Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN POST HEMIARTHOPLASTY BIPOLAR CLOSE


FRAKTUR FEMUR

Oleh :

NI NYOMAN MURTI APSARI DEWI


P07120320021
PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas dua, yaitu
fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu bila kulit yang
tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar), sedangkan fraktur terbuka (compound) yaitu bila kulit yang melapisinya
tidak intak dimana sebagian besar fraktur jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi
dan infeksi. (Solomon, 2001 : 847-52)

Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur
secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur
tertutup yang disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2014 :508).

2. Penyebab
a. Peristiwa trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan
seperti : a) pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral ; b) penekukan
(trauma angulasi atau langsung) yang dapat menyebabkan fraktur melintang ; c)
penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi
disertai fragmen kupu- kupu berbentuk segitiga yang terpisah, d) kombinasi dari
pemuntiran, penekukan, dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq pendek ; e)
penarikan dimana tendon atau ligament benar-benar menarik tulang sampai terpisah
(Helmi, 2014 : 508).

b. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)


Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya : pada penyakit paget) (Helmi,
2014 : 508).
3. Pathway

Defisit Perawatan Diri

Nyer Akut

Gangguan
Risiko Defisit Nutrisi Mobilitas
Fisik
4. Klasifikasi

a. Fraktur Intretrokhanter Femur


Penatalaksanaan fraktur intretrokhanter menurut (Helmi, 2014): Pengobatan
untuk fraktur leher femur dapat berhasil di capai melalui hemiarthroplasti bipolar.
Hemiarthroplasty adalah prosedur operasi yang menggantikan satu setengah sendi
pinggul dengan protestik, sementara membiarkan yang lainnya utuh. Ada beberapa
pilihan berbeda yang tersedia untuk jenis perangkat yang digunakan, yang paling
sering biasanya menggunakan tipe bipolar, yang memiliki kepala femoral yang
berputar saat bergerak. Ini membantu mengurangi jumlah keausan pada sambungan
baru untuk hhasil yang lebih tahhan lama.

b. Fraktur Subtrokhanter Femur

Adalah fraktur dimana garis patahnya fraktur subtrokanter femur 5 cm distal dari
trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih
sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu sebagai
berikut :
1) Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
2) Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inci dibawah dari batas trochanter minor
3) Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas trochanter minor (Helmi,
2014 : 509)

c. Fraktur suprakondiler femur


Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu mennjadi dislokasi ke
posterior. Hal ini biasanya disebabkan adanya tarikan otot-otot gastroknemius.
Biasanya fraktur suprakondiler ini disebabkan oleh trauma langsung karean kecepatan
tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus, dan disertai gaya
rotasi.
Manifestasi klinik yang didapatkan berupa pembengkakan pada lutut, deformitas
yang jelas dengan pemendekan pada tungkai, nyeri bila fragmen bergerak, dan
mempunyai resiko terhadap sindrom kompartemen pada bagian distal. Pada
pemeriksaan berjongkok terlihat pasien tidak bisa menjaga kesejajaran. Pemeriksaan
radiologis dapat menentukan diagnosis fraktur suprakondiler.
d. Fraktur Kondiler Femur
Mekanisme trauma biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur ke atas. Manifestasi klinik
didapatkan adanya pembengkakan pada lutu, hematrosis, dan deformitas pada
ekstermitas bawah. Penderita juga mengeluh adanya nyeri lokal, dan kondisi
neurologis-vaskuler harus selalu diperiksa adanya tanda dan gejal sindrom
kompartemen pada bagian distal.
Penatalaksanaan dengan reduksi tertutup dengan traksi tulang selama 4-6 minggu
dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan gips minispika sampai terjadi
penyembuhan tulang. Reduksi terbuka dan fiksasi interna dilakukan apabila
intervensi reduksi tertutup tidak memberikan penyembuhan tulang, atau keluhan
nyeri local yang parah. (Helmi, 2014:518).
e. Fraktur Batang Femur
Fraktur batng femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan
lalu lintas di kota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam
syok, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah. Secara klinik fraktur batang femur dibagi
dalam fraktur batang femur terbuka dan tertutup.
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang
femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang
mengalami kecelakaan kendaraan bermontor atau mengalami jatuh datri ketinggian.
Biasanya, pasien ini mengalami trauma multiple yang menyertainya.
4) Tanda dan Gejala

