Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR MAXILLA

NAMA : IQBAL KHOLIDI


NIM : 0118064
PRODI : S1-KEPERAWATAN / 4B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan Asuhan keperawatan


dengan kasus TUMOR MAXILA

Di RS Dr.WAHIDIN SUDIRO HUSODO


MOJOKERTO

Telah disahkan
pada Hari :

Tanggal :

Pembiming pendidikan Pembimbing RS

MENGETAHUI

Kepala ruangan
A. KONSEP MEDIS

a. Definisi

Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh
berbagai faktor penyebab dan menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen dan
adanya kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor maksila adalah suatu
pertumbuhan jaringan baru yang terjadi di sinus maksilaris cenderung menginvasi
jaringan sekitarnya dan bermetastase ke tempat-tempat jauh.

b. Etiologi

1. Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga beberapa
zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit,
formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat
kemungkinan terjadi keganasan sinonasal jauh lebih besar. Alkohol, asap rokok,
makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi
keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi kemungkinan terjadi
keganasan(2).
2. Pajanan terhadap radio aktif Thorotrast dalam waktu yang lama meningkatkan resiko
tumor sinus maksila

3. Sinusitis kronis meningkatkan resiko terbentuknya tumor

4. Konsumsi tembakau meningkatkan resiko terhadap terbentuknya tumor sinus maksila


(squamous cell carcinoma), meskipun mekanisme serta pengaruh tembakau terhadap
peningkatan resiko ini belum diketahui secara pasti(5).

c. Epidemiologi

Insiden tertinggi keganasan sinonasal ditemukan di Jepang yaitu 2-3,6 per 100.000
penduduk pertahun, juga ditemukan di beberapa tempat tertentu di Cina dan India. Di
Departemen THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini ditemukan pada 10-15%
dari seluruh tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih banyak dengan rasio laki-laki
banding wanita sebesar 2:1(2).

Insidensi di India sekitar 0,44% dari seluruh keganasan di India dengan perbandingan
antara pria dan wanita adalah 0,57% banding 0,44%. Insiden pada tahun 2000 adalah 0,3
per 100.000 penduduk. Kebanyakan melibatkan sinus maksila diikuti dengan sinus etmoid,
frontal dan sfenoid. Penyakit ini sering pada usia 40-60 tahun(1).

Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Enam puluh
persen tumor sinonasal berkembang di dalam sinus maksilaris, 20-30% di dalam rongga
nasal, 10-15% di dalam sinus etmoidalis, dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis.
Apabila hanya melibatkan sinus-sinus paranasal tersendiri, 77% tumor maligna muncul di
dalam sinus maksilaris, 22% di dalam sinus etmoidalis dan 1% di dalam sinus sfenoidalis
dan frontalis(6).

d. Patofisiologi

Tumor menyebar secara lokal sewaktu tonjolan-tonjolan mencederai dan mematikan sel-
sel yang disekitarnya. Tumor yang sedang tumbuh dapat mematikan sel-sel disekitarnya
dengan menekan sel-sel tersebut atau dengan menghancurkan suplai darah dan
mengeluarkan bahan kimia serta enzim yang menghancurkan integritas membran sel
disekitarnya, sehingga sel tersebut mengalami lisis dan kematian. Setelah sel-sel
disekitarnya mati tumor dapat dengan mudah tumbuh untuk menempati ruang yang
ditinggalkan.
e. Pathway

AMELOBLASTOMA

Konversional Periferal/ekstraosseous
Unikistik

85% terjadi pada Mukosa alveolar


maxsilla Kista

Memfiltrasi jaringan
Asimtomatik
Pertumbuhan sel
meluas

Lesi, edema dan Eksisi lokal


ekspansi rahang Penurunan neurologi &
kemampuan menelan
Resiko infeksi
Nyeri
Defisit Nutrisi

Gangguan pola tidur

Kerusakan
komunikasi verbal
f. Manifestasi Klinis

Gejala tergantung dari asal tumor primer serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam
sinus maxilla biasanya tanpa gejala, tetapi biasanya didapatkan darah ada secret hidung dan
adanya gejala obstruksi nasal. Gejala lainnya timbul setelah tumor besar, dapat mendorong
atau menembus dinding tulang dan meluas ke rongga hidung atau mulut, pipi, atau orbita(7).

