Oleh :
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas dua, yaitu
fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu bila kulit yang
tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar), sedangkan fraktur terbuka (compound) yaitu bila kulit yang melapisinya
tidak intak dimana sebagian besar fraktur jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi
dan infeksi. (Solomon, 2001 : 847-52)
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur
secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur
tertutup yang disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2014 :508).
2. Penyebab
a. Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan
seperti : a) pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral ; b) penekukan
(trauma angulasi atau langsung) yang dapat menyebabkan fraktur melintang ; c)
penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi
disertai fragmen kupu- kupu berbentuk segitiga yang terpisah, d) kombinasi dari
pemuntiran, penekukan, dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq pendek ; e)
penarikan dimana tendon atau ligament benar-benar menarik tulang sampai terpisah
(Helmi, 2014 : 508).
Nyer Akut
Gangguan
Risiko Defisit Nutrisi Mobilitas
Fisik
4. Klasifikasi
Adalah fraktur dimana garis patahnya fraktur subtrokanter femur 5 cm distal dari
trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih
sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu sebagai
berikut :
1) Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
2) Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inci dibawah dari batas trochanter minor
3) Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas trochanter minor (Helmi,
2014 : 509)
Menurut Black (1993) tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur
femur, yakni:
a. Deformitas
b. Bengkak (edema)
c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot (spasme involuntir dekat fraktur)
e. Tenderness
f. Nyeri
g. Kehilangan sensasi
h. Pergerakan abnormal
i. Syok hipovolemik
j. Krepitasi
Penderita tak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada panggul. Posisi panggul
dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya perpendekan dari
tungkai yang cedera. Paha dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi. Pada
palpasi sering ditemukan adanya haematoma di panggul. Pada tipe impacted,
biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit yang tak begitu hebat.
Posisi tungkai masih tetap dalam posisi netral (Reksoprodjo, 2009).
5. Pemeriksaan penunjang
a. X-ray : untuk menentukan luas / lokasi fraktur
b. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
d. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan : peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kratinin untuk klirens ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi atau cedera hati (Doengoes, 2000 dalam Wijaya & Putri,
2013 : 241)
6. Penatalaksanaan medis
Prinsip-prinsip umum:
Optimasi pra operasi medis yang cepat : Mortalitas dikurangkan dengan operasi
dalam waktu 48 jam fiksasi yang stabil dan mobilisasi dini. Pengobatan fraktur leher
femur dapat berupa:
Fiksasi internal diindikasikan untuk Garden Tipe I, II, III pada pasien muda,patah
tulang yang tidak jelas, dan fraktur displaced pada pasien muda. (Skinner, 2008)
Bentuk pengobatan bedah yang dipilih ditentukan terutama oleh lokasi fraktur
(femoralis leher vs intertrochanteric), displacement, dan tingkat aktivitas
pasien.Kemungkinan untuk tidak reduksi adalah pada pasien dengan stress
fracture dengan kompresi pada leher femur dan fraktur leher femur pada pasien
yang tidak bisa berjalan atau komplikasi yang tinggi.Terapi operatif hampir
sering dilakukan pada orang tua karena perlu reduksi yang akurat dan stabil
(Skinner, 2008)
Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi
Jenis-jenis operasi:
1) Pemasangan pin
Pemasangan pin haruslah dengan akurasi yang baik karena pemasangan pin yang
tidak akurat ( percobaan pemasangan pin secara multiple atau di bawah trokanter)
telah diasosiasi dengan fraktur femoral sukbtrokanter.