Menurut Black (1993) tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur
femur, yakni:

a. Deformitas
b. Bengkak (edema)
c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot (spasme involuntir dekat fraktur)
e. Tenderness
f. Nyeri
g. Kehilangan sensasi
h. Pergerakan abnormal
i. Syok hipovolemik
j. Krepitasi

Secara spesifik, gejala klinis yang ditimbulkan yaitu seperti:

a. Fraktur Collum Femur

Penderita tak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada panggul. Posisi panggul
dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya perpendekan dari
tungkai yang cedera. Paha dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi. Pada
palpasi sering ditemukan adanya haematoma di panggul. Pada tipe impacted,
biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit yang tak begitu hebat.
Posisi tungkai masih tetap dalam posisi netral (Reksoprodjo, 2009).

b. Fraktur Intertrokhanter Femur


Pada umumnya penderita fraktur intertrokhanter mempunyai gejala klinis yang
bervariasi sesuai dengan tipe, derajat keparahan dan etiloginya. Pada fraktur
intertrokhanter dengan deformitas mempunyai gejala klinis yang jelas, yaitu nyeri di
regio sendi paha, pemendekan dan rotasi eksternal ekstremitas bawah yang terlibat
sehingga tidak mampu berdiri dan berjalan, sedangkan pada fraktur yang tanpa
deformitas penderita kemungkinan masih dapat berjalan meskipun nyeri di regio
sendi panggul (Simon et al., 2007; Bucholz dan Heckman,2006; Swiontkowski et al.,
2001).

5. Pemeriksaan penunjang
a. X-ray : untuk menentukan luas / lokasi fraktur
b. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
d. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan : peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kratinin untuk klirens ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi atau cedera hati (Doengoes, 2000 dalam Wijaya & Putri,
2013 : 241)

6. Penatalaksanaan medis
Prinsip-prinsip umum:

Optimasi pra operasi medis yang cepat : Mortalitas dikurangkan dengan operasi
dalam waktu 48 jam fiksasi yang stabil dan mobilisasi dini. Pengobatan fraktur leher
femur dapat berupa:

a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas Non-operatif:

Indikasi: Fraktur nondisplaced pada pasien mampu memenuhi pembatasan


weight bearing. (Miller MD, 2012)
b. Terapi operatif:

Indikasi: displaced fraktur dan nondisplaced

Fiksasi internal diindikasikan untuk Garden Tipe I, II, III pada pasien muda,patah
tulang yang tidak jelas, dan fraktur displaced pada pasien muda. (Skinner, 2008)

 Bentuk pengobatan bedah yang dipilih ditentukan terutama oleh lokasi fraktur
(femoralis leher vs intertrochanteric), displacement, dan tingkat aktivitas
pasien.Kemungkinan untuk tidak reduksi adalah pada pasien dengan stress
fracture dengan kompresi pada leher femur dan fraktur leher femur pada pasien
yang tidak bisa berjalan atau komplikasi yang tinggi.Terapi operatif hampir
sering dilakukan pada orang tua karena perlu reduksi yang akurat dan stabil
(Skinner, 2008)

 Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi
Jenis-jenis operasi:

1) Pemasangan pin
Pemasangan pin haruslah dengan akurasi yang baik karena pemasangan pin yang
tidak akurat ( percobaan pemasangan pin secara multiple atau di bawah trokanter)
telah diasosiasi dengan fraktur femoral sukbtrokanter.
2) Pemasangan plate dan screw
Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi apex distal screw atau
apex proximal screw.Pemasangan screw secara distal sering gagal berbanding dengan
distal.fiksasi dengan cannulated screw hanya bisa dilakukan jika reduksi yang baik
telah dilakukan. Setelah fraktur direduksi, fraktur ditahan dengan menggunakan
screw atau sliding screw dan side plate yang menempel pada shaft femoralis.Sliding
hip screw (fixed-angle device) ditambah derotation screw diindikasikan untuk fraktur
cervical basal dan patah tulang berorientasi vertikal.(Skinner, 2008)
3) Artroplasti; dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa:
a) Eksisi artroplasti
b) Hemiartroplasti