Tergantung dari perluasan tumor,gejala dapat di kategorikan sebagai berikut:


1. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rhinorea. Sekretnya sering
bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang
hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau
karena mengandung jaringan nekrotik.
2. Gejala orbital. perluasan tumor ke orbita menimbulkan diplopia, proptosis, atau
penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.
3. Gejala oral. Perluasan tumor kerongga mulut dapat menyebabkan penonjolan atau
ulkus palatum atau prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi geligi goyah. Seringkali
pasien datang ke dokter gigi karena nyeri gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi telah
dicabut.
4. Gejala fasial. Perluasan tumor kedepan akan menyebabkan penonjolan pipi,
disertai nyeri, anestesi atau parastesia muka jika mengenai nervus trigeminus.
5. Gejala Intrakranial. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala
hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuororea, yaitu cairan otak
yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka nervus
otak lainnya akan terkena. Jika tumor meluas kebelakang, terjadi trismus akibat
terkenanya muskulus pterigoideus disetai anestesi dan parastesi daerah yang di
persarafi nervus maxillaries dan mandibularis.
6. Penyebaran ke sistem limfatik submandibula dan deep cervical nodes (pada
keadaan tumor yang telah bermetastasis)

Saat pasien berobat biasanya tumor sudah dalam fase lanjut. Hal ini yang juga
menyebabkan diagnosis terlambat adalah karena gejala dininya mirip dengan rinitis atau
sinusitis kronik sehingga sering diabaikan pasien maupun dokter(2).
g. Pemeriksaan Fisik

1. Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah ada asimetri
atau distorsi. Temuan lain yaitu adanya proptosis yang mendorong mata ke atas.

2. Pemeriksaan dinding lateral cavun nasi, jika terdorong ke arah medial menunjukan
tumor berada di sinus maksila.

3. Palapasi gusi rahang atas dan palatum, apakah ada nyeri tekan, penonjolan atau gigi
goyah.

4. Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi.

5. Pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasi ke
kelenjar leher(2).

h. Pemeriksaan Penunjang

1. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Biopsi tumor sinus


maksila, daapat dilakukan melalui operasi Caldwell-Luc yang inisisinya melalui
sulcus ginggivo-bukal

2. Foto polos sinus paranasal, untuk melihat adanya erosi tulang dan perselubungan
padat unilateral.

3. CT Scan, sarana terbaik untuk melihat perluasan tumor dan destruksi tulangtulang

4. MRI (Magnetic resonance imaging), baik untuk melihat perluasan tumor ke jaringan
padat dan untuk membedakan jaringan tumor dari jaringan norma tetapi kurang begitu
baik dalam memperlihatkan dsetruksi tulang(2).
i. Stadium Tumor Sinus Maksilaris
Cara penentuan stadium tumor sinus maksilaris yang terbaru adalah menurut
American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2006 yaitu (8):
Tumor Primer (T)
TX Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 Tidak tampak tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi
tulang
T2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan
atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris
dan fossa pterigoid
T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan
subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus
etmoidalis
T4a Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid,
fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal
T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa
kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus
trigeminal V2, nasofaring atau klivus(8).

T1 Terbatas pada mukosa sinus maksilaris


T2 menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga
palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan
dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid

T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus


maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan
medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis.
A.T4a menunjukkan invasi tumor pada anterior orbita. B. T4a menunjukkan
invasi tumor pada sinus sfenoidalis dan fossa kribriformis

Pandangan koronal T4b menunjukkan tumor


menginvasi apeks orbita dan atau dura, otak atau fossa
kranial medial

Kelenjar getah bening regional (N)

NX Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar

N0 Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 Pembesaran kelenjar ipsilateral ≤3 cm

N2 Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar ipsilateral
<6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm

N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm


N2b Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6 cm

N2c Metastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm(8).

Gambar 8. Klasifikasi kelenjar getah bening regional (N) untuk seluruh


keganasan kepala dan leher kecuali karsinoma nasofaring dan tiroid

Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh(8).

