi
eksternal massif. Penggunaan cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara
bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal. Angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan resiko pembedahan
yang buruk dan yang menolak untuk dilakukan operasi dipertimbangkan untuk
mendapatkan kombinasi radiasi dan kemoterapi (2,9).
3. Radiasi
Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau sebagai
terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi tidak
menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang sedikit dapat
dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang pembedahan dan
penyembuhan luka post operasi lebih dapat diperkirakan(9).
j. Rekonstruksi Dan Rehabilitasi
Sesudah maksilektomi, harus dipasang prostesis maksila sebagai tindakan-tindakan
rekonstruksi dan rehabilitasi, supaya pasien dapat menelan dan berbicara dengan baik,
disamping perbaikan kosmetik melalui operasi bedah plastik. Rehabilitasi setelah reseksi
pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau reconstructive flap seperti flap otot
temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang kranial, pedicled atau microvascular free
myocutaneous dan cutaneous flap. Dengan tindakan ini pasien dapat bersosialisasi kembali
dalam keluarga dan masyarakat (2,9).
k. Prognosis
Pada umumnya prognosisnya kurang baik, beberapa hal yang mempengaruhi
prognosis antara lain:
a. Diagnosis terlambat dan tumor sudah meluas sehingga sulit mengangkat tumor.
b. Sulit evaluasi paska terapi karena tumor berada dalam rongga
c. Sifat tumor yang agresif dan mudah kambuh
11
d. Tumor ganas memiliki prognosis yang buruk, hanya 30% dari pasien yang dapat
bertahan dalam 5 tahun. Pada pasien dengan stadium T yang lanjut serta telah terjadi
metastasi regional, dapat bertahan selama 28 bulan meskipun telah mendapatkan terapi
berupa kemoterapi, pembedahan dan radioterapi(10).
12
DAFTAR REFERENSI
1. Dhingra PL. Neoplasms of Nasal Cavity. In : Dhingra PL, Diseases of Ear, Nose and
Throat. 3rd Elsevier, New Delhi 2007 ; p. 192-198
2. Roezin, A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. Dalam Soepardi, EA et al., (Eds)
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6 Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 2009; p.178-181
3. Tjahdewi, S, Wiratno. Tumor Ganas Hidung Dan Sinus Paranasal Analisa Klinik Pada
55 Penderita. Dalam Kumpulan Naskah Ilmiah Kongress XII. Balai Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang 1999; p. 984-992
4. Soetjipto, D, Mangunkusumo, E. Sinus Paranasal. Dalam Soepardi, Efiaty Arsyad, et al.,
(Eds) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6 Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 2009; p.145-149
5. Cancer Institute Stanford Medicine. Diagnosis and Treatment of Cancer in the
Maxillary Sinuses. Stanford Cancer Institute, California 2010. Available at :
http://cancer.stanford.edu/headneck/sinus/sinus_max.html (Accessed : April 5th 2012).
6. Barnes, L et al., Head and Neck Tumours. In : Barnes, L et al., (Eds) Tumours of the
Nasal Cavity and Paranasal Sinuses. World Health Organization Classification of
Tumours. Pathology and Genetics. Lyon, IARC Press 2005; pp. 12-25
7. Bull, PD. Carcinoma Of The Maxillary Antrum. In : Bull, PD. Diseases of the Ear, Nose
and Throat. 9th Ed Blackwell Publishing Company, UK 2002; p.95-96
8. Greene, FL et al., Nasal Cavity and Paranasal Sinuses. In: Greene, FL et al., (Eds) AJJ
Cancer Staging Atlas. American Joint Committee on Cancer, Springer. America 2006; pp.
53-60
9. Bailey JB. Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses. In : Bailey Jb (Ed) Head and
Neck Surgery Otolaryngology. 4th Ed, Volume Two, Lippincott Williams and Wilkins,
Philadephia 2006 pp: 1481-1488
13
10. Jham, BC et al., A case of maxillary sinus carcinoma. Department of Oral Pathology,
School of Dentistry, Universidade Federal de Minas Gerais. Elsevier, Brazil 2005; p. 159.
Available
at:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1741940905001044
Pengkajian
14
Identitas, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, sakit, dan diagnosis medis.
Keluhan utama, pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan keganasan
adalah nyeri pada daerah yang mengalami masalah. Nyeri merupakan keluhan utama
pada tumor ganas.
Riwayat penyakit sekarang, pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul dan
secara umum mencangkup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
Kadang-kadang klien mengeluhkan adanya suatu pembengkakan atau benjolan.
Pembengkakan atau benjolan ini dapat timbul secara perlahan-lahan dalam jangka
waktu yang lama dan dapat juga secara tiba-tiba.
Riwayat penyakit keluarga, kaji tentang adakah keluarga dari generasi yang
terdahulu yang mengalami keluhan yang sama dengan klien. Beberapa kelainan
genetic dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang, misalnya sarcoma jaringan
lunak atau soft tissue sarcoma (STS).