Diindikasikan untuk pasien usia lanjut dengan fraktur displaced risiko yang lebih
rendah untuk dislokasi berbanding artroplasti pinggul total, terutama pada pasien
tidak dapat memenuhi tindakan pencegahan dislokasi (demensia, penyakit
Parkinson). Prostesis disemen memiliki mobilitas yang lebih baik dan kurang nyeri
paha; prostesis tidak disemen harus disediakan untuk pasien yang sangat lemah di
mana status pra cedera menunjukkan bahwa mobilitas tidak mungkin dicapai setelah
operasi. (Miller,2012)

c) Artroplasti total
Indikasi :
 Untuk pasien lanjut yang aktif dengan fraktur displaced
 Pilihan untuk pasien dengan pra hip arthrophaty (OA dan RA)
 Jika pengobatan telah terlambat untuk beberapa minggu dan curiga kerusakan
acetabulum
 Pasien dengan metastatic bone disease seperti Paget’s Disease
 Hasil fungsional lebih baik daripada hemiarthoplasty
 Tingkat dislokasi lebih tinggi dari hemiarthoplasty
7. Komplikasi
Komplikasi umum

Pasien yang berusia tua sangat rentan untuk menderita komplikasi umum seperti
thrombosis vena dalam, emboli paru, pneumonia dan ulkus dekubitus. (Frassica F,
2007)

a. Nekrosis avaskular

Nekrosis iskemik dari caput femoris terjadi pada sekitar 30 kasus dengan fraktur
pergeseran dan 10 persen pada fraktur tanpa pergeseran. Hampir tidak mungkin untuk
mendiagnosisnya pada saat fraktur baru terjadi. Perubahan pada sinar-x mungkin
tidak nampak hingga beberapa bulan bahkan tahun. Baik terjadi penyatuan tulang
maupun tidak, kolaps dari caput femoris akan menyebabkan nyeri dan kehilangan
fungsi yang progresif. (Frassica F, 2007)

b. Non-union

Lebih dari 30 persen kasus fraktur collum femur gagal menyatu, terutama pada
fraktur dengan pergeseran. Penyebabnya ada banyak: asupan darah yang buruk,
reduksi yang tidak sempurna, fiksasi tidak sempurna, dan penyembuhan yang lama.

c. Osteoartritis

Nekrosis avaskular atau kolaps kaput femur akan berujung pada osteoartritis
panggung. Jika terdapat kehilangan pergerakan sendi serta kerusakan yang meluas,
maka diperlukan total joint replacement.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri pda luka, terkadang disertai demam, menggigil
dan malaise
2) Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan penyabab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya mengidap
penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwayat pemakaian obat
3) Riwayat penyakit sekarang
Terdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik bewarna merah,
terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan mengilap
4) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : pasien tampak menahan sakit dan emosianal
b) Tingkat kesadaran : composmetis
c) Pemeriksaan kepala
Inspeksi : kepala simetris, rambut bersih, tidak ada lesi Palpasi : tidak ada nyeri
tekan dan benjolan abnormal
d) Pemeriksaan mata
Inspeksi : konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e) Pemeriksaan hidung
Inspeksi : simetris, bersih, tidak ada polip Palpasi : tidak ada nyeri tekan
f) Pemeriksaan telinga
Inspelsi : bentuk tilinga kanan dan kiri simetris, tidak adanya lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan benjolan abnormal
g) Pemeriksaan mulut dan faring
Inspeksi : mulut simetris atau tidak, mukosa kering atau lembab, bau mulut atau
tidak
h) Pemeriksaan leher
Inspeksi : warna kulitnya sama dengan yang lain atau tidak, ada lesi atau tidak
Palpasi : terdapat pembesaran pada kelenjar tyroid atau tidak, terdapat
pembesaran vena jugularis atau tidak
 Pemeriksaan Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, inspirasi dan ekspirasi sama
Palpasi : getaran vocal vremitus dekstra sinistra sama Perkusi : resonan seluruh
lapang paru
Auskultasi : tidak ada suara tambahan (vesikuler)
 Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : teraba ictus cordis pada ics 5 mid clavicula sinistra
Perkusi : pekak pada ics 3-5 sinistra
Auskultasi : Bj1 dan Bj2 terdengar tunggal (tidak ada bunyi tambahan)
i) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan di daerah abdomen
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus terdengar normal
j) Pemeriksaan ekstermitas bawah
Inspeksi : terdapat luka, bentuk luka, ukuran, kedalaman, lokasi,warna kulir
disekitar luka, edema
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada sekeliling luka, dan kekuatan otot menurun
k) Pemeriksaan integument
Inspeksi : gejala awal berupa kemerahan (rubor), dan bengkak (tumor).
Palpasi : pada area terdekat luka dan nyeri (dolor) tekan yang terasa di sekeliling
luka.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan ditandai dengan Agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ditandai dengan gangguan
muskuloskeletal
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ditandai dengan gangguan
muskuloskeletal
d. Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan faktor risiko faktor psikologis
(keengganan untuk makan)
e. Risiko infeksi dibuktikan dengan faktor risiko efek prosdur ivasif
f. Risiko perdarahan dibuktikan dengan faktor risiko tindakan pembedahan
3. Rencana Asuhan Keperawatan