Stadium Tumor T N M
Sinus Maksila (8)

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0

III T3 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N1 M0
T3 N1 M0

IVA T4a N0 M0

T4a N1 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N2 M0

T4a N2 M0

IVB T4b Semua N M0

Semua T N3 M0

IVC Semua T Semua N M1

j. Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Pembedahan atau lebih sering bersama dengan modalitas terapi lainnya seperti radiasi dan
kemoterapi sebagai ajuvan sampai saat ini masih merupakan pengobatan utama untuk
keganasan dihidung dan sinus paranasal. Pembedahan dikontraindikasikan pada kasus-
kasus yang telah bermetastasis jauh, sudah meluas ke sinus kavernosus bilateral atau
tumor sudah mengenai kedua orbita. Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor sebersih
mungkin. Bila perlu dilakukan cara pendekatan rinotomi lateral atau degloving.

Untuk tumor ganas dilakukan tindakan radikal seperti maksilektomi, dapat berupa
maksilektomi media, total dan radikal. Maksilektomi radikal biasanya di lakukan misalnya
pada tumor yang sudah infiltrasi ke orbita, terdiri dari pengangkatan maksila secara
endblok disertai eksterasi orbita, jika tumor meluas ke rongga intrakranial dilakukan
reseksi kraniofasial atau kraniotomi, tindakan dilakukan dalam tim bersama dokter bedah
saraf (2).

2. Kemoterapi

Kemoterapi bermanfaat pada tumor ganas dengan metastase atau yang residif atau jenis
yang sangat baik dengan kemoterapi, misalnya limfoma malignum. Peran kemoterapi
untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya paliatif, penggunaan efek
cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi
eksternal massif. Penggunaan cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara
bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal. Angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan resiko pembedahan yang
buruk dan yang menolak untuk dilakukan operasi dipertimbangkan untuk mendapatkan
kombinasi radiasi dan kemoterapi (2,9).

3. Radiasi

Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau sebagai
terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi tidak
menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang sedikit dapat
dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang pembedahan dan
penyembuhan luka post operasi lebih dapat diperkirakan(9).

k. Rekonstruksi Dan Rehabilitasi


Sesudah maksilektomi, harus dipasang prostesis maksila sebagai tindakan-tindakan
rekonstruksi dan rehabilitasi, supaya pasien dapat menelan dan berbicara dengan baik,
disamping perbaikan kosmetik melalui operasi bedah plastik. Rehabilitasi setelah reseksi
pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau reconstructive flap seperti flap otot
temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang kranial, pedicled atau microvascular free
myocutaneous dan cutaneous flap. Dengan tindakan ini pasien dapat bersosialisasi kembali
dalam keluarga dan masyarakat (2,9).