2) Pemasangan plate dan screw
Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi apex distal screw atau
apex proximal screw.Pemasangan screw secara distal sering gagal berbanding dengan
distal.fiksasi dengan cannulated screw hanya bisa dilakukan jika reduksi yang baik
telah dilakukan. Setelah fraktur direduksi, fraktur ditahan dengan menggunakan
screw atau sliding screw dan side plate yang menempel pada shaft femoralis.Sliding
hip screw (fixed-angle device) ditambah derotation screw diindikasikan untuk fraktur
cervical basal dan patah tulang berorientasi vertikal.(Skinner, 2008)
3) Artroplasti; dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa:
a) Eksisi artroplasti
b) Hemiartroplasti
Diindikasikan untuk pasien usia lanjut dengan fraktur displaced risiko yang lebih
rendah untuk dislokasi berbanding artroplasti pinggul total, terutama pada pasien
tidak dapat memenuhi tindakan pencegahan dislokasi (demensia, penyakit
Parkinson). Prostesis disemen memiliki mobilitas yang lebih baik dan kurang nyeri
paha; prostesis tidak disemen harus disediakan untuk pasien yang sangat lemah di
mana status pra cedera menunjukkan bahwa mobilitas tidak mungkin dicapai setelah
operasi. (Miller,2012)
c) Artroplasti total
Indikasi :
Untuk pasien lanjut yang aktif dengan fraktur displaced
Pilihan untuk pasien dengan pra hip arthrophaty (OA dan RA)
Jika pengobatan telah terlambat untuk beberapa minggu dan curiga kerusakan
acetabulum
Pasien dengan metastatic bone disease seperti Paget’s Disease
Hasil fungsional lebih baik daripada hemiarthoplasty
Tingkat dislokasi lebih tinggi dari hemiarthoplasty
7. Komplikasi
Komplikasi umum
Pasien yang berusia tua sangat rentan untuk menderita komplikasi umum seperti
thrombosis vena dalam, emboli paru, pneumonia dan ulkus dekubitus. (Frassica F,
2007)
a. Nekrosis avaskular
Nekrosis iskemik dari caput femoris terjadi pada sekitar 30 kasus dengan fraktur
pergeseran dan 10 persen pada fraktur tanpa pergeseran. Hampir tidak mungkin untuk
mendiagnosisnya pada saat fraktur baru terjadi. Perubahan pada sinar-x mungkin
tidak nampak hingga beberapa bulan bahkan tahun. Baik terjadi penyatuan tulang
maupun tidak, kolaps dari caput femoris akan menyebabkan nyeri dan kehilangan
fungsi yang progresif. (Frassica F, 2007)
b. Non-union
Lebih dari 30 persen kasus fraktur collum femur gagal menyatu, terutama pada
fraktur dengan pergeseran. Penyebabnya ada banyak: asupan darah yang buruk,
reduksi yang tidak sempurna, fiksasi tidak sempurna, dan penyembuhan yang lama.
c. Osteoartritis
Nekrosis avaskular atau kolaps kaput femur akan berujung pada osteoartritis
panggung. Jika terdapat kehilangan pergerakan sendi serta kerusakan yang meluas,
maka diperlukan total joint replacement.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri pda luka, terkadang disertai demam, menggigil
dan malaise
2) Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan penyabab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya mengidap
penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwayat pemakaian obat
3) Riwayat penyakit sekarang
Terdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik bewarna merah,
terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan mengilap
4) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : pasien tampak menahan sakit dan emosianal
b) Tingkat kesadaran : composmetis
c) Pemeriksaan kepala
Inspeksi : kepala simetris, rambut bersih, tidak ada lesi Palpasi : tidak ada nyeri
tekan dan benjolan abnormal
d) Pemeriksaan mata
Inspeksi : konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e) Pemeriksaan hidung
Inspeksi : simetris, bersih, tidak ada polip Palpasi : tidak ada nyeri tekan
f) Pemeriksaan telinga
Inspelsi : bentuk tilinga kanan dan kiri simetris, tidak adanya lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan benjolan abnormal
g) Pemeriksaan mulut dan faring
Inspeksi : mulut simetris atau tidak, mukosa kering atau lembab, bau mulut atau
tidak
h) Pemeriksaan leher
Inspeksi : warna kulitnya sama dengan yang lain atau tidak, ada lesi atau tidak
Palpasi : terdapat pembesaran pada kelenjar tyroid atau tidak, terdapat
pembesaran vena jugularis atau tidak
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, inspirasi dan ekspirasi sama
Palpasi : getaran vocal vremitus dekstra sinistra sama Perkusi : resonan seluruh
lapang paru
Auskultasi : tidak ada suara tambahan (vesikuler)
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : teraba ictus cordis pada ics 5 mid clavicula sinistra
Perkusi : pekak pada ics 3-5 sinistra
Auskultasi : Bj1 dan Bj2 terdengar tunggal (tidak ada bunyi tambahan)
i) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan di daerah abdomen
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus terdengar normal
j) Pemeriksaan ekstermitas bawah
Inspeksi : terdapat luka, bentuk luka, ukuran, kedalaman, lokasi,warna kulir
disekitar luka, edema
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada sekeliling luka, dan kekuatan otot menurun
k) Pemeriksaan integument
Inspeksi : gejala awal berupa kemerahan (rubor), dan bengkak (tumor).