NO STANDAR DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI


KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN INDONESIA
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri Akut (D. 0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nyeri
Definisi: .... x .... jam diharapkan Nyeri Berkurang dengan Observasi
Pengalaman sensorik atau emosional kriteria hasil :  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
yang berkaitan dengan kerusakan Tingkat nyeri : frekuensi, kualitas , intensitas nyeri
jarigan actual atau fungsional, dengan  Keluhan nyeri menurun (5)  Identifikasi skala nyeri
onset mendadak atau lambat dan  Meringis menurun (5)  Identifikasi respons nyeri non verbal
berintensitas ringan hingga berat yang  Sikap protektif menurun (5)  Identifikasi faktor yang memperberat
berlangsung kurang dari 3 bulan.  Gelisah menurun (5) nyeri dan memperingan nyeri
 Kesulitan tidur menurun (5)  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
 Menarik diri menurun (5) tentang nyeri
Penyebab:  Berfokus pada diri sendiri menurun (5)  Identifikasi pengaruh budaya terhadap
 Agen pencedera fisiologis (mis.  Diaforesis menurun (5) respon nyeri
Inflamai,iskemia, neoplasma  Perasan takut mengalami cedera berulang  Identifikasi pengaruh nyeri pada
 Agen pencedera kimiawi (mis. menurun (5) kualitas hidup
Terbakar, bahan kimia iritan)  Ketegangan otot menurun (5)  Monitor keberhasilan terapi
 Frekuensi nadi membaik (5) komplementer yan sudah diberikan
 Agen pencedera fisik (mis. Abses,  Pola napas membaik (5)  Monitor efek samping penggunaan
amputasi, terbakar, terpotong,  Tekanan darah membaik (5) analgetik
mengangkat berat, prosedur  Nafsu makan membaik (5) Terapeutik
operasi, trauma, latihan fisik  Pola tidur membaik (5)  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
berlebih) Kontrol Nyeri mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,

 Melaporkan nyeri terkontrol (5) hypnosis, akupresur, terapi music,


Gejala dan Tanda Mayor  Kemampuan mengenali onset nyeri (5) biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Subjektif  Kemampuan mengenali penyebab nyeri (5) teknik imajinasi terbimbing, kompres
 Mengeluh nyeri  Kemampuan menggunakan teknik non- hangat/dingin, terapi bermain)
Objektif farmakologis (5)  Kontrol lingkungan yang memperberat
 Tampak meringis rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
 Dukungan orang terdekat (5)
 Bersikap protektif (mis. Waspada, pencahayaan, kebisingan)
 Keluhan nyeri (5)
posisi menghindari nyeri)  Fasilitas istirahat dan tidur
 Penggunaan analgesic (5)
 Gelisah  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
 Frekuensi nadi meningkat dalam pemilihan strategi meredakan
 Sulit tidur nyeri
Edukasi
Gejala dan Tanda Minor  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
Subjektif  Jelaskan strategi meredakan nyeri
-  Anjurkan memonitor nyeri secara
Objektif mandiri
 Tekanan darah meningkat  Anjurkan menggunakan analgetik
 Pola napas berubah secara tepat
 Nafsu makan berubah  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
 Proses berpikir terganggu mengurangi rasa nyeri
 Menarik diri Kolaborasi
 Berfokus pada diri sendiri  Kolaborasi pemberian analgetik, jika
 Diaforesis perlu