l. Prognosis
Pada umumnya prognosisnya kurang baik, beberapa hal yang mempengaruhi
prognosis antara lain:
a. Diagnosis terlambat dan tumor sudah meluas sehingga sulit mengangkat tumor.
b. Sulit evaluasi paska terapi karena tumor berada dalam rongga
c. Sifat tumor yang agresif dan mudah kambuh
d. Tumor ganas memiliki prognosis yang buruk, hanya 30% dari pasien yang dapat
bertahan dalam 5 tahun. Pada pasien dengan stadium T yang lanjut serta telah terjadi
metastasi regional, dapat bertahan selama 28 bulan meskipun telah mendapatkan terapi
berupa kemoterapi, pembedahan dan radioterapi(10)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
 Identitas, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, sakit, dan diagnosis medis.
 Keluhan utama, pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan keganasan
adalah nyeri pada daerah yang mengalami masalah. Nyeri merupakan keluhan utama
pada tumor ganas.
 Riwayat penyakit sekarang, pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul dan
secara umum mencangkup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
Kadang-kadang klien mengeluhkan adanya suatu pembengkakan atau benjolan.
Pembengkakan atau benjolan ini dapat timbul secara perlahan-lahan dalam jangka
waktu yang lama dan dapat juga secara tiba-tiba.
 Riwayat penyakit terdahulu, pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab
yang mendukung terjadinya tumor dan keganasan. Adanya riwayat fraktur terbuka
yang meninggalkan bekas sikatriks dapat mendukung terjadinya suatu lesi pada
jaringan lunak. Factor kebiasaan kurang baik seperti merokok akan mendukung
terjadinya keganasan pada system pernapasan yang dapat bermetastasis kesistem
musculoskeletal.
 Riwayat penyakit keluarga, kaji tentang adakah keluarga dari generasi yang
terdahulu yang mengalami keluhan yang sama dengan klien. Beberapa kelainan
genetic dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang, misalnya sarcoma jaringan
lunak atau soft tissue sarcoma (STS).
 Riwayat psikososial, kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Pengamatan
atau observasi juga mencakup adaptasi dan penyesuaian yang mungkin sudah
dilakukan klien.
 Pola fungsi kesehatan seperti :
Persepsi terhadap kesehatan - manejemen kesehatan : disini kita menanyakan ke
pasien apakah dia mengkonsumsi rokok, alcohol, dan apakah dia mempunyai riwayat
alergi atau tidak
 Nutrisi dan metabolik : disini kita mengkaji pasien mempunyai diet khusus atau tidak,
anjuran diet sebelumnya, nafsu makan pasien, apakah pasien mempunyai gangguan
menelan.
 Pola eliminasi
a. Kebiasaan BAB di rumah dan di rumah sakit
b. Kebiasaan BAK di rumah dan di rumah sakit
 Pola aktivitas dan latihan
kemampuan perawatan diri : skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2 = perlu
bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan orang lain dan alat, 4 = tergantung/ tidak
mampu. Aktifitas yang di kaji seperti : makan/ minum, mandi, toileting, berpakaian,
mobilisasi di tempat tidur, berpindah, ambulasi ROM.
 Oksigenasi : disini kita mengkaji tentang pemenuhan oksigen dari pasien tersebut,
apakah dia menglami gangguan dalam pemenuhan oksigen atau tidak
 Pola istirahat dan tidur : disini kita mengaji waktu tidur dari pasien, jumlah tidur/
istirahat, frekuensinya, apakah pasien mengalami insomnia atau tidak
 Pola kognitif dan perseptual : pengkajiannya meliputi : status mental, bicara, bahasa
yang digunakan, kemampuan membaca, kemampuan mengerti, kemampuan
berinteraksi, pendengaran, penglihatan, pasien mengalami vertigo/ tidak, management
nyeri.
 Pola persepsi diri dan konsep diri : pengkajiannya meliputi citra diri, identitas diri,
peran diri, ideal diri, harga diri
 pola seksual dan reproduksi
 Pola peran hubungan meliputi : status perkawinan, pekerjaan, kulitas bekerja, sistem
dukungan keluarga, dukungan keluarga saat masuk rumah sakit.
 Pola keyakinan nilai (agama yang dianut, larangan agama, kebiasaan sembahyang di
rumah/ di rumah sakit)
b. Diagnosa

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)

2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan makanan (D.0019)

c. Intervensi

No Diagnosa Tujuan & KH intervensi


Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
1 Nyeri akut
tindakan keperawatan
berhubungan dengan Observasi :
selama 1X24 jam
agen pencedera
tingkat nyeri menurun
- Identifikasi lokasi,
fisiologis (D.0077)
dengan kriteria hasil:
karakteristik,
kualitas, intensitas
- Keluhan nyeri
nyeri
menurun

- Identifikasi skala
- Meringis
nyeri
menurun

Terapeutik:
- Gelisah
menurun - Berikan teknik
nonfarmakologis
- Frekuensi nadi
untuk mengurangi
membaik
rasa nyeri

- Pola napas
- Fasilitas istirahat
membaik
tidur

- Nafsu makan
Edukasi:
membaik
- Jelaskan penyebab,
- Pola tidur
periode, dan
membaik
pemicu nyeri

(L.08066)
- Jelaskan strategi
pereda nyeri

(1.08238)
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
2
berhubungan dengan tindakan keperawatan
Observasi :
ketidak mampuan selama 1X24jam status
menelan makanan nutrisi membaik dengan
- Identifikasi status
(D.0019) kriteria hasil:
nutrisi