Riwayat psikososial, kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Pengamatan
atau observasi juga mencakup adaptasi dan penyesuaian yang mungkin sudah
dilakukan klien.
Nutrisi dan metabolik : disini kita mengkaji pasien mempunyai diet khusus atau tidak,
anjuran diet sebelumnya, nafsu makan pasien, apakah pasien mempunyai gangguan
menelan.
Pola eliminasi
15
a.
b.
Oksigenasi : disini kita mengkaji tentang pemenuhan oksigen dari pasien tersebut,
apakah dia menglami gangguan dalam pemenuhan oksigen atau tidak
Pola istirahat dan tidur : disini kita mengaji waktu tidur dari pasien, jumlah tidur/
istirahat, frekuensinya, apakah pasien mengalami insomnia atau tidak
Pola kognitif dan perseptual : pengkajiannya meliputi : status mental, bicara, bahasa
yang digunakan, kemampuan membaca, kemampuan mengerti, kemampuan
berinteraksi, pendengaran, penglihatan, pasien mengalami vertigo/ tidak, management
nyeri.
Pola persepsi diri dan konsep diri : pengkajiannya meliputi citra diri, identitas diri,
peran diri, ideal diri, harga diri
pola seksual dan reproduksi
Pola peran hubungan meliputi : status perkawinan, pekerjaan, kulitas bekerja, sistem
dukungan keluarga, dukungan keluarga saat masuk rumah sakit.
Pola keyakinan nilai (agama yang dianut, larangan agama, kebiasaan sembahyang di
rumah/ di rumah sakit)
b. Diagnosis
Nyeri akut berhubungan dengan agan cedera biologis : tumor maksila, ditandai
dengan klien mengeluh nyeri, peningkatan denyut nadi melebihi 100x/menit. Dan
peningkatan tekanan darah melebihi 120/80mmHg.
PK Pendarahan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan deformitas hidung ditandai
dengan dispnea, sputum yang disertai darah.
16
17
c.
Rencana Keperawatan
No
Diagnosa
1. Nyeri Kronis
Intervensi
NIC : Pain Management
Rasional
berhubungan dengan
1. Lakukan
ketunadayaan fisik
nyeri
komprehensif termasuk
maka
ditandai dengan
lokasi,
karakteristik,
ditentukan
keluhan nyeri
durasi,
frekuensi,
Pasien mengetahui
kualitas
presipitasi
dirasakan (skala 5)
Pasien menggunakan
analgetik untuk
mengurangi nyeri
(skala 5)
Pasien mengatakan
nyeri sudah terkontrol
dengan teknik non
farmakologis (skala 5)
TD normal : 100-120 /
pengkajian 1. Dengan
secara
dan
2. Observasi
nonverbal
ketidaknyamanan
3. Kontrol
Evaluasi
S:
lingkungan
yang
dapat
yang
pasien.
dapat 4. Mengurangi
faktor
mempengaruhi
nyeri
dapat
dan
presipitasi
mengontrol
rasa
18
60-80 mmHg
RR normal : 16 20
4. Kurangi
x/menit
nonfarmakologi.
5. Ajarkan tentang teknik 6. Mencegah terjadinya respon
non farmakologi: napas
alergi.
dalam,
relaksasi, 7. Memberikan obat analgesic
HR normal : 60
-100x /menit
faktor
presipitasi nyeri
teknik
nyeri
Administration
6. Lakukan
respon
pengecekan
melalui
kontrol
distraksi.
NIC
nyerinya
tanda-tanda
sebelum
setelah
abnormal
dari
pemberian analgesik.
9. Untuk
mengetahui
keefektifan dari pemberian
analgesik.
dan
diberikan
keefektian
dari analgesic
19
2.
PK : Perdarahan
Mandiri:
1. Kaji
S:
pasien
menemukan bukti-bukti
meminimalkan komplikasi
perdarahan
atau 2. Penurunan
hemoragi
2. Kaji kadar Hb klien.
3. Lindungi
pasien
terhadap
tanda-tanda perdarahan.
cedera
dan
hemoglobin
lemas
kadar O :
menandakan -HB dalam batas normal
yang
menyebabkan keletihan.
A:
3. Mengurangi
resiko
pasien
Tujuan tercapai
normal
terjadinya
cedera.
Klien tidak mengalami
untuk
membatasi
P : Pertahankan
4. Mencegah
terjadinya
episode perdarahan
aktivitas,
jika
intervensi
cedera akibat kelelahan.
Tanda-tanda vital
diperlukan.
5. Vitamin B12 dan zat besi
berada dalam batas
5. Anjurkan
klien
dibutuhkan
dalam
normal (TD: 100-120 /
mengkonsumsi
pembentukan sel darah
60-80 mmHg
makanan
yang
merah dan hemoglobin.