Kondisi Klinis Terkait Pemberian Analgesik


 Kondisi pembedahan Observasi
 Cedera traumatis  Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
 Infeksi Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
 Sindrom koroner akut intensitas, frekuensi, durasi)
 Glaukoma  Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesic
(mis. Narkotika, non narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic yang disukai
untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respon pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapu dan efek samping
obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
2 Deficit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. jam Dukungan perawatan diri
diharapkan perawatan diri meningkat dengan Tindakan
Penyebab : kriteria : Observasi
□ gangguan muskuloskletal □ identifikasi kebiasaan aktivitas
□ gangguan neuromuscular Perawatan diri perawatan diri
□ kelemahan □ Kemampuan mandi meningkat □ monitor tingkat kemandirian
□ gangguan psikologis □ Kemampuan mengenakan pakaian meningkat □ identifikasi kebutuhan alat bantu
□ penurunan motivasi □ Kemampuan makan meningkat kebersihan diri, berpakaian, berhias,
□ Kemampuan ke toilet meningkat makan
Gejala dan tanda mayor : □ Minat melakukan perawatan diri meningkat Terapeutik
Subjektif □ sediakan lingkungan yang terapeutik
□ menolak melakukan perawatan diri □ siapkan keperluan pribadi
Objektif □ damping dalam melakukan perawatan
□ Tidak mampu mandi/mengenakan diri
pakaian/makan/ke toilet/berhias □ fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
secara mandiri mampu melakukan perawatan diri
□ Minat melakuakn perawatan diri □ jadwalkan rutinitas perawatan diri
kurang Edukasi
□ anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan

3 Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan Ambulasi (I.06171)
Definisi : .... X .... jam menit diharapkan mobilitas fisik Observasi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari meningkat dengan kriteria hasil:  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
satu atau lebih ekstremitas secara  Pergerakan ekstemitas (5) fisik lainnya
mandiri  Kekuatan otot (5)  Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Rentang gerak (ROM) (5) ambulasi
Penyebab :  Nyeri (5)  Monitor frekuensi jantung dan tekanan
 Kerusakan integritas struktur  Kecemasan (5) darah sebelum memulai ambulasi
tulang  Kaku sendi (5)  Monitor kondisi umum selama
 Perubahan metabolisme  Gerakan tidak terkoordinasi (5) melakukan ambulasi
 Ketidakbugaran fisik  Gerakan terbatas (5) Terapeutik
 Penuruna kendali otot  Kelemahan fisik (5)  Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
 Penurunan kekuatan otot bantu (mis. tongkat, kruk)
 Keterlambatan perkembangan  Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
 Kekuatan sendi jika perlu
 Kontraktur  Libatkan keluarga untuk membantu
 Malnutrisi pasien dalam meningkatkan ambulasi
 Gangguan muskuloskeletal Edukasi
 Gangguan neuromuskular  Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

 Indeks massa tubuh di atas  Anjurkan melakukan ambulasi dini


persentil ke-75 sesuai usia  Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
 Efek agen farmakologis dilakukan (mis. berjalan dari tempat

 Program pembatasan gerak tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat

 Nyeri tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai

 Kurang terpapar informasi toleransi)

tentang aktivitas fisik


Dukungan Mobilisasi (I.05173)
 Kecemasan
Observasi
 Gangguan kognitif
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
 Keengganan melakukan
fisik lainnya
pergerakan
 Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Gangguan sensori persepsi
pergerakan
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif darah sebelum memulai mobilisasi
 Mengeluh sulit menggerakkan  Monitor kondisi umum selama
ekstremitas melakukan mobilisasi
Objektif Terapeutik
 Kekuatan otot menurun  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
 Rentang gerak (ROM) menurun alat bantu (mis. pagar tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi dini
Gejala dan Tanda Minor
 Libatkan keluarga untuk membantu
Subjektif
pasien dalam meningkatkan pergerakan
 Nyeri saat bergerak
Edukasi
 Enggan melakukan pergerakan
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Merasa cemas saat bergerak
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Objektif
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
 Sendi kaku
dilakukan (mis. duduk di tempat tidur,
 Gerakan tidak terkoordinasi
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
 Gerakan terbatas tempat tidur ke kursi)
 Fisik lemah