- Porsi makan
- Monitor asupan
yang di
makanan
habiskan
meningkat Terapeutik:

- Kekuatan otot - Sajikan makanan


menelan secara menarik,
meningkat dan suhu yang
sesuai
- Frekuensi
makan membaik - Berikan suplemen
makanan
- Nafsu makan
membaik (1.03119)

(L.03030)

d. Implementasi

pelaksanaan perencanaan atau intervensi keperawatan yang sesuai standart operasional


yang ada. Yang mana tindakan ini berkaitan dengan tanggung jawab dan tanggung gugat

e. Evaluasi

- Tingkat nyeri menurun

- Status nutrisi membaik


DAFTAR PUSTAKA

1. Dhingra PL. Neoplasms of Nasal Cavity. In : Dhingra PL, Diseases of Ear, Nose and
Throat. 3rd Elsevier, New Delhi 2007 ; p. 192-198
2. Roezin, A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. Dalam Soepardi, EA et al., (Eds)
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6 Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 2009; p.178-181
3. Tjahdewi, S, Wiratno. Tumor Ganas Hidung Dan Sinus Paranasal Analisa Klinik Pada
55 Penderita. Dalam Kumpulan Naskah Ilmiah Kongress XII. Balai Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang 1999; p. 984-992
4. Soetjipto, D, Mangunkusumo, E. Sinus Paranasal. Dalam Soepardi, Efiaty Arsyad, et al.,
(Eds) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6
Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2009; p.145-149

5. PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).Jakarta

6. PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).Jakarta

7. PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).Jakarta


FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa :iqbal kholidi …………………………………………………………


NIM : 0118064: …………………………………………………………
Ruangan : kencono wungu…………………………… No. Reg. :
……………………
Pengkajian diambil : tgl 5 oktober 2021……………………………Jam 22.00
…………………… BBWI

I. IDENTITAS

Nama Pasien : tn A……………………………………


Tgl. MRS :4 oktober 2021 :…………………
Umur : 43 thn……………………………………
Diagnosa Medis : tumor r maxila…………………
Jenis Kelamin : lali-laki……………………………………
Suku / Bangsa : jawa/indonesia……………………………………
Agama :islam ……………………………………
Pendidikan : s1tekhnik……………………………………
Pekerjaan :guru ……………………………………
Alamat : mojokerto……………………………………

II. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN


1. Keluhan utama
Nyeri habis operasi digusi bagian atas sebelah kanan
2. Riwayat keperawatan sekarang :
Pasien datang ke RSUD WAHIDIN dengan keluhan ada benjolan digusi bagian atas
kanan
3. Riwayat keperawatan yang lalu
Tidak punya riwayat penyakit
4. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga tidak punya riwayat penyakit yg sama dengan pasien

III. Pola aktivitas sehari – hari (11 pola Gordon)


1. Pola Persepsi dan Managemen terhadap Kesehatan

Klien mengatakan bahwa kesehatan merupakan hal yang utama baginya dan keluarga. Klien
dan keluarga berupaya semaksimal mungkin untuk kesembuhannnya.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik (sebelum operasi dan sesudah operasi)
1. Intake makanan
a. Sebelum operasi

Klien mengatakan biasanya makan 3 kali sebelum operasi


b.Setelah operasi

Klien mengatakan setelah dilakukan operasi pasien dianjurkan dokter untuk


minum susu
2. Intake cairan
a. Sebelum operasi

Klien mengatakan biasa minum ± 6 gelas sebelum dilakukan operasi


b. Setelah operasi

Klien mengatakan selama di rumah sakit biasa minum ± 2 botol air mineral
kemasan dan juga susu . Klien diberikan cairan infus RL 1500 ml/ 24 jam.
3. Pola Eliminasi

BAB (Buang Air Besar)


a. Sebelum operasi

Klien mengatakan sebelum operasi biasa BAB 2 hari sekali setiap pagi, BAB.
Feses cenderung lunak berwarna kuning kecoklatan.
b. Setelah operasi