Nadi: 60 100 x/menit
mengandung
banyak
Kandungan
teh
bisa
RR: 16 20 x/mnt
zat besi dan vitamin
mengikat
fe
yang
0
Suhu : 36 - 37 C
B12
dan
kurangi
terkandung dalam tubuh
0
0,5 C
mengonsumsi teh.
sehingga
meningkatkan
berada dalam batas
terjatuh
4. Instruksikan
Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian
risiko anemia
6. Pemberian
diberikan
tranfusi
untuk
20
transfuse sesuai
indikasi
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
Setelah
asuhan NIC
biologis nutrisi
diharapkan
klien
status a. Lakukan
meningkat,
Label
: a. Untuk
dilakukan
mengenai
nutrisi klien.
b. Monitor
makanan
klien
mengetahui S :-
pengkajian
lengkap
dapat
dan
terpenuhi
hitung kalori harian.
a. Intake makanan klien
c. Untuk
mempercepat
c. Siapkan
pasien
meningkat.
peningkatan berat badan
makanan tinggi protein,
b. Rasio
BB/TB
klien
klien.
tinggi
kalori
dan
seimbang.(IMT=18-23)
d. Agar lambung pasien tidak
minuman yang siap
terangsang
secara
dikonsumsi.
d. Bantu pasien memilih
berlebihan sehingga pasien
malnutrisi.
tidak nyaman.
untuk meningkatkan
dan/atau
mempertahankan berat
badan yang sesuai.
A:
Tujuan tercapai
P : Pertahankan
intervensi
21
NIC
Monitoring
a. Catat
terpenuhi
b. Asupan protein pasien
dapat terpenuhi kembali
c.Asupan lemak pasien
dapat terpenuhi
Label:Nutrition
perubahan
pada
treatment
awal.
intake
makanan
mampu
klien.
b. Untuk
adanya
dapat
mengetahui
peningkatan
berat
badan.
NIC
Label :Nutrition
a. Untuk mengetahui kebiasaan
Counseling
a. Tentukan
makanan
intake
klien
dan
makan
klien
agar
dapat
tepat.
kebiasaan makan
b. Agar dapat memperbaiki
b. Identifikasi
fasilitas
pola makan klien menjadi
dari pola makan untuk
lebih baik.
dirubah.
.
22
4.
S:
tidak
batuk
diharapkan
deformitas
hidung menunjukkan
keefektifan
ditandai
Status
Airway Patency
1. Respiratory rate kembali
normal
klien
pada
rhytm
kembali normal
mengeluarkan
sputum
4. Suara napas pasien yang
kembali normal
5. Berkurangnya
2.
yang
Posisi
pasien
semi fowler)
memaksimalkan potensial
sekresi
klien
3.
Untuk
dalam
normal
membantu
4.
Untuk
mampu
efektif
5.
Mengetahui
perkembangan
pasien
dapat 18x/menit)
napas
RR
sehingga rentang
adanya
nafas
pengeluaran secret
4. Ajarkan
catat
sesak
ventilasi
atau suctioning
sputum
fowler
memaksimalkan potensi
3. Bersihkan
dengan
berkurang
semi
optimal
mengatakan
rentang normal.
2. Respiratory
1.
Respiratory
3. Mampu
NOC LABEL :
Airway Management
pasien
status
obstruksi
jalan
23
(16-
nafas
dimanifestasikan
berkurang
dapat/tidak
adanya
Vital Signs
tidak
adanya
1. Pertahankan
jalan nafas
(60-100
x/mnt),
pernafasan
(12-20
2. Administrasikan
2.
perlu
C)
kebutuhan
oksigen pasien
Respiratory Monitoring
Respiratory Monitoring
1.
pada
kemampuan
untuk
pasien
kedalaman,
batuk
gangguan
adanya
seperti
ritme,
mengindikasikan
efektif
3. Catat
pada
dll
adanya
jalan
napas.
2.
Batuk
efektif
dapat
membantu mengeluarkan
24
asimetris, menggunakan
otot bantu dan retraksi
otot
supraklavikular
serta intercosta
pernapasan
pada
pasien
mengindikasikan
adanya
gangguan
pernapasan
jika
diberikan
tanda-tanda
vital
1. Untuk mengetahui
Mual berhubungan
Setelah
dengan farmaseutikal
(efek kemoterapi)
O : pasien nampak
ditandai dengan
mual
mual klien.
pasien melaporkan
hilang
terhadap makanan
NOC LABEL:
atau
berkurang
mengungkapkan
timbulnya mual.
dari
frekuensi,
factor pencetusnya.
2. Mendorong
pasien
untuk
menangani
belajar
mualnya
sendiri.
3. Mengidentifikasi factor
mualnya sendiri.
3. Agar dapat memberikan
terapi yang tepat bagi klien.
S : pasien mengatakan
berkurang
A : tujuan tercapai
P : Pertahanakan
intervensi
yang
menyebabkan
mualnya.
obat 4. Menganjurkan
yang direkomendasikan.
cukup
mual
klien.
mual yang dirasakan oleh
klien.
untuk
mengurangi mualnya.
5. Ajarkan klien teknik
non-farmakologi untuk
mual
memanajemen
mualnya.
26