Kondisi Klinis Terkait


 Stroke
 Cedera medulla spinalis
 Trauma
 Fraktur
 Osteoarthritis
 Ostemalasia
 Keganasan
4 Risiko Defisit Nutrisi Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 Pemberian makanan Enteral
x.24 jam diharapkan dapat mengatasi Resiko Observasi:
Infeksi dengan kriteria hasil:  Periksa posisi NGT
 Serum albumin meningkat (5)  Monitor residu lambung tiap 4-6 jam
 Kekuatan otot mengunyah meningkat (5) selama 24 jam pertama, kemudian tiap 8
 Kekuatan otot menelan meningkat (%) jam selama pemberian makanan via
 Frekuensi makan membaik(5) enteral.

Terapeutik :
 Tinggikan kepala 30-45 derajat selama
pemberian makanan

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemilihan jenis dan jumlah
makanan enteral

Pemberian makanan parenteral


Observasi :
 Monitor terapi yang diberikan
 Monitor produksi urine
 Monitor jumlah cairan masuk dan keluar

Terapeutik :
 Cuci tangan dan pasang sarung tangan
 Gunakan teknik aseptic dalam
perawatan selang
 Ganti balutan tiap 24-48 jam
 Ganti set infus maksimal 2x24 jam
 Ganti posisi pemasangan infuse
maksimal 3x24 jam
5 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pencegahan Infeksi
Definisi : beresiko mengalami …x...jam diharapkan dapat mengatasi Resiko Observasi
peningkatan terserang organisme Infeksi dengan kriteria hasil: Monitor tanda dan gejela infeksi local
patogenik Tingkat infeksi dan sitemik
Faktor Resiko : Kebersihan tangan meningkat (5) Terapeutik
 Penyakit kronis (mis. Diabetes Kebersihan badan meningkat (5)  Batasi jumlah pengunjung
militus) Nafsu makan meningkat (5)  Berikan perawatan kulit pada area
 Efek prosedur invasive Demam menurun (5) edema
 Malnutrisi Kemerahanmenurun (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Peningkatan paparan organisme Nyeri menurun (5) kontak dengan pasien dan lingkungan
pathogen lingkungan Bengkak menurun (5) pasien

 Ketidakadekuatan pertahanan Vesikel menurun (5)  Pertahankan kondisi aseptik pada pasien

tubuh primer Cairan berbau busuk menurun (5) beresiko tinggi

 Gangguan peristaltic Sputum berwarna hijau menurun (5) Edukasi

 Kerusakan integritas kulit


Drainase purulenmenurun (5)  Jelaskan tanda dan gejala infeksi

 Perubahan sekresi pH
Pluria menurun (5)  Ajarkan cara mencuci tangan dengan
Periode malaise menurun (5) benar
 Penurunan kerja silialis
Periode menggigil menurun (5)  Ajarkan etika batuk
 Ketuban pecah lama
Letargi menurun (5)  Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
 Ketuban pecah sebelum waktunya
Gangguan kognitif menurun (5) atau luka oprasi
 Merokok
Kadar sel darah putih membaik (5)  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Status cairan tubuh
 Ketidakadekuatan pertahanan Kultur darah membaik (5)  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
tubuh sekunder Kultur urine membaik (5) Kolaborasi
 Penurunan hemoglobin Kultur sputum membaik (5) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
 Imununosupresi Kultur area luka membaik (5)

 Leukopenia Kultur feses membaik (5)

 Supresi respon inflamasi


 Faksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait :
 AIDS
 Luka bakar
 Penyakit paru obstruktif kronis
 Diabetes militus
 Tindakan infasif
 Kondisi penggunaan terapi steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah sebelum waktunya
(KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati
6 Risiko Perdarahan (D.0012) Setelah dilakukan intervensi selama …..x…. jam, Pencegahan Perdarahan
Definisi: maka risiko perdarahan menurun dengan kriteria Observasi
Berisiko mengalami kehilangan darah hasil :  Monitor tanda dan gejala perdarahan
baik internal (terjadi di dalam tubuh)  Kelembapan membrane mukosa meningkat  Monitor nilai hematocrit/hemoglobin
maupun eksternal (terjadi hingga ke luar (5) sebelum dan sesudah kehilangan darah
tubuh).  Kelembapan kulit meningkat (5)  Monitor tanda-tanda vital ortostatik
 Kognitif meningkat (5)  Monitor koagulasi ( mis. Prothrombin time
Faktor Risiko:  Hemoptysis menurun (5) (PT), partial thromboplastin time (PTT),
 Aneurisma  Hematemesis menurun (5) fibrinogen, degradasi fibrin dan/ atau
 Gangguan gastrointestinal (mis.  Hematuria menurun (5) platelet)
ulkus lambung, polip, varises)  Perdarahan anus menurun (5) Terapeutik
 Gangguan fungsi hati (mis. sirosis  Distensi abdomen menurun (5)  Pertahankan bed rest selama perdarahan
hepatis)  Perdarahan vagina menurun (5)  Batasi tindakan invasive, jika perlu
 Komplikasi kehamilan (mis.  Perdarahan pasca operasi menurun (5)  Gunakan kasur pencegah decubitus
Ketuban pecah sebelum waktunya,  Hemoglobin membaik (5)  Hindari pengukuran suhu rektal
plasenta previa/ abrupsio,  Hematocrit membaik (5) Edukasi
kehamilan kembar)  Tekanan darah membaik (5)  Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Komplikasi pasca partum (mis.  Denyut nadi apical membaik (5)  Anjurkan menggunakan kaus kaki saat
Atoni uterus, retensi plasenta)  Suhu tubuh membaik (5) ambulasi
 Gangguan koagulasi (  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
mis.trombositopenia) untuk menghindari konstipasi
 Efek agen farmakologis  Anjurkan menghindari aspirin atau
 Tindakan pembedahan antikoagulan
 Trauma  Anjurkan meningkatkan asupan makanan
 Kurang terpapar informasi tentang dan vitamin K
pencegahan perdarahan  Anjurkan segera melapor jika terjadi
 Proses keganasan perdarahan
Kolaborasi
Kondisi klinis terkait:  Kolaborasi pemberian obat pengontrol
 Aneurisma perdarahan, jika perlu
 Koagulopati intravaskuler  Kolaborasi pemberian produk darah, jika
diseminata perlu
 Sirosis hepatis  Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
 Ulkus lambung perlu
 Varises
 Trombositopenia
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Plasenta previa/abrupsio
 Atonia uterus
 Retensi plasenta
 Tindakan pembedahan
 Kanker
 Trauma

4. Implementasi keperawatan
Dilaksanakan sesuai intervensi

5. Evaluasi keperawatan
a. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi
keperawatan)
b. Evaluasi sumatif (merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap
waktu)
DAFTAR PUSTAKA

Frassica, F dkk. Femoral Neck Fractures. 5-Minute Orthopaedic Consult, 2nd


Ed.Lippincott Williams & Wilkins, 2007.Hal: 127.
Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition.
Philadelphia; Saunder Elsevier. 2012. p. 315-6.
Noor Helmi, Z. (2014). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika
Skinner, H. Femoral Neck Fractures. Current Essentials Orthopedics.McGraw-Hill,
2008. Hal: 37.
Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of Orthopaedic and
Fractures, 8th Ed. Arnold, 2001. Hal: 847-52.
Tim Pokja SDKI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Denpasar, 1 Maret 2021

Clinical Instructure/CI Mahasiswa

( ) (Ni Nyoman Murti Apsari Dewi)


NIP. NIM. P07120320021

Clinical Teacher/CT

(Ners. I Made Sukarja, S.Kep., M. Kep.)

NIP. 196812311992031020
Denpasar, 1 Maret 2021

Clinical Instructure/CI Mahasiswa

( ) (Ni Nyoman Murti Apsari Dewi)


NIP. NIM. P07120320021

Clinical Teacher/CT

(Ners. I Made Sukarja, S.Kep., M. Kep.)

NIP. 196812311992031020

Anda mungkin juga menyukai