Klien mengatakan setelah operasi BAB 2 hari sekali, waktu tidak menentu.
Feses sedikit cair, berwarna kuning.
BAK (Buang Air Kecil)
a. Sebelum operasi

Klien mengatakan biasa BAK 7x dalam satu hari, Urin berwarna kuning pekat.
b. Setelah operasi

Klien mengatakan setelah operasi BAK 5kali sehari dan Urin berwarna kuning
pekat.
4. Pola Aktivitas dan Latihan

Pasien mengatakan saat ke kamar mandi pasien mandiri tanpa bantuan keluarga
5. Pola Istirahat dan Tidur
a. Sebelum operasi
Klien mengatakan biasa tidur 9 jam dalam sehari, tidur nyenyak tidak sering
terbangun saat tidur dan terbiasa tidur siang.
b. Stelah operasi

Klien mengatakan setelah operasi pasien tidur ± selama 7 jam perhari, terkadang
terbangun karena terasa nyeri.
6. Pola Persepsi dan Kognitif

Klien mengatakan panca indra masih berfungsi dengan baik, dapat melihat jarak
jauh dan pendengaran masih berfungsi dengan baik. Orientasi tempat, waktu,
orang sekitar, dan lain-lain baik.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Klien mengatakan bahwa dirinya tidak menyangka penyakit yang dideritanya akan
menjadi separah ini,
1. Body image

Klien merasa terbiasa dengan penyakitnya dikarenakan jarang yang mengetahui


penyakitnya
2. Ideal diri

Klien mengatakan ingin segera pulih kembali seperti sedia kala sehingga dapat
kembali melakukan aktivitas sehari-harinya.
3. Peran

Klien mengatakan dirinya berperan sebagai seorang suami bagi suaminya.


4. Identitas diri

Klien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang lelaki yang menjadi guru disalah
satu smk dimojokerto
8. Pola Peran dan Hubungan

Klien mengatakan bahwa dirinya dan keluarganya memiliki hubungan yang baik antar
anggota keluarga dan dengan masyarakat di sekitarnya. Pada saat klien dirawat di RS
Sebagian keluarga menjenguk
9. Pola Seksual dan Reproduksi

selama memiliki penyakit ini Tn A masih tetap berhubungn seksual dengan istrinya
10. Pola Koping dan Toleransi Terhadap Stress
Klien mengatakan istri dan keluarga lah yang menjadi sumber kebahagian baginya.
Apabila klien sedang banyak masalah, klien mengabiskan waktu bersama
keluarganya, sehingga dirinyapun merasa terhibur.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan

Klien beranggapan bahwa sakit dideritanya saat ini merupakan ujian dari Allah SWT.
Klien yakin bahwa dirinya dapat sembuh jika terus berusaha dan berdo’a

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Kesan umum / keadaan umum : compos mentis
2. Tanda – tanda Vital
S : 36,5 °C N : 56 x/menit
TD : 100/70 mmHg RR : 99x/menit
Pemeriksaan kepala dan leher :
1) Kepala dan rambut
a. Bentuk : normal
b. Kulit kepala : bersih
c. Rambut : Warna hitam,
2) Mata
a. Kesimetrisan : Gerakan mata simeteris
b. Kelopak mata (palpebra) : Tidak ada benjolan
c. Kunjungtifa dan sklera : Konjungtiva berwarna merah muda
d. Pupil : Isokor
3) Hidung
a. Tulang dan septum nasi : tidak ada kelainan tulang hidung
b. Lubang hidung : simetris, tidak ada cairan, tampak adanya penumpukan
serumen
c. Cuping hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung
4) Telinga
a. Bentuk telinga : telinga simetris, tidak ada kelainan bentuk
b. Lubang telinga : tidak ada cairan yang keluar, ada serumen
c. Ketajaman pendengaran : baik
5) Mulut
a. Keadaan bibir : lembab
b. Keadaan gusi dan gigi : gusi luka habia operasi.
c. Keadaan lidah : tidak ada sariawan
6) Leher
a. Tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
b. Suara : tidak ada gangguan pita suara
c. Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
d. Vena jugularis : tidak ada pembesaran vena jugularis
e. Denyut nadi karotis : teraba 80x/menit
7) Intergumen
a. Kebersihan kulit : kulit tampak kusam
b. Kehangatan : kulit teraba hangat
c. Warna : sawo matang
d. Turgor : baik
e. Kelembapan : kulit lembab
8) Thorak/ dada
a. Bentuk thorak : simetris, tidak ada benjolan ataupun lesi
Inspeksi : simetris, pergerakan dada kanan dan kiri tampak sama,
tampak pernafasan dengan frekuensi 20x/menit
Palapasi :simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi :suara nafas bronchial dan tidak terdapat suara
tambahan