Palpasi : pada area terdekat luka dan nyeri (dolor) tekan yang terasa di sekeliling
luka.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan ditandai dengan Agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ditandai dengan gangguan
muskuloskeletal
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ditandai dengan gangguan
muskuloskeletal
d. Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan faktor risiko faktor psikologis
(keengganan untuk makan)
e. Risiko infeksi dibuktikan dengan faktor risiko efek prosdur ivasif
f. Risiko perdarahan dibuktikan dengan faktor risiko tindakan pembedahan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
3 Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan Ambulasi (I.06171)
Definisi : .... X .... jam menit diharapkan mobilitas fisik Observasi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari meningkat dengan kriteria hasil: Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
satu atau lebih ekstremitas secara Pergerakan ekstemitas (5) fisik lainnya
mandiri Kekuatan otot (5) Identifikasi toleransi fisik melakukan
Rentang gerak (ROM) (5) ambulasi
Penyebab : Nyeri (5) Monitor frekuensi jantung dan tekanan
Kerusakan integritas struktur Kecemasan (5) darah sebelum memulai ambulasi
tulang Kaku sendi (5) Monitor kondisi umum selama
Perubahan metabolisme Gerakan tidak terkoordinasi (5) melakukan ambulasi
Ketidakbugaran fisik Gerakan terbatas (5) Terapeutik
Penuruna kendali otot Kelemahan fisik (5) Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
Penurunan kekuatan otot bantu (mis. tongkat, kruk)
Keterlambatan perkembangan Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
Kekuatan sendi jika perlu
Kontraktur Libatkan keluarga untuk membantu
Malnutrisi pasien dalam meningkatkan ambulasi
Gangguan muskuloskeletal Edukasi
Gangguan neuromuskular Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
Terapeutik :
Tinggikan kepala 30-45 derajat selama
pemberian makanan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemilihan jenis dan jumlah
makanan enteral
Terapeutik :
Cuci tangan dan pasang sarung tangan
Gunakan teknik aseptic dalam
perawatan selang
Ganti balutan tiap 24-48 jam
Ganti set infus maksimal 2x24 jam
Ganti posisi pemasangan infuse
maksimal 3x24 jam
5 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pencegahan Infeksi
Definisi : beresiko mengalami …x...jam diharapkan dapat mengatasi Resiko Observasi
peningkatan terserang organisme Infeksi dengan kriteria hasil: Monitor tanda dan gejela infeksi local
patogenik Tingkat infeksi dan sitemik
Faktor Resiko : Kebersihan tangan meningkat (5) Terapeutik
Penyakit kronis (mis. Diabetes Kebersihan badan meningkat (5) Batasi jumlah pengunjung
militus) Nafsu makan meningkat (5) Berikan perawatan kulit pada area
Efek prosedur invasive Demam menurun (5) edema
Malnutrisi Kemerahanmenurun (5) Cuci tangan sebelum dan sesudah
Peningkatan paparan organisme Nyeri menurun (5) kontak dengan pasien dan lingkungan
pathogen lingkungan Bengkak menurun (5) pasien
Ketidakadekuatan pertahanan Vesikel menurun (5) Pertahankan kondisi aseptik pada pasien
Perubahan sekresi pH
Pluria menurun (5) Ajarkan cara mencuci tangan dengan
Periode malaise menurun (5) benar
Penurunan kerja silialis
Periode menggigil menurun (5) Ajarkan etika batuk
Ketuban pecah lama
Letargi menurun (5) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Ketuban pecah sebelum waktunya
Gangguan kognitif menurun (5) atau luka oprasi
Merokok
Kadar sel darah putih membaik (5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Status cairan tubuh
Ketidakadekuatan pertahanan Kultur darah membaik (5) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
tubuh sekunder Kultur urine membaik (5) Kolaborasi
Penurunan hemoglobin Kultur sputum membaik (5) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
Imununosupresi Kultur area luka membaik (5)
4. Implementasi keperawatan
Dilaksanakan sesuai intervensi
5. Evaluasi keperawatan
a. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi
keperawatan)
b. Evaluasi sumatif (merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap
waktu)
DAFTAR PUSTAKA
Clinical Teacher/CT
NIP. 196812311992031020
Denpasar, 1 Maret 2021
Clinical Teacher/CT
NIP. 196812311992031020