b. Jantung
Inspeksi : denyut jantung tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS 4-5 midklavikula sisnistra
Perkusi : pekak, tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : BJ I bunyi tunggal (lup dup), BJ II bunyi tunggal (lup dup), tidak
terdengar suara tambahan, frekuensi denyut jantung 80x/menit
9) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak simetris, tidak ada pembesaran, benjolan, ataupun lesi
Auskultasi : peristaltic usus 20x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya benjolan, tidak ada tanda acites
Perkusi : suara timpani kecuali pada kuadran kanan atas (pekak)
10) Genetalia dan anus
d. Genetalia
Meatus urethra : tidak terpasang kateter
Kelainan : tidak ada
e. Anus
Lubang anus : tidak ada hemoroid di sekitar anus
Kelainan : tidak ada
11) Musculoskeletal (ekstremitas)
1. Kekuatan otot :
5 5
5 5
Edema : tidak ada edema
2. Neurologi
Tingkat kesadaran : komposmetis
Fungsi motorik : nyeri
Fungsi sensorik : baik
Reflek : patologis pada ekstremitas bawah
3. Status mental
Kondisi emosi/ perasaan : klien mengatakan dirinya merasa sedih dengan
kondisinya saat ini
Orientasi : klien mengenal tempat, waktu, tanggal, dan
orang sekitar dengan baik
Proses berfikir : baik

. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan medis
JENIS HASIL SATUAN NILAI METODE
PEMERIKSAAN RUJUKAN
Hematologi
Leukosit 6.75 10^3/ul 3.80-10.60 Flowcytometri
hemoglobin 14.5 g/dl 13.2-17.3 Cyanide-free
Eritrosit 5.02 10^6/ul 4.40-5.90 impedance
hematokrit 42.0 % 40.0-52.0 Pulse detection
trombosit 311 10^3/ul 150-400 impedance

. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI

Inf us RL 21 tpm
Injeksi ceftri 2x1
Injeksi antrain 3x1
Diet cair
ANALISA DATA

Nama pasien : tn a
Umur :
No. Register :

No Data Etologi Masalah


1. Ds : px mengatakan Tumor r maxila Nyeri akut
nyeri pada bagian
gusi sebelah kanan
atas setalah post op Tindakan post op
Do : KU cukup,
Kesadaran Compos
mentis, GCS 456 Nyeri
TD : 100/70
RR :56
SPO2 :99
Suhu :36,5
- Luka post op
gusi sebalah
kanan
- Wajah tampak
meringis
P : nyeri post op
Q : saat mengunyah
R : terasa nyeri
S:3
T:sewaktu–
waktu/hilang
timbul
2. Ds : px mengatakan Tumor r maxila Resiko infeksi
kurangnya
pengetahuan
mengenai personal Tindakan post op
hygiene
Do : KU cukup,
Kesadaran Compos Resiko infeksi
mentis, GCS 456
TD : 100/70
S :36,5
RR :56
SPO: 99

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama pasien : tn a
Umur : 43 thn
No. Register :

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.nyeri akut berhubungan dengan penekanan saraf (D.0078)


2.resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit(D.0142)

INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
Hasil
1. nyeri akut Setelah dilakukan Manejemen nyeri
berhubunga tindakan keperawatan (observasi)
n dengan 2x24 jam, diharapkan - Identifikasi lokasi nyeri
agen nyers menurun - Identifikasi skala nyri
pencedera Kriteria Hasil : (terapeutik)
fisik di Tingkat Nyeri - Berikan teknik nonfarmakologis
buktikan (L.08066) untuk mengurangi rasa nyeri
dengan px  Skala nyeri - kontrol lingkungan yang
mengeluh menurun memberatkan rasa nyeri
nyeri,  Keluhan nyeri - fasilitasi istirahat dan tidur
(D.0077) menurun - pertimbangkan jenis dan sumber
 Pola tidur nyeri dalam pemilihan strategi
membaik mredakan nyeri
(edukasi )
- jelaskan penyebab pemicu nyeri
- jelaskan strategi meredakan nyeri
- anjurkan tehknik relaksasi dan
distraksi
(kolaborasi)
- berikan obat analgetik

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)


berhubungan tindakan keperawatan  Observasi
dengan 1x24 jam, diharapkan  Identifikasi tingkat
kerusakan tingkat infeksi pengetahuan pasien
integritas menurun tentang infeksi dan
kulit. (0142) Kriteria Hasil : hygiene rawat luka post
Tingkat Infeksi operasi
(L.14137)  Monitor tanda dan gejala
 Pengetahuan infeksi lokal dan
tentang infeksi sistematik
meningkat  Terapeutik
 Personal  Cuci tangan sebelum dan
hygien sesudah kontak dengan
 Nafsu makan pasien dan lingkungan
neningkat pasien
 Pasien  Edukasi
mengerti cara  Jelaskan tanda dan gejala
merawat luka infeksi
post operasi  Ajarkan cara hygiene
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
terapi untuk mengatasi
resiko infeksi

III.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Tanggal Diagnosa Tindakan


1. 5,6 – 10 Nyeri akut - Observasi dan catat lokasi, beratnya dan
– 2021 karakteristik nyeri (menetap, hilang timbul)
Hasil:
P: Nyeri seperti ditusk jarum
S: 3
T: saat pengaruh obat hilang
- Tingkatkan tirah baring, biarkan klien
melakukan posisi yang nyaman.
Hasil: pasien hanya mampu berbaring
- Jelaskan penyebab nyeri dan pemicu nyeri
Hasil: pasien dan keluarga pasien sedikit
paham tentang penyebab dan pemicu nyeri
yang dijelaskan
- Ajarkan teknik relaksasi dengan latihan nafas
dalam.
Hasil: Pasien mampu mengalihkan nyeri
dengan massage/pijatan
- Kolaborasi pemberian analgetik
Hasil: Berkolaborasi pemberian analgetik
2. 5,6-10- Resiko infeksi - Identifikasi tingkat pengetahuan pasien
201 tentang infeksi dan rawat luka
Hasil: pasien dan keluarga pasien tidak
mengetahui tentang infeksi dan hygiene
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistematik
Hasil: tidak ada tanda dan gejala infeksi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
Hasil: perawat selalu mencuci tangan saat
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Hasil: pasien dan keluarga mendengarkan
dengan baik penjelasan perawat
- Ajarkan cara rawat luka
Hasil: pasien dan keluarga pasien sedikit
mengerti cara yang diajarkan perawat
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Hasil: pasien hanya makan dan minum sedikit
- Kolaborasi pemberian terapi untuk mengatasi
resiko infeksi
Hasil: berkolaborasi pemberian terapi
mengatasi resiko infeksi

IV. EVALUASI

No. Tanggal Diagnosa Evaluasi


1. 5,6 – 10 - 2021 Nyeri kronis S: pasien mengatakan nyeri post op sudah
menurun
O: keadaan umum cukup membaik
P: Nyeri dibagian gusi bekas operasi
menurn
Q: seperti digigit semut
R: Nyeri dibagian gusi bekas
pembedahan
S: 2
T: saat pengaruh obat hilang
Ttv: TD: 110/80 N: 56x/menit S: 36°c
Spo:56
A: nyeri (masalah teratasi)
P: Intervensi dihentikan

2 5,6-10-2021 Resiko infeksi S: pasien mengetahui tentang personal


hygien
O: keadaan umum baik, nafsu makan
meningkat
Ttv: TD: 110/80 N: 61x/menit spo:56
S: 36°c
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai